Anda di halaman 1dari 20

Batu Saluran Kemih (Urolithiasis) adalah kondisi dimana terdapat masa keras

berbentuk batu kristal di sepanjang saluran kemih sehingga menimbulkan rasa nyeri,
pendarahan dan infeksi.

Pembentukan batu disebabkan oleh peningkatan jumlah zat kalsium, oksalat dan asam
urat dalam tubuh atau menurunnya sitrat sebagai zat yang menghambat pembentukan batu.
Batu saluran kemih dikelompokkan berdasarkan lokasi terdapatnya batu dalam saluran kemih
antara lain batu ginjal, saluran ureter, kandung kemih, dan uretra.

Batu Saluran Kemih (BSK) Penyakit batu saluran kemih (BSK) adalah penyakit yang
dapat menimbulkan masalah kesehatan yang cukup signifikan dan termasuk dalam tiga
penyakit dominan di bidang urologi selain pembesaran prostat benigna dan infeksi saluran
kemih.

Insiden batu saluran kemih dipengaruhi oleh faktor ras/etnis, gaya hidup, keadaan
geografis tempat tinggal dan faktor lainnya sehingga hasil yang didapat berbeda-beda. Dari
jumlah ratarata penduduk dunia maka sebesar 12% mengalami masalah batu saluran kemih.
BSK dapat digolongkan berdasarkan pembagian lokasi terdapatnya batu di saluran kemih
antara lain batu ginjal, saluran ureter, kandung kemih, dan uretra.

1. Patofisiologi Batu Saluran Kemih

Pembentukan batu terdiri dari serangkaian proses kompleks dimulai sejak filtrate
masuk glomerulus melewati nefron. Proses diawali dengan supersaturasi urin,
yang menyebabkan terbentuknya kristal nukleus. Setelah terbentuk, kristal ini
dapat ikut aliran dan keluar dari saluran kemih atau dapat juga menetap dan
menyebabkan agregasi, yang pada akhirnya menyebabkan menyebabkan
munculnya batu ginjal.

2. Etiologi

Secara pasti etiologi batu saluran kemih belum diketahui dan sampai sekarang
banyak teori dan faktor yang berpengaruh untuk terjadinya batu saluran kemih,
yaitu: 1. Teori Fisiko Kimiawi Prinsip teori ini yaitu terbentuknya batu saluran
kemih karena adanya proses kimia, fisiko maupun gabungan fisiko kimiawi. Dari
hal tersebut diketahui terjadinya batu di dalam sistem pielokaliks ginjal sangat
dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pembentuk batu dalam tubulus renalis.
Berdasarkan faktor fisiko kimiawi dikenal teori pembentukan batu sebagai
berikut:

a. Teori Supersaturasi

Supersaturasi air kemih dengan garam-garam pembentuk batu merupakan


dasar terpenting dan merupakan prasyarat untuk terjadinya presipitasi
(pengendapan). Apabila kelarutan suatu produk tinggi dibandingkan titik
endapnya, maka terjadi supersaturasi sehingga menimbulkan terbentuknya
kristal dan pada akhirnya akan terbentuk batu.

Supersaturasi dan kristalisasi terjadi bila ada penambahan yang bisa


mengkristal dalam air dengan pH dan suhu tertentu, sehingga suatu saat
terjadi kejenuhan dan selanjutnya terjadi kristal. Bertambahnya bahan
yang dapat mengkristal yang disekresikan oleh ginjal, maka pada suatu
saat akan terjadi kejenuhan sehingga terbentuk kristal. Proses kristalisasi
dalam pembentukan batu saluran kemih berdasarkan adanya 4 zona
saturasi , terdapat tiga zona yaitu:

1) Zona stabil, tidak ada pembentukan inti batu

2) Zona metastabil, mungkin membesar tetapi tidak terjadi disolusi batu,


bisa ada agregasi dan inhibitor bisa mencegah kristalisasi

3) Zona saturasi tinggi.

b. Teori matrik

Dalam air kemih terdapat protein yang berasal dari pemecahan


mitochondria sel tubulus renalis yang berbentuk laba-laba. Kristal batu
oksalat maupun kalsium fosfat akan menempel pada anyaman tersebut dan
berada di sela-sela anyaman sehingga terbentuk batu. Benang seperti
sarang laba-laba yang berisi protein 65%, Heksana10%, Heksosamin 2-5%
sisanya air. Pada benang menempel kristal batu yang sebabkan batu makin
lama makin besar. Matrik tersebut merupakan bahan yang merangsang
timbulnya batu.
c. Teori Inhibitor

Pada penelitian diketahui bahwa walaupun kadar bahan pembentuk batu


sama tingginya pada beberapa orang tetapi tidak semua menderita penyakit
batu. Hal tersebut disebabkan pada orang yang tidak terbentuk batu dalam
air kemihnya mengandung bahan penghambat untuk terjadinya batu
(inhibitor) yang lebih tinggi kadarnya dibanding pada penderita batu.
Dikenal 2 jenis inhibitor yaitu organik yang sering terdapat adalah asam
sitrat, nefrokalsin dan tamma-horsefall glikoprotein dan jarang terdapat
yaitu gliko-samin glikans, uropontin. Inhibitor anorganik yaitu pirofosfat,
magnesium dan Zinc. Menurut penelitian inhibitor yang paling kuat yaitu
sitrat, karena sitrat akan bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium
sitrat yang larut dalam air. Inhibitor mencegah terbentuknya kristal
kalsium oksalat, mencegah agregasi dan mencegah perlengketan kristal
kalsium oksalat pada membran tubulus. Magnesium mencegah terjadinya
kristal kalsium oksalat dengan mengikat oksigen menjadi magnesium
oksalat. Sitrat terdapat pada hampir semua buah-buahan tetapi kadar
tertinggi pada jeruk. Pada penelitian diketahui bahwa kandungan sitrat
jeruk nipis lebih tinggi daripada jeruk lemon (677 mg/10ml dibanding 494
mg/10ml air perasan jeruk.

d. Teori Epitaksi

Pada teori ini dikatakan bahwa kristal dapat menempel pada kristal lain
yang berbeda sehingga cepat membesar dan menjadi batu campuran.
Keadaan ini disebut nukleasi heterogen dan yang paling sering yaitu kristal
kalsium oksalat menempel pada krital asam urat yang ada
Batu saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk
di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran
kemih atau infeksi (Sja’bani, 2006). Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal)
maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih).

Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis. Batu saluran kemih (urolithiasis),
sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada
kandung kemih mummi (Muslim, 2007).

Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem
kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan ureter. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal
kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih
bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat
atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang
terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan
bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu saluran kemih yang paling
sering terjadi (Brunner dan Suddarth, 2003).

1. Etiologi

Penyebab terbentuknya batu saluran kemih bisa terjadi karena air kemih jenuh
dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih
kekurangan penghambat pembentuka batu yang normal (Sja’bani, 2006). Sekitar
80% batu terdiri dari kalsium, sisanya mengandung berbagai bahan, termasuk
asam urat, sistin dan mineral struvit (Sja’bani, 2006).

Batu struvit (campuran dari magnesium, amonium dan fosfat) juga disebut batu
infeksi karena batu ini hanya terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi
(Muslim, 2007). Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang sampai yang sebesar 2,5 sentimeter atau lebih. Batuyang
besar disebut kalkulus staghorn. Batu ini bisa mengisi hampir keseluruhan pelvis
renalis dan kalises renalis a. Faktor Endogen .

Brunner dan Sudarth (2003) dan Nurlina (2008) menyebutkan beberapa faktor
yang mempengaruhi pembentukan batu saluran kemih, yaitu: Faktor genetik,
familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria dan hiperoksalouria. b. Faktor
Eksogen Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral
dalam air minum. Muslim (2007) menyebutkan beberapa hal yang mempengaruhi
pembentukan saluran kemih antara lain:

a. Infeksi Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan


ginjal dan akan menjadi inti pembentuk batu saluran kemih. Infeksi bakteri
akan memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH
Urine menjadi alkali.

b. Stasis dan Obstruksi Urine Adanya obstruksi dan stasis urine pada sistem
perkemihan akan mempermudah Infeksi Saluran Kencing (ISK).

c. Jenis Kelamin Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan
perbandingan 3:1

d. Ras Batu saluran kemih lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia.

e. Keturunan Orang dengan anggota keluarga yang memiliki penyakit batu


saluran kemih memiliki resiko untuk menderita batu saluran kemih dibanding
dengan yang tidak memiliki anggota keluarga dengan batu saluran kemih.

f. Air Minum Faktor utama pemenuhan urine adalah hidrasi adekuat yang
didapat dari minum air. Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum
air akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang
minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urine meningkat.

g. Pekerjaan Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan


terbentuknya batu dari pada pekerja yang lebih banyak duduk.

h. Suhu Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan panas


sehingga pengeluaran cairan menjadi meningkat, apabila tidak didukung oleh
hidrasi yang adekuat akan meningkatkan resiko batu saluran kemih.

i. Makanan Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani, kalsium,


natrium klorida, vitamin C, makanan tinggi garam akan meningkatkan resiko
pembentukan batu karena mempengaruhi saturasi urine.

2. Patofisiologi

a. Teori Intimatriks Sja’bani (2006) meyebutkan terbentuknya batu saluran kencing


memerlukan adanya substansi organik sebagai inti. Substansi ini terdiri dari
mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan
agregasi substansi pembentukan batu.

b. Teori Supersaturasi Sja’bani (2006) menyebutkan erjadi kejenuhan substansi


pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan
mempermudah terbentuknya batu.

c. Teori Presipitasi-Kristalisasi Sja’bani (2006) menyebutkan perubahan pH urine


akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine. Urine yang bersifat asam
akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan mengendap
garam-garam fosfat.

d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat (Muslim, 2007)Berkurangnya faktor


penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam
mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya batu saluran kemih.

3. Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien batu saluran kemih
adalah (American Urological Association, 2005) :
a. Urinalisa Warna kuning, coklat atau gelap. : warna : normal kekuning-
kuningan, abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan
obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6
– 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali
(meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat),
Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin
mungkin meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing ,
BUN hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan
ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara
kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh
diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan status katabolik
(cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai
15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk
memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang
bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder
terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan
iskemia/nekrosis.

b. Laboratorium

 Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau
polisitemia.

 Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH


merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi
serum dan kalsium urine.

c. Foto KUB (Kidney Ureter Bladder)

Menunjukkan ukuran ginjal, ureter dan bladder serta menunjukan adanya


batu di sekitar saluran kemih.

d. Endoskopi ginjal Menentukan pelvis ginjal, dan untuk mengeluarkan batu


yang kecil.
e. USG Ginjal Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu. 6.
EKG (Elektrokardiografi) Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam
basa dan elektrolit.

f. Foto Rontgen Menunjukan adanya batu didalam kandung kemih yang


abnormal, menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area
ginjal dan sepanjang ureter.

g. IVP (Intra Venous Pyelografi ) Menunjukan perlambatan pengosongan


kandung kemih, membedakan derajat obstruksi kandung kemih divertikuli
kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih dan
memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur
anatomik (distensi ureter).

h. Pielogram retrograd Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan


kandung kemih. Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung
kemih, urografi intravena atau pielografi retrograde. Uji kimia darah
dengan urine dalam 24 jam untuk mengukur kalsium, asam urat, kreatinin,
natrium, dan volume total merupakan upaya dari diagnostik. Riwayat diet
dan medikasi serta adanya riwayat batu ginjal, ureter, dan kandung kemih
dalam keluarga di dapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang
mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih pada klien.

4. Penatalaksanaan

Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan


jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengidentifikasi infeksi, serta
mengurangi obstruksi akibat batu (Sja’bani, 2006). Cara yang biasanya digunakan
untuk mengatasi batu kandung kemih adalah terapi konservatif, medikamentosa,
pemecahan batu, dan operasi terbuka.

a. Terapi konservatif

Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang dari 5 mm. Batu
ureter yang besarnya kurang dari 5 mm bisa keluar spontan (Fillingham
dan Douglass, 2000). Untuk mengeluarkan batu kecil tersebut terdapat
pilihan terapi konservatif berupa (American Urological Association, 2005):

1. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari

2. α - blocker

3. NSAID Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping


ukuran batu syarat lain untuk terapi konservatif adalah berat
ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi.
Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan konservatif bukan
merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi
pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan
dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap
obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi
(American Urological Association, 2005).

b. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy ( ESWL )

ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran kemih. Badlani


(2002) menyebutkan prinsip dari ESWL adalah memecah batu saluran
kemih dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin
dari luar tubuh. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin di luar tubuh
dapat difokuskan ke arah batu dengan berbagai cara. Sesampainya di batu,
gelombang kejut tadi akan melepas energinya. Diperlukan beberapa ribu
kali gelombang kejut untuk memecah batu hingga menjadi pecahan-
pecahan kecil, selanjutnya keluar bersama kencing tanpa menimbulkan
sakit. Al-Ansari (2005) menyebutkan komplikasi ESWL untuk terapi batu
ureter hampir tidak ada. Keterbatasan ESWL antara lain sulit memecah
batu keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat), perlu beberapa kali
tindakan, dan sulit pada orang bertubuh gemuk. Penggunaan ESWL untuk
terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus
dipertimbangkan dengan serius karena ada kemungkinan terjadi kerusakan
pada ovarium.

c. Ureterorenoskopic (URS)
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara
dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu
ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu
ureter. Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu
ureter yang besar, sehingga diperlukan alat pemecah batu seperti yang
disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu
tertentu, tergantung pada pengalaman masing-masing operator dan
ketersediaan alat tersebut.

5. Jenis makanan tertentu berpengaruh pada pembentukan saluran kemih.

Berikut adalah pengaruh dari setiap komponen makanan.

a. Protein

Kebutuhan protein untuk hidup normal per hari 600 mg/kg berat badan,
bila berlebihan maka resiko pembentukan batu saluran kemih akan naik.
Protein hewan akan menurunkan keasaman (pH) air. Akibatnya reabsorpsi
kalsium dalam tubulus berkurang sehingga kadar kalsium air kemih naik.
Keasaman (pH) air penting sekali karena batu kalsium oksalat yang
merupakan jenis batu terbanyak terbentuk pada pH air kemih 5,2 (Menon,
2002 dan Trinchieri, 2003). Protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
tidak menurunkan pH dan menaikkan kalsium air kemih (Menon, 2002
dan Parivar, 1996). Berdasarkan hal tersebut maka mengkonsumsi protein
hewani berlebihan tidak baik karena memudahkan timbul batu saluran
kemih.

b. Lemak

Konsumsi lemak berlebihan akan menaikkan kadar oksalat air kemih,


sehingga memudahkan timbulnya batu kalsium oksalat ginjal. Lemak
mengikat kalsium bebas di lumen usus dan mengandung asam arakidonat.
Hal ini menyebabkan penyerapan oksalat meningkat sehingga
menimbulkan kenaikan kadar oksalat air kemih. Selain itu konsumsi lemak
berlebihan dapat menaikkan kadar kolesterol yang juga dapat
menimbulkan batu saluran kemih (Rose, 1997).
c. Sayuran

Sebagian besar sayuran menyebabkan pH air kemih naik sehingga


menguntungkan karena tidak memicu terjadinya batu kalsium oksalat.
Sayuran juga mengandung banyak serat yang mengurangi penyerapan
kalsium dalam usus sehingga mengurangi kadar kalsium air kemih yang
berakibat menurunkan resiko terjadinya batu saluran kemih (Muslim,
2007).

d. Buah Sebagian besar buah merupakan alkali ash food yang penting untuk
mencegah timbulnya batu saluran kemih. Banyak jenis buah yang
mengandung sitrat terutaman golongan jeruk yang penting sekali untuk
mencegah timbulnya batu saluran kemih karena sitrat merupakan inhibitor
yang paling kuat. Pada penelitian jeruk nipis lebih banyak kandungan
sitratnya dibandingkan dengan jeruk lemon. Oleh karena itu, konsumsi
buah akan memperkecil kemungkinan terjadinya batu saluran kemih
(Iguchi, 1990).

e. Makanan suplemen Makanan suplemen baik yang berbentuk padat


maupun cair dapat berpengaruh pada pembentukan batu saluran kemih.
Suplemen yang mengandung vitamin C dosis tinggi bila dikonsumsi
jangka lama dapat berbahaya sebab vitamin C akan diubah dalam tubuh
menjadi oksalat (Sja’bani, 2006). Kenaikan kadar oksalat berbahaya
karena akan meningkatkan batu kalsium oksalat. Suplemen yang
mengandung kalsium dosis tinggi yang disebutkan dapat mencegah
osteoporosis dapat berbahaya karena menimbulkan batu kalsium jika
dikonsumsi di luar waktu makan, dan tidak berbahaya bila dikonsumsi di
waktu sebelum atau sesudah makan.

f. Junk-food Istilah junk-food diberikan kepada kelompok makanan ayam


goreng, burger, pizza yang menggunakan jenis dan cara masak tertentu.
Kelompok makanan ini dipandang dari segi kesehatan bermutu rendah
karena mengandung lemak dan protein hewan terlalu banyak dan serat atau
sayuran yang terlalu sedikit. Konsumsi berlebihan lemak dan protein
hewani serta kurangnya serat/sayuran dapat memicu terjadinya batu
saluran kemih (Resnick, 1990).

g. Ikan laut Ikan laut mengandung zat elcosa pentaenoic acid (EPA) yang
penting untuk mecegah sekresi kalsium ke adalam air kemih. Pada
penelitian lebih lanjut, minyak ikan yang memiliki kandungan EPA
tersebut terbukti mengurangi timbulnya batu saluran kemih. h. Jamu dan
obat herbal Jamu dan obat herbal merupakan obat tradisional yang
umumnya dipakai berdasarkan pengetahuan empirik. Bentuknya dapat
berupa bubuk atau rebusan tanaman dan dosisnya berdasarkan perkiraan.
Zat sisa dari bahan jamu dan obat herbal diperkirakan akan beresiko
meningkatkan pembentukan batu saluran kemih. Penelitian dan publikasi
mengenai hal ini masih jarang sekali.

6. Pemeriksaan fisik pada survei umum dapat menunjukkan :

a. Nyeri. Batu dalam pelvis ginjal menyebabkan nyeri pekak dan


konstan.Batu ureteral menyebabkan nyeri jenis kolik berat dan hilang
timbul yang berkurang setelah batu lewat.

b. Mual dan muntah serta kemungkinan diare

c. Perubahan warna urine atau pola berkemih, Sebagai contoh, urine keruh
dan bau menyengat bila infeksi terjadi, dorongan berkemih dengan nyeri
dan penurunan haluaran urine bila masukan cairan tak adekuat atau bila
terdapat obstruksi saluran perkemihan dan hematuri bila terdapat
kerusakan jaringan ginjal

KAITANNYA DENGAN GIZI

Selain kebutuhan gizi menurut umur, gender, aktivitas fisik dan kondisi khusus dalam
keadaan sakit, penetapan kebutuhan gizi harus memperhatikan perubahan kebutuhan karena
infeksi, gangguan metabolik, penyakit kronik serta kondisi abnormal lainnya. Dalam hal ini
perlu dilakukan perhitungan kebutuhan gizi secara khusus dan penerapannya dalam bentuk
modifikasi diet atau diet khusus terutama pada pasien penyakit ginjal dan saluran kemih
(Almatsier, 2008).
Oleh karena itu, perlu suatu metode yang dapat digunakan untuk membantu ahli nutrisi dalam
menentukan keutuhan gizi bagi pasiennya. Salah satu metode yang digunakan untuk
permasalahan optimasi adalah algoritma genetika. Algoritma genetika banyak digunakan
untuk menyelesaikan masalah penjadwalan pada beberapa bidang, diantaranya : manufaktur,
control proses, ekonomi dan beberapa bidang lainnya untuk mendapatkan solusi yang paling
optimal. Algoritma genetika mampu menghasilkan performance yang lebih optimal daripada
algoritma klasik. (Sadeghzadeh, 2009). Selain untuk masalah penjadwalan, algoritma
genetika juga dapat digunakan untuk memprediksi struktur potein (Unger, 2004).

Tujuan diet penyakit ginjal dan saluran kemih sendiri adalah membantu pasien memperbaiki
kebiasaan makan dan olahraga untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik. Dari
uraian diatas, penulis merasa perlu untuk mengembangkan algoritma genetika sebagai
penuntun diet bagi penderita ginjal dan saluran kemih sehingga mampu mempermudah
kinerja komisi asuhan gizi rumah sakit.

1. ALGORITMA GENETIKA

Algoritma Genetika (Genetic Algorithm, GA) diusulkan pertama kali oleh John Holland
dan kolega-koleganya di Universitas Michigan untuk aplikasi cellular automata. Aplikasi GA
meliputi job shop scheduling, pembelajaran pengendali neurofuzzy, pemrosesan citra dan
optimasi kombinatorial. GA secara khusus dapat diterapkan untuk memecahkan masalah
optimasi yang kompleks. Karena itu GA baik untuk aplikasi yang memerlukan strategi
pemecahan masalah secara adaptif. (Gen dkk, 2000). Secara umum, algoritma genetika
memiliki 5 komponen dasar yang dikemukakan oleh Michalewicz (1996) :

(a) Representasi genetic dari beberapa solusi dari suatu permasalahan

(b) Cara untuk menciptakan inisial populasi dari beberapa solusi

(c) Evaluasi fungsi solusi dengan nilai fitness yang dimiliki masing-masing individu

(d) Beberapa operator genetika yang membagi beberapa anak selama proses
reproduksi

(e) Nilai untuk beberapa parameter dari algoritma genetika Algoritma genetika
merupakan salah satu model komputasi yang terinspirasi dari proses evolusi.
Algoritma genetika mampu diaplikasikan pada beberapa bidang yang kompleks seperti
pada bidang teknik desain dan sistem operasi modern yang diusulkan oleh Ferentinos dan
Tsiligiridis (2007). Selain itu, algoritma genetika merupakan teknik pencarian stokastik,
pencarian berdasarkan populasi dan algoritma optimasi yang mengadopsi paradigma dari
evolusi.

2. NUTRISI PENDERITA PENYAKIT GINJAL DAN SALURAN KEMIH

Nutrisi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk fungsi normal dari
sistem tubuh, pertumbuhan dan pemeliharaan kesehatan. Nutrisi didapatkan dari makanan
dan cairan yang selanjutnya diasimilasi oleh tubuh. Penelitian di bidang nutrisi mempelajari
hubungan antara makanan dan minuman terhadap kesehatan dan penyakit, khususnya dalam
menentukan diet yang optimal. Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan
memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, jika
makan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial
tertentu (Almatsier, 2003).

Kebutuhan gizi dalam keadaan sehat dipengaruhi oleh umur, gender, aktivitas fisik dan
kondisi khusus (ibu hamil dan menyusui). Ada beberapa cara menentukan Angka
Metabolisme Basal (AMB), salah satunya adalah rumus Harris Benedict (1919) yang akan
digunakan pada penelitian.

Laki-laki= 66+(13,7xBB)+(5xTB)-(6,8xU)

Perempuan= 655+(9,6xBB)+(1,8xTB)–(4,7xU)

Keterangan :

BB = berat badan dalam kg

TB = tinggi badan dalam cm

U = umur dalam tahun Sedangkan untuk mencari

kebutuhan energi dapat menggunakan rumus :

Kebutuhan energi = AMB x faktor aktivitas x faktor trauma/stress


Faktor aktivitas bagi orang sakit ada dua aktivitas, yaitu istirahat di tempat di tidur
dengan faktor 1,2 dan aktivitas tidak terikat di tempat tidur dengan faktor 1,3. Sedangkan
jenis trauma/stress ada 6 jenis stress, yaitu:

1. tidak ada stress, pasien dalam keadaan gizi baik nilai faktornya 1,3;

2. stress ringan : peradangan saluran cerna, kanker, bedah elektif, trauma kerangka
moderat nilai faktornya 1,4;

3. stress sedang : sepsis, bedah tulang, luka bakar, trauma kerangka mayor nilai
faktornya 1,5;

4. stress berat : trauma multiple, sepsis dan bedah multisystem nilai faktornya 1,6;

5. stress sangat berat : luka kepala berat, sindroma penyakit pernapasan akut, luka bakar
dan sepsis nilain faktornya 1,7 serta

6. luka bakar sangat berat nilai faktornya 2,1.

Fungsi utama ginjal adalah memelihara keseimbangan homeostatik cairan, elektrolit dan
bahan-bahan organik dalam tubuh. Diet khusus diperlukan jika fungsi ginjal terganggu, yaitu
pada penyakit-penyakit :

1. sindroma nefrotik

2. gagal ginjal akut

3. penyakit ginjal kronik dengan penurunan fungsi ginjal ringan sampai dengan berat;

4. penyakit ginjal tahap akhir yang memerlukan transplantasi ginjal dan

5. batu ginjal.

Diet pada penyakit ginjal ditekankan pada pengontrolan asupan energi, protein, cairan,
elektrolit natrium, kalium, kalsium dan fosfor. Syarat diet untuk sindroma nefrotik dengan
edema ringan adalah sebagai berikut :

1. energi = 35 kkal/kg BB per hari;

2. protein sedang = 1,0 g/kg BB;


3. lemak sedang = 15-20% dari kebutuhan energi total;

4. Natrium = 1 g sehari;

5. kolesterol dibatasi < 300 mg.

Diet untuk penyakit gagal ginjal akut dengan katabolik ringan dan tidak ada anuria adalah :

a. energi = 30 kkal/kg BB;

b. protein = 0,8 g/kg BB;

c. lemak yaitu 25% dari kebutuhan total energy. Diet untuk ginjal kronik dengan
hiperkalemia adalah :

a. energi = 35 kkal/kg BB;

b. protein = 0,7 g/kg BB;

c. lemak = 25 % dari kebutuhan energi total;

d. kalium = 55 mEq. Diet untuk transplantasi ginjal pada bulan pertama


setelah transplantasi adalah :

a. energi = 32,5 kkal/kg BB/hari;

b. protein = 1,4 g/kg BB/hari;

c. lemak = <30% cairan total

d. kalsium = 1000 mg/hari

e. fosfor = 1000 mg/hari

Pembentukan BSK dipengaruhi oleh banyak faktor, secara garis besar BSK
dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang
berasal dari dalam individu sendiri antara lain umur, jenis kelamin dan keturunan. Faktor
ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar individu antara lain kondisi geografis, iklim,
kebiasaan makan, zat atau bahan kimia yang terkandung dalam air dan lain sebagaianya
(Purnomo, 2011).
Konsumsi protein yang berlebihan akan meningkatkan terbuangnya kalsium yang
kemudian menurunkan pH (tingkat keasaman ) urine sehingga terbentuklah batu saluran
kemih. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Krisna, D.N.P (2011) bahwa ada
hubungan yang signifikan antara konsumsi sumber protein dengan kejadian batu ginjal
dengan pvalue 0,001 dan OR = 6,781.

Hubungan Antara Konsumsi Sumber Protein Dengan Kejadian Batu Saluran Kemih.
Konsumsi protein hewani dalam makanan akan meningkatkan kadar kalsium dalam air
kemih. Kadar kalsium merupakan kandungan mineral yang tidak dapat terlarut dengan
mudah oleh tubuh, sehingga membuat ginjal tidak dapat menyerap kembali, hal ini
mengakibatkan ginjal tidak berfungsi dengan baik karena ginjal harus bekerja lebih cepat
untuk filtrasi protein-protein yang dikonsumsi (Purnomo, 2011). Gangguan kesimbangan
kadar kalsium akan mengakibatkan penyerapan kalsium menjadi terhambat dan
menyebabkan kalsium menjadi tidak larut. Akibatnya, kalsium mengendap di ginjal dalam
bentuk kristal kompleks. Endapan kristal inilah yang lama-kelamaan membesar dan menjadi
batu ginja (Sulistiyowati, 2013).

Konsumsi sayuran hijau merupakan faktor pemicu terbentuknya BSK. Sayuran hijau
kaya akan vitamin dan serat ini juga mengandung oksalat dalam jumlah tinggi, jika
dikonsumsi terlalu banyak makanan tinggi oksalat akan meningkatkan jumlah oksalat dalam
urine, yang berikatan dengan kalsium dalam urine sehingga membentuk BSK kalsium
oksalat.konsumsi sayur tinggi mempunyai risiko kejadian batu saluran kemih dalam urin
2,125 kali lebih tinggi dibanding dengan penduduk dengan konsumsi sayur rendah dengan
pvalue = 0,020 (Sulistiyowati, Dkk 2013)

Hubungan antara konsumsi sayuran mengandung Oksalat Dengan Kejadian Batu


Saluran Kemih. Sayuran yang mengandung oksalat banyak ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari, bahkan sayuran ini merupakan sayuran yang sering dikonsumsi oleh masyarkat
dikarenakan sayuran ini mudah didapan dengan harga yang relatif murah. Sayuran yang
mengandung oksalat seperti bayam, kangkung, kacang panjang, daun sawi hijau, buncis, daun
singkong. Konsumsi sayuran dengan jumlah sering akan menyebabkan tinggi kadar oksalat
dalam air kemih yang dapat memicu terbentuknya batu saluran kemih (Y Liu et al. 2016).
Kadar oksalat didalam tubuh akan membentuk senyawa tidak larut dan tidak dapat diserap
oleh tubuh akibatnya senyawa ini akan mengendap dan membentuk Kristal (Alaya A, et al.
2014).
DAFTAR PUSTAKA

Al-Ansari,A., Shamsodini,A., Younis,N., et al. (2005). Extracorporeal shock wave lithotripsy


monotherapy for treatment of patients with urethral and bladder stone presenting with acute
urinary retention. Journal Urology; 66(6):1169-1171.

Al-Kohlany, KM., Shokeir,AA., Mosbah,A., Mohsen, T., Shoma,AM., Eraky,I, et al. (2005).
Treatment of complete staghorn stones : a prospective randomized comparison of open
surgery versus percutaneous nephrolithotomy. J Urol; 173: 469 – 73.

American Urological Association. (2005). AUA Guideline on the Management of Staghorn


Calculi:Diagnosis and Treatment Recommendations. Assimos, Dean G. and Holmes Ross.
2000. Role of diet in the therapy of urolithiasis.Vol 27. 2:255-268.

The Urologic Clinic of North America. Badlani , GH. (2002). Campbell’s urology. In : Walsh
PC.,eds. Saunders. Barclay L and Lie D. 2005. Obesity and weight gain may increase the risk
of kidney stone. 293: 455-462 .

JAMA Brunner & Sudarth. (2003). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC

Borghi L, Meschi T, Amato F, Briganti A, Novarini A & Giannini (1996): Urinary volume,
water and recurrences in idiopathic calcium nephrolithiasis: a 5-year randomized prospective
study. J. Urol. 155, 839– 843.

Fillingham and Douglas. 2000. Urological nursing. Tokyo: Bailliere Tindall Flagg, Laura.
2007. Dietary and Holistic Treatment of Recurrent Calcium Oxalate Kidney Stones: Review
of Literature toGuide Patient Education. Vol 7.(2).

Urologic Nursing Journal. Ganong, W. 1992. Review of Medical Physiology. Fisiologi


Kedokteran. . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

Hesse, Alrecht, Goran, Tiselius. 2002. Urinary Stone Diagnosis, Treatment and Prevention of
Recurrence: 2nd edition.

Iguchi, M., Umekawa, T., Ishikawa . 1990. Dietary intake and Habits of Japanese Renal
Stone Patiens. J. Urol.; 1093-1095.
Elly Trisnawati, dan Jumenah. 2018. KONSUMSI MAKANAN YANG BERISIKO
TERHADAP KEJADIAN BATU SALURAN KEMIH. JURNAL VOKASI KESEHATAN.
Hlm. 46 - 50

Anda mungkin juga menyukai