Smokers Melanosis
Smokers Melanosis
MAKALAH
Oleh:
Della Lailasari
160112170102
Pembimbing:
NIP. 197701242014042001
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2019
JUDUL : PIGMENTASI SMOKER’S MELANOSIS
NAMA : Della Lailasari
NPM : 160112170102
Menyetujui :
Dosen pembimbing
NIP. 197701242014042001
DAFTAR ISI
i
ii
3.3.1 Definisi............................................................................................. 17
3.3.2 Etiologi............................................................................................. 17
PENDAHULUAN
membran mukosa yang normal maupun abnormal. Pigmentasi dapat terjadi karena
tubuh. Melanin memiliki warna coklat, abu-abu, atau hitam, dan paling sering
pada lapisan basal epitel. Pigmentasi eksogen dapat disebabkan oleh obat-obatan
atau logam. Lesi pigmentasi pada mukosa oral juga dapat dibedakan berdasarkan
Salah satu pigmentasi yang terdapat pada mukosa oral adalah smokers
meningkatnya produksi melanin oleh melanosit dan letaknya dengan lapisan sel
seorang pasien pria usia 24 tahun yang datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Usia : 24 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Bandung
2.1.2 Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan gusi depan atas dan bawah terlihat berwarna
coklat kehitaman. Pasien tidak merasakan sakit pada gusinya. Warna colat-
kehitaman pada gusinya mucul semenjak pasien mulai merokok yaitu kurang lebih
6 tahun lalu. Pasien merokok sebanyak 16 batang rokok per hari. Pasien belum
keluarga yang memiliki keluhan yang sama. Pasien terakhir ke dokter gigi 2 bulan
2
3
Hipertensi : YA / TIDAK
Asma/Alergi : YA / TIDAK
Hamil : YA / TIDAK
Kontrasepsi : YA / TIDAK
Lain-lain : YA / TIDAK
Tidak ada
Kesadaran : Composmentis
Suhu : Afebris
Pernafasan : 19 x/menit
Nadi : 80 x/menit
4
1. Kelenjar Limfe
Konjungtiva : Non-Anemis
Sklera : Non-Ikterik
Deviasi : ke kiri
2. Gingiva
Resesi : (-)
8. Tonsil : T1-T1
6
daerah eritema
Status Gigi
Radiologi : TDL
Darah : TDL
Mikrobiologi : TDL
1. D/ Smoker’s Melanosis
2. D/ Coated tongue
2.1.11 Prognosis
Baik
8
Usia : 24 Tahun
2.2.2 Anamnesis
Pasien sudah mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi sebanyak 9 rokok per hari
dan sudah sering menyikat lidah 2 kali sehari. Pasien merasa warna kecoklatan pada
gusinya masih sama seperti pertama kali datang, tidak bertambah ataupun
berkurang.
1. Kelenjar Limfe
Kalkulus : (-)
Stain : (-)
Radiologi : TDL
Darah : TDL
Mikrobiologi : TDL
D/ Smoker’s melanosis
2. Diperlukan kontrol kembali apabila ada tanda perubahan lesi kearah keganasan
11
TINJAUAN PUSTAKA
warnanya seperti coklat, biru, abu-abu, dan hitam. Diskolorasi yang terjadi biasanya
substansi pigmen endogen atau eksogen. Namun, walaupun suatu area tampak
berubah warna, diskolorasi dapat terjadi tanpa disebabkan oleh pigmen yang
sesungguhnya melainkan oleh deposisi atau akumulasi dari substansi organik atau
anorganik seperti logam atau metabolit obat. Lesi pigmentasi pada mukosa oral
Substansi yang dapat menimbulkan lesi pigmentasi pada mukosa oral dibagi
menjadi dua yaitu endogen dan eksogen. Hemoglobin, hemosiderin, dan melanin
atau coklat. Melanin, yang disintesis oleh melanosit, dapat menimbulkan warna
coklat, biru, atau hitam, dan hal ini umumnya bergantung pada jumlah melaninnya
12
13
warna. Bakteri chromogenic juga dapat menyebabkan pigmentasi pada mukosa oral
khususnya di dorsal lidah. Pigmentasi eksogen juga dapat dipicu oleh makanan dan
Tabel 3.1 Sumber Endogen Penyebab Pigmentasi Mukosa Oral (Greenberg and Glick,
2008)
Tabel 3.2 Sumber Eksogen Penyebab Pigmentasi Mukosa Oral (Greenberg and Glick,
2008)
Lesi pigmentasi pada mukosa oral juga dapat diklasifikasikan secara klinis
menurut warna dan distribusinya (Tabel 3.3). Terdapat 3 kelompok lesi pigmentasi
yang dibedakan menurut warnanya yaitu lesi biru/ungu, lesi coklat, serta lesi
abu/hitam. Lesi pigmentasi juga dapat berupa lesi fokal, lesi difus, dan lesi
Tabel 3.3 Lesi Pigmentasi berdasarkan Klasifikasi Klinis (Greenberg and Glick, 2003)
Distribusi
Warna
Fokal Difus Multifokal
Biru/ Varicosis, Hemangioma Kaposi’s sarcoma, hereditary
Ungu hemangioma hemorrhagic telangiectasia
Coklat Makula Ekimosis, Pigmentasi fisiologis, smoker’s
melanotik, melanoma, melanosis, hemokromatosis,
nevus, drug-induced lichen planus, Addison’s disease,
melanoma pigmentation, drug-induced pigmentation,
hairy tongue sindrom Peutz-Jeghers, petechia
Abu/ Amalgam Amalgam Heavy-metal ingestion
Hitam tattoo, tattoo, pigmentation
graphite melanoma,
tattoo, nevus, hairy tongue
melanoma
15
fokal hingga tumor yang difus dan luas. Warna, durasi, lokasi, jumlah, distribusi,
ukuran, dan bentuk lesi pigmentasi dapat menjadi penting dalam menegakkan
pigmentasi mukosa oral dan perioral menjadi penting untuk evaluasi, diagnosis, dan
dalam ribosom. Ribosom adalah suatu organel sel yang menempel pada retikulum
endoplasma kasar (REK). Ribosom merupakan tempat sintesis protein dan protein
tersebut akan ditransfer dalam bentuk enzim atau hormon. Pada mekanisme ini
protein yang disintesis akan menjadi enzim tirosinase dan melanosit akan
diakumulasi dalam vesikel yang dibentuk oleh kompleks golgi (Junquiera, et al.,
2003).
16
Selama tumbuh kembang, stem sel melanotik bermigrasi dari neural crest
populasi melanosit yang matur. Sel melanosit yang mengandung melanin ada pada
lapisan sel basal epitel bahkan pada mukosa oral yang tidak menunjukkan adanya
tanda pigmentasi melanin. Sel melanosit pada rongga mulut dapat memproduksi
melanin atau tidak namun jumlah melanin yang diproduksi oleh sel melanosit
ditentukan oleh faktor genetik. Fungsi melanosit masih belum dapat dipastikan
namun melanin diproduksi untuk menentukan warna kulit, rambut, dan mata, serta
menyediakan perlindungan dari agen stressor seperti radiasi sinar UV, reactive
oxygen species (ROS), serta radikal bebas yang ada di lingkungan sekitar. Melanin
juga memiliki kemampuan untuk menangkap ion logam dan mengikat substansi
Warna kulit dan oral mukosa secara genetik ditentukan oleh jumlah dan
sebagai modifying factor pada warna kulit dan mukosa walaupun pada skala
evolusioner pengaruh lingkungan memiliki efek yang lebih besar (Feller, 2014).
3.3.1 Definisi
oleh melanosit dan letaknya dengan lapisan sel basal dan lamina propria,
atau setelah berhenti kebiasaan merokok (Greenberg and Glick 2008; Tarakji, 2014)
3.3.2 Etiologi
mukosa oral pada individu dengan warna kulit terang dan memperjelas pigmentasi
yang telah ada pada individu dengan warna kulit gelap. Para peneliti telah
macam obat seperti nikotin (bahan campuran polyacylic) yang terkandung dalam
sebatang rokok. Ketika nikotin berperan dalam afinitas melanin di rambut, juga
berperan dalam afinitas melanin yang terdapat pada kulit dan jaringan lainnya
(seperti mukosa mulut). Nikotin yang terdapat dalam sebatang rokok akan
mulut terjadi pengendapan melanin dalam lapisan sel basal pada lapisan epitelium
secara biologis terhadap agen beracun yang terdapat pada rokok. Smoker’s
melanosis terjadi pada 21,5% perokok (Greenberg and Glick 2008; Tarakji, 2014)
mengelilingi daerah mukosa. Melanosis rongga mulut adalah suatu lesi yang
melanosis yang terjadi pada golongan etnis kulit hitam maupun kulit putih, dimana
(banyaknya jumlah rokok yang dihisap setiap hari, jenis rokok yang dihisap, lama
berhubungan dengan ikatan melanin yang berbahaya pada rokok tembakau. Telah
terbukti bahwa keparahan pigmentasi berbanding lurus dengan durasi merokok dan
coklat difus yang ukurannya beberapa sentimeter dan biasanya terdapat pada
gingiva anterior mandibula dan mukosa pipi. Pada perokok pipa menunjukkan
19
pigmentasi pada mukosa bukal. Smoker's melanosis dapat menjadi tanda klinis
1. Pigmentasi Fisiologis
multifokal yang paling umum terjadi. Pigmentasi fisiologis ini berhubungan dengan
ras sehingga dikenal juga dengan sebutan racial pigmentation. Individu berkulit
gelap seperti ras Asia, Amerika Selatan, Afrika, dan Mediterania sering terdapat
hiperpigmentasi pada mukosa oralnya, mulai dari bercak kecil hingga pigmentasi
pada gingiva dan mukosa bukal. Pigmentasi fisiologis dapat juga timbul pada
palatum keras, bibir, dan lidah sebagai bercak coklat berbatas jelas (Greenberg and
peningkatan aktivitas sel melanosit tersebut. Derajat pigmentasi pada mukosa oral
dengan warna kulit terang memiliki gingiva tanpa pigmentasi namun individu
dengan warna kulit gelap memiliki kemungkinan gingiva terpigmentasi yang sangat
hubungan antara usia dengan pigmentasi mukosa oral. Steigmann and Amir et al.
menyatakan bahwa pigmentasi terjadi pada saat usia anak dini namun menurut
Prinz menyatakan bahwa pigmentasi fisiologis tidak terjadi pada anak-anak dan
berwarna coklat, bilateral, simetris, dan berbatas jelas. Pigmentasi fisiologis paling
sering ditemukan pada gingiva, khususnya gingiva cekat. Lesi timbul secara
persisten dan tidak mengubah struktur anatomi normal seperti stippling gingiva.
Warna lesi beragam dari coklat muda hingga coklat tua, bergantung pada jumlah
produksi melanin dan lokasi (kedalaman) pigmen (Ghom, 2014; Tarakji, 2014).
kecoklatan tersebut, walaupun terjadi secara intra oral, dapat mengganggu estetik.
dan terapi laser telah digunakan untuk menghilangkan mukosa oral yang
2. Drug-Induced Melanosis
palatum keras) atau berupa multifocal pada seluruh rongga mulut dan biasanya
berwarna kecoklatan. Lokasi yang sering terjadi pada palatum, lidah, mukosa bukal,
dan ginggiva. Lesinya datar dan tidak disertai nodul atau pembengkakan. Beberapa
obat yang dapat memicu pigmentasi antara lain adalah antimalaria, obat penenang,
Minocycline digunakan untuk obat jerawat juga bisa menyebabkan pigmentasi oral.
kulit wajah terutama daerah periorbital atau perioral. Selain pada mukosa oral,
pigmentasi juga timbul pada kulit dan kuku. Penyebab lesi pigmentasi yang dipicu
oleh obat-obatan masih belum diketahui dan lesi dapat bertahan untuk beberapa saat
3. Addison’s Disease
adrenal akibat autoimun. Hal ini berpengaruh terhadap fungsi glukokortikoid dan
berkairan dengan Addison's disease berkembang saat dewasa dan biasanya disertai
konstipasi atau diare, berat badan menurun, dan tekanan darah rendah (Said, 2011).
ACTH oleh kelenjar pituitari. Peningkatan produksi ACTH memicu hormon yang
menstimulasi melanosit sehingga timbul pigmentasi difus pada kulit dan mukosa
oral. Lesi pigmentasi pada mukosa oral tampak sebagai bercak coklat seperti
perunggu pada gingiva, bukal, palatum, dan lidah yang dapat menyerupai
pigmentasi fisiologis.
symptom yang sama pada insufisiensi adrenal, dan pigmentasi berlebih akan bersisa
(Said,2011).
Gambar 3.5 Pigmentasi pada Pasien dengan Addison’s Disease (Greenberg and Glick,
2008)
4. Melanoma Malignan
Oral melanoma malignant sangat jarang terjadi (insidensi kurang dari 1%)
namun oral melanoma malignan dapat menjadi agresif dan berkembang menjadi
melanoma pada kulit. Melanoma adalah neoplasma ganas dari melanosit yang
dapat terjadi dalam rongga mulut. Terjadi kira-kira dua kali lebih sering pada pria
daripada wanita dan terutama pada orang diatas usai 50 tahun. Telah dilaporkan
Oral melanoma malignan dapat timbul pada berbagai jenis mukosa namun
paling sering terjadi di daerah lingir alveolar atas, palatum, ginggiva anterior dan
mukosa bibir. Oral melanoma malignant tidak memiliki gambaran klinis yang
khusus. Pada awalnya, melanoma adalah bercak kecil, sedikit menimbul, tetapi
terlihat sebagai lesi gelap, menonjol dan tak dapat digerakkan. Ciri klinis utama
ukuran, tepi yang tidak teratur dan tidak jelas, lesi-lesi tambahan timbul di sekitar
lesinya, tanda-tanda radang seperti daerah perifer yang merah, perdarahan ulserasi,
keras pada palpasi, kelenjar-kelenjar limfe regional yang keras sekali. Namun
adapun beberapa lesi yang asimtomatik dan tidak disadari dalam waktu yang cukup
3.3.5 Perawatan
merokok dengan konsutasi dan dibantu oleh lingkungan keluarga akan memberikan
3.3.5.1 Deepitelisasi
1. Teknik Scalpel
pembedahan untuk membuang epitel gingiva bersama dengan selapis jaringan ikat
di bawahnya. Teknik ini dilakukan di bawah anestesi local yang adekuat. Epitel
menggunakan teknik scalpel merupakan teknik yang relatif sederhana, efektif, serta
paling ekonomis. Teknik ini tidak memerlukan peralatan yang canggih, mudah
dilakukan, serta memerlukan usaha dan waktu yang minimal. Masa penyembuhan
dari teknik ini lebih cepat daripada teknik lainnya. Teknik ini dapat menyebabkan
perdarahan saat atau setelah pembedahan sehingga lamina propria perlu ditutup
dengan periodontal dressing selama 7-10 hari. Teknik ini juga memiliki
ini serupa dengan teknik scalpel. Teknik ini juga cukup sederhana, aman, serta tidak
bersifat agresif sehingga dapat dilakukan dengan mudah dan dengan segera diulangi
sesudah prosedur serupa dengan teknik scalpel. Hal yang perlu diperhatikan adalah
untuk control kecepatan dan tekanan bur agar tidak menimbulkan abrasi jaringan
27
yang tidak diinginkan. Perlu dilakukan tekanan minimal dengan gerakan brushing
ringan dengan irigasi salin yang berlimpah tanpa menempatkan bur di satu area agar
3.3.5.2 Gingivektomi
(menggunakan push back technique). Kelemahan dari metode ini adalah timbulnya
alveolar bone loss, penyembuhan yang lama, nyeri, dan ketidaknyamanan akibat
3.3.5.3 Electrosurgery
daripada teknik lainnya. Aplikasi yang berkepanjangan atau diulang dapat memicu
3.3.5.4 Cryosurgery
Sitoplasma sel membeku sehingga protein mengalami denaturasi dan akhirnya sel
local atau periodontal dressing, relatif tidak sakit, dan menunjukkan hasil yang baik
3.3.5.5 Chemoexfoliation
epidermis dan/atau dermis menggunakan agen pengelupas dari bahan kimia. Agen
3.3.5.6 Laser
yang singkat, hemostasis, efek sterilisasi, serta koagulasi yang baik. Kerugian dari
tertunda jika dibandingkan dengan prosedur bedah konvensional. Selain itu, teknik
PEMBAHASAN
Pada kunjungan pertama tanggal 3 Mei 2018, pasien datang dengan keluhan
gusi depan atas dan bawah terlihat berwarna coklat kehitaman. Pasien merasa
keluhannya tersebut mulai mucul sejak 6 tahun yang lalu. Pasien memiliki
kebiasaan merokok dari sejak 6 tahun yang lalu hingga sekarang. Setiap hari pasien
mengonsumsi rokok sebanyak 16 batang per hari. Pasien belum pernah ke dokter
gigi untuk mengobati keluhannya tersebut. Pasien mengaku tidak ada anggota
keluarga yang memiliki keluhan yang sama. Pasien ingin keluhannya diobati.
coklat-kehitaman pada gingiva di seluruh regio, difus, tepi ireguler, dan datar.
arah keganasan seperti adanya perubahan bentuk dan massa yang membesar,
menonjol tidak dapat digerakkan, pertumbuhan cepat dalam semua arah dan terasa
nyeri. Pasien kontrol 1 minggu kemudian agar lesi dapat dipantau dan
Kurang percaya diri karena warna kehitaman kecoklatan pada gingival dan
mukosa oral yang mengganggu estetik sering dikeluhkan pasien. Pasien sekarang
memiliki harapan yang tinggi terhadap estetik karena mendukung senyum yang
29
30
melanin oleh melanosit dan letaknya dengan lapisan sel basal dan lamina propria.
oral pada individu dengan warna kulit terang dan memperjelas pigmentasi yang
telah ada pada individu dengan warna kulit gelap. Nikotin yang terdapat dalam
terhadap agen beracun yang terdapat pada rokok. Telah terbukti bahwa keparahan
pigmentasi berbanding lurus dengan durasi merokok dan jumlah rokok (Greenberg
diketahui bahwa gambaran klinis lesi pigmentasi pada mukosa gingiva tidak
menunjukan bercak berbatas jelas, simetris, bilateral namun pada pasien ini bercak
dieliminasi karena pasien tidak menunjukkan gambaran klinis lesi bercak menonjol,
31
perubahan ukuran, palpasi keras, dan tidak ada riwayat iritasi kronis/trauma
dari bahan kimia. Teknik laser dapat mengeliminasi gingiva yang terpigmentasi.
Pasien menolak untuk dilakukan salah satu teknik yang disebutkan, dan pasien
rokok yang dikonsumsi sebanyak 9 rokok perhari, jadi sekarang pasien hanya
pada gusinya masih sama seperti pertama kali datang, tidak bertambah ataupun
instruksi untuk datang kembali apabila terdapat keluhan dan muncul tanda
KESIMPULAN
5.1 KESIMPULAN
oleh melanosit dan letaknya dengan lapisan sel basal dan lamina propria,
5.2 SARAN
32
DAFTAR PUSTAKA
Bruch, J.M. and N.S. Treister. 2010. Clinical Oral Medicine and Oral Pathology.
Boston: Humana Press.
Feller, L. et al. 2014. Melanin: the biophysiology of oral melanocytes and physiological
oral pigmentation. Head & Face Medicine. 10(8): 1-7.
Ghom, A. G. and S.A Ghom. 2014. Textbook of Oral Medicine 3rd Ed. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd.
Gondak R.O., et al. 2012. Oral pigmented lesions: Clinicopathologic feature and
review of the literature. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 17(6): 919-924.
Greenberg, M.S. and Michael Glick. 2003. Burket’s Oral Medicine. 10th Ed. Hamilton:
BC Decker Inc.
Greenberg, M.S. and Michael Glick. 2008. Burket’s Oral Medicine. 11th Ed. Hamilton:
BC Decker Inc.
Junquiera, L.C; Carneiro, J.; Kelley, R.O., 2003. Basic Histology 10th Ed. Washington:
Lange.
Kaur, H. et al. 2015. Oral pigmentation. International Dental & Medical Journal of
Advanced Research. 1:1-7.
Khatariya, R. et al. 2011. Split mouth de-epithelization techniques for gingival
depigmentation: A case series and review of literature. Journal of Indian
Society of Periodontology. 15(2): 161–168.
Mallikarjuna K., et al. 2013. Unusual extensive physiologic melanin pigmentation of
the oral cavity: A clinical presentation. Jisppd. 31(2): 121-125.
Mokeem SA. 2006. Management of Gingival Hiperpigmentation by Surgical Abrasion.
Report of Three Case. Saudi Dental Journal; 18 : 162-66.
Murthy, B. et al. 2012. Treatment of gingival hyperpigmentation with rotary
abrasive, scalpel, and laser techniques: A case series. Journal of Indian
Society of Periodontology. 16(4): 614-619
Said, Alfin. et al. 2011. Penyakit Addison. Faculty of Medicine University of Syiah
Kuala.
33
34