Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KONSEP DASAR ELIMINASI FEKAL

Disusun Oleh :

1. Dahlia Fitriyani (49) 195070607111033


2. Lisa Dewi Susanti (50) 195070607111034
3. Lubna Maimunah (51) 195070607111035
4. Mutia Intan Pupitaari (52) 195070620111001

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

TAHUN AJARAN 2019/2020


Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Konse Dasar Eliminasi Fekal” ini
tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keterampilan Klinik Dasar. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Konsep Eliminasi Fekal bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nur Aini Retno H, SST., M.Keb selaku dosen
pembimbing mata kuliah Keterampilan Klinik Dasar yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 30 Januari 2020

Kelompok 12

2
Daftar Isi
Kata Pengantar .......................................................................................2

Daftar Isi .......................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................................4


1.2 Tujuan .......................................................................................4

BAB II DISKUSI KELOMPOK

2.1 Hasil Diskusi Kelompok ...................................................5


A. Konsep Dasar Eliminasi Fekal ...................................................5
B. Anatomi & Fisiologi Eliminasi Fekal ...................................................6
C. Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Fekal ...................................................8
D. Masalah Eliminasi Fekal ...................................................9

BAB III KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan ........................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................13

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Eleminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan berperan
penting untuk kelangsungan hidup manusia. Eleminasi dibutuhkan untuk
mempertahankan dalam keseimbangan fisiologis melalui pembuangan sisa-sisa
metabolisme. Sisa metabolisme berupa eleminasi tersebut terbagi menjadi 2 dua jenis
yaitu berupa feses yang berasal dari saluran cerna disebut eleminasi bowel/fekal/
buang air besar (BAB) dan saluran perkemihan berupa urine disebut eleminasi
urine/buang air kecil (BAK), hal ini bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan
kesehatan. Eleminasi merupakan aktivitas pokok yang harus dilakukan setiap manusia
dan harus terpenuhi, bila tidak terpenuhi akan menjadi berbagai macam gangguan
yang berdampak pada pada gangguan sistem pencernaan dan sistem perkemihan.
Eliminasi bowel/fekal/Buang Air Besar (BAB) atau disebut juga defekasi
merupakan proses normal tubuh yang penting bagi kesehatan untuk mengeluarkan
sampah dari tubuh. Sampah yang dikeluarkan ini disebut feces atau stool. Eleminasi
produk sisa pencernaan yang teratur, hal ini penting untuk normal tubuh. Fungsi usus
tergantung pada keseimbangan berapa faktor, pola dan kebiasaan eleminasi.
Eleminasi bowel merupakan salah satu bentuk aktivitas yang harus dilakukan oleh
manusia Seseorang dapat melakukan buang air besar sangatlah bersifat individual ada
yang satu kali atau lebih dalam satu hari, bahkan ada yang mengalami gangguan yaitu
hanya 3-4 kali dalam satu minggu atau beberapa kali dalam sehari, perubahan
eleminasi fekal dapat menyebabkan masalah gastroinstestinal dan sistem tubuh lain,
hal ini apa bila dibiarkan dapat menjadi masalah seperti konstipasi, fecal imfaction ,
hemoraid dan lain-lain.

1.2 Tujuan
1) Untuk mengetahui Konsep Dasar Eliminasi Fekal
2) Untuk mengetahui Anatomi Eliminasi Fekal
3) Untuk mengetahui Fisiologi Eliminasi Fekal
4) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Eliminasi Fekal.
5) Untuk mengetahui masalah-masalah terkait eliminasi Fekal

4
BAB II

HASIL DISKUSI KELOMPOK

2.1 Hasil Diskusi Kelompok


A. Konsep dasar eliminasi fekal
Sistem tubuh yang memiliki peran dalam proses eliminasi fekal adalah sistem
gastrointestinal bawah meliputi usus halus dan usus besar. Usus halus terdiri atas
doudenum, jejunum, dan ileum dengan panjang kurang lebih 6 meter dan diameter
2,5 cm, serta berfungsi sebagai tempat absorpsi elektrolit Na, Cl, K, Mg, HCO3,
dankalsium (Hidayat, 2006).
Gerakan peristaltik yang kuat dapat mendorong feses ke depan. Gerakan ini
terjadi 1-4 kali dalam waktu 24 jam. Peristaltik sering terjadi sesudah makan.
Biasanya, 1/1-2/3 dari produk buangan hasil makanan dicernakan dalam waktu
24jam, dibuang dalam feses, dan sisanya sesudah 24-48 jam berikutnya (Hidayat,
2006).
Eliminasi produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting
untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada
sistem gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya.Karena fungsi usus bergantung pada
keseimbangan beberapa faktor, pola dan kebiasaan eliminasi bervariasi diantara
individu. Namun, telah terbukti bahwa pengeluaran feses yang sering, dalam jumlah
yang besar, dan karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan
rendahnya insiden kanker kolorektal (Robinson dan Weigley, 1989 dalam Potter &
Perry, 2005).Dengan mengetahui eliminasi normal serta faktor-faktor yang
meningkatkan, menghambat, menyebabkan gangguan eliminasi dapat membantu
mengatasi masalah eliminasi klien

1. Proses Defekasi
Defekasi adalah proses pembuanganatau pengeluaran sisa metabolisme berupa
feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus(Tarwoto,
2006). Dalam proses defekasi terjadi dua macam reflex, yaitu Pertama, refleks
defekasi intrinsik. Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rektum sehingga
terjadi distensi rektum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada flektus
mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses tiba di anus, secaras
sistematis spinter interna relaksasi maka terjadilah defekasi.
Kedua, Refleks defekasi parasimpatis. Feses yang masuk ke rektum akan
merangsang saraf rektum yang kemudian diteruskan ke spinal cord. Dari spinal
cord kemudian dikembalikan kekolon desendens, sigmoid dan rektum yang
menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi spinter internal, maka terjadi
defekasi.
Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan
diafragma, dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot
femur dan posisi jongkok. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan

5
normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas yang terbanyak adalah CO2, metana, H2S,
O2, dan Nitrogen(Tarwoto, 2006).

Feses terdiri dari atas 75% airdan 25% materi padat.Feses normal berwarna coklat
karena pengaruh sterkobilin, mobilin, dan aktivitas bakteri. Bau khas karena pengaruh dari
mikroorganisme. Konsistensi lembek namun berbentuk (Tarwoto, 2006).

2. Pola Defekasi
Pola defekasi sangat bersifat individual, bervariasi dari beberapa kali sehari hingga
dua atau tiga kali perminggu. Jumlah feses yang dikeluarkan juga bervariasi pada setiap
orang. Penundaan keinginan defekasi berulang dapat menyebabkan ekspansi rektum untuk
mengakomodasi feses yang terakumulasi dan pada akhirnya akan kehilangan sensitivitas
terhadap keinginan defekasi. Konstipasi pada akhirnya terjadi (Berman, 2009).
Waktu defekasi dan jumlah feses sangatlah bersifat individual. Orang dalam keadaan
normal, frekuensi buang air besar 1 kali dalam sehari. Tetapi, ada pula yang buang bair besar
3-4 kali seminggu.Ada yang buang air besar setelah sarapan pagi, ada pula yang malam hari.
Pola defekasi individu juga bergantung pada bowel training yang dilakukan pada masa
kanak-kanak. Sebagian besar orang memiliki kebiasaan defekasi setelah sarapan karena
adanya refleks gastrokolik yang
menyebabkan ‘mass movement’ pada usus besar.
Umumnya jumlah feses bergantung pada jumlah intake makanan.Namun secara
khusus, jumlah feses sangat bergantung pada kandungan serat dan cairan pada makanan yang
dimakan. Pola defekasi akan berubah dengan adanya konstipasi, fekal infaction, diare, dan
inkontensia. Kondisi ini berpengaruh terhadap konsistensi dan frekuensi buang air besar.

B. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1.1. Struktur dan anatomi pencernaan

6
Saluran pencernaan terdiri dari dua bagian, yaitu bagian atas terdiri dari mulut,
esophagus dan lambung dan bagian bawah terdiri dari usus halus dan besar. Agar lebih jelas
bagi peserta didik ikutilah uraian tentang saluran bagian atas dan bawah berikut ini.

1) Saluran gastrointestinal bagian atas terdiri mulut, esophagus & lambung Makanan yang
masuk ke mulut kita dicerna secara mekanik dan kimia, dengan bantuan gigi untuk
mengunyah dan memecah makanan. Saliva mencairkan dan melunakkan bolus makanan
sehingga mudah masuk esofogus menuju pada lambung. Dalam lambung makanan
disimpan sementara, lambung melakukan ekresi asam hidroklorida (HCL), lendir, enzim
pepsin dan faktor intrinsik. HCL mempengaruhi keasaman lambung dan keseimbangan
asam-basa tubuh. Lendir melindungi mukosa dari keasaman, aktivitas enzim dan
membantu mengubah makanan menjadi semi cair yang disebut kimus (cbyme), lalu
didorong ke usus halus.
2) Saluran gastrointestinal bagian bawah terdiri dari usus halus dan besar.
3) Saluran gastrointestinal atas meliputi, usus halus terdiri dari duodenum, jejenun, ileum,
dengan diameter 2.5 cm dan panjang 6 m. Kimus bercampur dengan empedu dan
amilase. Kebanyakan nutrisi dan elektolit diabsorsi duodenum dan jejunum, sedang
ileum mengabsorsi vitamin, zat besi dan garam empedu. Fungsi eleum terganggu maka
proses pencernaan mengalami perubahan. Usus besar panjangnya 1.5 m merupakan
organ utama dalam eleminasi fekal terdiri cecum,colon dan rectum. Kimus yang tidak
diabsorpsi masuk sekum melalui katub ileosekal yang fungsinya katub ini untuk
regurgitasi dan kembalinya isi kolon ke usus halus. Kolon mengabsorpsi air. nutrient,
elektolit, proteksi, sekresi dan eleminasi, sedangkan perubahan fungsi kolon bisa diare
dan kontraksi lambat. Gerakan peristaktik 3-4 kl/hr dan paling kuat setelah makan.
Rectum bagian akhir pada saluran pencernaan. Panjangnya bayi 2.5 cm, anak 7.5-10 cm,
dewasa 15 – 20 cm, rektum tidak berisi feses sampai defekasi. Rektum dibangun lipatan
jaringan berisi sebuah arteri dan vena, bila vena distensi akibat tekanan selama
mengedan bisa terbentuk hemoraid yang menyebabkan defekasi terasa nyeri.
4) Usus sendiri mesekresi mucus, potassium, bikarbonat dan enzim, sekresi musin (ion
karbonat) yang pengeluarannya dirangsang oleh nervus parasimpatis.
5) Cbyme bergerak karena adanya peristaltik usus dan akan berkumpul menjadi feses di
usus besar. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya 400-700 ml/24 jam.
Feses terdiri atas 75% air dan 25% padat, bakteri yang umumnya sudah mati, lepasan
epithelium dari usus, sejumlah kecil zat nitrogen.
Jadi makanan sampai mencapai rectum normalnya diperlukan waktu 12 – 20 jam,
isinya menjadi makin lunak bahkan bila terlalu lama maka akan semakin padat karena air
diabsorpsi apabila tidak segera di keluarkan.
Pada keadaan infeksi, reseksi bedah atau obstruksi dapat mengganggu peristaltik
absorpsi berkurang dan aliran kimus terhambat. Saat emosi sekresi mucus akan
meningkat berfungsi melindungi dinding usus dari aktivitas  Kebutuhan Dasar
Manusia 1  125 bakteri, bila hal ini berlebihan akan meningkatkan peristaltik
berdampak pada penyerapan feses yang cepat sehingga faeses menjadi encer, diare,
absorpsi berkurang dan flatus. Kesimpulan bahwa dorongan feses juga dipengaruhi oleh

7
kontraksi abdomen, tekanan diafragma, dan kontraksi otor elevator. Defekasi
dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Eliminasi


Banyak faktor yang mempengaruhi proses eliminasi fekal. Pengetahuan akan faktor-
faktor tersebut akan membantu mengantisipasi cara yang dibutuhkan untuk mempertahankan
pola eliminasi yang normal.

a) Usia
Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol defekasi
yang berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol secara penuh dalam
buang air besar, sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan mengontrol
secara penuh dalam buang air besar, sedangkan orang dewasa sudah
memilikikemampuan mengontrol secara penuh, dan pada usia lanjut proses
pengontrolantersebut mengalami penurunan.
b) Diet
Asupan makanan harian yang teratur dapat membantu mempertahankan pol
peristaltik pada kolon. Dengan menstimulasi gerakan peristaltik, makanan yang
menbentuk bungkal akan keluar dengan cepat melalui usus, dan mempertahanka
feses tetap lembek. Makanan tinggi serat dapat meningkatkan pola eliminasi yang
normal jika faktor lainnya juga dalam keadaan normal.
c) Asupan Cairan
Asupan cairan yang tidak kuat atau gangguan yang dapat menyebabkan
kehilangan cairan mempengaruhi karakteristik feses. Asupan cairan yang buruk dapat
meningkatkan resiko konstipasi karena reabsorpsi cairan pada kolon terjadi,
menyebabkan feses mengeras.
d) Aktivitas fisik
Aktivitas fisik dapat meningkatkan gerakan peristaltik, sedangkan imobilitas
dapat menurunkan gerakan peristaltik. Perubahan yang terjadi pada otot abdomen dan
dinding pelvis tersebut akan meningkatakan resiko konstipasi.

e) Faktor psikologi
Jika seseorang menjadi depresi, maka saraf otonom sistem pencernaan akan
memperlambat penyampaian impuls dan menurunkan peristaltik, yang selamjutnya
akan menyebabkan konstipasi.
f) Gaya hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat
terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat/kebiasaan melakukan buang
air besar ditempat yang bersih atau toilet. Maka, ketika orang tersebut buang air besar
di tempat yang terbuka atau tempat yang kotor, ia mengalami kesulitan dalam proses
defekasi.
g) Penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit -
penyakit yang berhubungan langsung pada sistem pencernaan, seperti gastroenteritis
atau penyakit lainnya.
h) Nyeri
Umunya kegiatan buang air besar tidak menyebabkan nyeri. Namun, sejumlah
keadaan dapat menyebabkan ketidak nyamanan, misalnya hemoroid, pembedahan
rektum, fistula rektum, dan pembedahan abdomen. Pada keadaan tersebut, klien

8
menekan keinginan untuk buang air besar untuk menghindari rasa nyeri, dan
kemudian akan menyebabkan kostipasi.

i) Kehamilan
Pada saat kehamilan berkembang, ukuran janin bertambah dan menimbulkan
tekanan pada rektum. Obstruksi yang sementara ini disebabkan karenan janin
menghambat jalan keluar feses. Gerakan peristaltik yang lambat selama trimester
ketiga sering menyebabkan konstipasi
j) Pembedahan dan Anestesi.
Agen anestesi general yang digunakan selama pembedahan dapat
menghentikan gerakan peristaltik. Klien yang menerima anestesi lokal dan regional
memiliki resiko rendah untuk mengalami gangguan eliminasi. Beberapa pembedahan
yang memanipulasi usus besar secara langsung akan menghentikan gerakan
peristaltik.
k) Obat-obatan
Obat-obatan untuk meningkatkan defekasi telah tersedia.Laksatif dan katartik
melunakkan feses dan meningkatkan peristaltik. Walaupun sama, kerja laksatif lebih
ringan daripada katartik. Apabila digunakan dengan benar, laksatif dan katartik
mempertahankan pola eliminasi normal dan aman.Namun, penggunaan katartik
dalam jangka waktu lama menyebabkan usus besar kehilangan tonus ototnya dan
menjadi kurang responsif terhadap stimulasi yang diberikan olehlaksatif (Potter &
Perry, 2010).

D. Masalah-Masalah Umum Pada Eleminasi Fekal


1) Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Konstipasi adalah penurunan
frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan
kering. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan
konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, massa feses lebih lama terpapar
pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorpsi.
Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melumasi feses. Pengeluaran
feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rektum ( Potter & Perry,
2005).
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi
mengalami stasis usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras,
atau keluarnya tinja terlalu kering dan keras (Hidayat, 2006).

Tanda Klinis :
a) Adanya feses yang keras.
b) Defekasi kurang dari 3 kali seminggu.
c) Menurunnya bising usus.
d) Adanya keluhan pada rektum.
e) Nyeri saat mengejan dan defekasi.
f) Adanya perasaan masih ada sisa feses.

Kemungkinan Penyebab :
a) Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera serebrospinalis, CVA,
dan lain-lain.
b) Pola defekasi yang tidak teratur.

9
c) Nyeri saat defekasi karena hemoroid.
d) Menurunnya peristaltik karena stress psikologis.
e) Penggunaan obat, seperti penggunaan antasida, laksantif, atau anaestesi.
f) Proses penuaan (usia lanjut)

2) Impaksi fekal (Fekal Impation)


Impaksi Fekal (Fekal Impaction) merupakan masa feses yang keras di lipatan
rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi material feses yang
berkepanjangan. Biasanya disebabkan oleh konstipasi, intake cairan yang kurang,
kurang aktivitas, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot (Hidayat, 2006).
Tanda impaksi yang jelas ialah ketidakmampuan untuk mengeluarkan feses
selama beberapa hari, walaupun terdapat keinginan berulang untuk melakukan
defekasi. Apabila feses diare keluar secara mendadak dan kontinu, impaksi harus
dicurigai. Porsi cairan di dalam feses yang terdapat lebih banyak di kolon meresap ke
sekitar massa yang mengalami impaksi. Kehilangan nafsu makan (anoreksia),
distensi dan ram abdomen, serta nyeri di rektum dapat menyertai kondisi impaksi.
Perawat, yang mencurigai adanya suatu impaksi, dapat dengan mantap melakukan
pemeriksaan secara manual yang dimasukkan ke dalam rektum dan mempalpasi masa
yang terinfeksi ( Potter & Perry, 2005).

3) Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering
mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai dengan kejang
usus, mungkin disertai oleh rasa mual dan muntah (Hidayat, 2006).

Tanda Klinis :
a) Adanya pengeluaran feses cair.
b) Frekuensi lebih dari 3 kali sehari.
c) Nyeri/kram abdomen.
d) Bising usus meningkat.

Kemungkinan Penyebab:
a) Malabsorpsi atau inflamasi, proses infeksi.
b) Peningkatan peristaltik karena peningkatan metabolisme.
c) Efek tindakan pembedahan usus.
d) Efek penggunaan obat seperti antasida, laksansia, antibiotik,dan lain-lain.
e) Stress psikologis.

4) Inkontinensia Fekal
Inkontinensia fekal adalah ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan
gas dari anus. Kondisi fisik yang merusakkan fungsi atau kontrol sfingter anus dapat
menyebabkan inkontinensia. Kondisi yang membuat seringnya defekasi, feses encer,
volumenya banyak, dan feses mengandung air juga mempredisposisi individu untuk
mengalami inkontinensia. Inkontinensia fekal merupakan keadaan individu yang
mengalami perubahan kebiasaan defekasi normal dengan pengeluaran feses tanpa
disadari, atau juga dapat dikenal dengan inkontinensia fekal yang merupakan
hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui
sfingter akibat kerusakan sfingter (Hidayat, 2006).

10
Tanda Klinis:
a) Pengeluaran feses yang tidak dikehendaki.

Kemungkinan Penyebab:
a) Gangguan sfingter rektal akibat cedera anus, pembedahan,dan lain-lain.
b) Distensi rektum berlebih.
c) Kurangnya kontrol sfingter akibat cedera medulla spinalis, CVA, dan lain-lain.
d) Kerusakan kognitif.

5) Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan
gas secara berlebihan dalam lambung atau usus (Hidayat, 2006). Kembung
merupakan flatus yang berlebihan di daerah intestinal sehingga menyebabkan distensi
intestinal, dapat disebabkan karena konstipasi, penggunaan obat-obatan (barbiturate,
penurunan ansietas, penurunan aktivitas intestinal), mengonsumsi makanan yang
banyak mengandung gas dapat berefek ansietas (Tarwoto & Wartonah, 2010).

6) Hemoroid
Hemoroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus
sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena
konstipasi, peregangan saat defekasi, dan lain-lain.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Eleminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan berperan
penting untuk kelangsungan hidup manusia. Eleminasi dibutuhkan untuk
mempertahankan dalam keseimbangan fisiologis melalui pembuangan sisa-sisa
metabolisme. Sistem tubuh yang memiliki peran dalam proses eliminasi fekal adalah
sistem gastrointestinal bawah meliputi usus halus dan usus besar.
Eliminasi produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting
untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada
sistem gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya.Karena fungsi usus bergantung pada
keseimbangan beberapa faktor, pola dan kebiasaan eliminasi bervariasi diantara
individu.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Kasiati, Rosmalawati Dwi. 2016. Kebutuhan Dasar Manusia I. Jakarta: Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia
2. Mahmud, Ratna. 2019. Penerapan Asuhan Keperawatan Pasien Diare dalam
Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi. Jurnal Media Keperawatan: Politeknik
Kesehatan Makassar. Vol 10(2). Hh 1-5
3.

13

Anda mungkin juga menyukai