Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Peternakan Indonesia, Februari 2011 Vol13(1)

ISSN 1907 - 1760

Pengaruh Waktu Fertilisasi dan Sistem Inkubasi yang Berbeda terhadap


Tingkat Fertilisasi Sapi Lokal Secara In Wtro

The Effect of Fertilization Time and Dffirent Incubation System on Fertilizution Level of Indigenous
Cow by In-Vitro

F. L. Syaiful, R. Saladin, Jaswandi, dan Z.Udin

Fakultas Peternakan Universitas Andalas


Kampus Unand Limau Manis Padang 25153
E-mail: ferrylismantonova@yahoo.com
(Diterima: 01 Desember 2010; Disetujui: 28 Januari 2011)

ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the effect offertilization time and dffirent incubation
systems onfertilization level by in-vitro. The mature of ovaries from indigenous cow andfresh cementfrom
HolsteinFrisiancows(FH),0.9% NaClphysiological PBS,NissuiJapan, I,TCM-199,HEPES30pM,20
mL Heparin, 10% goat serum, 250 g/ml FSH BO medium, medium gentamisain 50 mB-O, mineral oil,
alcohol, aquabidest, and I %o aceto orcein were materials and reagents. The Completely Randomized Design
(CRD)
in factorial pattern was used. Results shown no significant ffict on the percentage of fertitized ooq)tes and
level of development of pronuclei (2PN and> 2PN) by different timing offertilization and
incubation system. The development of pronucleus (IPN) showed significant (P <0.05) on I2 hours (37.60
%o), but no significant effect on dffirent incubation system. It concluded, the system of incubation and time of
has no effect on
fertilization oocyte fertilization rate. Oocytes fertilization time can be performed at 6 hours ,
I
2 hours, and I B hours, while the extension of the period offertilization until I 8 hours did not increase the
I ev el offertilization.

Keywords : Incubation systems, fertilization time, FIV and pronucleus

PEI\DAIIULUAN terus di indentikasi untuk meningkatkan


Teknologi fertilisasi in vitro (FIV) keberhasilan fertilisasi in vitro @racket dan
merupakan teknologi produksi embrio pada Zuelke,1993).
lingkungan buatan diluar tubuh dalam suatu sistem Menurut Herdis (2000), embrio yang
biakan sel (Hunter, 1995). Teknik fertilisasi invitro dihasilkan dari teknologi fertilisasi in vitro dapat di
(FIV) dapat menggunakan oosit yang berasal dari transfer ke ternak resipien untuk membantu
hewan yang masih hidup maupun dari oosit hewan percepatan peningkatan populasi ternak. Dengan
yang dipotong, sehingga teknik fertilisasi in vitro teknik fertilisasi in vitro, pemanfaatan oosit dari
(FIV) ini dapat menjadi altematif produksi embrio hewan yang dipotong merupakan cara produksi
dalam pelaksanaan transfer embrio (TE). Manfaat embrio yang ekonomis karena dengan cara ini oosit
lain dari teknologi fertilisasi in vitro (FIV) adalah hewan yang dipotong dapat dimanfaatkan untuk
membuka peluang yang lebih besar untuk dijadikan bakal bibit, hal ini tentu akan terasa sekali
mengembangkan teknik manipulasi gamet dan nilai tambahnya. Dalam pemanfaatan oosit hewan
embrio seperti produksi kloning (Gordon, I 994). yang mati belum semua potensi yang ada dapat
Penerapan bioteknologi ini membutuhkan dimanfaatkan karena terbatasnya daya hidup oosit,
oosit dalam jumlah yang banyak, selanjubrya oosit sementara teknologi penyimpanan ovarium yang
yang diperoleh dimatangkan secara invitro (invitro dapat mempertahankan viabilitas oosit dalam
maturation) untuk kepentingan fertilisasi in vitro. waktu yang cukup lama atau selama transportasi
Keberhasilan fertilisasi in vitro memerlukan belum tersedia.
kesiapan yang memadai dari oosit dan sperma Untuk meningkatkan fertilisasi dan
secara biologis dan kondisi kultur yang mendukung
fleksibilitas produksi embrio in vitro dapat
efektifitas metabolis dari gamet jantan dan betina. dilakukan diluar laboratorium, beberapa penelitian
Berbagai aspek kondisi kultur seperti medium, mencoba untuk menggantikan sumber atau peranan
waktu inseminasi dan kapasitasi, sistem kultur COrsoA dalam mempertahankan pH medium. PH

Fertilisasi Sapi Lokal (F.L.Syaiful, el a/)


27
Vol13(l)

medium dapat dipertahankan dengan menambahkan MATERI DAN METODE


suatu penyangga seperti Hepes. Menurut Jaswandi
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium
Q002), bahwa hasil pematangan dan fertilisasi in Reproduksi Fakultas Peternakan Universitas
vitro oosit domba dengan penambahan penyangga Andalas Padang. Materi yang digunakan dalam
Hepes dalam medium dapat memberikan kondisi
penelitian ini adalah Ovarium sebagai sumber
optimal. Dengan demikian penggunaan straw perlu
oosit diperoleh dari sapi lokal dewasa. Semen
dikaitkan dengan penambahan penyangga Hepes yang digunakan adalah semen segar sapi Frisian
dalam medium serta waktu inkubasi sehingga efek
Holstein (FH) Bahan-bahan yang digunakan
sinergis penggunaannya dapat dicapai secara
adalah NaCl fisiolo gis 0,9o/o, Phosphate Buffered
optimal.
Salline (PBS; Nissui Jepang), Tissue Culture
Komposisi gas udara merupakan salah satu Medium- 199 (TCM-199; Sigma, M-5017),
faktor penting yang mempengaruhi perkembangan Hepes 30 pM (Sigma; H-1617), Heparin 20 pl,
oosit embrio dalam inkubasi. Tingkat maturasi dan Goat serum 10%, FSH 250 ml, Gentamisain
fertilisasi oosit serta pertumbuhan embrio terbaik (Sigma 6-1397) 50mg/ ml, medium Brackett
diperolehpada gas CO, 2,5-5yo danOrlo/odi udara Oliphant (B-O), medium modifikasi Brackett
(Pinyopummint dan Bavister, 1995). Sedangkan Oliphant (mB-O), Mineral oil, Alkohol,
menurut Thompson (1996), perkembangan embrio Aquabidest, dan Aceto Orcein 1% (Sigma O-
sapi tidak mutlak tergantung terhadap CO, 5%io. hal 7380). Alat-alat yang digunakan adalah Termos
ini terlihat pada embrio sapi yang mampu untuk tempat ovarium saat transportasi ke
berkembang sampai tahap blastosis bila medium laboratorium, pisau silet untuk slicing ovarium,
ditambah dengan penyangga nvitter ionic pada pipet pasteur, pipet eppendorf, inkubator,
udara tanpa CO, 5%. Freshney (1987) mikroskop stereo, mikroskop inverted,
mengemukakan bahwa kultur sel dalam tempat mikropipet (50 1t"l dan 250 ti), timbangan
terbuka membutuhkan inkubasi dengan CO.S% di elektronik, cawan petri , straw 0,25 ml, pH meter,
udara. cover glass, objek glass, tissue, aluminium foil
dan vagina buatan untuk menampung semen.
Keadaan ini dapat dimanfaatkan sebagai
dasar dalam manipulasi CO, 50 pada sistem
inkubasi. Proses fertilisasi in vitro pada sistim Rancangan percobaan
inkubasi tanpa gas CO, dilapangan dirasakan Rancangan yang digunakan untuk
sangatlah efisien dibandingkan sistem inkubasi pematangan (maturasi) oosit pada periode inkubasi 24
CO., 5yo karena keterbatasan CO, dilapangan jam
menggunakan Rancangan Acak Lengkap
sangat menghambat proses fertilisasi in vitro. (RAL) dan data hasil fertilisasi dianalisis dengan
Untuk itu diperlukan teknologi yang memungkinkan RancanganAcaklengkap (RAL) pola faktorial2 x
proses produksi embrio dapat dilakukan selama 3. Setiap perlakuan terdiri atas tiga (3) ulangan,
transportasi atau di luar laboratorium. Kendala
yang masing-masing unit percobaan terdiri atas l0
utama dalam produksi embrio di luar oosit. Adapun perlakuan tersebut adalah :
laboratorium atau selama transportasi adalah
keberadaan CO, dan tempat fertilisasi. Oleh
a. Faktor I: Sistem inkubasi terdiri atas dua
karena itu perlu dilakukan kajian mengenai macam yaitu sistem inkubasi CO, 5%
dan sistem inkubasi tanpa COr 5%o.
penggunaan sistem inkubasi CO, dan sistem
inkubasi tanpa CO, dan waktu fertilisasi yang Fertilisasi pada 18 jam setelah maturasi.
tepat terhadap tingkat fertilisasi sapi in vitro.
:
b. Faktor II Waktu fertilisasi terdiri atas
Berdasarkan permasalahan diatas, penulis tiga perlakuan yaitu:
mengangakat kajian pada sebuah penelitian dengan
judul Pl = Waktu fertilisasi pada 6 jam setelah
"Pengaruh Waktu Fertilisasi dan Sistem mafurasi.
Inkubasi Yang Berbeda krhadap Tinglat Fertilisasi :
P2 Waktu fertilisasi pada 12 jam setelah
Sapi Loknl Secara In Wtro". Penelitian ini bertujuan
maturasi.
untuk mengetahui pengaruh wakfu terhadap tingkat
fertilisasi in vitro dan mendapatkan wakhr/ periode P3 = Waktu fertilisasi pada 18 jam setelah
terbaik ferlil isasi in vitro. mafurasi"
28 Fertilisasi Sapi Lokal (F.L.Syaiful, e/ aI)
Vol 13(1)

Prosedur penelitian Selanjubrya masing-masing dari cawan petri tersebut


Prosedur kerja yang dilakukan dalam dimasukkan ke dalam inkubator CO, S%o,lab,s, di
oC
penelitian ini adalah : inkubasi pada suhu 3 8,5 selama 24jam.
Koleksi oosit. Untuk koleksi oosit media Sedangkan untuk pematangan oosit pada
dasar yang digunakan adalah Phosphate Buffered sistem inkubasi tanpa CO, 5% dilakukan dengan
Salline (PBS). Media disterilkan dalam autoclove menggunakan straw 0,25 ml pada medium TCM-
pada temperatur 120'C selama 30 menit dan setelah 199 + Hepes 30 mM yang disuplementasi dengan
itu disimpan pada temperatur ruangan. Pada hari goat serum 10%, FSH mgl ml dan gentamisin 50
pengambilan ovarium, media dasar yang mgl ml. Kemudian oosit tersebut disedot kedalam
disuplementasi dengan 100 ru pennicillin/ ml dan skaw dengan cara menempelkan spuit pada ujung
100 pg streptomicin/ ml. Untuk pematangan straw yang mempunyai kapas. Oosit disedotkan ke
dalam straw sebanyak 10-20 oosiV straw Oosit di
digunakan media TCM-199 ditambah dengan goat
serum 10%. Sterilisasi media ini dilakukan dengan
dalam straw ditempatkan sedemikian rupa
menyaring menggunakan fi lter millipo r e 0,22 gm. sebagaimana dengan penempatan semen beku
seperti terlihat pada Gambar 1.
Ovarium yang diperoleh di Rumah
Pemotongan Hewan (RPH) lalu dibawa ke
Selanjutnya dilakukan maturasi oosit
laboratorium dengan termos yang berisi medium selama 24 jam pada kedua sistem inkubasi
o/o (sistem inkubasi CO, 5yo dan sistem inkubasi
NaCl fisiologis 0,9 yang ditambahkan dengan
steptomisin 100 pglml dan penisillin i00 IU/ ml tanpa CO, 5%). setelah maturasi/ pematangan
lalu disimpan dalam termos pada suhu 350C, oosit lalu diamati status oosit tersebut dibawah
kemudian ovarium yang diperoleh dicuci sampai mikroskop. Oosit yang telah mengalami
bersih. metaphase-Il (M-II) yang akan digunakan untuk
Oosit diperoleh dari ovarium sapi, untuk difertilisasi.
koleksi oosit dilakukan dengan metode penyayatan
(slicing). Ovarium disayat dalam petridish yang Kapasitasi sperma. Sperma yang
beri si mediu m P h o sp hat e B uffer S al in e (PBS) y ang digunakan adalah spenna segar yang diambil dari
disuplementasi dengan goat serum l0%o dan sapi pejantan Frisian Holstein (FH) dengan
gentamisin (Sigma, G- 1 3 97) 50 pglml. Jumlah dan bantuan vagina buatan. Prosedur pencucian spefina
kualitas oosit yang diperoleh diamati dibawah pada kapasitasi sperma dilakukan menurut
mikroskop. Oosit yang digunakan untuk maturasi prosedur Jaswandi et al. (2003), yaitu dengan
adalah oosit kualitas A dan B. menambahkan 4 ml medium kapasitasi yaitu
medium Brackett Oliphant (B-O) dan medium
Maturasi oosit. Oosityang digunakan adalah modifikasi Brackett Oliphant (mB-O) ke dalam
oosit kualitas A dan B. Prosedur maturasi dilakukan tabung sentrifus yang berisi 200 1tl semen sapi,
menurut prosedur yang dikemukakan Jaswandi el selanjubrya dilakukan disentrifugasi selama 10
o/o
al., (2003). Oosit kualitas A dan B tersebut lalu dicuci menit. Pada si stem inkubasi CO, 5 menggunakan
3 kali dalam medium Phosphate Buffered Saline medium kapasitasi yaitu medium B-O sedangkan
(PBS) selanjufirya oosit dimatangkan dalam medium tanpa CO, 5olo medium yang digrmakan untuk
pematangan (maturasi). Untuk pematangan pada kapasitasi sperma adalah medium mB-O.
yo,
sistem inkubasi CO,5 oosit dimatangkan dalam Selanjutnya di sentrifugasi 500 G selama 10 menit.
cawan petri pada medium TCM-199 yang Bagian supernatan dari hasil setrifugasi tersebut
disuplementasi dengan go at s erum 1 0%, F SH mg/ml dibuang, dan endapan spenna hasil pencucian
dan gentamisin 50 mglml. Pematangan pada cawan diencerkan sampai konsentrasi 1x10' sperma/ ml
petri tersebut dibuat empat buah mikrodrop dengan menggunakan medium perlakuan yaitu
(droplet). Setiap milcrodrop (droplet) berisi 100 ml medium (B-O dan mB-O) yang disuplementasi
medium pematangan TCM-199, kemudian dengan heparin (sigma, H-3125)20 1tl, goat serum
dimasukkan 20 oosit ke dalam mikrodrop lalu I}oh dan gentamisin 5 0 pgl mllalu di inkubasi pada
dimasukan mineral oil ke dalam cawan petn tersebut. oC
suhu 38,5 selama 30 menit.
Fertilisasi Sapi Lokpl (F.L.Syaiful, et af 29
Vol13(1)
000'0.,0000'06 Medium Kapas
Medium Udara Medium dan Oosit Udara
Gambar 1. Oosit dalam shaw

tr'ertilisasi in vitro oosit. Oosit yang telah selama 48 jam kemudian diwarnai dengan
matang baik pada kedua sistem inkubasi (sistem pewamaanaceto orcein 1% (Sigma, O-7380) selama
inkubasi CO r5o/o dansistem inkubasi tanpa CO, 5%) 10 menit, kemudian status inti oosit tersebut diamati
masinng-masing oosit perlakuan tersebut drcuci tiga dibawahmikroskop.
kali dengan medium fertilisasi (medium B-O dan Oosit yang mempunyai satu pronukleus (1
medium mB-O) untuk membuang sebagian sel-sel PN) diasumsikan oosit hanya terdiri atas
kumulusnya. Sedangkan unhrk perlakuan pada pronukleus betina, sedangkan oosit yang
sistem inkubasi CO, 50% menggunakan medium B-O mempunyai dua pronuklei (2 PN) diasumsikan
dan sistem inkubasi tanpa CO2 50% menggunakan terdiri atas pronukleus jantan dan betina. Oosit
medium mB-O. PH medium modifikasi B-O (mB- yang mempunyai lebih dari dua pronuklei (>2 PN)
O) diatur dengan menambahkan NaOH 1N sehingga diasumsikan oosit terdiri atas dua atau lebih
mencapai pH + 1,4.Pada sistem inkubasi dengan pronuklei betina dan satu pronukleus jantan, atau
COr syo dimasukkan 10-20 oosit ke dalam 50 pl sebaliknya. Oosit drkategorikan terfertilisasi
medium Brackett Oliphant @-O) pada cawan petri apabila mempunyai dua buah atau lebih pronuklei
lalu ditambahkan dengan 50 plsemen dengan (2 PN dan>2 PN). Variabel yang diamati adalah:
spenna yang telah mengalami kapasitasi sehingga persentase fertilisasi in vitro dan tingkat
konsentrasi akhir menjadi lx10u sperma/ml. perkembangan pronukleus (PN). Data hasil
Sedangkan pada sistem inkubasi tanpa CO, 5% oosit fertilisasi yang diperoleh dianalisis dengan
difertilisasi dalam sfaw. Sperma yang digunakan RancanganAcak Lengkap (RAL) pola faktorial2 x
diencerkan sampai konsentrasi 1x10u spermlml 3. Jika terdapat pengaruh yang nyata,maka analisis
dengan medium fertilisasi. Oosit dan sperrna dilanjutkan dengan uji DMRT Duncan's Multiple
kemudian disedotkan ke dalam straw, setiap straw Range Test (Steel dan Tonie , 1995).
terdapat 10-20 oosit. Posisi dan penempatan oosit
dalam straw sama dengan pada proses pematangan,
HASIL DAN PEMBAHASAN
seperti yang terlihat pada Gambar I .
Persentase fertilisasi in vitro
Sedangkan fertilisasi oosit dilakukan selama
6, 12 dan 18 jam yang di inkubasi pada suhu 38,5 Hasil Penelttian ini menunjukkan rataan
oC persentase fertilisasi in vitro pada kedua sistem
pada masing-masing sistem inkubasi yang
inkubasi yaitu sistem inkubasi CO2 5% dan tanpa
berbeda yaitu sistem inkubasi CO, 5oA dan sistem
inkubasi tanp a CO, 5o/o. COz 5% pada ketiga periode inkubasi dapat
terlihatpada Tabel 1.
Rataan persentase fertilisasi oosit pada
Evaluasi fertilisasi in vitro. Unh-rk melihat wakfifertilisasi 6 jam adalah 63,63
yo,
12 jam
tingkat fertilisasi dilakukan dengan cara mengamati o
sebesar 56,31 , dan 18 jam yaitu 62,12 yo.
perkembangan pronukleus (1 PN, 2 PN dan >2 PIti)
S e dan gkan r ataan persentase fertilisasi oo sit p ada
dengan metode pewarnaan aceto orcein. Prosedur
sistem inkubasi Cor\o/oadalah 6I,460 sedangkan
pewarnaan ini berdasarkan Jaswandi (2003), tanpa COr 5olo sebesar 59,600/0 seperti terlihatpada
sebelum diwamai terlebih dahulu oosit dibersihkan Tabel 1. Tetapi setelah dianalisis secara statistik,
dari sel-sel kumulus dengan memipet beberapa kali
persentase fertilisasi oosit menunjukkan
dalam medium Phosphate Buffered Salline (PBS),
penambahan waktu fertilisasi tidak berpengaruh
kemudian difiksasi dalam larutan asam asetat dan
nyata (P>0,05) terhadap sistem inkubasi yang
larutan etanol absolut dengan perbandingan (1:3) berbeda.

30 Fertilisasi Sapi Lokal (F.L.Syaiful, er a/)


Vol13(1)

Tabel 1. Persentase fertilisasi oosit sapi lokal pada rvaktu fertilisasi dan sistem inkubasi yang berbeda
Sistem inkubasi Waktu Jumlah Oosit Fertilisasi (%)
(%) (buah)
Fertilisasi fiam) 23 (65,71)
6 35
L Dengan CO25 23
I2 t3 (56,52)
18 37 23 (62,16
2. Tanpa CO25 6 26 t6 (6t,54)
l2 4T 23 (56,t0)
18 29 t8 (62,07)

Persentase fertilisasi yang tidak berpengaruh Dari hasil penelihan ini menunjulkan bahwa
nyata pada sistem inkubasi yang berbeda, hal ini penode inkubasi selama 6 jam telah
disebabkan oleh adanya suplementasi hepes ke bagr qperma unflrk mempenet?si oosit. Dode et a/.,
dalam medium mB-O pada sistem inkubasi CO, 5% (2002) melaporkan bahwa penefasi oosit oleh qperma
sebagai buffer dalam medium. Ditambah oleh diinkubasi selama 6 jam memperoleh tingkat penetrasi
yo.
Shamsuddin et al (1993), penambahan penyangga spernra 63,3 Sedangkan Jiang (1991) memperoleh
Hepes dalam medium serta waktu inkubasi tingkat monospermia dan polyspermia pada beberapa
sehingga efek sinergis penggunaannya dapat penode inkubasi setelah insemrnasi sperma pada oosit
dicapai secara optimal. Diperkuat oleh Jaswandi sapi yang dimaturasi in vitro adalah sebagai brikut:
(2002), tingkat maturasi oosit in vitro penggunaan monospermia pada periode inkubasi 6 jam 45,3 % ; 12 jam
o
Hepes 10-30 mM dalam medium cukup efektif 68,6 % dan 20 jam 80,9 , sedangkan tinglot polyspermia
pada kondisi tanpa CO. 5o/o baik menggunakan adalah pada periode inkubasi 6 jam adalah

cawan petri maupun straw. Hasil pematangan dan 0,0o/o;12 jarn9,8 % sedangkan 20 jan12,8o/o.
fertilisasi in vitro oosit domba dengan penambahan lnkubasi oosit dan sperrna yang terlalu lama
penyangga Hepes dalam medium dapat dapat mengurangi kemampuan oosit berkembang
memberikan kondisi optimal. karena sperma yang terlalu lama dapat mengurangi
Dari hasil penelitian, terlihat pada Gambar 2. kemampuan oosit berkembang karena spelma
tingkat fertilisasi dari ketiga waktu fertilisasi 6, 12 mempunyai potensi untuk melepaskan enzim
dan 18 jam terhadap sistem inkubasi yang berbeda hidrolitik kedalam medium fertilisasi (Gordon,
adalah hampir sama. Sedangkan persentase 1994\. Hasil penelitian dari pengaruh perlakuan
fertilisasi in vitro pada waktu fertilisasi 12 jam terhadap tingkat fe'rtilisasi in vito dari kedua sistem
mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan inkubasi pada 3 periode inkubasi dapat dilihat pada
penelitian Jaswandi (2002) bahwa tingkat Gambar 3. Terlihat pada Gambar 3 tingkat per-
fertilisasi oosit pada domba mengalami penurunan kembangan pronukleus (lPN) pada sistem inkubasi
pada periode inkubasi 12 jam. Ditambahkan oleh yang berbeda diperoleh yaitu untuk sistem inkubasi
o/o
Rehman et al (1994), bahwa fertilisasi pada sapi CO, 5%o y ain26,32 sedangkan pada sistan inkubasi
dengan perlakuan waktu inkubasi kurang dari 16 yo.
tanpa CO, 5olo sebesar 28,13 Hasil analisis statistik
jam menunjul&an bahwa tidak todapat perbedaan pada
dengan tingkat fertilisasi sebesar 57 ,l6yo.
Tingkat fertilisasi yang hampir sama diantara lPN pada sistem inkubasi berbeda (P>0,05). Tingkat
periode inkubasi disebabkan oosit mempunyai perkembangan yang hampir sama diantara kedua
mekanisme yang menghambat masuknya sperrna lain sistem inkubasi dikarenakan pada penelitian ini
bila telah terjadinya penetasi oleh satu sperma. disuplemantasi Heparin dengan dosis 20 1@ nn ke
Perpanjangan penode inkubasi sampai 18 jam tidak dalam medium fertilisasi. Dari hasil penelitian Lu
berpenganrh terhadap tingkat fertilisasi oosit. Menurut (1990), melaporkan bahwa penggunaan Heparin (10
Hafez dan Hafez (2000) bahwa setelah tdadinya pgnQ diperoleh tingkat perkembangan 1 PN sebesar
fertilisasi permukaan oosit mengalami perubahan 4,8% sedangkanpada dosis 50 1tg/nn (7,3%)dan dengan
untuk mencegah fu si sperma lainnya. dosis 100 pglml diproleh I PN sebesar 5,270.

Fertilisasi Sapi Lokal (F.L.Syaiful, el a/) 31


Vol13(1)

68
66
64
62
60
58
56
54
52
50
6 jam 12 jam l8 jam
Waktu Fertilisasi

Gambar 2.Persentase fertilisasi in vitro pada waktu fertilisasi dan sistem inkubasi yang berbeda
( 0 dengan CO2 5%o, tr tanpa CO2 5%)

60

50

IPN 2PN >2PN


Tingkat Perkemban gan Prenukleus

Gambar 3. Tingkat perkembangan pronukleus ( lPN, 2PN, dan >2PN) pada sistem inl:ubasi yang berbeda
(n dengan CO2 5%, r tanpa CO2 5%)

Tingkat perkembangan pronukleus 2PN kedua sistem inkubasi tersebut dapat memberikan
kedua sistem inkubasi yaitu pada sistem inkubasi kondisi yang optimal pada tingkat perkembangan
aA
yang menggunakan CO2 5% adalah 52,08 2PN.
o/o.
sedangkan tanpaCO2 5o% sebesar 54,77 Setelah
Pada sistem inkubasi CO2 5% meng-gunakan
dianalisis sistem inkubasi tidak menuryukkan
medium B-O (tanpa Hepes) sedangkan tanp aCA2 5o/o
perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap tingkat
menggunakan medium mB-O (dengan Hepes).
perkem-bangan 2 PN.
Asumsi ini sependapat dengan Vsconfl et al., (1999)
Hasil penelitian yang hamnir sama diperoleh mengemukan bahwa keberhasilan fertilisasi pada
dari kedua sistem rnkubasi yang digunakan vaitu medium yang mengandung Hepes dan NaIICO3
sistem inkubasi CO2 5Yo dantanpa CO2 5%. Hal ini hampir sama dengan medium yang mengandung
disebabkan karena medium yang digunakan pada NaHCO3 tanpaHepes.

32 Fertilisasi Sapi Lokal (F.L.Syaiful, et a/)


Vol13(l)

Hasil penelitian Jaswandi et al., (2004) tinggi pada sistem inkubasi CO2 5% dalah9,68a/o
menunjukkan bahwa penggunaan Hepas dapat sedangkan pada sistem inkubasi tanpa CO, 5o/o
menggantikan peran CO2 5% dalam produksi sebesar7,l9oh.
embrio. Menurut Triwulanningsih (2002), oosit
yang dikultur dalam medium TCM-199 selama 18
jam
dalam inkubator CO2 So/obersuhu 39 0C dapat Tingkat perkembangan pronukleus (PN)
difertilisasi serta menghasilkan blastosis yang lebih Terlihat pada Gambar 4 tingkat
banyak dibandingkan yang dikultur selama24 jam. perkembangan pronukleus 1 PN terhadap berbagai
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa waktu fertilisasi diperoleh yaitu 6 jam sebanyak
kemampuan perkembangan oosit dari kedua sistem 22,03%o; 12 jam sebesar 37,60yo dan 18 jam
inkubasi pada fertilisasi in vitro hampir sama. yaiu24,23o/o.
Kecenderungan yang sama mungkin disebabkan Pada periode inkubasi 12 jam mengalami
oleh tingkatpenetrasi spermapada fertilisasi. peningkatan tingkat perkembangan 1 PN sebesar
Tingkat fertilisasi disebabkan mekanisme I5,57o , kemudian pada periode inkubasi 18 jam
oosit yang mencegah masuknya fusi sperma lainnya terjadinya penunrnan yang cukup drastis yaitu
yang telah dipenetrasi oleh satu sperma. Kegagalan sebesar 25,48yo. Dari hasil analisis statistik
mekanisme ini akan mengakibatkan kejadian menunjukkan bahwa waktu fertilisasi sangat
polispermia yang berakhir dengan terburtuknya berpengaruh nyala (P<0,05) terhadap
embrio poliploidi, embrio ini akan mangalami perkembangan pronukleus 1 PN. Setelah dilakukan
perkembangan abnormal dan mati Qlafez danLlafez, uji lar4ut DMRT, diperoleh tingkat perkembangan
2000). Tingkat perkembangan pronukleus >2PN pronukleus.. l,PN yang tcrtinggi adalah waktu
pada berbagai sistem inkubasi yang berbeda yaitu oA
fertilisasi 12 jam yaitu sebesar 36,84 kemudian
pada sistem inkubasi CO2 5o/o adalah 8,87oA diikutiwaktu fertilisasi 18
jam
adalah 24,47o/o.Dai
sedangkan pada sistem inkubasi tanpa CO2 5o/o hal diatas diasumsikan perpanjangan waktu
o
sebesar 7,51 . Tingkat perkembangan >2PN pada fertilisasi sampai waktu 18 jam tidakmeningkatkan
sistem inkubasi CO2 5% lebih tinggi dari sistem tingkat perkembangan pronukleus 1PN pada
inkubasi tanpa COz 5%. Meskipun terdapat fertilisasi oosit sapi in vitro. Diperkuat oleh
perbedaan tingkat perkembangan pronukleus >2 PN Jaswandi (2002), mengemukakan bahwa
pada kedua sistem inkubasi namun secara analisis perpanjangan periode fertilisasi sampai 24 jam
statistik menunjulkan tidak adanya perbedaan yang pada domba tidak meningkatkan keberhasilan
nyata(P>0,05). fertilisasi oosit in vitro.
Pada penelitian ini, tingkat perkembangan Tingkat fertilisasi perkembangan pronukleus
>2PN tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian 2PN pada berbagai waktu fertilisasi diperoleh;
Jaswandi (2002) mengemukakan bahwa tingkat pada waktu fertilisasi 6 jam sebanyak 57,42%o; 12
fertilisasi >2 PN pada oosit domba relatif lebih jam sebesar 5I,70yo sedangkan 18 jam yaitu
60-
50-
40-
30-
20-
10-
0t
1 PN 2PN >2PN
Tingkat Perkemban gan Pronukleus

Gambar 4.Perkembangan pronukleus (lPN, 2PN, >zPN) pada waktu fertilisasi yang berbeda
(r 6jam, t72jam,r lSjam)
Fertilisasi Sapi Lokal (F.L.Syaifu1, er a/) JJ
Vol13(1)

sebesar 48,47o/o. Setelah dianalisis secara statistik Chian, R.C., H. Nakahara, K. Niwa andFunahashi.
menunj ukkan bahwa peningkatan waktu fertilisasi 1992.Fertllization and early Cceavage ir
tidak menyebabkan pengaruh yangnyata (P>0,05) vitro of aging bovine oocytes after
terhadap perkembangan pronukleus 2PN. maturation in culture. Theriogenology 37,
Menurut Jaswandi (2002) bahwa tingkat 666-672.
fertilisasi yang hampir sama sampai periode Dode, M.A.N., N.C. Rodovalho, V.G. Ueno and
inkubasi 24 jam disebabkan oleh oosit yang Femandes. 2002. The fffect of sperm
mempunyai mekanisme yang menghambat preparatron and coincubation time on in
masuknya spenna berikutnya bila telah dipenetrasi vitro fertilization of ,Bos Indicus oocyte.
olehsafusperma. Animal Reproduction Science 69: 15-23.
Tingkat perkembangan pronukleus >2 PN Gordon, I. 1994. Laboratory Production of Cattle
terhadap berbagai waktu fertilisasi diperoleh yaitu; 6 Embrios. Biotechnology in Agricultural
o/o; o/o
jam yaitu sebesar 6,2I 12 jam adalah 4,62 dan Series. CAB. Intemational.
l8jam adalah 13,66yo. Setelah dianalisis secara Hafez, B and E. S. E . Hafez. 2000. Reproduction in
statistik menunjukkan bahwa waktu fertilisasi tidak
Farm Animal. 7 th Edition. Lea Febiger.
adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap
USA.
perkembangan pronukleus >2PN. Peningkatan
periode inkubasi dapat menyebabkan penunman Herdis. 2000. Pemanfaatan Ovarium sebagai
tingkat perkembangan pronukleus >2PN. Hasil limbah rumah potong hewan untuk
penelitian ini menunjukkan bahwa periode waktu 18 meningkatkan populasi ternak melalui
jam efektif digunakan unhrk fertilisasi oosit in vitro. teknik fertilisasi in vitro. Jurnal Sains dan
Dipertegas oleh Chian et al. (1992), mengemukakan Teknologi Indonesia 2000, Vol. 2, No. 2
bahwa spenna masih mampu menembus oosit hal I-7.
sampai 24 jam setelah di inseminasi tetapi Hunter, R.H.F. 1995. Fisiologi dan Teknologi
peningkatan tingkat fertilisasi tidak signifikan, dan Reproduksi Hewan Betina Domestik
juga diikuti peningkatan kejadian polispermia yang (Peterjemah Harya Putra). Penerbit ITB,
cukup tinggi. Peningkatan oosit terfertilisasi setelah Bandung.
perpanjangan waktu fertilissi juga diikuti Jaswandi, Z. Udin dan M. Mundana. 20A4.
peningkatan oosit yang mempunyai lebih dari dua
Pengembangan Sistem Kultur Tanpa CO2
buah pronuklei (>2 PN). Kondisi yang kurang
dalam Produksi Embrio Secara In Vitro.
mengunhrngkan dan perpanjangan penode inkubasi
Laporan Hibah Bersaing XL Untversrtas
adalah peningkatan persentase fertilisasi dapat Andaias.
disebabkan oleh oosit yang mengalami
parthenogenesis. Jaswandi. 2003. Kualitas danAngka Maturasi In
Vitro Oosit Domba Pada Berbagai Suhu
dan Waktu Penyimpanan Ovarium.
KESIMPULAN I-aporan Penelitian Dosen Muda. BBI,
Berdasarkan hasil dalam penelitian ini, Dikti. Universitas Andalas.
maka dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu sistem Jaswandi. 2002. Penggunaan Hepes dan Butiran
inkubasi dan waktu fertilisasi tidak berpengaruh Efervesen dalam Sistem Inkubasi Pada
terhadap tingkat fertilisasi oosit. Fertilisasi oosit Produksi Embrio Domba Secara In Vitro.
dapat dilakukan pada periode inkubasi 6 jam, 12 Disertasi Program Pascasarjana IPB,
jam, dan 18 jam. Perpanjangan periode fertilisasi Bogor.
sampai 18 jam tidak meningkatkan tingkat Jiang, H.S. W.L. Wong., K.H. Lu, I Gordon, and
ferlilisasi. Polge, C. 1991. Roles of cell monolayers
in the coculture of in vitro fertization
DAFTAR PUSTAKA bovine embryos. J. Theriogenology, 35,
216.
Brackett, B.G, K.A. Zuelke, 1993. Analysis of
Pinyopummintr, T and B.D. Bavister. 1995.
factors involved in the in vitro production
Optimum gas atmsphere for in vitro
of bovine embryos. Theriogenology 39 :
43-63. fertilization of bovine oocytes.
Theriogenol ogy 44, 47 1 -47 7 .
34 Fertilisasi Sapi Lokal (F.L.Syaiful, et af
Vol13(1)

Rehman, N., A.R. Collums, T.K. Suh and R.W. 17 P. Disertasi Program Pascasar;ana
W Junior. 1994. Effects spenn Institut Pertanian Bogor, Bogor.
exposure time on in vitro fertllization
and embryo development of bovine Shamsuddin, M., B. Larsson and H. Rodriquez-
oocytes matured in vitro. Theriogenology Martinez. 1993. Maturation related change
4I : 1447 -1465. in bovine oocytes under different culture
Thompson, J.G 1 996. Defining the requirement for conditions. Animal Reproduction Science
bovine embrio culture. Theriogenology 3t,49-60.
45:97-700.
Steel, R.G.D and Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur
Triwulanningsih, E. 2002. Pengaruh Produksi Statistika Suatu Pendekatan Biomekik. Alih
Sapi Lokal 1lz l4tro dengan Modifikasi Bahasa B. Sumantri, Edition kedua, Cetatan 2.
Waktu dan Suhu Pada Medium Maturasi Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Yang Diperkaya dengan FSH dan Eshadiol
Fertilisasi Sapi Lolral (F.L.Syaiful, et aI)

Anda mungkin juga menyukai