Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lingkungan hidup merupakan suatu sistem kompleks dalam sebuah ruang.
Dimana, ruang yang dimaksud merupakan tempat bagi komponen-komponen
lingkungan hidup dalam melakukan setiap proses, yaitu saling mempengaruhi
(interaksi), saling berhubungan (interelasi), dan saling ketergantungan
(interdependensi). Komponen-komponen lingkungan hidup tersebut terdiri dari
dua jenis, yaitu komponen biotik yang merupakan makhluk hidup, seperti hewan,
tumbuhan, dan manusia, kemudian komponen abiotic yang merupakan benda-
benda tak hidup seperti air, tanah, batu, udara, dan cahaya matahari. Berdasarkan
komponen-komponen lingkungan tersebut, membentuk suatu kesatuan fungsional
yang disebut ekosistem. Ekosistem merupakan suatu interaksi yang kompleks dan
memiliki penyusun yang beragam. Penyusunnya terdiri dari suatu produsen
(tumbuhan hijau), konsumen (herbivora, omnivora, dan karnivora) dan
decomposer atau pengurai (Samadi, 2007).
Liebig menyatakan bahwa jumlah bahan utama yang dibutuhkan apabila
mendekati keadaan minimum kritis cendrung menjadi pembatas. Ditambahkannya
bahwa cahaya, suhu, zat makanan dan unsur-unsur utama meyebabkan hilangnya
vegetasi pada ketinggian tertentu di pegunungan atau hilangnya beberapa
tumbuhan dalam wilayah yang dinaungi. Jadi penyebaran tumbuhan ditentukan
oleh cahaya, suhu dan unsur hara yang tidak memadai (Rohmani, 2013).
Decomposer merupakan organisme yang menguraikan sisa-sisa bahan untuk
memperoleh makanan atau bahan organic yang diperlukan. Penguraian ini
memungkinkan zat-zat organik yang kompleks akan terurai menjadi zat-zat yang
lebih sederhana, seperti yang dimaksud yaitu zat –zat yang sederhana ini dapat
diolah lagi oleh produsen (Aryulina, 2006).
Kehadiran atau keberhasilan dari suatu organisme, sangatlah tergantung pada
keadaan ekosistem atau lingkungan ekologi yang ada. Lingkungan ekologi
merupakan suatu tempat makhluk hidup yang saling berinteraksi satu sama lain,
sehingga pada keadaan ekologi yang melampaui batas-batas toleransinya disebut
sebagai faktor pembatas. Organisme berperan dalam keadaan faktor pembatas,
apabila organisme tersebut mempunyai batas luas terhadap lingkungan yang tetap
dan memiliki jumlah yang banyak, hal tersebut bukanlah merupakan faktor
pembatas. Sebaliknya jika lingkungan yang tidak konstan dan organisme tersebut
mempunyai batas toleransi yang sempit, hal inilah yang merupakan faktor
pembatas dari organisme tersebut (Latuconsina, 2019).
Dari pembahasan diatas, maka dalam mempelajari faktor pembatas tidak
hanya terbatas pada teori melainkan dapat juga melalui suatu praktikum
percobaan, sehingga pada kali ini praktikum percobaan terkait dengan faktor
pembatas.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari praktikum yaitu
1. Untuk mengetahui batas kebutuhan cahaya dan air pada tanaman
2. Untuk mengetahui pengaruh cahaya dan air terhadap tanaman
Adapun kegunaan dari praktikum yaitu
1. Dapat memberikan pemahaman tentang batas kebutuhan cahaya dan air bagi
tanaman
2. Dapat memberikan pemahaman tentang pengaruh cahaya dan air bagi tanaman
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tanaman Jagung


Tanaman jagung pertama kali dikenal sejak bangsa indian amerika pada tahun
1779. Tanaman jagung dapat hidup di daerah yang beriklim sedang hingga
beriklim panas. Jagung tidak hanya di kosumsi oleh manusia, tetapi juga sebagai
pakan ternak untuk penguat selain sebagai hijau-hijauna atau bahkan umbi-
umbian. Tanaman jagung merupakan divisi sprematophyta dengan ordo graminae.
Tanaman jagung merupakan jenis tumbuhan yang berbunga sehingga disebut
antophyta. Daun tanaman jagung berbentuk seperti pita tipis dan panjang Jagung
berkembang biak dengan biji, dimana tanaman jagung dengan biji berkeping satu
dengan sistem perakaran serabut. Terdapat jenis jagung yang sangat di gemari
yaitu jagung manis. Jagung manis ini merupakan bahan impor dari luar negeri,
dikenal di Indonesia sejak tahun 1980 (Rohani, 2018).
Sistem perakaran dari tanaman jagung itu terdiri atas akar-akar seminal,
koronal, dan akar udara. Akar-akar seminal ini merupakan suatu akar-akar radikal
atau akar primer yang merupakan suatu penambahan dengan sejumlah akar lateral
yang akan muncul (Rukmana, 2012)
2.2 Pengaruh Air Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Tanaman tidak dapat terbebas dari kebutuhan air. Adanya deficit air, akan
menghambat pertumbuhan dan fotosintesis tanaman. Bahkan, adanya stress air
yang terlalu lama dapat menggagalkan pembungaan dan pembuahan. Besarnya
kebutuhan air, tergantung dari sifat morfologi, proses fisiologi, dan kondisi
lingkungan. Oleh karenanya, tanaman mempunyai perilaku yang berlainan pula
terhadap keberadaan air. Baik air yang berada dalam tanah maupun uap air yang
ada di udara. Dalam banyak hal, curah hujan dan kelembaban yang merupakan
faktor penghambat, baik dalam hal kelebihan maupun kekurngan. Distribusi curah
hujan yang merata selama pertumbuhan amat penting untuk untuk jagung yang
memerlukan cukup air bagi tumbuhnya, khususnya pada saat menjelang berbunga
dan pengisian biji di daerah yang mendapat irigasi, masalah kebutuhan air dapat
diatur dengan mudah (Sastrahidayat, 2011).
Pengaruh terhadap tanaman jagung manis akibat perlakuan tingkat pemberian
air memberikan pengaruh yang nyata pada tinggi tanaman, luas daun, indeks luas
daun, bobot kering total tanaman, panjang tongkol, bobot segar tognkol, dan
diameter tongkol. Akan tetapi tidak berpengaruh pada jumlah daun (Wulansari,
2017).
2.3 Pengaruh Cahaya Terhadap PertumbuhanTanaman
Cahaya mutlak dibutuhkan tanaman tumbuhan hijau untuk proses fotosintesi.
Namun demikian, cahaya merupakan faktor yang menghambat pertumbuhan pada
tumbuhan. Hal ini karena cahaya akan menyebabkan zat tumbuh menjadi zat yang
menghambat suatu pertumbuhan (Lutfi, 2006)
Unsur iklim penting yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi
jagung adalah faktor penyinaran matahari. Tanaman jagung membuuthkan
penyinaran penhu, maka tempat penanamannya harus terbuka. Di tempat yang
berlindung, pertumbuhan batang tanaman jagung menjadi kurus dan tongkolnya
ringan sehingga membuat produksinya cenderung akan menurun (Rukmana,
2012).
2.4 Faktor Pembatas Pada Tanaman
Faktor pembatas bahaya erosi merupakan kendala dengan faktor pembatas
lereng (%) pada tanaman jagung ditemukan di kecamatan panggung rejo, bakung,
sutojaya, wates, sbeagian kecil wilayah kecamatan wonotirto dengan kemiringan
lahan antara 15-30 % termasuk dalam kelas “cukup sesuai”. Sedangkan sebagian
kecil garum, nglegok, gandusari, wlingi, dan doko dengan nilai kemiringan 30 %
termasuk dalam kelas “ sesua marginal” kendala ini dapat diatasi dengan cara
pembuatan tersi dan bedengan. Tekstur tanah merupakan faktor pembatas yang
sulit di atasi karena berhubungan juga dengan faktor alam yang tidak bisa di
pengaruhi oleh manusia secara langsung (Wirosoedarmo, 2011).
2.5 Hukum Faktor Pembatas
Faktor pembatas tidak saja karena sesuatu yang sedikit tetapi bisa menajdi
sesuatu yang berlebihanpun menjadi faktor pembatas, misalnya panas, sinar, dan
air. Organisme maksimum dan minimum suatu ekologi dengan kisaran
diantaranya merupakan batas-batas toleransi. Pengaruh yang membatasi batas
maksimum dan minimum inilah yang di gambarkan dalam hukum toleransi.
Misalnya oksigen, ketersediannya banyak untuk organisme daratan, tetapi oksigen
seringkali menjadi suatu faktor pembatas untuk organisme air (Siombo, 2019).
Hukum minimum dari liebig menyatakan bahwa, dalam kondisi keadaan
tunak, ukuran populasi satu spesies mendapatkan kendala dari sumber daya apa
saja yang pasokannya paling sedikit. Hukum liebig memiliki keterbatasan serius
saat dipakai untuk memperkirakan daya dukung suatu populasi tertentu.jika tiap-
tiap komponen yang ada dalam satu populasi memiliki kebutuhan yang
bermacam-macam, perkiraan agregat daya dukung yang didasarkan atas satu
rumus saja tidak akan akurat. Tampaknya berbagai bagian populasi global
manusia memiliki kebutuhan yang bermacam-macam (Chapman, 2007).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Percobaan ini dilakukan pada hari jum`at pukul 16.00 WITA pada tanggal 21
september 2019. Bertempat di kebun percobaan Exfarm universitas hasanuddin
Makassar.
3.2 Alat dan Bahan
Pada percobaan ini menggunakan alat diantaranya meteran, cangkul, sekop,
ember, parang, oven, timbangan, dan alat tulis menulis. Adapun bahan yang
digunakan yaitu pupuk kandang, label, polybag (30x40 cm), benih jagung, dan
tanah.
3.2 Prosedur Kerja
1) Bersihkan lahan yang akan digunakan
2) Isislah polybag dengan media tanam berupa tanah dan pupuk kandang (1;1)
kemudian jenuhkan
3) Rendam benih yang akan digunakan
4) Lakukan penanaman sesuai perlakuan dan tempatkan secara acak pada
polybag
5) Lakukan penyulaman jika da tanaman yang mati
6) Lakukan penyiangan jika ada gulam
7) Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari
8) Pengamatan dilakukan mulai umur 7 HST hingga akhir percobaan dengan
selang 2 minggu sekali
9) Komponen pengamatan yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat kering.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Hasil Rata-Rata Parameter Pengamatan Faktor Pembatas Cahaya Tanaman
Jagung
Parameter Pengamatan Cekaman Cahaya
Tinggi
Perlakuan Tanaman(cm) Jumlah Daun(helai) Berat Kering(g)
a1 13.48 7 3
a2 9.18 7.25 2
Rata-rata 11.33 7.125 2.5

Hasil Rata-Rata Parameter Pengamatan Faktor Pembatas Air Tanaman Jagung

Parameter Pengamatan Cekaman Air


Tinggi
Perlakuan Tanaman(cm) Jumlah Daun(helai) Berat Kering(g)
b1 12.95 6.5 15
b2 8.15 5.5 4
b3 8.35 7 4
b4 10.03 7 5
Rata-rata 9.87 6.5 7

4.2 Pembahasan
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa rata-rata tinggi tanaman jagung yang
terpapar sinar matahari lebih besar yaitu 11,33 dibanding degnan rata-rata tinggi
tanaman jagung tanpa cahaya yaitu hanya 9,87. Menurut saya hal ini tidak sesuai
karena pada tanaman dengan tanpa cahaya akan lebih cepat tumbuh dari pada
tanaman dengan cahaya karena pada tanaman tanpa cahaya akan terjadi gejala
etiolasi yang diaktfikan oleh hormone auksin. Tapi akan mengalami kepucatan
pada daun dan batang yang lemah karena tidak terjadinya fotosintesis pada
kloroplas. Hal ini diperjelas dengan pernyataan (Herwibowo, 2014) auksin yang
tidak terurai cahaya dapat menimbulkan pertumbuhan yang cepat di tempat gelap
atau yang di sebut etiolasi.
Dapat dilihat faktor pembatas air pada tanaman jagung berdasarkan parameter
pengamatan tinggi tanaman, dimana pada tinggi tanaman setiap perlakuan tidak
sesuai. Dilihat pada B4 yang tingginya mencapai 10,03 cm sedangkan pada B3
tingginya hanya 8,35 cm. Pada B4 diberi perlakuan yaitu dengan tidak menyiram
dalam jangka waktu 7 hari dan pada B3 selama 5 hari. Hal ini bisa disebabkan
karena pemebrian perlakuan yang tidak kondusif, ada faktor dari luar yang
menyebabkan pertumbuhan tinggi tanaman juga tidak sesuai dengan perlakuan
yang seharusnya. Sesuai dengan pernyataan (Cahyono, 2007) air dapat menjadi
faktor pembatas pada pertumbuhan tanaman dan dapat mempengaruhi kuantitas
dan kualitas hasil. Pemberian air secara optimal menurut fase pertumbuhan
tanaman akan meningkatkan hasil. Sebaliknya, pemberian air yang kurang bagus
akan menurunkan kualitas hasil.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini yaitu:
1. Batas kebutuhan cahaya dan air bagi tanaman yaitu tidak melebihi batas
minimum dan batas maksimal
2. Pengaruh cahaya dan air bagi tanaman yaitu dapat menyebabkan pertumbuhan
tinggi tanaman yang cepat dan ada pula yang lambat, dan berpengaruh
terhadap jumlah helaian daun pada tanaman
5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum faktor pembatas ini di berikan perlakuan sebenar-
benarnya bagi tanaman agar mendapatkan hasil yang lebih akurat
DAFTAR PUSTAKA

Aryulina. D., Muslim. C., Manaf. S. 2006. Biologi. Jakarta: Esis


Cahyono, B. 2007. Cabai Rawit. Yogyakarta: Kanisius
Chapman. A.R., Petersen, R.L., Moran. 2007. Bumi yang Terdesak Perspektif
Ilmu dan Agama Mengenai Konsumsi, Populasi, dan Keberlanjutan.
Bandung: Island Press
Herwibowo, K. 2014. Hidroponik Sayuran. Jakarta: Penebar Swadaya
Latuconsina, Husain. 2019. Ekologi Perairan Tropis. Yogyakarta: UGM Press
Lutfi, Saktiyono, Abdullah. M. 2006. IPA Terpadu. Jakarta: Esis
Rochani, Siti. 2018. Bercocok Tanam Jagung. Jakarta: Azka Presss
Rohmani, MY. 2013. Faktor Pembatas. Jurnal Faktor Pembatas. Vol. 1. No. 1.
Hal: 1-6
Rukmana, Rahmat. 2012. Usaha Tani Jagung. Yogyakarta: kanisius
Samadi. 2007. Geografi. Jakarta: Yudhistira
Sastrahidayat, Ika Rochdjatun. 2011. Rekayasa Pupuk Hayati Mikoriza dalam
Meningkatkan Produksi Pertanian. Universitan Brawijaya: UB Press
Siombo, Ria, Marhaeni. 2019. Dasar-Dasar Hukum Lingkungan dan Kearifan
Lokal Masyarakat. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Syukur, M, Rifianto, Azis. 2013. Jagung Manis. Jakarta: Penebar Swadaya
Wulansari, H.R, Widaryanto, E. 2017. Respon Tanaman Jagung Manis (Zea mays
saccharata Strut L) pada Berbagai Jenis Muka terhadapa Tingkat Pemberian
Air. Jurnal Produksi Tanaman. Vol. 5. No. 8. Hal: 1389
LAMPIRAN
1.Data Pengamatan (Jagung) Tinggi Tanaman dan Jumlah Tanaman daun
a.1 Data Tinggi Tanaman (cm) Faktor Pembatas Cahaya Tanaman Jagung

Data pengamatan Tinggi Tanaman


Jagung Jagung Jagung Jagung Rata-
Perlakuan 1 2 3 4 rata
a1 8.30 10.80 15.80 19.00 13.48
a2 7.30 8.30 9.30 11.80 9.18
Total 15.60 19.10 25.10 30.80 22.65
Rata-rata 7.80 9.55 12.55 15.40 11.33

a.2 Data Jumlah Daun (Helai) Faktor Pembatas Cahaya Tanaman Jagung
Data Pengamatan Jumlah Daun
Jagung Jagung Jagung Jagung Rata-
Perlakuan 1 2 3 4 rata
a1 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00
a2 6.00 7.00 8.00 8.00 7.25
Total 13.00 14.00 15.00 15.00 14.25
Rata-rata 6.50 7.00 7.50 7.50 7.13

b.2 a.1 Data Tinggi Tanaman (cm) Faktor Pembatas Air Tanaman Jagung

Data Pengamatan Tinggi Tanaman


Jagung Jagung Jagung Jagung Rata-
Perlakuan 1 2 3 4 rata
b1 10.30 13.30 13.80 14.40 12.95
b2 6.30 7.70 7.80 10.80 8.15
b3 7.30 7.80 8.50 9.80 8.35
b4 4.80 9.20 10.30 15.80 10.03
Total 28.70 38.00 40.40 50.80 39.48
Rata-rata 7.18 9.50 10.10 12.70 9.87
b.2 Data Jumlah Daun (Helai) Faktor Pembatas Air Tanaman Jagung

Data Pengamatan Jumlah Daun


Jagung Jagung Jagung Jagung Rata-
Perlakuan 1 2 3 4 rata
b1 6.00 6.00 7.00 7.00 6.50
b2 4.00 5.00 6.00 7.00 5.50
b3 6.00 7.00 7.00 8.00 7.00
b4 6.00 7.00 7.00 8.00 7.00
Total 22.00 25.00 27.00 30.00 26.00
Rata-rata 5.50 6.25 6.75 7.50 6.50

Anda mungkin juga menyukai