Death Case
Death Case
Daftar Isi 1
BAB 1 Pendahuluan 2
BAB 2 Laporan Kasus 5
BAB 3 Tinjaun Pustaka 23
3.1 Krisis Tiroid 23
3.1.1 Etiologi Krisis Tiroid 23
3.1.2 Diagnosis Krisis Tiroid 23
3.1.3 Tatalaksana Krisis Tiroid 27
3.2 Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) 29
3.2.1 Etiologi DIC pada obstetrik 29
3.2.2 Diagnosis DIC 32
3.2.3 Tatalaksana DIC 33
3.3 Community Acquired Pneumonia (CAP) 36
3.3.1 Definisi CAP 36
3.3.2 Epidemiologi CAP 36
3.3.3 Etiologi CAP 37
3.3.4 Patogenesis CAP 37
3.3.5 Diagnosis CAP 40
3.3.6 Tatalaksana CAP 44
3.3.7 Komplikasi CAP 48
3.3.8 Prognosis CAP 50
3.4 Sepsis 50
3.4.1 Definisi Sepsis 50
3.4.2 Diagnosis Sepsis 51
3.4.3 Tatalaksana Sepsis 52
BAB 4 Diskusi 58
DAFTAR PUSTAKA 64
1
DAFTAR GAMBAR
2
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Skor kriteria Burch dan Wartofsky untuk diagnosis krisis tiroid 26
Tabel 2 Kriteria diagnosis thyroid storm (TS) berdasarkan JTA 27
Tabel 3 Penyebab DIC yang paling sering pada bidang obstetri 32
Tabel 4 Sistem skor untuk diagnosis DIC 35
Tabel 5 Panduan pengganti produk darah pada perdarahan masif obstetri 36
Tabel 6 Terapi komponen darah 36
Tabel 7 Sistem skor pada CAP berdasarkan PORT 45
Tabel 8 Terapi antibiotik yang direkomendasikan menurut PDPI 47
Tabel 9 Skor penilaian organ failure (terkait sepsis) 52
Tabel 10 Rekomendasi The Surviving Sepsis Campaign 2016 55
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Krisis tiroid dalam kehamilan dapat mengancam nyawa ibu dan janin, oleh
karena itu dibutuhkan diagnosis yang cepat dan penanganan segera. Hanya 1-2%
kasus hipertiroid dalam kehamilan yang bermanifestasi sebagai krisis tiroid dan
kondisi yang potensial fatal seperti syok, DIC dan multiple organ failure harus
respons host terhadap infeksi, yang ditunjukkan dengan peningkatan ≥ 2 total nilai
berdasarkan Surviving Sepsis Campaign pada ICU Amerika Serikat dan Eropa
pasien sepsis berat di 150 ICU di 16 negara Asia mencapai 44,5%.5 Tingginya
angka mortalitas sepsis dikarenakan akibat kondisi sepsis yang dapat berkembang
menjadi syok septik yaitu suatu kondisi lanjut dari sepsis yang ditandai
abnormalitas sirkulasi dan metabolik atau seluler yang dapat meningkatkan risiko
kematian.6 Kondisi sirkulasi yang memenuhi kriteria syok septik adalah hipotensi
mmHg dan serum laktat >2 mmol/L (18mg/dL) dengan resusitasi cairan yang
4
adekuat. Syok septik dapat meningkatkan mortalitas lebih dari 40%. Pasien sepsis
di rumah sakit.7
dapat terjadi karena pelepasan aktivator plasminogen tipe jaringan (t-PA) dari sel
sepsis.8
Penyebab DIC pada bidang obstetrik misalnya emboli cairan amnion, kematian
Retensi janin yang mati dapat memicu perdarahan ibu yang abnormal. DIC
yang terkait dengan kematian janin adalah proses kronis, dan pasien dapat
intrauterine, tissue thromboplastic substances dari janin yang mati secara perlahan
menginisiasi terjadinya DIC, dan bahkan dapat diikuti dengan fibrinolysis yang
signifikan.11,12
5
Pada makalah ini, akan dibahas satu kasus kematian seorang pasien, wanita
gravid preterm 32-33 minggu + IUFD hari rawatan 1 di ICU. Pembahasan pada
kasus pasien ini akan dititik beratkan pada tatalaksana dan mekanisme kematiaan
6
BAB 2
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. GN
Umur : 18 Tahun
Pendidikan : SLTA
MR : 01 06 96 41
Alamat : Kerinci
PRIMARY SURVEY
Airway : Paten
Breathing : Simetris kiri dan kanan, frekuensi 15x/menit via oksigen sungkup
10 L/menit
Status Generalis
), DJJ(-)
Diagnosis
7
Sikap
Kontrol KU, VS
Informed consent
Rencana
- Riwayat hipertiroid
P:
Bila pasien belum sadar, GD < 100, ulangi inj D40% 2 flc
mg/6 jam
- Inj. Ceftriaxon 2 x 1 g iv
- Nebu N-Acetylsistein 3x
- EKG
8
- Kultur sputum, kultur darah
- Cek procalcitonin
- Urinalisis, Ro thoraks
Konsul Anestesi
ANAMNESIS
RSUP DR. M Djamil Padang tanggal 04-12-2019 pukul 05.30 WIB rujukan
RSUD Mayjen H.A. Thalib Kerinci dengan diagnosis G1P0A0H0 Gravid preterm
Sebelumnya pasien datang ke bidan dengan keluhan sesak nafas dan jantung
Krisis tiroid. Karena tidak ada ICU dan keterbatasan fasilitas pasien kemudian
33 minggu + suspek krisis tiroid. Pasien terpasang infus RL dan kateter urin
jam 23.30. Dalam perjalanan, sekitar jam 03.30 pasien perlahan mengalami
9
Dari aloanamnesis : pasien sebelumnya mengeluh jantung berdebar-debar,
Kejang (-), sakit kepala sebelumnya tidak ada, demam tinggi sebelumnya
tidak ada.
Riwayat menstruasi ; menarche usia 11 tahun, siklus teratur, lamanya 4-6 hari,
3x100mg. Namun tidak rutin kontrol. Tidak pernah kontrol dan minum obat
10
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, penyakit menular
1. Sekarang
• Kesadaran : Sopor
• Temperatur : 36,80C
PEMERIKSAAN SISTEMIK
Thorak :
11
Jantung
Paru
- Perkusi : sonor
Akral hangat
STATUS OBSTETRIKUS
Abdomen :
Palpasi :
12
His : (-)
TFU : 27 cm
USG
13
• Janin meninggal tunggal intrauterin, letak memanjang presentasi kepala
• Biometri :
BPD : 9,06 cm
14
FL : 6,19 cm
AC : 26,04 cm
FHM: (-)
Kesan :
• IUFD
Index Wayne
Score : 20
Kesan : Toksik/hipertiroid
15
Hasil Laboratorium IGD RHESUS 4/12/2019
Konsul Neurologi
disingkirkan karena kondisi GCS yang rendah dan faktor metabolik berat
P : Brain CT-Scan tanpa kontras jika kondisi stabil untuk menyingkirkan adanya
lesi intrakranial
16
Diagnosis:
32-33 minggu
• IUFD
Sikap:
• O2 10 lpm (terintubasi)
• Informed Consent
• IVFD RL 20 tpm
Rencana
• Rawat ICU
Hipertiroid on therapy
Hiperkalemia
Hiperglikemia reaktif
17
Anjuran :
Pre op :
PTU 4 x 200 mg
Propanolol 4 x 20 mg
Lugol 4 x 10 gtt
Dexamethason 4 x 10 mg
Post op :
18
04-12-2019 ( Hari Rawatan 1 )
Follow Up Laboratorium
S Pasien tidak sadar Parameter Hasil Normal
O Hb 13,9 9,5-15
KU Kes TD ND NF SpO2 𝑇 Leucosit 15.360 5000-10.000
Berat DPO 112/67 102 on venti 100% 39,8 HT 46 37-43
Trombosit 214.000 150.000-
Mata : konjungtiva tidak anemis , Sklera 400.00
tidak ikterik PT 11,9 10-13,6
Thorax : bunyi jantung reguler, bising (- APTT 33,3 26,8-36,2
), gallop (-), suara nafas vesikuler, Ureum 70 10-50
rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen :Tampak membesar sesuai
kehamilan preterm. His (-), DJJ (-)
Genitalia :V/U normal, PPV (-)
19
05-12-2019 ( Hari Rawatan 2 )
07.00 WIB
Follow Up Laboratorium
S Pasien tidak sadar, demam tinggi Parameter Hasil Normal
O Hb 12.5 12-16
KU Kes TD ND NF SpO2 T Leucosit 24.440 5000-10.000
Berat DPO 96/60 116 on venti 100% 40,8 HT 42 37-43
Trombosit 122.000 150.000-
Mata : konjungtiva Anemis , Sklera 400.00
tidak ikterik PT 18.5 9,1-12,3
Abdomen :Tampak membesar sesuai APTT 46.1 26,8-36,2
kehamilan preterm. His (-), DJJ (-) Ureum 136 10-50
Genitalia :V/U normal, PPV (-)
Balance Cairan /24 Jam : + 2318
- Input : 2610 cc
- Output : 292 cc
SOFA score : 6
A Penurunan kesadaran ec susp krisis Kreatinin 3.1 0.6-1.2
tiroid + hipoglikemi teratasi + sepsis D-dimer <500
gangguan elektrolit + hipoalbuminemia GDS 142 <200
+ AKI + DIC pada G1P0A0H0 gravid Albumin 2.3 3,8-5,0
32-33 minggu + IUFD
20
06-12-2019 ( Hari Rawatan 3 )
07.00 WIB
Follow Up Laboratorium
S Pasien tidak sadar Parameter Hasil Normal
O Hb 10,9 12-14
KU Kes TD ND NF SpO2 T Leucosit 17,450 5000-10.000
Berat DPO 80/70 145 on venti 100% 40 HT 35 37-43
Trombosit 33.000 150.000-
Mata : konjungtiva tidak anemis , 400.00
Sklera tidak ikterik PT 20.5 9,1-11,3
Abdomen :Tampak membesar sesuai APTT 59.0 21,7-28,7
kehamilan preterm. His (-), DJJ (-) Ureum 177 10-50
Thoraks : rhonki -/-, wheezing -/-
Genitalia :V/U tenang, PPV (-)
Balance cairan : +1.568
- Input : 2218 cc
- Output : 650 cc
SOFA Score : 7
21
07-12-2019 ( Hari Rawatan 4 )
07.00 WIB
Follow Up Laboratorium
S Pasien tidak sadar Parameter Hasil Normal
O Hb 9,5 9,5-15
KU Kes TD ND NF SpO2 T Leucosit 21.970 5000-10.000
Berat DPO 96/60 116 on venti 100% 40,8 HT 31 37-43
Trombosit 86.000 150.000-400.00
Mata : konjungtiva tidak anemis , sklera PT - 9,1-12,3
tidak ikterik APTT - 26,8-36,2
Abdomen :Tampak membesar sesuai Ureum 239 10-50
kehamilan preterm. His (-), DJJ (-)
Genitalia :V/U normal, PPV (-)
A Penurunan kesadaran ec susp krisis Kreatinin 6,8 0.6-1.2
tiroid + gangguan elektrolit + D-dimer - <500
hipoalbuminemia + AKI + septik shock GDS 199 <200
ec susp. HAP + DIC pada G1P0A0H0 Albumin 3,0 3,8-5,0
gravid 32-33 minggu + IUFD
22
07-12-2019 ( Hari Rawatan 4 )
Follow Up 08.00 WIB
S Pasien tidak sadar
O
KU Kes TD ND NF SpO2
Berat DPO 87/58 145 on venti 100%
Mata : Pupil 3/3, refleks cahaya +/+
P Kontrol KU, VS
P Kontrol KU, VS
23
07-12-2019 ( Hari Rawatan 4 )
Follow Up 10.10 WIB
S Tidak ada respon
O
KU Kes TD ND NF SpO2
Berat DPO − − on venti 76%
Mata : Pupil 6/6, refleks cahaya +/+
A Cardiac arrest
P RJP
Telah dilakukan RJP sebanyak 5 siklus dan pemberian epinefrin tapi tidak ada respon
24
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
ini dikenal dengan krisis tiroid atau "badai tiroid". Hal ini biasanya dipicu oleh
infeksi, dengan riwayat tirotoksikosis yang telah berlangsung lama.13 Krisis tiroid
dalam kehamilan dapat mengancam nyawa ibu dan janin. Hanya 1-2% kasus
hipertiroid dalam kehamilan yang bermanifestasi sebagai krisis tiroid dan tingkat
miokardial yang disebabkan oleh hormon tiroid.14 Angka kematian janin yang
3.1.1 Etiologi
mencetuskan krisis tiroid karena kadar hCG paling tinggi pada usia kehamilan
tersebut. Namun, beberapa kasus krisis tiroid pada kehamilan disebabkan oleh
hipertiroid.17,18
3.1.2 Diagnosis
yang dinilai dengan skor Burch dan Wartofsky. Skor Burch dan Wartofsky
dapat menilai kemungkinan dan tingkat keparahan krisis tiroid. Skor 45 atau lebih
25
merupakan kecurigaan tinggi krisis tiroid, skor 25-44 mendukung diagnosis dan
Tabel 1 Skor kriteria Burch dan Wartofsky untuk diagnosis krisis tiroid2
26
Tabel 2 Kriteria diagnosis thyroid storm (TS) berdasarkan Japan Thyroid
Association2
≤14) dan gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, diare dan kuning. Bila
pasien memiliki riwayat penyakit grave, riwayat keluarga dengan penyakit tiroid
dan penurunan berat badan dalam waktu singkat dan pada pemeriksaan fisik
terjadinya krisis tiroid lebih tinggi. Kondisi pasien harus dievaluasi melalui
Analisa gas darah, monitor ekg, rontgen toraks, urinalisis, darah lengkap, kimia
darah dan factor pembekuan. Kadar FT3, FT4, TSH dan TRAb harus secepatnya
27
dilakukan pemeriksaan bila pasien memenuhi kriteria diagnosis krisis tiroid. Bila
pemeriksaan lab ini tidak dapat dilakukan, rujuk pasien ke RS yang memiliki
fasilitas ICU.2
Pada RS yang memiliki fasilitas ICU, lakukan evaluasi ulang ABCDE dan
tatalaksana krisis troid (Gambar 2). Pasien kriss tiroid dengan syok, DIC atau
multiple organ failure harus dirawat di ICU. Untuk menilai kebutuhan ICU, harus
digunakan skor APACHE II, skor GCS, vital sign (suhu tubuh, tekanan darah,
denyut nadi, dan pernapasan), analisis gas darah arteri (pH, PaO2, HCO3-, dan
tekanan oksigen alveolar (A-aDO2), elektrolit (Na, K, dan Cl), hasil hematologi
(hematokrit (Hct) dan jumlah sel darah putih (WBC)), usia dan riwayat penyakit
28
Gambar 2 Algoritma tatalaksana krisis tiroid2
3.1.3 Tatalaksana
Prinsip tatalaksana krisis tiroid pada kehamilan sama dengan wanita yang
tidak hamil, dan harus memiliki tim khusus seperti spesialis endokrin, spesialis
feto-maternal.
terapi krisis tiroid dalam kehamilan adalah obat antitiroid. Pilihan pertama adalah
propylthiouracil (PTU). Dosis yang diberikan 200-250 mg/6 jam, dapat diberikan
secara oral atau dengan NGT.18 Obat anti tiroid dapat menembus sawar darah
plasenta. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya kelainan pada janin, kadar
29
FT4 dijaga pada batas teratas dari kadar normal, kemudian disarankan untuk
krisis tiroid. Iodin dengan konsentrasi tinggi pada cairan Lugol diberikan untuk
mengahambat pelepasan hormon tiroid yang tersimpan dari kelenjar tiroid. Iodin
dapat diberikan secara oral 1 jam setelah pemberian PTU (potassium iodide: 4-8
tetes setiap 6-8 jam; sodium ipodat dosis loading 2 gram dan selanjutnya 1
adrenergik pada hormon tiroid yang berlebihan. Namun, beta bloker seperti
janin jika dikonsumsi jangka panjang. Oleh karena itu, dalam 2-6 minggu setelah
sebagai terapi awal dan dapat diberikan secara oral (40-80 mg/6-8 jam) atau
beberapa jam) atau dapat juga menggunakan esmolol secara intravena (dosis
µg/kg/menit.18,19
Keadaan janin harus dievaluasi secara perodik. Risiko bagi janin pada
wanita hamil dengan Grave Disease yang aktif adalah hipertiroid dan hipotiroid.
30
Hal tersebut dapat disebabkan oleh pengendalian hipertiroid yang buruk selama
trombosit dan faktor koagulasi. DIC bukanlah suatu penyakit, tetapi suatu
manifestasi sekunder dari proses patologi yang mendasari seperti infeksi, trauma,
Penyebab DIC pada bidang obstetrik dapat dilihat pada tabel 2. Beberapa
terjadinya emboli cairan ketuban sangat mendadak sehingga walaupun DIC telah
dilaporkan mencapai 83% kasus, diagnosisnya bisa sulit dalam situasi seperti itu.
Berdasarkan beberapa studi, emboli cairan ketuban tidak dapat diprediksi atau
dicegah dan bahwa tidak ada pemeriksaan standar atau protokol untuk
gejala dan tanda-tanda hipotensi akut atau hipoksia dalam 30 menit setelah
cairan ketuban.10
31
Tabel 3 Penyebab DIC yang paling sering pada bidang obstetri10
kejadian IUD yang tidak terdiagnosis jarang terjadi di lingkungan obstetri karena
gangguan koagulasi cenderung terjadi setelah satu bulan kematian janin. Jika
mati.10
mortalitas ibu dan neonatus, terjadi 3-5% kehamilan, diduga akibat kelainan
tergantung pada sejauh mana abnormal invasi plasenta yang dapat mengirimkan
sinyal inflamasi. Plasentasi yang abnormal dapat disebabkan oleh suatu bentuk
maladaptasi imun ibu-ayah yang dimulai pada saat deposisi semen pada traktus
genital wanita. Hal ini memprovokasi kaskade seluler dan molekuler yang
tepat dalam banyak kasus tidak diketahui tetapi gangguan plasentasi, insufisiensi
32
plasenta dan hipoperfusi utero-plasenta dianggap sebagai mekanisme utama.
Solusio plasenta juga menunjukkan peran penting melalui trombin, yang memiliki
sifat uterotonik yang kuat selain berperan penting dalam koagulasi. Plasenta dari
plasenta.10
berlebihan, konsumsi faktor pembekuan dan efek lanjut dari transfusi masif dalam
pengaturan asidosis dan hipotermia. Abortus septik dan infeksi janin intrauterin
juga menyebabkan DIC dengan mekanisme yang mirip dengan sepsis dimana
platelets (HELLP) ditandai dengan kerusakan sel endotelial yang prominen pada
hepar. Kondisi ini terjadi akibat inflamasi akut yang dimediasi oleh plasenta dan
lain yang spesifik-hepar tetapi berbeda secara mekanis adalah acute fatty liver of
33
pregnancy (AFLP). Biasanya terjadi pada trimester ketiga kehamilan dan sering
berakibat fatal.10
3.2.2 Diagnosis
untuk mengidentifikasi DIC, evaluasi derajat serta monitor efeknya dari waktu ke
untuk memantau pasien secara ketat apakah terjadi perbaikan klinis atau terjadi
D-dimer
Fibrinogen
skor untuk DIC overt (Tabel 3). Skor ini telah terbukt sensitive untuk DIC infetif
korelasi antara kenaikan skor dan mortalitas. Skor 5 atau lebih dianggap
34
Tabel 4 Sistem skor untuk diagnosis DIC10
DIC overt, adalah suatu kondisi dimana sel endotel (pembuluh darah) dan
klinik dari kerusakan pembuluh darah yang mengakibatkan stres berat dari sistem
hemostasis, namun pada saat itu respon tubuh masih dapat menjaga agar tidak
3.2.3 Tatalaksana
35
2. Transfusi suportif dengan produk darah yang sesuai dengan klinis dan hasil
laboratorium.
Panduan pengganti produk darah dapat dilihat pada tabel 4 dan komponen
3.2.3.3 Heparin
adanya bukti tromboemboli vena atau arteri, deposit fibrin luas yang
mengakibatkan purpura fulminan dan iskemik akral atau infark pembuluh darah
36
kulit. Dalam hal ini heparin (unfractionated) dapat diberikan dengan dosis penuh
secara infus kontinyu, karena alasan waktu paruh yang pendek dan reversible.
digunakan tanpa memandang target rasio aPTT dengan kisaran 1.5-2.5 kali
kontrol. Monitoring aPTT pada penderita seperti ini sulit, oleh karena itu
3.2.1 Definisi
3.2.2 Epidemiologi
mortalitas dan morbiditas di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru
masyarakat atau di dalam rumah sakit. Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi
saluran napas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekia 15-20%.
Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti
peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.22
37
Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang
jelas. Namun pada kebanyan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati
adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.21
38
3.2.3 Etiologi
disebabkan bakteri Gram positif dan dapat pula bakteri atipik. Akhir-akhir ini
Gram negatif.22
- Staphylococcus aureus 9%
- Enterobacter 5,26%
3.2.4 Patogenesis
39
Mekanisme pertahanan paru sangat penting dalam menjelaskan terjadinya
bakteri agar tidak masuk kedalam paru. Mekanisme pembersihan tersebut adalah:
IgA merupakan salah satu bagian dari sekret hidung (10 % dari total protein
napas atas sering mengeluarkan enzim proteolitik dan merusak IgA. Bakteri
bawah.
40
Makrofag alveolar dan mediator inflamasi
Penarikan netrofil
humoral dan komponen seluler. Mekanisme penutupan dan refleks batuk dari
glotis merupakan pertahanan utama terhadap aspirat dari orofaring. Bila terjadi
gangguan fungsi glotis maka hal ini berbahaya bagi saluran napas bagian
gerakan silia.
a. Surfaktan
protein.
untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara
1. Inokulasi langsung
41
3. Inhalasi bahan aerosol
Dari keempat cara diatas yang terbanyak adalah secara kolonisasi. Secara
mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila
terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Sekresi orofaring
8-10
mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 /ml, sehingga aspirasi dari
sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri
sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian
3.2.5 Diagnosis
a. Anamnesis
Menggigil
42
Batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah.
Sesak napas
Nyeri dada.
b. Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik toraks tergantung dari luas lesi di paru. Pada
inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas. Palpasi
fremitus dapat mengeras, pada perkusi dapat redup, pada auskultasi terdengar
suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah
halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.22,23
a. Gambaran radiologis
kelainan pada CAP tahap awal. Pada pasien ini, pemeriksaan foto toraks ulang
b. Pemeriksaan labolatorium
43
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED.
22
dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati.Pada pemeriksaan serologi
didapatkan peningkatan yang signifikan dari titer IgM (biasanya ditemukan pada
fase akut infeksi), kombinasi IgM dan pemeriksaan asam nukleat dapat menjadi
rontgen toraks dan laboratorium. Diagnosis pasti CAP ditegakkan jika pada
rontgen torak terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2
dan ronki
44
Penilaian derajat keparahan CAP dapat dilakukan dengan menggunakan
sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team
3.2.6 Tatalaksana
2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila
45
Frekuensi napas > 30/menit
septik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg,
foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90
mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi untuk
Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
46
Pemberian terapi oksigen
47
Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan/memburuk
maka pengobatan disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji sensitiviti. Dalam
resisten penisilin. Yang termasuk dalam faktor modifikasis adalah: (ATS 2001)
Pecandu alkohol
c. Pseudomonas aeruginosa
Bronkiektasis
Gizi kurang
48
pneumonia atipik yang disebabkan oleh M.pneumoniae, C.pneumoniae dan
Fluorokuinolon respiness
Doksisiklin
Evaluasi Pengobatan
3.2.7 Komplikasi
Efusi pleura
Empiema
Abses Paru
49
Pneumotoraks
Gagal napas
Sepsis
response syndrome) dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai. Bukti
klinisnya berupa suhu tubuh yang abnormal (>38oC atau <36oC) ; takikardi;
dan takipneu; dan peningkatan atau penurunan jumlah sel darah putih. Sepsis yang
berat disertai dengan satu atau lebih tanda disfungsi organ, hipotensi, atau
mental.
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi
yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut,
dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
2. Flu (influenza)
3. Appendisitis
6. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter
50
3.2.8 Prognosis
bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan
yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita
pada penderita rawat jalan , sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit
kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I
0,1% dan kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV 8,2%
dan kelas V 29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian
Persahabatan pneumonia rawat inap angka kematian tahun 1998 adalah 13,8%,
tahun 1999 adalah 21%, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo angka kematian 20-
35%.22
3.3 Sepsis
3.3.1 Definisi
Sepsis adalah kondisi yang mengancam jiwa karena infeksi akut yang
ditandai dengan satu atau lebih disfungsi organ.26 Hasil dari database catatan
kesehatan AS yang besar termasuk sekitar 150.000 pasien dengan dugaan infeksi
51
3.3.2 Diagnosis
Skor qSOFA menunjukkan potensi adanya sepsis jika dua dari tiga
indikator berikut dipenuhi: (1) laju pernapasan ≥22 bpm, (2) tekanan darah
sistolik ≤100 mmHg, dan (3) setiap perubahan akut dalam kondisi mental.26
Diagnosis klinis sepsis didasarkan pada pasien yang mengalami infeksi dan
sirkulasi, seluler dan metabolik yang mendalam terkait dengan risiko kematian
yang lebih besar dibanding sepsis.26 Kriteria diagnostik syok septik adalah
52
'dibutuhkan vasopresor untuk mempertahankan MAP> 65 mm Hg dan tingkat
3.3.3 Tatalaksasna
1. Diagnosis Sepsis
pernapasan ≥ 22 bpm, tekanan darah sistolik ≤ 100 mmHg, dan segala perubahan
akut dalam kondisi mental. kriteria ini belum divalidasi untuk mengenali pasien
dengan sepsis akibat infeksi nonbakteri seperti malaria, demam berdarah, atau
Mengambil dua atau lebih set kultur darah dan sekresi jaringan / tubuh dari
dengan dysoxia seluler / hipoksia. Syok septik baru-baru ini didefinisikan sebagai
tekanan darah arteri rata-rata < 65 mmHg setelah resusitasi cairan yang adekuat.26
53
3.3.3.2 Elemen Inti Perawatan Suportif Umum untuk Pasien dengan Sepsis
54
Pendekatan protokol untuk manajemen glukosa darah pada pasien ICU dengan
sepsis, dimulai ketika glukosa darah> 180 mg / dL (> 10 mmol / L), dengan
target nilai glukosa darah ≤180 mg / dL (≤10 mmol / L)
d. Enteral feeding
Kami menyarankan pemberian makanan enteral dini yang ditoleransi pada
pasien dengan sepsis dan syok septik. Keterangan: Pertimbangan tambahan
termasuk memulai asupan oral atau enteral dalam waktu 24-48 jam pada pasien
yang cukup diresusitasi dan stabil secara hemodinamik, mengambil langkah-
langkah untuk mengurangi risiko aspirasi, dan menyadari akan sindrom
refeeding dalam beberapa hari pertama setelah inisiasi nutrisi enteral
e. Renal replacement therapy
Meskipun berdasarkan data berbasis populasi Acute Kidney Injury (AKI)
belum jelas, Acute on Cronic Kidney Diseases diperkirakan mencapai sekitar
3% dari semua kematian di India, dan AKI kemungkinan berkontribusi pada
proporsi yang jauh lebih tinggi pada kematian akibat sepsis.
f. Terapi Cairan
Sepsis secara tradisional diobati dengan resusitasi cairan volume besar, yang
sering menyebabkan akumulasi cairan tubuh. Namun, banyak penelitian telah
menunjukkan bahwa keseimbangan cairan positif secara independen terkait
dengan disfungsi organ dan penurunan kelangsungan hidup. Mencapai
keseimbangan cairan negatif, atau "de-resusitasi," dapat meningkatkan fungsi
organ dan hasil dari pasien yang sakit kritis.
Tabel 10 Rekomendasi The Surviving Sepsis Campaign 2016
55
Gambar 5 Algoritma penatalaksanaan resusitasi dan sepsis26
56
Gambar 6 Strategi untuk menghambat progesi dari sepsis
57
BAB 4
DISKUSI
5. Bagaimana tatalaksana yang tepat untuk penaganan AKI sehingga pasien tidak jatuh
pada CKD, dan kapan waktu yang tepat untuk memulai Hemodialisa ?
58
PEMBAHASAN:
Target kematian Ibu sesuai standar mutu PONEK di RSUP Dr.M.Djamil Padang
adalah 0%, sehingga diperlukan pembahasan lebih lanjut dan mendalam mengenai
kasus kematian ini untuk meningkatkan kualitas pelayanan PONEK sebagai
unggulan RSUP Dr.M.Djamil Padang yang bertaraf internasional.
Diagnsosi awal pasien ini adalah Penurunan kesadaran ec susp krisis tiroid +
hipoglikemi + elektrolit imbalance + Respiratoric Failure + Syok Sepsis +
hipoalbuminemia pada G1P0A0H0 gravid preterm 32-33 minggu + IUFD, dasar
diagnosis pasien ini didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Krisis tiroid dapat dicurigai jika terdapat trias gejala yaitu gejala dan
tanda tirotoksikosis, hipertermia serta penurunan kesadaran. Pada anamnesis riwayat
penyakit dahulu diketahui bahwa pasien telah dikenal menderita penyakit tiroid sejak
tahun 2018, tetapi pasien tidak mengonsumsi obat anti tiroid, mengalami penurunan
kesadaran yang berangsur-angsur sejak 1 hari SMRS, pasien banyak tidur , kemudian
gelisah saat di perjalanan (meracau) kemudian tidak menyahut dan tidak dapat
dibangunkan serta suhu 40º. Ini sudah memenuhi kriteria krisis tiroid. Pada
pemeriksaan gula darah sewaktu di IGD RSUP Dr. M. Djamil didapatkan hasil 19
mg/dl yang menandakan telah terjadi hipoglikemia, pemeriksaan laboratorium
hematologi Hb 13,9 g/dl, leukosit 15.360/mm3, hematokrit 46%, trombosit
214.000/mm3, pemeriksaan elektrolit, natrium 135 mmol/l, kalium 6,8 mmol/l dan
klorida 114 mmol/L, pemeriksaan imunologi, T3: 4,55 nmol/l, TSH 0,00 µiu/ml dan
FT4 27,98 pmol/l, pemeriksaan lainnya, prokalsitonin 7,20. Pada pemeriksaan urin
didapatkan leukosit: 250-300/LPB. Berdasarkan pemeriksaan tersebut kemungkinan
terjadi urosepsis. Sehingga, diagnosis awal pada pasien ini sudah tepat.
Pasien datang ke RSUP dr.M.Djamil dalam keadaan kesadaran koma, tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 130x/menit, nafas 10-12x/menit, gasping, saturasi oksigen 60%,
segera dilakukan intubasi dan pemasangan CVC oleh dokter spesialis anestesi. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan DJJ tidak ada dan kontraksi tidak ada, pada
59
pemeriksaan USG abdomen didapatkan janin tunggal mati intrauterine yang
menandakan telah terjadi IUFD. Oleh sebab itu, pasien ini membutuhkan monitoring
didapatkan leukosit: 250-300/LPB. Hal ini berarti telah terjadi septicemia dan
tidak jatuh pada CKD, dan kapan waktu yang tepat untuk memulai
Hemodialisa ?
Pada hari rawatan kedua di ICU pasien di diagnosis dengan Penurunan kesadaran ec
merupakan suatu keadaan penurunan mendadak faal ginjal dalam 48 jam yaitu
berupa kenaikan kadar kreatinin serum > 0.3 mg/dl (≥ 26.4 ɲmo/l), presentasi
kenaikan kreatinin serum ≥ 50% (1.5 x kenaikan nilai dasar), atau pengurangan
produksi urin (oliguria yang tercatat ≤ 0.5 ml/kg/jam dalam waktu lebih dari 6 jam),
sementara hasil ureum 136 mg/dl dan kreatinin 3,1 mg/dl yang berarti telah terjadi
dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh
secara spontan. Penatalaksanaan gagal ginjal meliputi, perbaikan faktor prerenal dan
post renal, evaluasi pengobatan yang telah doberikan pada pasien, mengoptimalkan
60
curah jantung dan aliran darah ke ginjal, mengevaluasi jumlah urin, mengobati
komplikasi akut pada gagal ginjal, asupan nutrisi yang kuat, atasi infeksi, perawatan
menyeluruh yang baik, memulai terapi dialisis sebelum timbul komplikasi, dan
pemberian obat sesuai dengan GFR. Pada dasarnya tata laksana AKI sangat
ditentukan oleh penyebab AKI dan pada tahap apa AKI ditemukan. Jika ditemukan
pada tahap prarenal dan inisiasi (kriteria RIFLE R dan I), upaya yang dapat
dilakukan adalah tata laksana optimal penyakit dasar untuk mencegah pasien jatuh
pada tahap AKI berikutnya. Upaya ini meliputi rehidrasi bila penyebab AKI adalah
pascarenal, dan meng- hindari penggunaan zat nefrotoksik. Pemantauan asupan dan
Dengan adanya komplikasi AKI seperti hipervolemia, edema paru akut atau
kurang dari 7,1) dan gejala uremik (mual dan muntah persisten, peri-karditis,
neuropati, atau tidak jelas penyebabnya penurunan status mental) dialisis harus
intermiten (IHD), terapi pengganti ginjal berkelanjutan (CRRTs), dan terapi hybrid,
Penyebab DIC pada pasien ini adalah sepsis. DIC merupakan suatu kejadian
61
untuk mendiagnosis atau menyingkirkan diagnosis DIC. Sub-komite
DIC overt. Pada pasien ini didapatkan skor ≥5 yang dianggap kompatibel
dengan DIC yaitu jumlah trombosit 33.000 (skor 2), D-dimer 28.073 (skor 3),
tidak ada fasilitas, sehingga total skor adalah 7 yang berarti adalah DIC overt.
62
8. Apa penyebab kematian pada pasien ini ?
63
DAFTAR PUSTAKA
1. Singh, S., Biswas, M., Jose, T., Dey, M. & Saraswat, M. A rare case of
thyroid storm following caesarean section. Int. J. Reprod. Contraception,
Obstet. Gynecol. 5, 933–936 (2016).
2. Satoh, T. et al. 2016 Guidelines for the management of thyroid storm from
The Japan Thyroid Association and Japan Endocrine Society (First edition)
The Japan Thyroid Association and Japan Endocrine Society Taskforce
Committee for the establishment of diagnostic criteria a. Endocr. J. 63,
1025–1064 (2016).
3. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, et al: Guidelines for the management
of severe sepsis and septic shock. The International Sepsis Forum. Soc.
Crit. Care Med. Eur. Soc. Intensive Care Med. 39, 580–637 (2013).
4. Singer, M. et al. The third international consensus definitions for sepsis and
septic shock (sepsis-3). JAMA - J. Am. Med. Assoc. 315, 801–810 (2016).
5. Phua, J. et al. Management of severe sepsis in patients admitted to Asian
intensive care units: Prospective cohort study. Bmj 342, (2011).
6. Levy, M. M., Evans, L. E. & Rhodes, A. The surviving sepsis campaign
bundle: 2018 update. Crit. Care Med. 46, 997–1000 (2018).
7. Chen, K. & Pohan, H. BAB 43. in Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
(ed. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, S. B.) 4125–4129
(Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2014).
8. Iba, T., Levy, J. H., Raj, A. & Warkentin, T. E. Advance in the
Management of Sepsis-Induced Coagulopathy and Disseminated
Intravascular Coagulation. J. Clin. Med. 8, 728 (2019).
9. Suharti, C. Bab 31. in Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. (ed. Setiati
S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, S. B.) 2789–2795 (Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2014).
10. Thachil, J. & Toh, C. H. Disseminated intravascular coagulation in
obstetric disorders and its acute haematological management. Blood Rev.
23, 167–176 (2009).
11. Sultana, S., Begum, A. & Khan, M. Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC) in Obstetric Practice. J. Dhaka Med. Coll. 20, 68–74
(1970).
12. Kramer, J., Otten, H. M., Levi, M. & Ten Cate, H. The association of
disseminated intravascular coagulation with specific diseases. Reanimation
11, 575–583 (2002).
13. Ahluwalia, R. et al. Trust Guideline for the Management of Suspected
Thyroid Emergencies. 1–11 (2018).
14. Anjo, D. et al. Thyroid storm and arrhythmic storm: A potentially fatal
combination. Am. J. Emerg. Med. 31, 1418.e3-1418.e5 (2013).
15. Decroli, G. P. & Decroli, E. Krisis Tiroid pada Wanita Multipara Usia 42
Tahun. J. Kesehat. Andalas 8, 178 (2019).
16. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Thyroid
Disease in Pregnancy. Pract. Bull. Obstet. Gynecol. 125, 996–1005 (2015).
17. Delport, E. F. A thyroid-related endocrine emergency in pregnancy. J.
64
Endocrinol. Metab. Diabetes South Africa 14, 99–101 (2009).
18. Khoo, C. M. & Lee, K. O. Endocrine emergencies in pregnancy. Best
Pract. Res. Clin. Obstet. Gynaecol. 27, 885–891 (2013).
19. Alexander, E. K. et al. 2017 Guidelines of the American Thyroid
Association for the Diagnosis and Management of Thyroid Disease during
Pregnancy and the Postpartum. Thyroid 27, 315–389 (2017).
20. Association of Surgical Technologist. Guidelines for Best Practices for
Treatment of Disseminated Intravascular Coagulation Introduction. 1–14
(2018).
21. Dahlan Z. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
22. PDPI. Pneumonia Komuniti Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia [serial online] 2003 (diunduh 16 Desember 2019). available from:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-
pneumoniakom/pnkomuniti.pdf
23. Baer S. Community Acquired Pneumoni [serial online] 2011 (diunduh 16
Desember 2019). available from : http://emedicine.medscape.com
24. Chalmers JD. The Modern Diagnostic Approach to Community-Acquired
Pneumonia in Adults. Semin Respir Crit Care Med. 2016;37(6):876-885.
25. Niederman MS, Zumia A. Understanding Community-acquired Respiratory
Tract Infections New Concepts of Disease Pathogenesis and New
Management Strategies. Curr Opin Pulm Med. 2016;22(3):193-195.
26. Dondorp A M, Dunser M W, Sepsis Managenent in Resource-limited
Setting, 2019
65