Anda di halaman 1dari 11

Prinsip-Prinsip dan Tahapan Dalam Perencanaan Kontrak

Muhammad Zaky Farhan A.H, Mailadatul Mufallihah, dan Adam Mahib S.


Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Email : zakyfarhan17@gmail.com,
adam.mahib@gmail.com,
maila1999.mm@gmail.com

Abstrak

Fokus penulisan artikel ini untuk mengetahui bagaimana prinsip-prinsip dan


tahapan dalam perencanaan kontrak. Hasil penulisan artikel ini bahwasanya suatu
perjanjian dapat dibuat secara bebas di antara para pihak yang mengikatkan diri. Dalam
membuat perjanjian di Indonesia berlaku asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur
dalam Pasal 1338 KUHPerdata Namun, pembuatan perjanjian tentunya harus memenuhi
syarat sahnya perjanjian. Ricardo Simanjuntak dalam bukunya “Teknik Perancangan
Kontrak Bisnis” (hal. 60) menyatakan bahwa bila bentuk kontrak lisan saja mempunyai
kekuatan hukum yang sah dan harus dipatuhi oleh para pihak yang terikat padanya,
maka prinsip tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya kontrak tidak mempunyai
suatu bentuk yang baku. Jadi, tidak ada standar yang baku yang ditetapkan untuk
membuat suatu perjanjian.
A. Pendahuluan

Perjanjian atau kontrak berkembang pesat saat ini sebagai konsekuensi logis dari
berkembangnya kerja sama bisnis antar pelaku bisnis. Banyak kerja sama bisnis
dilakukan oleh pelaku bisnis dalam bentuk kontrak atau perjanjian tertulis. Bahkan
dalam praktek bisnis telah berkembang pemahaman bahwa kerja sama bisnis harus
diadakan dalam bentuk tertulis. Kontrak atau perjanjian tertulis adalah dasar bagi para
pelaku bisnis atau para pihak untuk melakukan suatu penuntutan apabila salah satu
pihak tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjian dalam suatu kontrak atau
perjanjian. Sebenarnya secara yuridis selain kontrak yang dibuat secara tertulis, para
pihak atau para pelaku bisnis dapat melakukan pembuatan kontrak secara lisan. Namun,
kontrak yang dibuat secara lisan mengandung risiko yang sangat tinggi, karena akan
menglami kesulitan dalam pembuktian jika terjadi sengketa hukum1

Pada dasarnya suatu perjanjian atau kontrak berawal dari suatu perbedaan atau
ketidaksamaan kepentingan di antara para pihak, dan perumusan hubungan kontraktual
tersebut pada umumnya diawali dengan proses negoisasi di antara para pihak tersebut.
Sehingga dengan adanya kontrak perbedaan tersebut diakomodir dan selanjutnya
dibingkai dengan perangkat hukum sehingga mengikat kedua belah pihak. 2

Dalam membuat suatu perjanjian atau kontrak sangat diperlukan pemahaman


akan ketentuan-ketentuan hukum perikatan, selain itu juga diperlukan keahlian para
pihak dalam pembuatan kontrak akan terhindar dari sengketa atau perselisihan yang
sulit untuk diselesaikan. Oleh karena itu kontrak menjadi sangat penting sebagai
pedoman kerja bagi para pihak yang terkait. Namun, dalam penyusunan kontrak perlu
untuk memperhatikan perundangundangan ketertiban umum, kebiasaan dan kesusilaan
yang berlaku.3

Perjanjian atau kontrak merupakan hubungan hukum antara dua orang atau lebih
yang mengikatkan diri berdasarkan kesepakatan untuk menimbulkan akibat hukum.
Akibat hukum itu berupa hak dan kewajiban secara timbal balik antara para pihak.

1
Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak, (Bandung : CV Mandar Maju, 2012), h. 1
2
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian : Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komesial,
(Yogyakarta : Laks Bang Mediatama, 2008), h. 1-2.
3
Joni Emizon, Dasar-dasar dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Palembang: Penerbit Universitas
Sriwijaya, 1998), h. 7.
Hukum kontrak atau perjanjian di Indonesia masih menggunakan peraturan
pemerintah kolonial Belanda yang terdapat dalam Buku III Burgerlijk Wetboek. Dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perata menganut sistem terbuka (open system), artinya
bahwa para pihak bebas mengadakan kontrak dengan siapapun, menentukan syarat-
syaratnya, pelaksanaannya, maupun bentuk kontraknya baik secara tertulis maupun
lisan. Disamping itu, diperkenankan membuat kontrak, baik yang telah dikenal dalam
KUH Peedata maupun di luar KUH Perdata. Hal ini sesuai dengan pasal 1338 ayat 1
KUH Perdata yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undangundang bagi mereka yang membuatnya”. Dalam perancangan atau pembuatan
kontrak hal penting yang harus diperhatikan oleh para pihak adalah syarat sahnya
perjanjian atau kontrak sebagaimana diatur dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata, yang pada intinya mengatur tentang: Sepakat para pihak, kecakapan
para pihak , objek tertentu, Sebab yang halal.4

Syarat 1 dan 2 disebut syarat subyektif, karena menyangkut subyek pembuat


kontrak. Akibat hukum tidak dipenuhinya syarat subyektif maka kontrak dapat
dibatalkan (vernietigbaar), artinya akan dibatalkan atau tidak, terserah pihak yang
berkepentingan. Syarat 3 dan 4 disebut syarat obyektif, karena menyangkut obyek
kontrak. Akibat hukum jika tidak dipenuhi syarat obyektif maka kontrak itu batal demi
hukum, artinya kontrak itu sejak semula dianggap tidak pernah ada. Juga perjanjian
yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum adalah batal
demi hukum.

Unsur-unsur Dalam Hukum Perjanjian Dalam doktrin ilmu hukum dikenal ada
tiga unsur dalam membuat suatu perjanjian; unsur esensialia, unsur naturlia, unsur
aksidentalia. Pada hakikatnya ketiga unsur tersebut merupakan perwujudan dari asas
kebebasan berkontrak yang diatur dalam pasal 1320 dan pasal 1339 Kitab Undang-
undang Hukum Perdata.5

Essensialia: unsur yang mutlak harus ada bagi terjadinya perjanjian dan tanpa
unsur ini perjanjian tidak mungkin ada. Bahwa unsur ini merupakan unsur yang wajib
ada dalam suatu perjanjian dan tanpa keberadaan unsur ini, maka perjanjian yang
4
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011), h.
148
5
Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, (Jakarta : PT. RajaGrafindo
Persada, 2003), h. 8
dimaksudkan untuk dibuat dan diselenggarakan oleh para pihak dapat menjadi beda, dan
karenanya menjadi tidak sejalan dan sesuai dengan kehendak para pihak. Contoh : causa
yang halal ex Ps 1320 KUHPerdata, harga dan barang yang disepakati dalam perjnjain
jual beli, bentuk tertentu dalam perjanjian formal, dan lain sebagainya.

Naturalia: unsur yang tanpa diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian secara
diam-diam dengan sendirinya dianggap ada dalam perjanjian karena sudah merupakan
pembawaan atau melekat pada perjanjian. Unsur ini sudah diatur dalam Undang-
undang, namun dapat disimpangi oleh para pihak. Sehingga dapat dikatakan bahwa
Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah
unsur esensialianya diketahui secara pasti. Contoh : penjual harus menjamin vrijwaring
ex Ps 1476 dan 1491 KUHPerdata, namun para pihak dapat menyimpangi ketentuan ini.

Accidentalia: unsur yang harus dimuat atau disebut secara tegas atau
diperjanjikan secara tegas dalam perjanjian. Sehingga dapat dikatakan bahwa unsur ini
adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang merupakan ketentuan-ketentuan
yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para
pihak, yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh
para pihak. Dengan demikian maka unsur ini pada hakikatnya bukan merupakan suatu
bentuk prestasi yang harus dilaksanakan atau dipenuhi oleh para pihak. Contohnya
dalam jual beli ada ketentuan mengenai tempat dansaat penyerahan benda yang
diperjualbelikan.

B. Penyusunan, Struktur, Dan Anatomi Kontrak

Pada dasarnya kontrak yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya. Dengan demikian, kontrak yang dibuat oleh para pihak
mengikat mereka selayaknya mentaati suatu peraturan peundang-undangan. Oleh karena
itu, untuk membuat kontrak diperlukan ketelitian dan kecermatan dari para pihak yang
membuat suatu perjanjian atau kontrak.

Adapun dalam pembuatan suatu perjanjian atau kontrak ada beberapa hal yang
minimal harus dicantumkan dalam kontrak tersebut: adanya para pihak (disebutkan
kedudukan masing-masing); obyek perjanjian (hal apa yang yang menjadi dasar kerja
sama); hak dan kewajiban para pihak; Jangka waktu perjanjian atau kapan perjanjian
dikatakan berakhir; Ketentuan tentang ingkar janji dan akibatnya; Ketentuan tentang
keadaan memaksa atau hal-hal diluar dugaan (overmacht); Ketentuan penyelesaian
perselisihan, Tandatangan para pihak. Adapun mengenai anatomi suatu perjanjian atau
kontrak yang dibuat oleh para pihak secara strukturnya adalah sebagai berikut: Judul
kontrak, dimana dalam suatu kontrak judul harus dibuat dengan singkat, padat, jelas dan
sebaiknya memberikan gambaran yang ditangkan dalam perjanjian tersebut. Contohnya
Perjanjian Jual-Beli, Perjanjian Sewa menyewa Awal kontrak, dalam awal kontrak
dibuat secara ringkas dan banyak digunakan seperti berikut :”Yang bertanda tangan di
bawah ini” atau “Pada hari Senin, tanggal satu bulan Febrauri, tahun 2015, telah terjadi
perjanjian jual-beli ….. antara para pihak.” Para pihak yang membuat kontrak, di bagian
ini disebutkan para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut. Penyebutan
para pihak mencakup nama, pekerjaan, usia, jabatan, alamat, serta bertindak untuk
siapa. Premis (Recital) merupakan penjelasan mengenai latar belakang dibuatnya suatu
perjanjian.

Pada bagian ini diuraikan secara ringkas tentang latar belakang terjadinya
kesepakatan. Isi kontrak, dalam isi perjanjian biasa diwakili dalam pasal-pasal dan
dalam setiap pasal diberi judul. Isi suatu perjanjian biasanya meliputi unsur yaitu:
essensalia, naturalia, accidentalia dan ketiga unsur tersebut harus ada pada setiap
perjanjian. Unsur lain yang terpenting yang harus ada adalah penyebutan tentang upaya-
upaya penyelesaian apabila terjadi perselisihan atau sengketa. Akhir kontrak (penutup),
pada bagian akhir perjanjian berisi pngesahan kedua belah pihak dan saksi-saksi sebagai
alat bukti dan tujuan dari perjanjian.

C. Prinsip-Prinsip Pembuatan Kontrak

Adapun beberapa prinsip hukum kontrak yang sangat mendukung eksistensi


suatu kontrak baku,yaitu prinsip-prinsip hukum sebagai berikut

1.Prinsip kesepakatan

Meskipun dalam suatu kontrak baku disangsikan adanya kesepakatan kehendak


yangbenar-benarseperti diinginkan oleh para pihak, tetapi kedua belah pihak akhirnya
juga menandatangani keduakontrak tersebut. Dengan penandatanganan tersebut, maka
dapat diasumsi bahwa kedua belah pihak telah menyetujui isi kontrak tersebut, sehingga
dengan demikian dapat disimpulkan bahwakata sepakat telah terjadi.

2.Prinsip Asumsi Resiko


Dalam suatu kontrak setiap resiko ada resiko tertentu yang mungkin terbit dari
suatu kontrak tetapi salah satu pihak bersedia menanggung risiko tersebut sebagai
hasil dari tawar menawarnya, maka jika memang jikarisiko tersebut benar-benar terjadi,
pihak yang mengasumsi risiko tersebutlah yang harus menagunggung risikonya. Dalam
hubungan dengan kontrak baku, maka dengan menandatangani kontrak yang
bersangkutan, berarti segala risiko apapun bentukny aakan ditanggung oleh pihak yang
menanda tanganinya sesuai isi dari kontrak tersebut.

3.Prinsip Kewajiban membaca

Sebenarnya, dalam ilmu hukum kontrak diajarkan bahwa ada kewajiban


membaca.bagi setiap pihak yang akan menandatangani kontrak. Dengan demikian, jika
dia telah menandatangani kontrak yang bersangkutan, hukum mengasumsikan bahwa
dia telah membacanya dan menyetujui apa yang telah dibancanya.

4.Prinsip Kontrak mengikuti kebiasaan

Memang sudah menjadi kebiasaan sehari-hari bahwa banyak kontrak dibuat


secara baku. Karena kontrak baku tersebut menjadi terikat, antara lain juga
karena keterikatan suatu kontrak tidak hanya terhadap kata-kata yang ada dalam kontrak
tersebut, tapi juga terhadap hal-hal yang bersifat kebiasaan. Lihat pasal 1339
KUHPerdata Indonesia. Dan kontrak baku merupakan suatu kebiasaan sehari-hari dalam
lalu lintas perdagangan dan sudah merupakan suatu kebutuhan masyarakat,sehingga
eksistensinya mestinya tidak perlu dipersoalkan lagi.

D. Tekhnik Perencanaan Kontrak

Untuk membuat suatu kontrak kita harus mengetahui teknik dalam perancangan
kontraktersebut, teknik-teknik yang harus dilakukan yaitu:

a.PENELITIAN

Perancang kontrak melakukan penelitian berkaitan dengan :

a. Keinginan para pihak

Setidak tidaknya pada awalnya pihak yang minta bantuan untuk dibuatkan kontrak,
kemudianmengetahui keinginan pihak lainnya.

b. Ketentuan perundang undangan


c. Etika , moral, adat kebiasaan , yang berlaku di tempat dilaksanakan kontrak tsb

b. OUTLINING

Pembuatan / Merancang Urutan Kerangka Naskah kontrak dan Pemahaman


tentang Anatomikontrak Baik yang Pokok, transaction cluse, maupun yang merupakan
Penunjang, technical housekeeping clauses Kemudian menyusunnya dalam TATA
URUTAN naskah kontrak Sesuai dgnkepentingannya yang mencakup seluruh keinginan
para pihak,dimulai dari hal yg pokok, diikuti dengan pengaturan penunjangnya

c.ANATOMI “Kontrak”

Pola dasar suatu konsep perjanjian biasanya disusun sebagai berikut :

1.Judul / Nama Kontrak

Judul kontrak harus dapat mengidentifikasikan inti kontrak yang syarat-syarat,


ketentuan-ketentuan atau klausula-klausulanya diatur di dalamnya.

Korelasi dan relevansi antara judul dan isi kontrak.

2. Pembukaan, opening

3. Komparasi , para pihak, parties

Adalah bagian dari akta yang mendiskripsikan para pihak yang melakukan
kesepakatan. Dalam bagian ini (komparasi) harus dicantumkan nama seseorang yang
bertindakuntuk dan atas nama para pihak. Mengapa ( nama ) seseorang
harus dicantumkan sebagai komparasi / para pihak? Karena secara formal : harus tanda
tangan , ( memenuhi per-syaratan sahnya akta ) Dapat melakukan perbuatan hukum

Perancang kontrak perlu mendapatkan kejelasan tentang unsur “subyektif “ yang harus
dipenuhi untuk sahnya kontrak, dengan memperhatikan fungsi dari komparasi

4. Dasar pertimbangan, premis, recital

Berisikan kondisi umu dari para pihak yang akan membuat suatu kontrak,
berisikankemampuan modal, teknologi, pengalaman yang handal, pangsa pasar dan
sebagainya.

5. Isi perjanjian, ketentuan dan persyaratan, terms and condition /clause

6. Penutup, closure
7. Tanda tangan, signature

● Saksi, witnesses

●Lampiran, attachments / exhibits

Standar pembukaan dari kontrak pada umumnya memuat tempat dan tanggal
penanda-tangan kontrak. Terkadang tunduk pada keharusan formal tertentu, misal pada
akta jual beli tanah, aktanotarial

E. Klausula Perubahan, Penambahan, Sanksi, Pilihan Hukum, dan


ForceMajeur

a). Klausula perubahan

Yaitu pasal dalam kontrak yang menetapkan diperkenankan atau tidaknya para
pihak untuk mengalihkan sebagian atau seluruh prestasinya kepada pihak ketiga, serta
syarat-syarat/tata cara pelaksanaan pengalihan itu seandainya diperkenankan

b). Klausula penambahan

Memuat kesepakatan para fihak untuk menganggap bahwa apa yang tertulis di
dalam kontrakmerupakan suatu kesatuan yang terintegrasi dan menyatakan apa yang
disepakati para fihak,sehingga hal-hal yang pernah disepakati atau dikomunikasikan di
antara para fihak sebelumkontrak dibuat, tidak dapat digunakan untuk merubah atau
melengkapi apa yang sudah tertulis didalam kontrak

c). Klausula sanksi

Yaitu pasal yang memuat kesepakatan para fihak tentang bagaimana dan ke
mana korespondensi,komunikasi serta peringatan-peringatan di antara para fihak harus
disampaikan, serta apa ak

d) Klausula pilihan hukum

Di dalam kontrak-kontrak internasional yang memuat kesepakatan para Pihak


tentang hukum negara mana atau sumber hukum apa yang akan digunakan untuk
mengatur dan menentukan pembentukan, keabsahan, penafsiran, dan pelaksanaan
kontrak mereka.

e) Klausula force majeur


Yaitu pasal dalam kontrak yang memungkinkan salah satu fihak untuk tidak
melaksanakan prestasinya, seandainya pelaksanaan prestasi itu terhambat atau tidak mu
ngkin dilaksanakansebagai akibat dari munculnya peristiwa-peristiwa tertentu yang
berada di luar kendali fihaktersebut untuk mencegahny.

Dalam menyelesaikan suatu sengketa dalam kontrak diperlukan klausula dan


tahapan tahapanklausula, sebagaiberikut:

Klausula Perundingan Langkah terpuji untuk menyelesaikan sengketa adalah,


terlebih dahulu melakukan perundingan mungkin menjadi proses yang bertele-tele,
sangat penting untuk menentukan jangka waktu perundingan

Klausa Perundingan Tingkat Tinggi Jika perundingan antara pejabat-


pejabat “kelas menengah” gagal menyelesaikan sengketa, sebaiknya dicoba untuk
melanjutkan perundingan yang dilakukan oleh pejabat “kelas berat”. Dalam hal ini
direktur dari pihak-pihak yang bersengketa. Hanya jika perundingan tingkat tinggidan
gagal juga barulah ditempuh prosedur perundingan dengan perantara mediator .

Klausa Perundingan Tingkat Tinggi jika perundingan gagal menyeleseikan


sengketa maka sebaiknya dicoba perundingan tingkat tinggi.

Klausula Mediasi ( Sudah Menunjuk Mediator) Proses mediasi akan lebih


mudah dimulai, jika para pihak telah dapat menyetujui mediatornyasebelum sengketa
timbul dengan perkataan lain nama mediator telah dicantumkan dalam klausu mediasi
dalam konflik. Dikatakan “lebih mudah” karena para pihak tidak perlu bersengketa lagi
untuk memilih mediatornya yang akan membantu menyelesaikan sengketa mereka.
Mediatorpundapat menjaga agar dirinya tidak memiliki conflic of interest dengan para
pihak sejak penunjukannya.

Klausula mediasi dengan arbitrase dapat dibuat secara terpisah. Namun


dimungkinkan untuk membuatsatu klausula singkat yang mengatur mediasi sekaligus
arbitrase, tentunya jika prosedur daninstitusi mediasi dan arbitrasenya jelas
dicantumkan dalam klausula tersebut.
Kesimpulan

Dengan semakin banyaknya transaksi di dalam kehidupan masyarakat


diperlukan suatu pedoman untuk membuat suatu kontrak atau perjanjian yang dapat
digunakan secara benar dan memenuhi koridor-koridor hukum, sehingga sengketa yang
dikemudian hari dapat dihindari oleh para pihak yang membuat suatu perjanjian atau
kontrak. Dalam pembuatan suatu perjanjian atau kontrak para pihak untuk
memperhatikan beberapa prinsip yang sangat mendasar dalam pembuatan kontrak
tersebut.

Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah memahami akan syarat-syarat sahnya


suatu perjanjian atau kontrak, dan asas-asas serta unsur-unsur dalam suatu perjanjian
atau kontrak. Prinsip dasar kontrak meliputi : prinsip kesepakatan, prinsip asumsi risiko,
prinsip kewajiban membaca, prinsip kontak mengikuti kebiasaan
DAFTAR PUTAKA

Emizon, Joni, Dasar-dasar dan Teknik Penyusunan Kontrak, Palembang: Penerbit


Universitas Sriwijaya, 1998.

Hernoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian : Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak


Komesial, Yogyakarta : Laks Bang Mediatama, 2008.

Salim, HS. Hukum Kontrak, Jakarta : Sinar Grafika, 2008.

Miru, Ahmadi, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, Jakarta: PT Rajagrafindo


Persada, 2011.

Muljadi, Kartini & Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Jakarta :
PT. RajaGrafindo Persada, 2003.

Anda mungkin juga menyukai