Anda di halaman 1dari 7

Darpublic www.darpublic.

com

Difusi
Sudaryatno Sudirham

Difusi adalah peristiwa di mana terjadi tranfer materi melalui materi lain. Transfer
materi ini berlangsung karena atom atau partikel selalu bergerak oleh agitasi thermal.
Walaupun sesungguhnya gerak tersebut merupakan gerak acak tanpa arah tertentu, namun
secara keseluruhan ada arah neto dimana entropi akan meningkat. Difusi merupakan proses
irreversible. Pada fasa gas dan cair, peristiwa difusi mudah terjadi; pada fasa padat difusi
juga terjadi walaupun memerlukan waktu lebih lama.
Cacat kristal yang berupa kekosongan posisi atom, memberikan peluang untuk
menyusupnya atom asing. Atom asing juga berpeluang menempati posisi interstisial,
terutama jika ukuran atom asing tersebut lebih kecil dari ukuran atom material induk. Posisi
interstisial ini lebih memberikan kemudahan bergerak bagi atom asing maupun atom
sendiri. Kita akan melihat peristiwa difusi ini dalam pembahasan berikut ini namun kita tidak
mendalami terlalu jauh, melainkan sebatas apa yang perlu kita ketahui sehubungan dengan
isi kuliah selanjutnya.

Analisis Matematis
Kondisi Mantap. Kita bayangkan suatu peristiwa difusi dalam keadaan mantap yang
terjadi pada satu lapis material. Materi yang terdifusi menyebar dari konsentrasi yang tinggi
ke arah konsentrasi yang lebih rendah, seperti diperlihatkan oleh Gb.1. Konsentrasi materi
yang terdifusi bervariasi secara linier sebesar C0 di x0 menjadi Cx di x. Secara thermodinamis,
faktor pendorong untuk terjadinya difusi, yaitu penyebaran materi, adalah adanya
perbedaan konsentrasi. Situasi ini analog dengan peristiwa aliran muatan listrik di mana
faktor pendorong untuk terjadinya aliran muatan adalah perbedaan potensial.

materi masuk di xa
materi keluar di x
Ca

Cx

xa ∆x x

Gb.1. Difusi dalam keadaan mantap.


Analog dengan peristiwa listrik, fluksi materi yang berdifusi dapat kita tuliskan sebagai
dC
J x = −D (1)
dx
D adalah koefisien difusi, dC/dx adalah variasi konsentrasi dalam keadaan mantap di mana
C0 dan Cx bernilai konstan. Relasi (1) ini disebut Hukum Fick Pertama yang secara formal
menyatakan bahwa fluksi dari materi yang berdifusi sebanding dengan gradien konsentrasi.
Kondisi Transien. Peristiwa yang lebih umum terjadi adalah peristwa transien, di mana
konsentrasi berubah terhadap waktu; Cx merupakan fungsi waktu yang juga berarti bahwa
fluksi materi juga merupakan fungsi waktu. Keadaan transien ini digambarkan pada Gb.2.

Sudaryatno Sudirham, “Difusi” 1/7


Darpublic www.darpublic.com

Pada t = 0 konsentrasi di x adalah Cx0 = 0; pada t = t1 difusi telah terjadi dan konsentrasi di x
meningkat menjadi Cx1; pada t = t2 konsentrasi di x meningkat lagi menjadi Cx2, dan
seterusnya.

materi masuk di xa Ca

materi keluar di x
t2

t1 Cx2
Cx1
t=0
Cx0=0
xa ∆x x
Gb.2. Difusi dalam keadaan transien.

Perubahan konsentrasi adalah selisih antara fluksi yang masuk di xa dan fluksi yang
keluar di x, J xa − J x . Selisih yang terjadi setiap saat ini merupakan laju perubahan
∂J
konsentrasi, Cx. Sementara itu fluksi yang keluar di x adalah J x = J xa + ∆x . Oleh karena
∂x
itu maka
dC x ∂J d  dC x 
=− ∆x = D (2)
dt ∂x dx  dx 

Relasi (2) ini disebut Hukum Fick Ke-dua. Jika D tidak tergantung pada konsentrasi maka (2)
dapat ditulis
dC x d 2C x
=D (3)
dt dx 2
Hukum Fick Kedua menyatakan bahwa laju perubahan komposisi sebanding dengan turunan
kedua (Laplacian) konsentrasi.

Persamaan Arrhenius
Analisis matematis memberikan dasar untuk menafsirkan hasil-hasil eksperimen.
Namun eksperimen itu sendiri merupakan proses yang tidak mudah dilakukan. Dari hasil
eksperimen diketahui bahwa koefisien difusi, D, mengikuti persamaan Arrhenius
D = D 0 e − Q / RT (4)
Persamaan Arrhenius adalah persamaan yang menyangkut laju reaksi. Berikut ini penjelasan
singkat mengenai hal tersebut.
Arrhenius (ahli kimia Swedia, 1859 - 1927) menyatakan bahwa laju reaksi, Lr , dapat
dinyatakan dengan relasi
Lr = ke − Q / RT (5)
di mana Q adalah apa yang disebut energi aktivasi (activation energy) dalam satuan
calori/mole, R adalah konstanta gas (1,98 cal/mole K), T temperatur absolut K, sedangkan k
adalah konstanta laju reaksi yang tidak tergantung pada temperatur. Relasi (15.1) disebut
Sudaryatno Sudirham, “Difusi” 2/7
Darpublic www.darpublic.com

persamaan Arrhenius. Persamaan Arrhenius ini diperoleh dari hasil-hasil percobaan dan
bukan diturunkan secara teori. Jika kita perhatikan maka persamaan ini mirip dengan
distribusi Maxwell-Boltzmann yang memberikan distribusi energi molekul gas.
Banyak peristiwa reaksi dan transformasi, baik kimia maupun non-kimia, dapat
dijelaskan dengan persamaan Arrhenius. Persamaan ini digunakan untuk melakukan analisa
hasil-hasil percobaan. Proses difusi, dan juga proses lain seperti perubahan komposisi, dapat
dianalisa secara kinetik dengan mengukur laju terjadinya proses. Jika kita ambil logarithma
dari persamaan (5) kita peroleh
Q 1
log Lr = log k −   (6)
2,303R  T 
Dengan melakukan pengukuran laju reaksi pada berbagai temperatur, log Lr di-plot terhadap
(1/T) yang akan memberikan kurva garis lurus dengan kemiringan
Q
kemiringan = − (7)
2,303R
Dengan demikian energi aktivasi Q dapat dihitung. Prosedur yang sama dilakukan untuk
menghitung Q pada persamaan (4).

Macam Difusi
Difusi Volume. Difusi volume (volume diffusion) adalah transfer materi menembus
volume materi lain, yang kita bahas di sub-bab sebelumnya, dan digambarkan pada Gb.1
dan Gb.2. Pada umumnya, atom yang bermigrasi dalam difusi volume pada padatan
menghadapi halangan yang lebih besar dibandingkan dengan halangan yang dihadapi pada
difusi volume dalam cairan atau gas. Hal ini terlihat dari enthalpi aktivasi atau energi aktivasi
yang diperlukan untuk terjadinya difusi menembus volume-padatan dibandingkan dengan
enthalpi aktivasi yang diperlukan untuk terjadinya difusi menembus volume-cairan atau
volume-gas.
Dalam struktur kristal, adanya kekosongan posisi atom memungkinkan atom di
sebelahnya bergerak mengisi kekosongan tersebut sementara ia sendiri meninggalkan
tempat semula yang ia isi menjadi kosong. Posisi kosong yang baru terbentuk akan
memberikan kemungkinan untuk diisi oleh atom di sebelahnya; dan demikian seterusnya.
Mekanisme ini merupakan mekanisme yang paling mungkin untuk terjadinya difusi internal.
Kemungkinan lain adalah adanya atom yang lepas dari kisi kristalnya dan menjadi atom
interstisial dan menjadi mudah bergerak.
Jika dimensi atom yang berdifusi jauh lebih kecil dari dimensi atom materi yang harus
ditembus, difusi interstisial mudah berlangsung. Mekanisme ini terjadi misalnya jika karbon,
nitrogen, oksigen, dan hidrogen berdifusi ke dalam metal. Hal yang sama terjadi pada difusi
ion-ion alkali ke dalam gelas silikat. Kehadiran atom-atom asing dalam posisi interstisial
metal sangat mempengaruhi sifat-sifat mekanis metal.
Difusi Bidang Batas. Apabila di dalam padatan hadir butiran-butiran yang berlainan
fasa dengan material induk, terbentuklah bidang batas antara butiran dengan material induk
dan terjadilah gejala permukaan. Di bidang batas ini terdapat energi ekstra yang akan
menyebabkan materi yang berdifusi cenderung menyusur permukaan. Peristiwa ini dikenal
dengan difusi bidang batas (grain boundary diffusion). Inilah macam difusi yang ke-dua.

Sudaryatno Sudirham, “Difusi” 3/7


Darpublic www.darpublic.com

Energi aktivasi yang diperlukan pada difusi bidang batas ini lebih rendah dari energi aktivasi
pada difusi volume. Mekanisme ini diperlihatkan pada Gb.3.

permukaan bidang batas butiran

Gb.3. Difusi bidang batas.

Difusi Permukaan. Macam difusi yang ke-tiga terjadi manakala ada retakan; materi
yang berdifusi cenderung menyusur permukaan retakan. Difusi macam ini dikenal dengan
difusi permukaan (surface diffusion). Konsentrasi di permukaan retakan lebih tinggi dari
konsentrasi di volume. Energi aktivasi yang diperlukan untuk terjadinya difusi permukaan
lebih rendah dibanding dengan energi aktivasi yang diperlukan untuk terjadinya difusi
bidang batas. Gb.4. secara skematis menggambarkan macam difusi yang ke-tiga ini.
permukaan

retakan

Gb. 4. Difusi
permukaan.
Jadi jika Qvol adalah energi aktivasi untuk difusi volume, Qbb adalah energi aktivasi
untuk difusi bidang batas, dan Qperm adalah energi aktivasi untuk difusi permukaan, maka
Qvol > Qbb > Q perm (8)

Tidak banyak sistem di mana ketiga macam energi aktivasi tersebut dapat ditentukan; dari
yang sedikit itu diperoleh perbandingan [12]
Qvol : Qbb : Q perm ≈ 4 : 3 : 2 atau 4 : 2 : 1 (9)

Sejalan dengan perbedaan energi aktivasi, maka koefisien difusi mempunyai nilai
D perm > Dbb > Dvol (10)

Namun perlu diingat bahwa terjadinya difusi tidak hanya ditentukan oleh koefisien
difusi saja. Jumlah materi yang terdifusi ditentukan juga oleh konsentrasi materi yang ada
seperti diperlihatkan oleh persamaan (1). Di samping itu luas bidang yang secara efektif
memberikan jalan untuk terjadinya difusi juga memegang peran. Walaupun D bb > D vol
namun jika luas permukaan bidang batas ini jauh lebih kecil dari luas bidang untuk
terjadinya difusi volume, maka difusi volume akan lebih dominan.

Sudaryatno Sudirham, “Difusi” 4/7


Darpublic www.darpublic.com

Efek Hartley-Kirkendall
Penelitian proses difusi antara asetat selulosa dan aseton oleh Hartley, dan antara
tembaga dan kuningan oleh Kirkendall, dipandang sebagai pembuktian terjadinya difusi
melalui mekanisme pengisian kekosongan posisi atom.
Suatu proses difusi yang rumit terjadi apabila difusi biner antara dua material A dan B
berlangsung dengan kecepatan yang berbeda; material B berdifusi menembus A jauh lebih
cepat dibandingkan dengan difusi materi A menembus B. Perbedaan kecepatan difusi yang
besar membuat seolah-olah batas antara A dan B bergeser ke arah B. Transportasi materi B
ke arah A yang berlangsung demikian cepat, meninggalkan rongga-rongga di B.
Efek Hartley-Kirkendal juga menunjukkan bahwa difusi timbal balik dalam alloy biner
terdiri dari dua jenis pergerakan materi yaitu A menembus B dan B menembus A. Analisis
yang dilakukan oleh Darken menunjukkan bahwa dalam proses yang demikian ini koefisien
difusi terdiri dari dua komponen yang dapat dinyatakan dengan
D = X B D A + X A DB (11)
XA dan XB adalah fraksi molar dari A dan B, DA adalah koefisien difusi B menembus A (murni),
dan DB adalah koefisien difusi A menembus B (murni).

Difusi Dan Ketidak-Sempurnaan Kristal


Kekosongan posisi atom dalam kristal merupakan salah satu ketidak-sempurnaan
kristal yang agak istimewa. Tidak seperti yang lain, kekosongan posisi ini hadir dalam
keseimbangan di semua kristal. Padatan menjadi “campuran” antara “kekosongan” dan
“isian”. Jika Nv adalah jumlah posisi kosong, N0 adalah total seluruh posisi, dan Ev adalah
energi yang diperlukan untuk membuat satu posisi kosong, maka perhitungan (yang tidak
kita berikan di sini) memberikan relasi
Nv
= e − Ev / kT (12)
N0 − Nv

Sebagai gambaran, Ev = 20 000 cal/mole, maka pada 1000K ada satu kekosongan posisi
dalam 105 posisi atom.
Perhitungan ini adalah untuk kristal murni. Dalam kenyataan suatu padatan
mengandung pengotoran yang dapat melipatgandakan jumlah kekosongan, suatu hal yang
akan mempermudah terjadinya difusi. Selain migrasi kekosongan, migrasi interstisial dapat
pula terjadi apabila atom materi yang berdifusi berukuran cukup kecil dibandingkan dengan
ukuran atom material yang ditembusnya.
Pada kristal ionik terdapat ketidak-sempurnaan Frenkel dan ketidak-sempurnaan
Schottky. Ketidak-sempurnaan ini tidak mengganggu kenetralan listrik, dan kristal tetap
dalam keseimbangan sebagaimana yang terjadi pada kehadiran kekosongan posisi. Ketidak-
sempurnaan Frenkel berupa kekosongan kation perpasangan dengan kation interstisial;
ketidak-sempurnaan Schottky berupa pasangan kekosongan kation dan anion. Ketidak-
sempurnaan mana yang akan terjadi tergantung dari besar energi yang diperlukan untuk
membentuk kation interstisial atau kekosongan anion. Pada kristal ionik konduktivitas listrik
pada temperatur tinggi terjadi karena difusi ion dan hampir tidak ada kontribusi elektron.
Oleh karena itu konduktivitas listrik sebanding dengan koefisien difusi.

Sudaryatno Sudirham, “Difusi” 5/7


Darpublic www.darpublic.com

C q 2 
σ d = k d  d d  Dd (13)
 kT 
σd adalah konduktivitas listrik oleh konduksi ion, Cd dan qd adalah konsentrasi dan muatan
dari ketidak-sempurnaan yang berperan, kd tergantung dari macam ketidak-sempurnaan; kd
= 1 utnuk ion interstisial, sedangkan untuk kekosongan sedikit lebih besar dari 1.

Difusi Dalam Polimer Dan Silikat


Difusi dalam polimer terjadi dengan melibatkan gerakan molekul panjang. Migrasi atom yang
berdifusi mirip seperti yang terjadi pada migrasi interstisial. Namun makin panjang molekul
polimer gerakan makin sulit terjadi, dan koefisien difusi makin rendah.
Pada silikat ion silikon biasanya berada pada posisi sentral tetrahedron dikelilingi oleh ion
oksigen. Ion positif alkali dapat menempati posisi antar tetrahedra dengan gaya coulomb
yang lemah. Oleh karena itu natrium dan kalium dapat dengan mudah berdifusi menembus
silikat. Selain itu ruang antara pada jaringan silikat tiga dimensi memberi kemudahan pada
atom-atom berukuran kecil seperti hidrogen dan helium untuk berdifusi dengan cepat.

Sudaryatno Sudirham, “Difusi” 6/7


Darpublic www.darpublic.com

Beberapa Konstanta Fisika


3,00 × 10 meter / detik
8
Kecepatan rambat cahaya c
6,02 × 10 molekul / mole
23
Bilangan Avogadro N0
o
Konstanta gas R 8,32 joule / (mole)( K)
−34
Konstanta Planck h 6,63 × 10 joule-detik
1,38 × 10−23 joule / K
o
Konstanta Boltzmann kB
−6
Permeabilitas µ0 1,26 × 10 henry / meter
Permitivitas ε0 8,85 × 10−12 farad / meter
Muatan elektron e 1,60 × 10−19 coulomb
Massa elektron diam m0 9,11 × 10−31 kg
µB 9,29 × 10−24 amp-m
2
Magneton Bohr

Pustaka
(berurut sesuai pemakaian)
1. Zbigniew D Jastrzebski, “The Nature And Properties Of Engineering
Materials”, John Wiley & Sons, ISBN 0-471-63693-2, 1987.
2. Daniel D Pollock, “Physical Properties of Materials for Engineers”, Volume I,
CRC Press, ISBN 0-8493-6200-6, 1982
3. William G. Moffatt, George W. Pearsall, John Wulf, “The Structure and
Properties of Materials”, Vol. I Structure, John Wiley & Sons, ISBN 0 471
06385, 1979.
4. Marcelo Alonso, Edward J. Finn, “Fundamental University Physics”,
Addison-Wesley, 1972.
5. Robert M. Rose, Lawrence A. Shepard, John Wulf, “The Structure and
Properties of Materials”, Vol. IV Electronic Properties, John Wiley & Sons,
ISBN 0 471 06388 6, 1979.
6. Sudaryatno Sudirham, P. Gomes de Lima, B. Despax, C. Mayoux, “Partial
Synthesis of a Discharge-Effects On a Polymer Characterized By Thermal
Stimulated Current” makalah, Conf. on Gas Disharge, Oxford, 1985.
7. Sudaryatno Sudirham, “Réponse Electrique d’un Polyimide Soumis à une
Décharge Luminescente dans l’Argon”, Desertasi, UNPT, 1985.
8. Sudaryatno Sudirham, “Analisis Rangkaian Listrik”, Bab-1 dan Lampiran-II,
Penerbit ITB 2002, ISBN 979-9299-54-3.
9. W. Tillar Shugg, “Handbook of Electrical and Electronic Insulating
Materials”, IEEE Press, 1995, ISBN 0-7803-1030-6.
10. Daniel D Pollock, “Physical Properties of Materials for Engineers”, Volume
III, CRC Press, ISBN 0-8493-6200-2, 1982.
11. Jere H. Brophy, Robert M. Rose, John Wulf, The Structure and Properties of
Materials, Vol. II Thermodynamic of Structure, John Wiley & Sons, ISBN 0
471 06386 X, 1979.
12. L. Solymar, D. Walsh, “Lectures on the Electrical Properties of Materials”,
Oxford Scie. Publication, ISBN 0-19-856192-X, 1988.
13. Daniel D Pollock, “Physical Properties of Materials for Engineers”, Volume
II, CRC Press, ISBN 0-8493-6200-4, 1982.
14. G. Bourne, C. Boussel, J.J. Moine, “Chimie Organique”, Cedic/ Ferdinand
Nathan, 1983.
15. Fred W. Billmeyer, Jr, “Textbook of Polymer Science”, John Wiley & Son,
1984.

Sudaryatno Sudirham, “Difusi” 7/7

Anda mungkin juga menyukai