Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS MINOR ILMU PENYAKIT MULUT

PIGMENTASI SMOKER’S MELANOSIS

MAKALAH

Oleh:

Della Lailasari

160112170102

Pembimbing:

Drg. Indah Suasani Wahyuni, Sp.PM.

NIP. 197701242014042001

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

BANDUNG

2019
JUDUL : PIGMENTASI SMOKER’S MELANOSIS
NAMA : Della Lailasari
NPM : 160112170102

Bandung, Juni 2019

Menyetujui :
Dosen pembimbing

Drg. Indah Suasani Wahyuni, Sp.PM

NIP. 197701242014042001
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................... 2

2.1 Status Klinis ................................................................................................ 2

2.1.1 Biodata Pasien .................................................................................... 2

2.1.2 Anamnesis .......................................................................................... 2

2.1.3 Riwayat Penyakit Sistemik ................................................................ 3

2.1.4 Riwayat Penyakit Terdahulu .............................................................. 3

2.1.5 Pemeriksaan Klinis Fisik.................................................................... 3

2.1.6 Pemeriksaan Ekstra Oral .................................................................... 4

2.1.7 Pemeriksaan Intra Oral ....................................................................... 4

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 6

2.1.9 Diagnosis dan Diagnosis Banding ..................................................... 6

2.1.10 Rencana Perawatan dan Pengobatan ................................................ 7

2.1.11 Prognosis .......................................................................................... 7

2.2 Laporan Kontrol I ........................................................................................ 8

2.2.1 Biodata Pasien .................................................................................... 8

2.2.2 Anamnesis .......................................................................................... 8

2.2.3 Pemeriksaan Ekstra Oral .................................................................... 8

2.2.4 Pemeriksaan Intra Oral ....................................................................... 9

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 10

i
ii

2.2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding ................................................... 10

2.2.6 Rencana Perawatan dan Pengobatan ................................................ 10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 12

3.1 Lesi Pigmentasi pada Mukosa Oral ........................................................... 12

3.2 Mekanisme Pigmentasi ............................................................................. 15

3.3 Smoker’s Melanosis .................................................................................. 17

3.3.1 Definisi............................................................................................. 17

3.3.2 Etiologi............................................................................................. 17

3.3.3 Gambaran Klinis .............................................................................. 18

3.3.4 Diagnosis Banding ........................................................................... 19

3.3.5 Perawatan ......................................................................................... 25

BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 29

BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 32

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33


BAB I

PENDAHULUAN

Pigmentasi pada rongga mulut sering ditemukan sebagai pewarnaan

membran mukosa yang normal maupun abnormal. Pigmentasi dapat terjadi karena

adanya deposit pigmen endogen maupun eksogen. Pigmentasi endogen biasanya

disebabkan oleh adanya pigmen hemoglobin, hemosiderin, dan melanin di dalam

tubuh. Melanin memiliki warna coklat, abu-abu, atau hitam, dan paling sering

ditemukan dalam kasus pigmentasi endogen. Melanin dihasilkan oleh melanosit

pada lapisan basal epitel. Pigmentasi eksogen dapat disebabkan oleh obat-obatan

atau logam. Lesi pigmentasi pada mukosa oral juga dapat dibedakan berdasarkan

substansi yang menyebabkan pewarnaan dan berdasarkan manifestasi klinisnya

(Greenberg and Glick, 2008).

Salah satu pigmentasi yang terdapat pada mukosa oral adalah smokers

melanosis. Ciri-cirinya adalah makula berwarna kecoklatan, disebabkan karena

meningkatnya produksi melanin oleh melanosit dan letaknya dengan lapisan sel

basal dan lamina propria, pigmentasinya bersifat reversibel walaupun biasanya

hilang setelah betahun-tahun atau setelah berhenti kebiasaan merokok (Greenberg

and Glick, 2008; Ghom, 2014).

Makalah ini merupakan laporan kasus pigmentasi smokers melanosis pada

seorang pasien pria usia 24 tahun yang datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran pada bulan Mei 2018.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Status Klinis

2.1.1 Biodata Pasien

Tanggal Pemeriksaan : 3 Mei 2018

No. Medrek : 2018-006XX

Nama Lengkap : Tn. F R

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 24 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Status Perkawinan : Belum menikah

Alamat : Bandung

2.1.2 Anamnesis

Pasien datang dengan keluhan gusi depan atas dan bawah terlihat berwarna

coklat kehitaman. Pasien tidak merasakan sakit pada gusinya. Warna colat-

kehitaman pada gusinya mucul semenjak pasien mulai merokok yaitu kurang lebih

6 tahun lalu. Pasien merokok sebanyak 16 batang rokok per hari. Pasien belum

pernah mengobati keluhannnya tersebut. Pasien mengaku tidak ada anggota

keluarga yang memiliki keluhan yang sama. Pasien terakhir ke dokter gigi 2 bulan

lalu untuk scaling. Pasien ingin keluhannya diobati.

2
3

2.1.3 Riwayat Penyakit Sistemik

Penyakit jantung : YA / TIDAK

Hipertensi : YA / TIDAK

Diabetes mellitus : YA / TIDAK

Asma/Alergi : YA / TIDAK

Penyakit hepar : YA / TIDAK

Kelainan GIT : Gastritis

Penyakit ginjal : YA / TIDAK

Kelainan darah : YA / TIDAK

Hamil : YA / TIDAK

Kontrasepsi : YA / TIDAK

Lain-lain : YA / TIDAK

2.1.4 Riwayat Penyakit Terdahulu

Tidak ada

2.1.5 Pemeriksaan Klinis Fisik

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

Suhu : Afebris

Tensi : 100/70 mmHg

Pernafasan : 19 x/menit

Nadi : 80 x/menit
4

2.1.6 Pemeriksaan Ekstra Oral

1. Kelenjar Limfe

Submandibula Kiri : Tidak teraba, tidak sakit

Kanan : Tidak Teraba, tidak sakit

Submental Kiri : Tidak teraba, tidak sakit

Kanan : Tidak teraba, tidak sakit

Servikal Kiri : Tidak teraba, tidak sakit

Kanan : Tidak teraba, tidak sakit

2. Mata Pupil : Isokhor

Konjungtiva : Non-Anemis

Sklera : Non-Ikterik

3. TMJ Kliking : Tidak Ada

Deviasi : ke kiri

4. Bibir : Tonus normal, kompeten

5. Wajah : Simetris, oval, cembung

6. Sirkum Oral : Tidak ada kelainan

7. Hidung : Tidak ada kelainan

8. Telinga : Tidak ada kelainan

9. Kulit : Tidak ada kelainan

2.1.7 Pemeriksaan Intra Oral

1. Kebersihan mulut OHI-S : Baik

Kalkulus : Tidak ada


5

Plak : Gigi 26, 27, 37, 36, 41, 42

Stain : Tidak ada

2. Gingiva

Bentuk : Edema di 23-27, 37-43

Warna :- Terdapat lesi hiperpigmentasi makula berwrna

coklat-kehitaman pada gingiva di regio gigi 17-27

(bukal) dan gigi 37-47 (bukal dan lingual), difus, tepi

ireguler, datar (tidak ada kedalaman atau ketinggian).

- Gingiva berwarna merah tua di 23-27, 37-43

Konsistensi : Lunak di 23-27, 37-43

Permukaan : Licin di 23-27, 37-43

Interdental : Membulat di 23-27, 37-43

Resesi : (-)

Pitting test : (+) di 23-27, 37-43

Stipling : (-) di 23-27, 37-43

Stilman’s Cleft : (-)

Mc.Call Feston : 33-43

3. Mukosa bukal : Terdapat teraan gigitan di regio 16-17 dan 26-27

4. Mukosa labial : Tidak ada kelainan

5. Palatum durum : Tidak ada kelainan, dalam

6. Palatum mole : Tidak ada kelainan

7. Uvula : Tidak ada kelainan

8. Tonsil : T1-T1
6

9. Frenulum : Tidak ada kelainan

10. Lidah : Terdapat selaput putih berupa plak di seluruh

dorsal lidah dan bisa diangkat tanpa meninggalkan

daerah eritema

11. Dasar mulut : Tidak ada kelainan

Status Gigi

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Radiologi : TDL

Darah : TDL

Patologi Anatomi : TDL

Mikrobiologi : TDL

2.1.9 Diagnosis dan Diagnosis Banding

1. D/ Smoker’s Melanosis

DD/ Pigmentasi Fisiologis, drug induced melanosis, melanoma malignan

2. D/ Coated tongue

DD/ Oral Candidiasis, Leukoplakia


7

2.1.10 Rencana Perawatan dan Pengobatan

1. Smoker’s melanosis: KIE

1) Menjelaskan tanda-tanda perubahan lesi ke arah keganasan, seperti adanya

perubhana bentuk dan massa yang membesar

2) Kontrol 1 minggu dan diperlukan kontrol kembali apabila terdapat tanda

mencurigakan di bagian tersebut

3) Instruksi menghentikan konsumsi rokok

2. Coated tongue: KIE

1) Menyikat gigi dan lidah 2 kali sehari menggunakan tongue scrapper

2) Instruksi agar sering konsumsi makan yang berserat

2.1.11 Prognosis

Baik
8

Gambar 2. 1 Pigmentasi Pada Gingiva

2.2 Laporan Kontrol I

2.2.1 Biodata Pasien

Tanggal Pemeriksaan : 14 Mei 2018

No. Medrek : 2018-006XX

Nama Lengkap : Tn. Feizal Ramadhan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 24 Tahun

2.2.2 Anamnesis

Pasien datang untuk melakukan kontrol 1 minggu pewarnaan pada gusi.

Pasien sudah mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi sebanyak 9 rokok per hari

dan sudah sering menyikat lidah 2 kali sehari. Pasien merasa warna kecoklatan pada

gusinya masih sama seperti pertama kali datang, tidak bertambah ataupun

berkurang.

2.2.3 Pemeriksaan Ekstra Oral

1. Kelenjar Limfe

Submandibula Kiri : Tidak teraba, tidak sakit


9

Kanan : Tidak teraba, tidak sakit

Submental Kiri : Tidak teraba, tidak sakit

Kanan : Tidak teraba, tidak sakit

Servikal Kiri : Tidak teraba, tidak sakit

Kanan : Tidak teraba, tidak sakit

2. Bibir : Tonus normal. Kompeten

3. Wajah : Simetris, oval, cembung

4. Sirkum Oral : Tidak ada kelainan

5. Lain-lain : Tidak ada kelainan

2.2.4 Pemeriksaan Intra Oral

1. Kebersihan mulut : OHI-S : Baik

Kalkulus : (-)

Plak : Permukaan lingual gigi 36-37

Stain : (-)

2. Gingiva : Sebelumnya terdapat lesi hiperpigmentasi makula

berwarna coklat-kehitaman pada gingiva di regio

gigi 17-27 (bukal) dan gigi 37-47 (bukal dan

lingual), bentuk difus, tepi ireguler, datar (tidak ada

kedalaman atau ketinggian). Sekarang lesi tersebut

masih tetap ada.

3. Mukosa bukal : Terdapat teraan gigitan di regio gigi 16-17, 26-27

4. Mukosa labial : Tidak ada kelainan


10

5. Palatum durum : Tidak ada kelainan, dalam

6. Palatum mole : Tidak ada kelainan

7. Frenulum : Tidak ada kelainan, normal

8. Lidah : Sebelumnya terdapat plak putih dapat diangkat

tanpa meninggalkan daerah eritema di seluruh

dorsal lidah, sekarang plak tersebut sudah hilang

9. Dasar mulut : Tidak ada kelainan

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang

Radiologi : TDL

Darah : TDL

Patologi Anatomi : TDL

Mikrobiologi : TDL

2.2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding

D/ Smoker’s melanosis

DD/ Pigmentasi fisiologis, drug induced melanosis, melanoma oral

2.2.6 Rencana Perawatan dan Pengobatan

1. Menjelaskan perlunya menghentikan konsumsi rokok secara total

2. Diperlukan kontrol kembali apabila ada tanda perubahan lesi kearah keganasan
11

Gambar 2. 2 Kontrol 1 Minggu Pigmentasi Gingiva


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Lesi Pigmentasi pada Mukosa Oral

Mukosa oral dapat mengalami diskolorasi dalam bentuk pigmentasi.

Pigmentasi oral dapat bersifat fisiologis atau patologis. Pigmentasi fisiologis

biasanya berwarna coklat sedangkan pigmentasi patologis bermacam-macam

warnanya seperti coklat, biru, abu-abu, dan hitam. Diskolorasi yang terjadi biasanya

disebabkan oleh deposisi, produksi, atau meningkatnya akumulasi dari bermacam

substansi pigmen endogen atau eksogen. Namun, walaupun suatu area tampak

berubah warna, diskolorasi dapat terjadi tanpa disebabkan oleh pigmen yang

sesungguhnya melainkan oleh deposisi atau akumulasi dari substansi organik atau

anorganik seperti logam atau metabolit obat. Lesi pigmentasi pada mukosa oral

dapat dibedakan berdasarkan substansi yang menyebabkan pewarnaan dan

berdasarkan manifestasi klinisnya (Greenberg and Glick, 2008).

Substansi yang dapat menimbulkan lesi pigmentasi pada mukosa oral dibagi

menjadi dua yaitu endogen dan eksogen. Hemoglobin, hemosiderin, dan melanin

merupakan substansi endogen yang paling umum menyebabkan perubahan warna

pada mukosa (Tabel 3.1). Lisisnya eritrosit menyebabkan hemoglobin atau

hemosiderin pada lapisan submukosa sehingga terjadi penampakan merah, biru,

atau coklat. Melanin, yang disintesis oleh melanosit, dapat menimbulkan warna

coklat, biru, atau hitam, dan hal ini umumnya bergantung pada jumlah melaninnya

dan lokasinya pada jaringan (Greenberg and Glick, 2008).

12
13

Substansi eksogen (Tabel 3.2) yang dapat menyebabkan lesi pigmentasi

biasanya terdeposit secara traumatik dan langsung ke jaringan submukosa. Pada

beberapa kasus, substansi tersebut dapat tertelan, diabsorpsi, didistribusikan secara

hematogen, kemudian mengendap di jaringan ikat. Pada kasus lain, substansi

tersebut juga dapat menstimulasi produksi melanin sehingga memicu perubahan

warna. Bakteri chromogenic juga dapat menyebabkan pigmentasi pada mukosa oral

khususnya di dorsal lidah. Pigmentasi eksogen juga dapat dipicu oleh makanan dan

minuman tertentu (Greenberg and Glick, 2008).

Tabel 3.1 Sumber Endogen Penyebab Pigmentasi Mukosa Oral (Greenberg and Glick,
2008)

Sumber Etiologi Contoh lesi


Vaskular Perkembangan, Varicosis, hemangioma,
hamartoma, lymphangioma, angiosarcoma,
neoplasma, genetik, Kaposi’s sarcoma, hereditary
autoimun hemorrhagic telangiectasia, sindrom
CREST
Hemoragi Trauma, idiopatik, Hematoma, ekimosis, purpura,
terekstravasasi, genetik, inflamasi, petechiae, vaskulitis,
hemosiderin autoimun hemochromatosis
Melanin Fisiologis, Makula melanotik, ephelis, actinic
perkembangan, lentigo, nevus melanotik, melanoma
idiopatik, neoplasma, malignan, pigmentasi fisiologis,
obat-obatan, hormon, chloroquine-induced pigment, lichen
genetik, autoimun, planus pigmentosus, pigmentasi
infeksi Laugier-Hunziker, smoker’s
melanosis, fibrosa oral submukosa,
Peutz-Jeghers, insufisiensi adrenal,
sindrom Cushing’s, HIV/AIDS
Bilirubin Trauma, alkohol, Jaundice
infeksi, neoplasma,
genetik, autoimun
14

Tabel 3.2 Sumber Eksogen Penyebab Pigmentasi Mukosa Oral (Greenberg and Glick,
2008)

Sumber Etiologi Contoh lesi


Logam Iatrogenik, obat- Amalgam tattoo, chrysiasis, black
obatan, lingkungan tongue, pigmentasi logam berat
Grafit atau tinta Trauma, factitious, Graphite tattoo
adat istiadat
Bakteri Oral hygiene buruk, Hairy tongue
antibiotic
Senyawa obat Obat-obatan Minocyline-induced pigment
Derivatif Factitious, adat Ornamental tattoo, orange mouth
tanaman istiadat

Lesi pigmentasi pada mukosa oral juga dapat diklasifikasikan secara klinis

menurut warna dan distribusinya (Tabel 3.3). Terdapat 3 kelompok lesi pigmentasi

yang dibedakan menurut warnanya yaitu lesi biru/ungu, lesi coklat, serta lesi

abu/hitam. Lesi pigmentasi juga dapat berupa lesi fokal, lesi difus, dan lesi

multifocal (Greenberg and Glick, 2003).

Tabel 3.3 Lesi Pigmentasi berdasarkan Klasifikasi Klinis (Greenberg and Glick, 2003)

Distribusi
Warna
Fokal Difus Multifokal
Biru/ Varicosis, Hemangioma Kaposi’s sarcoma, hereditary
Ungu hemangioma hemorrhagic telangiectasia
Coklat Makula Ekimosis, Pigmentasi fisiologis, smoker’s
melanotik, melanoma, melanosis, hemokromatosis,
nevus, drug-induced lichen planus, Addison’s disease,
melanoma pigmentation, drug-induced pigmentation,
hairy tongue sindrom Peutz-Jeghers, petechia
Abu/ Amalgam Amalgam Heavy-metal ingestion
Hitam tattoo, tattoo, pigmentation
graphite melanoma,
tattoo, nevus, hairy tongue
melanoma
15

Manifestasi dari pigmentasi mukosa oral bermacam-macam, dari makula

fokal hingga tumor yang difus dan luas. Warna, durasi, lokasi, jumlah, distribusi,

ukuran, dan bentuk lesi pigmentasi dapat menjadi penting dalam menegakkan

diagnosis. Anamnesa secara saksama mengenai riwayat perawatan dental, medis,

riwayat penyakit keluarga serta kebiasaan sosial menjadi penting dalam

menentukan diagnosis yang akurat. Pemeriksaan laboratori seperti biopsi dapat

diperlukan untuk menunjang diagnosis. Dengan demikian, pemahaman mengenai

bermacam-macam kelainan dan substansi yang dapat berkontribusi dalam

pigmentasi mukosa oral dan perioral menjadi penting untuk evaluasi, diagnosis, dan

penatalaksanaan pasien (Greenberg and Glick, 2008).

3.2 Mekanisme Pigmentasi

Melanin dibentuk oleh melanosit dengan enzim tirosinase yang berperan

penting dalam proses pembentukannya. Melanocyte stimulating hormone berperan

mengatur melanosit yang akan memproduksi melanin. Enzim tirosinase dibentuk

dalam ribosom. Ribosom adalah suatu organel sel yang menempel pada retikulum

endoplasma kasar (REK). Ribosom merupakan tempat sintesis protein dan protein

tersebut akan ditransfer dalam bentuk enzim atau hormon. Pada mekanisme ini

protein yang disintesis akan menjadi enzim tirosinase dan melanosit akan

diakumulasi dalam vesikel yang dibentuk oleh kompleks golgi (Junquiera, et al.,

2003).
16

Gambar 3.1 Diagram Melanogenesis

Selama tumbuh kembang, stem sel melanotik bermigrasi dari neural crest

ke epidermis dan membran mukosa. Stem sel melanosit memiliki kemampuan

untuk memperbaharui diri dan berdiferensiasi sehingga dapat mempertahankan

populasi melanosit yang matur. Sel melanosit yang mengandung melanin ada pada

lapisan sel basal epitel bahkan pada mukosa oral yang tidak menunjukkan adanya

tanda pigmentasi melanin. Sel melanosit pada rongga mulut dapat memproduksi

melanin atau tidak namun jumlah melanin yang diproduksi oleh sel melanosit

ditentukan oleh faktor genetik. Fungsi melanosit masih belum dapat dipastikan

namun melanin diproduksi untuk menentukan warna kulit, rambut, dan mata, serta

menyediakan perlindungan dari agen stressor seperti radiasi sinar UV, reactive

oxygen species (ROS), serta radikal bebas yang ada di lingkungan sekitar. Melanin

juga memiliki kemampuan untuk menangkap ion logam dan mengikat substansi

obat-obatan serta molekul organik.


17

Warna kulit dan oral mukosa secara genetik ditentukan oleh jumlah dan

ukuran melanosom serta tipe melaninnya (eumelanin/pheomelanin) yang

diproduksi oleh masing-masing individu. Faktor lingkungan hanya berperan

sebagai modifying factor pada warna kulit dan mukosa walaupun pada skala

evolusioner pengaruh lingkungan memiliki efek yang lebih besar (Feller, 2014).

3.3 Smoker’s Melanosis

3.3.1 Definisi

Smoker’s Melanosis merupakan suatu pigmentasi oral yang memiliki ciri

makula berwarna kecoklatan, disebabkan karena meningkatnya produksi melanin

oleh melanosit dan letaknya dengan lapisan sel basal dan lamina propria,

pigmentasinya bersifat reversibel walaupun biasanya hilang setelah betahun-tahun

atau setelah berhenti kebiasaan merokok (Greenberg and Glick 2008; Tarakji, 2014)

3.3.2 Etiologi

Hedin et al. menyatakan bahwa merokok dapat menyebabkan pigmentasi

mukosa oral pada individu dengan warna kulit terang dan memperjelas pigmentasi

yang telah ada pada individu dengan warna kulit gelap. Para peneliti telah

menemukan bahwa adanya peranan pigmentasi melanin diakumulasi oleh macam-

macam obat seperti nikotin (bahan campuran polyacylic) yang terkandung dalam

sebatang rokok. Ketika nikotin berperan dalam afinitas melanin di rambut, juga

berperan dalam afinitas melanin yang terdapat pada kulit dan jaringan lainnya

(seperti mukosa mulut). Nikotin yang terdapat dalam sebatang rokok akan

menstimulasi secara langsung melanocytes untuk meproduksi melanosomes,


18

dimana akan menghasilkan peningkatan endapan pigmen melanin pada basil

melanosis dengan berbagai macam jumlah takaran melanin. Melanosis rongga

mulut terjadi pengendapan melanin dalam lapisan sel basal pada lapisan epitelium

mukosa mulut. Peningkatan produksi melanin terjadi sebagai pertahanan tubuh

secara biologis terhadap agen beracun yang terdapat pada rokok. Smoker’s

melanosis terjadi pada 21,5% perokok (Greenberg and Glick 2008; Tarakji, 2014)

Pigmentasi melanin pada membran mukosa mulut secara normal dilihat

mengelilingi daerah mukosa. Melanosis rongga mulut adalah suatu lesi yang

bersifat reversibel, dapat hilang apabila menghentikan kebiasaan merokok. Smoker

melanosis yang terjadi pada golongan etnis kulit hitam maupun kulit putih, dimana

meningkatnya pigmentasi yang berhubungan langsung dengan kebiasaan merokok

(banyaknya jumlah rokok yang dihisap setiap hari, jenis rokok yang dihisap, lama

merokok dan cara seseorang menghisap rokok). Pigmentasi gingiva meningkat

sebanding dengan konsumsi tembakau. Adanya hipotesis yang didapatkan bahwa

kemungkinan nikotin menstimulasi aktivitas melanosit dan produksi melanin atau

berhubungan dengan ikatan melanin yang berbahaya pada rokok tembakau. Telah

terbukti bahwa keparahan pigmentasi berbanding lurus dengan durasi merokok dan

jumlah rokok (Greenberg and Glick 2008; Tarakji, 2014).

3.3.3 Gambaran Klinis

Gambaran klinis yang terlihat pada smokerr’s melanosis adalah bercak

coklat difus yang ukurannya beberapa sentimeter dan biasanya terdapat pada

gingiva anterior mandibula dan mukosa pipi. Pada perokok pipa menunjukkan
19

pigmentasi pada mukosa bukal. Smoker's melanosis dapat menjadi tanda klinis

untuk mengidentifikasi riwayat kebiasaan merokok pada pasien (Tarakji, 2014).

Gambar 3.1 Smoker’s Melanosis (http://emedicine.medscape. com/article/1077501-


clinical#b2)

3.3.4 Diagnosis Banding

1. Pigmentasi Fisiologis

Pigmentasi fisiologis merupakan lesi pigmentasi mukosa oral difus atau

multifokal yang paling umum terjadi. Pigmentasi fisiologis ini berhubungan dengan

ras sehingga dikenal juga dengan sebutan racial pigmentation. Individu berkulit

gelap seperti ras Asia, Amerika Selatan, Afrika, dan Mediterania sering terdapat

hiperpigmentasi pada mukosa oralnya, mulai dari bercak kecil hingga pigmentasi

yang menyeluruh. Pigmentasi fisiologis terdistribusi secara simetris khususnya

pada gingiva dan mukosa bukal. Pigmentasi fisiologis dapat juga timbul pada

palatum keras, bibir, dan lidah sebagai bercak coklat berbatas jelas (Greenberg and

Glick 2008; Tarakji, 2014).

Pigmentasi fisiologis diduga merupakan keadaan yang timbul secara

genetik (Ghom, 2014). Penyebab lain timbulnya pigmentasi fisiologis adalah

peningkatan pigmentasi pada mukosa. Peningkatan pigmentasi tersebut terjadi

bukan karena peningkatan jumlah sel melanosit melainkan karena terjadi


20

peningkatan aktivitas sel melanosit tersebut. Derajat pigmentasi pada mukosa oral

berhubungan langsung dengan pigmentasi pada kulit seorang individu. Individu

dengan warna kulit terang memiliki gingiva tanpa pigmentasi namun individu

dengan warna kulit gelap memiliki kemungkinan gingiva terpigmentasi yang sangat

tinggi (Mallikarjuna, 2013; Tarakji, 2014). Adapun kontroversi mengenai

hubungan antara usia dengan pigmentasi mukosa oral. Steigmann and Amir et al.

menyatakan bahwa pigmentasi terjadi pada saat usia anak dini namun menurut

Prinz menyatakan bahwa pigmentasi fisiologis tidak terjadi pada anak-anak dan

baru tampak secara klinis setelah usia pubertas (Ghom, 2014).

Lesi pigmentasi fisiologis tampak sebagai lesi berbentuk seperti pita

berwarna coklat, bilateral, simetris, dan berbatas jelas. Pigmentasi fisiologis paling

sering ditemukan pada gingiva, khususnya gingiva cekat. Lesi timbul secara

persisten dan tidak mengubah struktur anatomi normal seperti stippling gingiva.

Warna lesi beragam dari coklat muda hingga coklat tua, bergantung pada jumlah

produksi melanin dan lokasi (kedalaman) pigmen (Ghom, 2014; Tarakji, 2014).

Gambar 3.2 Pigmentasi Fisiologis (Greenberg and Glick, 2008)

Pigmentasi fisiologis bukan merupakan keadaan patologis dan dianggap

sebagai variasi normal. Namun bagi beberapa pasien, penampakan diskolorasi

kecoklatan tersebut, walaupun terjadi secara intra oral, dapat mengganggu estetik.

Dengan demikian, intervensi bedah dapar diperlukan. Cryotherapy, gingivektomi,


21

dan terapi laser telah digunakan untuk menghilangkan mukosa oral yang

terpigmentasi. Efek perawatan tersebut hanya bersifat sementara karena pigmentasi

bersifat rekuren (Greenberg and Glick, 2008, Ghom 2014).

2. Drug-Induced Melanosis

Bermacam-macam obat-obatan dapat memicu pigmentasi pada mukosa

oral. Pigmentasi tersebut dapat berukuran besar namun terlokalisasi (biasanya

palatum keras) atau berupa multifocal pada seluruh rongga mulut dan biasanya

berwarna kecoklatan. Lokasi yang sering terjadi pada palatum, lidah, mukosa bukal,

dan ginggiva. Lesinya datar dan tidak disertai nodul atau pembengkakan. Beberapa

obat yang dapat memicu pigmentasi antara lain adalah antimalaria, obat penenang,

minocycline, azidothymidine, ketoconazole, phenolphthalein, dan lain-lain. Obat-

obatan tersebut juga biasa digunakan untuk pengobatan gangguan autoimun.

Minocycline digunakan untuk obat jerawat juga bisa menyebabkan pigmentasi oral.

Terkadang kontrasepsi oral dan kehamilan juga terkait dengan hiperpigmentasi

kulit wajah terutama daerah periorbital atau perioral. Selain pada mukosa oral,

pigmentasi juga timbul pada kulit dan kuku. Penyebab lesi pigmentasi yang dipicu

oleh obat-obatan masih belum diketahui dan lesi dapat bertahan untuk beberapa saat

setelah penggunaan obat dihentikan (Greenberg and Glick, 2008).


22

Gambar 3.4 Minocylcine-induced pigmentation (https:// dental.washington.edu)

3. Addison’s Disease

Addison’s disease merupakan keadaan insufisiensi adrenokortikal yang

disebabkan oleh infeksi granulomatosa korteks adrenal atau destruksi korteks

adrenal akibat autoimun. Hal ini berpengaruh terhadap fungsi glukokortikoid dan

mineralokortikoid (Greenberg and Glick, 2008). Pigmentasi mukosa oral yang

berkairan dengan Addison's disease berkembang saat dewasa dan biasanya disertai

manifestasi sistemik seperti keletihan, mual dan muntah, nyeri abdominal,

konstipasi atau diare, berat badan menurun, dan tekanan darah rendah (Said, 2011).

Kurangnya hormon adrenokortikal pada darah akan menstimulasi hormon

ACTH oleh kelenjar pituitari. Peningkatan produksi ACTH memicu hormon yang

menstimulasi melanosit sehingga timbul pigmentasi difus pada kulit dan mukosa

oral. Lesi pigmentasi pada mukosa oral tampak sebagai bercak coklat seperti

perunggu pada gingiva, bukal, palatum, dan lidah yang dapat menyerupai

pigmentasi fisiologis.

Terapi yang adekuat menghasilkan hilangnya weakness, malaise dan

kelelahan. Anoreksia dan gejala gastrointestinal terselesaikan, dan berat badan

kembali normal. Hiperpigmentasi tanpa kecuali juga mengalami perbaikan tapi


23

tidak hilang sepenuhnya. Pemberian kortisol yang tidak adekuat mengakibatkan

symptom yang sama pada insufisiensi adrenal, dan pigmentasi berlebih akan bersisa

(Said,2011).

Gambar 3.5 Pigmentasi pada Pasien dengan Addison’s Disease (Greenberg and Glick,
2008)

4. Melanoma Malignan

Oral melanoma malignant sangat jarang terjadi (insidensi kurang dari 1%)

namun oral melanoma malignan dapat menjadi agresif dan berkembang menjadi

melanoma pada kulit. Melanoma adalah neoplasma ganas dari melanosit yang

dapat terjadi dalam rongga mulut. Terjadi kira-kira dua kali lebih sering pada pria

daripada wanita dan terutama pada orang diatas usai 50 tahun. Telah dilaporkan

kira-kira 30 persen melanoma timbul dari lesi-lesi berpigmen yang ada

sebelumnya, terutama pada orang-orang dengan riwayat utama.

Oral melanoma malignan dapat timbul pada berbagai jenis mukosa namun

paling sering terjadi di daerah lingir alveolar atas, palatum, ginggiva anterior dan

mukosa bibir. Oral melanoma malignant tidak memiliki gambaran klinis yang

khusus. Pada awalnya, melanoma adalah bercak kecil, sedikit menimbul, tetapi

keagresifannya menyebabkan pertumbuhan cepat dalam semua arah. Akhirnya


24

terlihat sebagai lesi gelap, menonjol dan tak dapat digerakkan. Ciri klinis utama

yang membedakannya meliputi warna-warna yang multiple (kombinasi merah

bersama dengan biru-hitam dan putih paling tidak menyenangkan), perubahan

ukuran, tepi yang tidak teratur dan tidak jelas, lesi-lesi tambahan timbul di sekitar

lesinya, tanda-tanda radang seperti daerah perifer yang merah, perdarahan ulserasi,

keras pada palpasi, kelenjar-kelenjar limfe regional yang keras sekali. Namun

adapun beberapa lesi yang asimtomatik dan tidak disadari dalam waktu yang cukup

lama (Greenberg and Glick, 2008).

Eksisi dengan margin lebar merupakan pilihan perawatan, ketika nodularity

meningkat, tetapi, lesi telah bermetasis. Computed tomography dan resonansi

magnetic imaging studies harus dilakukan untuk memeriksa daerah metastasis ke

submandibular dan cervical lymph nodes. Berbagai kemoterapi dan immunoterapi

dapat digunakan ketika metastasi teridentifikasi (Greenberg and Glick, 2008).

Gambar 3.6 Oral Melanoma Malignan (Bruch and Treister, 2010)


25

Tabel 3.4 Perbandingan diagnosis dan diagnosis banding

Smoker’s Pigmentasi Drug induced Addison’s Melanoma

Melanosit Fisiologis melonosis disease Malignan

Etiologi Komponen Aktivitas - Obat Insufiensi - Iritasi kronis/


rokok memacu normal antimalaria adrenal trauma
melanosit melanosit - Obat penenang - Terpapar UV
- Minocycline
- Ketoconazole
- Kontrasepsi
oral
Lokasi - Gingiva - Gingiva Cekat - Palatum keras - Gingival - Gingiva
Anterior - Kuku - Mukosa Anterior
- Mukosa bukal - Kulit Bukal - Palatum Keras
- Palatum keras - Palatum - Mukosa
- Lidah Labial
Manifesta - Berwarna - Berwarna - Berwarna abu - Bercak coklat - Berwarna
coklat kecoklatan abu kecoklatan seperti coklat
si Klinis kehitaman - Berbentuk - Datar perunggu kehitaman/
- Difus seperti pita - Terlokalisir - Disertai gejala kebiruan
- Disertai - Simetris dan sistemik - Berbatas
halitosis dan bilateral seperti mual, irregular
gigi berwarna - Berbatas jelas diare, berat - Difus
coklat badan ↓, - Berkembang
tekanan darah cepat
↓ dan mudah - Terasa nyeri
lelah - Terdapat
ulserasi
Perawata Berhenti Bila Pigmentasi akan Terapi adekuat Eksisi,
merokok mengganggu tetap bertahan untuk penyakit chemotherapy,
n estetik dapat selama Addison dan
dilakukan penggunaan obat immunotherapy
gingivektomi, tidak dihentikan
cryotherapy,
laser

3.3.5 Perawatan

Perawatan yang dilakukan adalah menyuruh pasien untuk berhenti merokok

karena alasan kesehatan. Berhenti merokok biasanya menunjukkan hilangnya

melanosis selama beberapa periode sampai beberapa tahun. Program berhenti


26

merokok dengan konsutasi dan dibantu oleh lingkungan keluarga akan memberikan

keuntungan (Tarakji, 2014).

3.3.5.1 Deepitelisasi

1. Teknik Scalpel

Prosedur deepitelisasi menggunakan teknik scalpel merupakan teknik

pembedahan untuk membuang epitel gingiva bersama dengan selapis jaringan ikat

di bawahnya. Teknik ini dilakukan di bawah anestesi local yang adekuat. Epitel

baru yang terbentuk merupakan epitel yang tidak terpigmentasi. Deepitelisasi

menggunakan teknik scalpel merupakan teknik yang relatif sederhana, efektif, serta

paling ekonomis. Teknik ini tidak memerlukan peralatan yang canggih, mudah

dilakukan, serta memerlukan usaha dan waktu yang minimal. Masa penyembuhan

dari teknik ini lebih cepat daripada teknik lainnya. Teknik ini dapat menyebabkan

perdarahan saat atau setelah pembedahan sehingga lamina propria perlu ditutup

dengan periodontal dressing selama 7-10 hari. Teknik ini juga memiliki

kemungkinan terjadinya infeksi atau rekurensi (Khatariya, 2011).

2. Teknik Abrasi Gingiva dengan Bur Diamond

Proses penyembuhan dari teknik abrasi gingiva menggunakan bur diamond

ini serupa dengan teknik scalpel. Teknik ini juga cukup sederhana, aman, serta tidak

bersifat agresif sehingga dapat dilakukan dengan mudah dan dengan segera diulangi

untuk mengeliminasi repigmentasi residual. Teknik bur juga cukup ekonomis

karena tidak memerlukan peralatan yang canggih. Penatalaksanaan sebelum dan

sesudah prosedur serupa dengan teknik scalpel. Hal yang perlu diperhatikan adalah

untuk control kecepatan dan tekanan bur agar tidak menimbulkan abrasi jaringan
27

yang tidak diinginkan. Perlu dilakukan tekanan minimal dengan gerakan brushing

ringan dengan irigasi salin yang berlimpah tanpa menempatkan bur di satu area agar

menghasilkan hasil yang optimal (Khatariya, 2011; Murthy, 2012).

3.3.5.2 Gingivektomi

Pembuangan jaringan margin gingiva atau seluruh bagian gingiva cekat

dengan metode gingivektomi dapat dilakukan untuk mengeliminasi pigmentasi

(menggunakan push back technique). Kelemahan dari metode ini adalah timbulnya

alveolar bone loss, penyembuhan yang lama, nyeri, dan ketidaknyamanan akibat

tereksposnya tulang. Depigmentasi gingiva dilakukan dengan cara mengganti flap

(push back technique) dan dilaporkan bahwa melanosit menjadi kehilangan

kemampuannya untuk memproduksi dan mentransfer melanin ke keratinosit untuk

sementara (Khatariya, 2011).

3.3.5.3 Electrosurgery

Energi elektrik diduga dapat menyebabkan disintegrasi molecular dari sel

melanin sehingga teknik electrosurgery memiliki pengaruh dalam menghambat

migrasi sel melanin. Teknik electrosurgery memerlukan keahlian yang lebih

daripada teknik lainnya. Aplikasi yang berkepanjangan atau diulang dapat memicu

akumulais panas dan menyebabkan destruksi jaringan (Khatariya, 2011).

3.3.5.4 Cryosurgery

Cryosurgery merupakan metode penghancuran jaringan dengan cara

membekukan jaringan secara cepat (rapid freezing) menggunakan nitrogen cair.

Sitoplasma sel membeku sehingga protein mengalami denaturasi dan akhirnya sel

tersebut mengalami kematian. Teknik ini tidak memerlukan penggunaan anestesi


28

local atau periodontal dressing, relatif tidak sakit, dan menunjukkan hasil yang baik

serta bertahan selama beberapa tahun (Khatariya, 2011).

3.3.5.5 Chemoexfoliation

Chemoexfoliation merupakan metode yang menghancurkan lapisan

epidermis dan/atau dermis menggunakan agen pengelupas dari bahan kimia. Agen

pengelupas tersebut bermacam-macam seperti fenol, asam salisilat, asam glycolic,

asam triklorasetik, dan lainnya (Khatariya, 2011).

3.3.5.6 Laser

Metode laser merupakan singkatan dari light amplification by stimulated

emission of radiation. Metode ini menggunakan media Nd/YAG (neodymium-

yttrium-aluminum-garnet), CO2, argon, dan rubi. Teknik laser memiliki

keuntungan penyembuhan yang cepat seperti teknik scalpel dan perdarahan

minimal seperti electrosurgery. Penanganan one-step laser biasanya cukup untuk

mengeliminasi gingiva yang terpigmentasi dan tidak memerlukan periodontal

dressing. Teknik laser memiliki keuntungan penanganan yang mudah, perawatan

yang singkat, hemostasis, efek sterilisasi, serta koagulasi yang baik. Kerugian dari

teknik laser yaitu dapat terjadi delayed inflammation reaction dengan

ketidaknyamanan post-operatif selama 1-2 minggu. Regenerasi epitel juga dapat

tertunda jika dibandingkan dengan prosedur bedah konvensional. Selain itu, teknik

laser memerlukan peralatan yang canggih sehingga harganya mahal (Khatariya,

2011; Murthy, 2012).


BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kunjungan pertama tanggal 3 Mei 2018, pasien datang dengan keluhan

gusi depan atas dan bawah terlihat berwarna coklat kehitaman. Pasien merasa

keluhannya tersebut mulai mucul sejak 6 tahun yang lalu. Pasien memiliki

kebiasaan merokok dari sejak 6 tahun yang lalu hingga sekarang. Setiap hari pasien

mengonsumsi rokok sebanyak 16 batang per hari. Pasien belum pernah ke dokter

gigi untuk mengobati keluhannya tersebut. Pasien mengaku tidak ada anggota

keluarga yang memiliki keluhan yang sama. Pasien ingin keluhannya diobati.

Pada pemeriksaan klinis terdapat lesi hiperpigmentasi makula berwarna

coklat-kehitaman pada gingiva di seluruh regio, difus, tepi ireguler, dan datar.

Berdasarkan anamnesis serta pemeriksaan klinis, diagnosis mengarah pada smokers

melanosis. Pasien diberikan penjelasan mengenai tanda-tanda perubahan lesi ke

arah keganasan seperti adanya perubahan bentuk dan massa yang membesar,

menonjol tidak dapat digerakkan, pertumbuhan cepat dalam semua arah dan terasa

nyeri. Pasien kontrol 1 minggu kemudian agar lesi dapat dipantau dan

diinstruksikan berhenti merokok.

Kurang percaya diri karena warna kehitaman kecoklatan pada gingival dan

mukosa oral yang mengganggu estetik sering dikeluhkan pasien. Pasien sekarang

memiliki harapan yang tinggi terhadap estetik karena mendukung senyum yang

indah dan percaya diri yang tinggi (Mokeem, 2006).

29
30

Smoker’s Melanosis merupakan suatu pigmentasi oral yang memiliki ciri

makula berwarna kecoklatan difus, disebabkan karena meningkatnya produksi

melanin oleh melanosit dan letaknya dengan lapisan sel basal dan lamina propria.

Hedin et al. menyatakan bahwa merokok dapat menyebabkan pigmentasi mukosa

oral pada individu dengan warna kulit terang dan memperjelas pigmentasi yang

telah ada pada individu dengan warna kulit gelap. Nikotin yang terdapat dalam

sebatang rokok akan menstimulasi secara langsung melanocytes untuk meproduksi

melanosomes, dimana akan menghasilkan peningkatan endapan pigmen melanin

pada basal melanosis dengan berbagai macam jumlah takaran melanin.

Peningkatan produksi melanin terjadi sebagai pertahanan tubuh secara biologis

terhadap agen beracun yang terdapat pada rokok. Telah terbukti bahwa keparahan

pigmentasi berbanding lurus dengan durasi merokok dan jumlah rokok (Greenberg

and Glick, 2008; Bruch and Treister, 2010).

Diagnosa banding seperti drug induced pigmentation dieliminasi karena

dari anamnesa diketahui bahwa pasien tidak mengonsumsi obat-obatan tertentu.

Diagnosa pigmentasi fisiologis dieliminasi karena dari pemeriksaan intraoral

diketahui bahwa gambaran klinis lesi pigmentasi pada mukosa gingiva tidak

menunjukan bercak berbatas jelas, simetris, bilateral namun pada pasien ini bercak

kecoklatan difus. Diagnosa addison disease dieliminasi karena pasien tidak

memiliki riwayat insufisiensi adrenokortikal, tidak ada manifestasi sistemik, dan

lesi berwarna coklat seperti perunggu. Diagnosa oral melanoma malignan

dieliminasi karena pasien tidak menunjukkan gambaran klinis lesi bercak menonjol,
31

perubahan ukuran, palpasi keras, dan tidak ada riwayat iritasi kronis/trauma

(Greenberg and Glick, 2008; Said, 2011; Ghom, 2014).

Perawatan smokers melanosis dapat berupa teknik deepitelisasi,

gingivektomi, electrosurgery, cryosurgery, chemoexfoliation, dan laser.

Deepitelisasi merupakan tindakan membuang epitel gingiva bersama selapis

jaringan ikat. Gingivektomi adalah tindakan membuang jaringan margin gingiva

atau seluruh bagian gingiva cekat. Electrosurgery menggunakan energi elektrik

sehingga menghambat migrasi sel melanin. Cryosurgery merupakan metode

penghancuran jaringan dengan cara membekukan jaringan secara cepat (rapid

freezing) menggunakan nitrogen cair. Chemoexfoliation merupakan metode yang

menghancurkan lapisan epidermis dan/atau dermis menggunakan agen pengelupas

dari bahan kimia. Teknik laser dapat mengeliminasi gingiva yang terpigmentasi.

Pasien menolak untuk dilakukan salah satu teknik yang disebutkan, dan pasien

memilih untuk mengurangi jumlah rokok yang dihisap per hari.

Pasien datang untuk kontrol 1 minggu. Pasien sudah mengurangi jumlah

rokok yang dikonsumsi sebanyak 9 rokok perhari, jadi sekarang pasien hanya

mengkonsumsi rokok sebanyak 7 rokok perhari. Pasien merasa warna kecoklatan

pada gusinya masih sama seperti pertama kali datang, tidak bertambah ataupun

berkurang. Pasien diberikan penjelasan mengenai perlunya berhenti merokok dan

instruksi untuk datang kembali apabila terdapat keluhan dan muncul tanda

perubahan lesi kearah keganasan.


BAB V

KESIMPULAN

5.1 KESIMPULAN

Smoker’s Melanosis merupakan suatu pigmentasi oral yang memiliki ciri

makula berwarna kecoklatan, disebabkan karena meningkatnya produksi melanin

oleh melanosit dan letaknya dengan lapisan sel basal dan lamina propria,

pigmentasinya bersifat reversibel walaupun biasanya hilang setelah betahun-tahun

atau setelah berhenti kebiasaan merokok. Kandungan nikotin dalam rokok

mempengaruhi produksi pigmen melanin dalam rongga mulut.

5.2 SARAN

Perlunya seorang perokok menghentikan total kebiasaan merokok sehingga

dapat menghilngkan pigmentasi smoker’s melanosis.

32
DAFTAR PUSTAKA

Bruch, J.M. and N.S. Treister. 2010. Clinical Oral Medicine and Oral Pathology.
Boston: Humana Press.
Feller, L. et al. 2014. Melanin: the biophysiology of oral melanocytes and physiological
oral pigmentation. Head & Face Medicine. 10(8): 1-7.
Ghom, A. G. and S.A Ghom. 2014. Textbook of Oral Medicine 3rd Ed. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd.
Gondak R.O., et al. 2012. Oral pigmented lesions: Clinicopathologic feature and
review of the literature. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 17(6): 919-924.
Greenberg, M.S. and Michael Glick. 2003. Burket’s Oral Medicine. 10th Ed. Hamilton:
BC Decker Inc.
Greenberg, M.S. and Michael Glick. 2008. Burket’s Oral Medicine. 11th Ed. Hamilton:
BC Decker Inc.
Junquiera, L.C; Carneiro, J.; Kelley, R.O., 2003. Basic Histology 10th Ed. Washington:
Lange.
Kaur, H. et al. 2015. Oral pigmentation. International Dental & Medical Journal of
Advanced Research. 1:1-7.
Khatariya, R. et al. 2011. Split mouth de-epithelization techniques for gingival
depigmentation: A case series and review of literature. Journal of Indian
Society of Periodontology. 15(2): 161–168.
Mallikarjuna K., et al. 2013. Unusual extensive physiologic melanin pigmentation of
the oral cavity: A clinical presentation. Jisppd. 31(2): 121-125.
Mokeem SA. 2006. Management of Gingival Hiperpigmentation by Surgical Abrasion.
Report of Three Case. Saudi Dental Journal; 18 : 162-66.
Murthy, B. et al. 2012. Treatment of gingival hyperpigmentation with rotary
abrasive, scalpel, and laser techniques: A case series. Journal of Indian
Society of Periodontology. 16(4): 614-619
Said, Alfin. et al. 2011. Penyakit Addison. Faculty of Medicine University of Syiah
Kuala.

33
34

Tarakji, et al. 2014. Diagnosis of oral pigmentations and malignant transformations.


Singapore Dental Journal. 35: 39-46.

Anda mungkin juga menyukai