Etika
Etika
1. Sejarah
Praktik kedokteran dalam pengertian luas pada hakikatnya adalah perwujudan
idealisme dan spirit pengabdian seorang dokter, sebagaimana yang diikrarkan dalam
Sumpah Dokter dan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). Dalam
perkembangannya kemudian, seluruh aspek kehidupan di dunia ini mengalami
perubahan paradigma secara bermakna, termasuk dalam profesi kedokteran, dengan
akibat terjadi pula perubahan orientasi dan motivasi pengabdian tersebut pada diri
sebagian dokter. Sebagai dampak perubahan yang semakin global, individualistik,
materialistik, dan hedonistik tersebut, maka perilaku dan sikap tindak profesional di
sebagian kalangan dokter juga berubah.
Masyarakat kemudian juga semakin memandang negatif profesi kedokteran
karena melihat dan menyaksikan maraknya praktik-praktik kedokteran yang semakin
jauh dari nilai-nilai luhur Sumpah Dokter dan KODEKI. Masyarakat atau pasien
merasa perlu "melindungi diri" terhadap perilaku hedonistik dan unethical para dokter
itu.
Kode etik kedoktran Indonesia pertama kali disusun tahun 1969 dalam
Musyawarah Kerja Susila Kedokteran yang dilaksanakan di Jakarta. Bahan rujukan
yang digunakan adalah Kode Etik Kedokteran Internasional yang telah
disempurnakan pada tahun 1968 melalui Muktamar ke-22 Ikatan Dokter Sedunia.
Seperti halnya dengan Kode Etik Internasional yang mengalami berbagai
panyempurnaan, Kode Etik Kedokteran Indonesia pun mengalami
perubahan-perubahan, yaitu melalui Musyawarah Kerja Nasional Etik Kedokteran
ke-2 yang dilaksanakan di Jakarta, untuk kemudian pada tahun 1983 dinyatakan
berlaku bagi semua dokter di Indonesia melalui surat keputusan
No.434/MENKES/SK/X/1983 tanggal 28 Oktober 1983. Pada Musyawarah Kerja
Nasional IDI XIII, 1993, Kode Etik Kedokteran Indonesia itu telah diubah menjadi 20
pasal.
Sebagai pedoman dalam perilaku, Kode Etik Kedokteran Indonesia
mengandung beberapa ketentuan yang semuanyan tertuang dalam kedua puluh
pasalnya. Secara umum pasal-pasal tersebut dapat dibedakan atas lima bagian, yaitu :
Menarik Imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari keluarga
sejawat dokter dan dokter gigi.
Pada dasanrnya dokter sama sekali tidak boleh melibatkan diri dalam berbagai
kegiatan promosi, karena promosi tersebut terkait dengan
kepentingan-kepentingan yang sering kali bertentangan atau tidak menunjang
tugas mulia seorang dokter. Perbuatan dokter sebagai pemeran langsung atau
iklan promosi komoditi yang dimuat media masa atau elektronik merupakan
perbuatan tercela, karena tidak dapat disingkirkan penafsiran adanya suatu niat
lain untuk memuji diri sendiri. Walaupun hal itu dilakuakn dalam wahana
ilmiah kedokteran, dianggap juga sebagai perbuatan tercela, apalagi jika tidak
berlandaskan pengetahuan kedokteran tertinggi dalam bidangnya, sehingga
tidak diyakini sebagai produk yang layak diberikan kepada pasien, sehingga
untuk dirinya sendiri maupun kepada sanak keluarganya bila mengalami hal
yang sama.
b. Pelanggaran Etikolegal
c. Kasus Malprakter
Tolak ukur praktek kedokteran dianggap criminal jika :
Etik lebih mengandalkan itikad baik dan keadaan moral para pelakunya dan
untuk mengukur hal ini tidaklah mudah. Karena itu timbul kesulitan dalam menilai
pelanggaran etik, selama pelanggaran itu tidak merupakan kasus-kasus pelanggaran
hukum. Dalam menilai kasus-kasus pelanggaran etik kedokteran, MKEK berpedoman
pada :
§ Pancasila
§ Prinsip-prinsip dasar moral umumnya
§ Ciri dan hakekat pekerjaan profesi
§ Tradisi luhur kedokteran
§ LSDI
§ KODEKI
§ Hukum kesehatan terkait
§ Hak dan kewajiban dokter
§ Hak dan kewajiban penderita
§ Pendapat rata-rata masyarakat kedokteran
§ Pendapat pakar-pakar dan praktisi kedokteran senior.
Bentuk-bentuk sanksi Dalam pasal 6 PP no.30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Sipil terdapat uraian tentang tingkat dan jenis hukuman, sebagai berikut :
§ Tingkat hukuman disiplin terdiri dari :
§ Hukuman disiplin ringan
1. Teguran lisan
2. Teguran tulisan, dan
3. Pernyataan tidak puas secara tertulis
b. Internasional
c. Indonesia
· UUD-45 : Sila II.Kemanusiaan yang adil dan beradab.
· No. 26 (1960): Lafal Sumpah Dokter
· PP 434/MenKes/SK/X/1983: KODEKI
· PP No. 585/MENKES/PER/IX/1989: Persetujuan tindakan medik
· UU No.23 (1992): Tentang Kesehatan
· PP No. 32 (1996): Tentang Tenaga Kesehatan
· UU No. 29(2004): Praktik Kedokteran
d. PERATURAN PEMERINTAH
· PP No.26(1960) tentang Lafal Sumpah Dokter.
· Permenkes: No. 554 (1982) tentang Panitia Pertimbangan dan Pembinaan
Etik Kedokteran.
· PP No. 434/MenKes/SK/X/1983: KODEKI
· Permenkes: No.585(1989) tentang Persetujuan Tindakan Medik
· Permenkes: No. 749a(1989) tentang Rekam Medis
· PP RI No. 32 (1996) tentang Tenaga Kesehatan
Ø Hak Dokter
Hak dokter adalah kekuasaan atau kewenangan dokter untuk mendapatkan atau
memutuskan untuk berbuat sesuatu:
· Hak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional.
· \Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar
prosedur operasional serta berdasarkan hak otonomi dan kebutuhan medis
pasien yang sesuai dengan jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.
· Hak untuk menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan, profesi dan etika.
· Hak untuk mengakhiri atau menghentikan jasa profesionalnya kepada
pasien apabila hubungan dengan pasien sudah berkembang begitu buruk
sehingga kerjasama yang baik tidak mungkin diteruskan lagi dan wajib
menyerahkan pasien kepada dokter lain, kecuali untuk pasien gawat darurat.
· Hak atas ‘privacy’ (berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan
oleh pasien dengan ucapan atau tindakan yang melecehkan atau memalukan).
· Hak memperoleh informasi yang lengkap dari jujur dari pasien atau
keluarganya.
· Hak atas informasi atau pemberitahuan pertama dalam menghadapi
pasien yang tidak puas terhadap pelayanannya.
· Hak untuk diperlakukan adil dan jujur, baik oleh rumah sakit maupun
oleh pasien.
· Hak mendapatkan imbalan jasa profesi yang diberikan berdasarkan
perjanjian dan atau ketentuan atau peraturan yang berlaku di rumah sakit.
Ø Kewajiban Dokter
1. Sumber dan Dasar Hukum kewajiban Dokter antara lain:
§ Kewajiban Dokter (PP NO. 32-1996)
Pasal 21 : Mematuhi Standar profesi tenaga kesehatan
Pasal 22 : 1. Menghormati hak pasien
2. Menjaga kerahasiaan pasien
3. Memberikan informasi kondisi dan tindakan yang akan dilakukan
4. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan.
5. Membuat dan memelihara rekam medis
Pasal 51
Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar prosedur
serta kebutuhan medis pasien;
1. Merujuk pasien kedokter lain apabila tidak mampu;
2. Merahasiakan segala sesuatu tentang pasien;
3. Melakukan pertolongan darurat;
4.Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perekmbangan
ilmu kedokteran
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah
Dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melakukan profesinya sesuai dengan
standar profesi yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi
oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri
sendiri.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau ansehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun
fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperolah
persetujuan pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan
setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan
hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.
Pasal 7a
Sepramg dokter harus, dalam setiap praktek medisnya, memberikan pelayanan medis
yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih
sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubugnan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki
kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau
penggelapan, dalam menangani pasien.
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak
tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk
insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh
(promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta
berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dangan para pejabat dibidang kesehatan dan bidang
lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
ketrampilannya untuk kepentingan penderita. Dalam hal ia tidak mampu melakukan
SUATU permeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib
merujuk penderita kepada dokter lain yang mempunyai keahlian dalam penyakit
tersebut.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada penderita agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam
masalah lainnya
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang seorang
penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.
Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih penderita dari teman sejawatnya, kecuali
dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.
Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 17
Setiap dokter hendaklah senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
tetap setia kepada citacitanya yang luhur.
Hak Pasien
Hak pasien dalam hukum kedokteran bertumpu dan berdasarkan atas dua hak
asasi manusia yaitu Hak untuk pemeliharaan kesehatan (The right of health care) dan
Hak untuk menentukan nasib sendiri (The right to self determination)
Sumber dan Dasar Hukum hak pasien adalah:
Pasal 23
Pasien berhak atas ganti rugi akibat terganggunya kesehatan, cacat atau
kematian karena kelalain tenaga kesehatan
Ganti rugi dilaksanakan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 52
Hak untuk hidup, hak atas tubuhnya dan hak untuk mati secara wajar
Memperoleh pelayanan kedokteran yang manusiawi sesuai dengan standar
profesi kedokteran
Memperoleh penjelasan tentang diagnosis dan terapi
Menolak prosedur diagnosis dan terapi yang direncanakan
Memperoleh penjelasan tentang riset kedokteran yang akan diikutinya
Menolak dan menerima keikutsertaannya dalam riset kedokteran
Dirujuk kepada dokter spesialis kalau diperlukan dan dikembalikan kepada
dokter yang merujuk
Kerahasiaan dan rekam mediknya atas hal pribadi
Memperoleh penjelasan tentang peraturan-peraturan rumah sakit
Berhubungan dengan keluarga, penasihat atau rohaniawan dan lain-lainnya
selama perawatan.
Memperoleh penjelasan tentang perincian biaya
Pada dasarnya hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia
sebagai pasien. Dari sumber dan dasar hukum diatas dapat diambil kesimpulan
hak-hak pasien adalah sebagai berikut:
Hak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku
di rumah sakit.
Hak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
Hak untuk mendapatkan pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan
standar profesi kedokteran/ kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi.
Hak memperoleh asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi
keperawatan.
Hak untuk memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya
dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
Hak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinik dan
pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.
Hak atas ’second opinion’ / meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.
Hak atas ”privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk
data-data medisnya kecuali apabila ditentukan berbeda menurut peraturan
yang berlaku.
Hak untuk memperoleh informasi / penjelasan secara lengkap tentang
tindakan medik yang akan dilakukan terhadap dirinya.
Hak untuk memberikan persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan oleh
dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
Hak untuk menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan
mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah
memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
Hak didampingi keluarga dan atau penasehatnya dalam berobat dan atau
masalah lainya (dalam keadaan kritis atau menjelang kematian).
Hak beribadat menurut agama dan kepercayaannya selama tidak
mengganggu ketertiban dan ketenangan umum/ pasien lainya.
Hak atas keamanan dan keselamatan selama dalam perawatan di rumah sakit.
Hak untuk mengajukan usul, saran, perbaikan atas pelayanan rumah sakit
terhadap dirinya.
Hak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual.
Hak transparansi biaya pengobatan/ tindakan medis yang akan dilakukan
terhadap dirinya (memeriksa dan mendapatkan penjelasan pembayaran).
Hak akses / ‘inzage’ kepada rekam medis/ hak atas kandungan ISI rekam
medis miliknya.
Kewajiban Pasien
Sumber dan Dasar Hukum Kewajiban Pasien adalah:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter
dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.
2. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan
dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di
dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan
seorang dokter atau dokter gigi untuk menjalankan praktik kedokteran di seluruh
Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
7. Surat izin praktik adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada
dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah
memenuhi persyaratan.
9. Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya
pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau
kedokteran gigi.
10. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah
kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik
secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.
11. Profesi kedokteran atau kedokteran gigi adalah suatu pekerjaan kedokteran
atau kedokteran gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi
yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, dan kode etik yang bersifat
melayani masyarakat.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai
ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan dan
keselamatan pasien.
Pasal 3
Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk :
a. memberikan perlindungan kepada pasien;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh
dokter dan dokter gigi; dan
c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.
BAB III
KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA
Bagian Kesatu
Nama dan Kedudukan
Pasal 4
(1) Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dari dokter dan dokter gigi dibentuk Konsil
Kedokteran Indonesia yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran
Gigi.
(2) Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung
jawab kepada Presiden.
BAB V
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN GIGI
Pasal 27
Pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi, untuk memberikan
kompetensi kepada dokter atau dokter gigi, dilaksanakan sesuai dengan standar
pendidikan profesi kedokteran atau kedokteran gigi.
Pasal 28
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik wajib mengikuti pendidikan dan
pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan yang diselenggarakan oleh
organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi dalam
rangka penyerapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau
kedokteran gigi.
(2) Pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh organisasi profesi kedokteran atau kedokteran gigi.
BAB VII
PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN
Bagian Kesatu
Surat Izin Praktik
Pasal 36
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib
memiliki surat izin praktik.
Bagian Kedua
Pelaksanaan Praktik
Pasal 39
Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau
dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Pasal 41
(1) Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan
menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 wajib
memasang papan nama praktik kedokteran.
(2) Dalam hal dokter atau dokter gigi berpraktik di sarana pelayanan kesehatan,
pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib membuat daftar dokter atau dokter gigi
yang melakukan praktik kedokteran.
Pasal 42
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan dokter atau dokter gigi
yang tidak memiliki surat izin praktik untuk melakukan praktik kedokteran di sarana
pelayanan kesehatan tersebut.
Bagian Ketiga
Pemberian Pelayanan
Paragraf 1
Standar Pelayanan
Pasal 44
(1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib
mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut jenis
dan strata sarana pelayanan kesehatan.
Paragraf 2
Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi
Pasal 45
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter
atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien
mendapat penjelasan secara lengkap.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara
tertulis maupun lisan.
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi
harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak
memberikan persetujuan.
Paragraf 3
Rekam Medis
Pasal 46
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib
membuat rekam medis.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi
setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.
(3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas
yang memberikan pelayanan atau tindakan.
Pasal 47
(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik
dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis
merupakan milik pasien.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan
kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 4
Rahasia Kedokteran
Pasal 48
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran.
(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,
memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum,
permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundangundangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan
Menteri.
Paragraf 5
Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi
Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional;
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
d. menerima imbalan jasa.
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai
kewajiban:
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah
pasien itu meninggal dunia;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin
ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi.
Paragraf 6
Hak dan Kewajiban Pasien
Pasal 52
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.
Pasal 53
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban:
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 75
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran
tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
(3) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan
praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 76
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran
tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 77
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk
lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah
dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat
tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 78
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah
yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda
registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah).
Pasal 79
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi
yang:
a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41 ayat (1);
b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
ayat (1); atau
c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
Pasal 80
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau dokter gigi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan
izin.
Visi : Terwujudnya dokter dan dokter gigi profesional yang melindungi pasien
Misi : Meningkatkan kualitas hidup manusia melalui dokter dan dokter gigi yang
profesional
Tata Nilai : Konsil Kedokteran Indonesia menjunjung tinggi nilai integritas,
profesionalisme kemitraan, dan respek pada kemanusiaan
Strategi Utama 1 : Menerapkan sistem registrasi & monitoring dokter dan dokter
gigi secara online diseluruh Indonesia.
Sasaran :
· Setiap dokter dan dokter gigi yang melaksanakan praktik kedokteran telah
teregistrasi dan terjamin kompetensinya.
· Sistim monitoring dokter gigi berfungsi secara aktif dan online diseluruh
indonesia.
Tujuan PDGI
· Menyumbangkan darma baktinya demi kepentingan bangsa dan negara.
· Meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut serta kesehatan umum
dalam rangka menunjang kesejahteraan rakyat Indonesia
· Memajukan ilmu kedokteran gigi dalam arti yang seluas-luasnya
· Meningkatkan kesejahteraan anggo