The Effect of Fertilization Time and Dffirent Incubation System on Fertilizution Level of Indigenous
Cow by In-Vitro
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the effect offertilization time and dffirent incubation
systems onfertilization level by in-vitro. The mature of ovaries from indigenous cow andfresh cementfrom
HolsteinFrisiancows(FH),0.9% NaClphysiological PBS,NissuiJapan, I,TCM-199,HEPES30pM,20
mL Heparin, 10% goat serum, 250 g/ml FSH BO medium, medium gentamisain 50 mB-O, mineral oil,
alcohol, aquabidest, and I %o aceto orcein were materials and reagents. The Completely Randomized Design
(CRD)
in factorial pattern was used. Results shown no significant ffict on the percentage of fertitized ooq)tes and
level of development of pronuclei (2PN and> 2PN) by different timing offertilization and
incubation system. The development of pronucleus (IPN) showed significant (P <0.05) on I2 hours (37.60
%o), but no significant effect on dffirent incubation system. It concluded, the system of incubation and time of
has no effect on
fertilization oocyte fertilization rate. Oocytes fertilization time can be performed at 6 hours ,
I
2 hours, and I B hours, while the extension of the period offertilization until I 8 hours did not increase the
I ev el offertilization.
tr'ertilisasi in vitro oosit. Oosit yang telah selama 48 jam kemudian diwarnai dengan
matang baik pada kedua sistem inkubasi (sistem pewamaanaceto orcein 1% (Sigma, O-7380) selama
inkubasi CO r5o/o dansistem inkubasi tanpa CO, 5%) 10 menit, kemudian status inti oosit tersebut diamati
masinng-masing oosit perlakuan tersebut drcuci tiga dibawahmikroskop.
kali dengan medium fertilisasi (medium B-O dan Oosit yang mempunyai satu pronukleus (1
medium mB-O) untuk membuang sebagian sel-sel PN) diasumsikan oosit hanya terdiri atas
kumulusnya. Sedangkan unhrk perlakuan pada pronukleus betina, sedangkan oosit yang
sistem inkubasi CO, 50% menggunakan medium B-O mempunyai dua pronuklei (2 PN) diasumsikan
dan sistem inkubasi tanpa CO2 50% menggunakan terdiri atas pronukleus jantan dan betina. Oosit
medium mB-O. PH medium modifikasi B-O (mB- yang mempunyai lebih dari dua pronuklei (>2 PN)
O) diatur dengan menambahkan NaOH 1N sehingga diasumsikan oosit terdiri atas dua atau lebih
mencapai pH + 1,4.Pada sistem inkubasi dengan pronuklei betina dan satu pronukleus jantan, atau
COr syo dimasukkan 10-20 oosit ke dalam 50 pl sebaliknya. Oosit drkategorikan terfertilisasi
medium Brackett Oliphant @-O) pada cawan petri apabila mempunyai dua buah atau lebih pronuklei
lalu ditambahkan dengan 50 plsemen dengan (2 PN dan>2 PN). Variabel yang diamati adalah:
spenna yang telah mengalami kapasitasi sehingga persentase fertilisasi in vitro dan tingkat
konsentrasi akhir menjadi lx10u sperma/ml. perkembangan pronukleus (PN). Data hasil
Sedangkan pada sistem inkubasi tanpa CO, 5% oosit fertilisasi yang diperoleh dianalisis dengan
difertilisasi dalam sfaw. Sperma yang digunakan RancanganAcak Lengkap (RAL) pola faktorial2 x
diencerkan sampai konsentrasi 1x10u spermlml 3. Jika terdapat pengaruh yang nyata,maka analisis
dengan medium fertilisasi. Oosit dan sperrna dilanjutkan dengan uji DMRT Duncan's Multiple
kemudian disedotkan ke dalam straw, setiap straw Range Test (Steel dan Tonie , 1995).
terdapat 10-20 oosit. Posisi dan penempatan oosit
dalam straw sama dengan pada proses pematangan,
HASIL DAN PEMBAHASAN
seperti yang terlihat pada Gambar I .
Persentase fertilisasi in vitro
Sedangkan fertilisasi oosit dilakukan selama
6, 12 dan 18 jam yang di inkubasi pada suhu 38,5 Hasil Penelttian ini menunjukkan rataan
oC persentase fertilisasi in vitro pada kedua sistem
pada masing-masing sistem inkubasi yang
inkubasi yaitu sistem inkubasi CO2 5% dan tanpa
berbeda yaitu sistem inkubasi CO, 5oA dan sistem
inkubasi tanp a CO, 5o/o. COz 5% pada ketiga periode inkubasi dapat
terlihatpada Tabel 1.
Rataan persentase fertilisasi oosit pada
Evaluasi fertilisasi in vitro. Unh-rk melihat wakfifertilisasi 6 jam adalah 63,63
yo,
12 jam
tingkat fertilisasi dilakukan dengan cara mengamati o
sebesar 56,31 , dan 18 jam yaitu 62,12 yo.
perkembangan pronukleus (1 PN, 2 PN dan >2 PIti)
S e dan gkan r ataan persentase fertilisasi oo sit p ada
dengan metode pewarnaan aceto orcein. Prosedur
sistem inkubasi Cor\o/oadalah 6I,460 sedangkan
pewarnaan ini berdasarkan Jaswandi (2003), tanpa COr 5olo sebesar 59,600/0 seperti terlihatpada
sebelum diwamai terlebih dahulu oosit dibersihkan Tabel 1. Tetapi setelah dianalisis secara statistik,
dari sel-sel kumulus dengan memipet beberapa kali
persentase fertilisasi oosit menunjukkan
dalam medium Phosphate Buffered Salline (PBS),
penambahan waktu fertilisasi tidak berpengaruh
kemudian difiksasi dalam larutan asam asetat dan
nyata (P>0,05) terhadap sistem inkubasi yang
larutan etanol absolut dengan perbandingan (1:3) berbeda.
Tabel 1. Persentase fertilisasi oosit sapi lokal pada rvaktu fertilisasi dan sistem inkubasi yang berbeda
Sistem inkubasi Waktu Jumlah Oosit Fertilisasi (%)
(%) (buah)
Fertilisasi fiam) 23 (65,71)
6 35
L Dengan CO25 23
I2 t3 (56,52)
18 37 23 (62,16
2. Tanpa CO25 6 26 t6 (6t,54)
l2 4T 23 (56,t0)
18 29 t8 (62,07)
Persentase fertilisasi yang tidak berpengaruh Dari hasil penelihan ini menunjulkan bahwa
nyata pada sistem inkubasi yang berbeda, hal ini penode inkubasi selama 6 jam telah
disebabkan oleh adanya suplementasi hepes ke bagr qperma unflrk mempenet?si oosit. Dode et a/.,
dalam medium mB-O pada sistem inkubasi CO, 5% (2002) melaporkan bahwa penefasi oosit oleh qperma
sebagai buffer dalam medium. Ditambah oleh diinkubasi selama 6 jam memperoleh tingkat penetrasi
yo.
Shamsuddin et al (1993), penambahan penyangga spernra 63,3 Sedangkan Jiang (1991) memperoleh
Hepes dalam medium serta waktu inkubasi tingkat monospermia dan polyspermia pada beberapa
sehingga efek sinergis penggunaannya dapat penode inkubasi setelah insemrnasi sperma pada oosit
dicapai secara optimal. Diperkuat oleh Jaswandi sapi yang dimaturasi in vitro adalah sebagai brikut:
(2002), tingkat maturasi oosit in vitro penggunaan monospermia pada periode inkubasi 6 jam 45,3 % ; 12 jam
o
Hepes 10-30 mM dalam medium cukup efektif 68,6 % dan 20 jam 80,9 , sedangkan tinglot polyspermia
pada kondisi tanpa CO. 5o/o baik menggunakan adalah pada periode inkubasi 6 jam adalah
cawan petri maupun straw. Hasil pematangan dan 0,0o/o;12 jarn9,8 % sedangkan 20 jan12,8o/o.
fertilisasi in vitro oosit domba dengan penambahan lnkubasi oosit dan sperrna yang terlalu lama
penyangga Hepes dalam medium dapat dapat mengurangi kemampuan oosit berkembang
memberikan kondisi optimal. karena sperma yang terlalu lama dapat mengurangi
Dari hasil penelitian, terlihat pada Gambar 2. kemampuan oosit berkembang karena spelma
tingkat fertilisasi dari ketiga waktu fertilisasi 6, 12 mempunyai potensi untuk melepaskan enzim
dan 18 jam terhadap sistem inkubasi yang berbeda hidrolitik kedalam medium fertilisasi (Gordon,
adalah hampir sama. Sedangkan persentase 1994\. Hasil penelitian dari pengaruh perlakuan
fertilisasi in vitro pada waktu fertilisasi 12 jam terhadap tingkat fe'rtilisasi in vito dari kedua sistem
mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan inkubasi pada 3 periode inkubasi dapat dilihat pada
penelitian Jaswandi (2002) bahwa tingkat Gambar 3. Terlihat pada Gambar 3 tingkat per-
fertilisasi oosit pada domba mengalami penurunan kembangan pronukleus (lPN) pada sistem inkubasi
pada periode inkubasi 12 jam. Ditambahkan oleh yang berbeda diperoleh yaitu untuk sistem inkubasi
o/o
Rehman et al (1994), bahwa fertilisasi pada sapi CO, 5%o y ain26,32 sedangkan pada sistan inkubasi
dengan perlakuan waktu inkubasi kurang dari 16 yo.
tanpa CO, 5olo sebesar 28,13 Hasil analisis statistik
jam menunjul&an bahwa tidak todapat perbedaan pada
dengan tingkat fertilisasi sebesar 57 ,l6yo.
Tingkat fertilisasi yang hampir sama diantara lPN pada sistem inkubasi berbeda (P>0,05). Tingkat
periode inkubasi disebabkan oosit mempunyai perkembangan yang hampir sama diantara kedua
mekanisme yang menghambat masuknya sperrna lain sistem inkubasi dikarenakan pada penelitian ini
bila telah terjadinya penetasi oleh satu sperma. disuplemantasi Heparin dengan dosis 20 1@ nn ke
Perpanjangan penode inkubasi sampai 18 jam tidak dalam medium fertilisasi. Dari hasil penelitian Lu
berpenganrh terhadap tingkat fertilisasi oosit. Menurut (1990), melaporkan bahwa penggunaan Heparin (10
Hafez dan Hafez (2000) bahwa setelah tdadinya pgnQ diperoleh tingkat perkembangan 1 PN sebesar
fertilisasi permukaan oosit mengalami perubahan 4,8% sedangkanpada dosis 50 1tg/nn (7,3%)dan dengan
untuk mencegah fu si sperma lainnya. dosis 100 pglml diproleh I PN sebesar 5,270.
68
66
64
62
60
58
56
54
52
50
6 jam 12 jam l8 jam
Waktu Fertilisasi
Gambar 2.Persentase fertilisasi in vitro pada waktu fertilisasi dan sistem inkubasi yang berbeda
( 0 dengan CO2 5%o, tr tanpa CO2 5%)
60
50
Gambar 3. Tingkat perkembangan pronukleus ( lPN, 2PN, dan >2PN) pada sistem inl:ubasi yang berbeda
(n dengan CO2 5%, r tanpa CO2 5%)
Tingkat perkembangan pronukleus 2PN kedua sistem inkubasi tersebut dapat memberikan
kedua sistem inkubasi yaitu pada sistem inkubasi kondisi yang optimal pada tingkat perkembangan
aA
yang menggunakan CO2 5% adalah 52,08 2PN.
o/o.
sedangkan tanpaCO2 5o% sebesar 54,77 Setelah
Pada sistem inkubasi CO2 5% meng-gunakan
dianalisis sistem inkubasi tidak menuryukkan
medium B-O (tanpa Hepes) sedangkan tanp aCA2 5o/o
perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap tingkat
menggunakan medium mB-O (dengan Hepes).
perkem-bangan 2 PN.
Asumsi ini sependapat dengan Vsconfl et al., (1999)
Hasil penelitian yang hamnir sama diperoleh mengemukan bahwa keberhasilan fertilisasi pada
dari kedua sistem rnkubasi yang digunakan vaitu medium yang mengandung Hepes dan NaIICO3
sistem inkubasi CO2 5Yo dantanpa CO2 5%. Hal ini hampir sama dengan medium yang mengandung
disebabkan karena medium yang digunakan pada NaHCO3 tanpaHepes.
Hasil penelitian Jaswandi et al., (2004) tinggi pada sistem inkubasi CO2 5% dalah9,68a/o
menunjukkan bahwa penggunaan Hepas dapat sedangkan pada sistem inkubasi tanpa CO, 5o/o
menggantikan peran CO2 5% dalam produksi sebesar7,l9oh.
embrio. Menurut Triwulanningsih (2002), oosit
yang dikultur dalam medium TCM-199 selama 18
jam
dalam inkubator CO2 So/obersuhu 39 0C dapat Tingkat perkembangan pronukleus (PN)
difertilisasi serta menghasilkan blastosis yang lebih Terlihat pada Gambar 4 tingkat
banyak dibandingkan yang dikultur selama24 jam. perkembangan pronukleus 1 PN terhadap berbagai
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa waktu fertilisasi diperoleh yaitu 6 jam sebanyak
kemampuan perkembangan oosit dari kedua sistem 22,03%o; 12 jam sebesar 37,60yo dan 18 jam
inkubasi pada fertilisasi in vitro hampir sama. yaiu24,23o/o.
Kecenderungan yang sama mungkin disebabkan Pada periode inkubasi 12 jam mengalami
oleh tingkatpenetrasi spermapada fertilisasi. peningkatan tingkat perkembangan 1 PN sebesar
Tingkat fertilisasi disebabkan mekanisme I5,57o , kemudian pada periode inkubasi 18 jam
oosit yang mencegah masuknya fusi sperma lainnya terjadinya penunrnan yang cukup drastis yaitu
yang telah dipenetrasi oleh satu sperma. Kegagalan sebesar 25,48yo. Dari hasil analisis statistik
mekanisme ini akan mengakibatkan kejadian menunjukkan bahwa waktu fertilisasi sangat
polispermia yang berakhir dengan terburtuknya berpengaruh nyala (P<0,05) terhadap
embrio poliploidi, embrio ini akan mangalami perkembangan pronukleus 1 PN. Setelah dilakukan
perkembangan abnormal dan mati Qlafez danLlafez, uji lar4ut DMRT, diperoleh tingkat perkembangan
2000). Tingkat perkembangan pronukleus >2PN pronukleus.. l,PN yang tcrtinggi adalah waktu
pada berbagai sistem inkubasi yang berbeda yaitu oA
fertilisasi 12 jam yaitu sebesar 36,84 kemudian
pada sistem inkubasi CO2 5o/o adalah 8,87oA diikutiwaktu fertilisasi 18
jam
adalah 24,47o/o.Dai
sedangkan pada sistem inkubasi tanpa CO2 5o/o hal diatas diasumsikan perpanjangan waktu
o
sebesar 7,51 . Tingkat perkembangan >2PN pada fertilisasi sampai waktu 18 jam tidakmeningkatkan
sistem inkubasi CO2 5% lebih tinggi dari sistem tingkat perkembangan pronukleus 1PN pada
inkubasi tanpa COz 5%. Meskipun terdapat fertilisasi oosit sapi in vitro. Diperkuat oleh
perbedaan tingkat perkembangan pronukleus >2 PN Jaswandi (2002), mengemukakan bahwa
pada kedua sistem inkubasi namun secara analisis perpanjangan periode fertilisasi sampai 24 jam
statistik menunjulkan tidak adanya perbedaan yang pada domba tidak meningkatkan keberhasilan
nyata(P>0,05). fertilisasi oosit in vitro.
Pada penelitian ini, tingkat perkembangan Tingkat fertilisasi perkembangan pronukleus
>2PN tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian 2PN pada berbagai waktu fertilisasi diperoleh;
Jaswandi (2002) mengemukakan bahwa tingkat pada waktu fertilisasi 6 jam sebanyak 57,42%o; 12
fertilisasi >2 PN pada oosit domba relatif lebih jam sebesar 5I,70yo sedangkan 18 jam yaitu
60-
50-
40-
30-
20-
10-
0t
1 PN 2PN >2PN
Tingkat Perkemban gan Pronukleus
Gambar 4.Perkembangan pronukleus (lPN, 2PN, >zPN) pada waktu fertilisasi yang berbeda
(r 6jam, t72jam,r lSjam)
Fertilisasi Sapi Lokal (F.L.Syaifu1, er a/) JJ
Vol13(1)
sebesar 48,47o/o. Setelah dianalisis secara statistik Chian, R.C., H. Nakahara, K. Niwa andFunahashi.
menunj ukkan bahwa peningkatan waktu fertilisasi 1992.Fertllization and early Cceavage ir
tidak menyebabkan pengaruh yangnyata (P>0,05) vitro of aging bovine oocytes after
terhadap perkembangan pronukleus 2PN. maturation in culture. Theriogenology 37,
Menurut Jaswandi (2002) bahwa tingkat 666-672.
fertilisasi yang hampir sama sampai periode Dode, M.A.N., N.C. Rodovalho, V.G. Ueno and
inkubasi 24 jam disebabkan oleh oosit yang Femandes. 2002. The fffect of sperm
mempunyai mekanisme yang menghambat preparatron and coincubation time on in
masuknya spenna berikutnya bila telah dipenetrasi vitro fertilization of ,Bos Indicus oocyte.
olehsafusperma. Animal Reproduction Science 69: 15-23.
Tingkat perkembangan pronukleus >2 PN Gordon, I. 1994. Laboratory Production of Cattle
terhadap berbagai waktu fertilisasi diperoleh yaitu; 6 Embrios. Biotechnology in Agricultural
o/o; o/o
jam yaitu sebesar 6,2I 12 jam adalah 4,62 dan Series. CAB. Intemational.
l8jam adalah 13,66yo. Setelah dianalisis secara Hafez, B and E. S. E . Hafez. 2000. Reproduction in
statistik menunjukkan bahwa waktu fertilisasi tidak
Farm Animal. 7 th Edition. Lea Febiger.
adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap
USA.
perkembangan pronukleus >2PN. Peningkatan
periode inkubasi dapat menyebabkan penunman Herdis. 2000. Pemanfaatan Ovarium sebagai
tingkat perkembangan pronukleus >2PN. Hasil limbah rumah potong hewan untuk
penelitian ini menunjukkan bahwa periode waktu 18 meningkatkan populasi ternak melalui
jam efektif digunakan unhrk fertilisasi oosit in vitro. teknik fertilisasi in vitro. Jurnal Sains dan
Dipertegas oleh Chian et al. (1992), mengemukakan Teknologi Indonesia 2000, Vol. 2, No. 2
bahwa spenna masih mampu menembus oosit hal I-7.
sampai 24 jam setelah di inseminasi tetapi Hunter, R.H.F. 1995. Fisiologi dan Teknologi
peningkatan tingkat fertilisasi tidak signifikan, dan Reproduksi Hewan Betina Domestik
juga diikuti peningkatan kejadian polispermia yang (Peterjemah Harya Putra). Penerbit ITB,
cukup tinggi. Peningkatan oosit terfertilisasi setelah Bandung.
perpanjangan waktu fertilissi juga diikuti Jaswandi, Z. Udin dan M. Mundana. 20A4.
peningkatan oosit yang mempunyai lebih dari dua
Pengembangan Sistem Kultur Tanpa CO2
buah pronuklei (>2 PN). Kondisi yang kurang
dalam Produksi Embrio Secara In Vitro.
mengunhrngkan dan perpanjangan penode inkubasi
Laporan Hibah Bersaing XL Untversrtas
adalah peningkatan persentase fertilisasi dapat Andaias.
disebabkan oleh oosit yang mengalami
parthenogenesis. Jaswandi. 2003. Kualitas danAngka Maturasi In
Vitro Oosit Domba Pada Berbagai Suhu
dan Waktu Penyimpanan Ovarium.
KESIMPULAN I-aporan Penelitian Dosen Muda. BBI,
Berdasarkan hasil dalam penelitian ini, Dikti. Universitas Andalas.
maka dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu sistem Jaswandi. 2002. Penggunaan Hepes dan Butiran
inkubasi dan waktu fertilisasi tidak berpengaruh Efervesen dalam Sistem Inkubasi Pada
terhadap tingkat fertilisasi oosit. Fertilisasi oosit Produksi Embrio Domba Secara In Vitro.
dapat dilakukan pada periode inkubasi 6 jam, 12 Disertasi Program Pascasarjana IPB,
jam, dan 18 jam. Perpanjangan periode fertilisasi Bogor.
sampai 18 jam tidak meningkatkan tingkat Jiang, H.S. W.L. Wong., K.H. Lu, I Gordon, and
ferlilisasi. Polge, C. 1991. Roles of cell monolayers
in the coculture of in vitro fertization
DAFTAR PUSTAKA bovine embryos. J. Theriogenology, 35,
216.
Brackett, B.G, K.A. Zuelke, 1993. Analysis of
Pinyopummintr, T and B.D. Bavister. 1995.
factors involved in the in vitro production
Optimum gas atmsphere for in vitro
of bovine embryos. Theriogenology 39 :
43-63. fertilization of bovine oocytes.
Theriogenol ogy 44, 47 1 -47 7 .
34 Fertilisasi Sapi Lokal (F.L.Syaiful, et af
Vol13(1)
Rehman, N., A.R. Collums, T.K. Suh and R.W. 17 P. Disertasi Program Pascasar;ana
W Junior. 1994. Effects spenn Institut Pertanian Bogor, Bogor.
exposure time on in vitro fertllization
and embryo development of bovine Shamsuddin, M., B. Larsson and H. Rodriquez-
oocytes matured in vitro. Theriogenology Martinez. 1993. Maturation related change
4I : 1447 -1465. in bovine oocytes under different culture
Thompson, J.G 1 996. Defining the requirement for conditions. Animal Reproduction Science
bovine embrio culture. Theriogenology 3t,49-60.
45:97-700.
Steel, R.G.D and Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur
Triwulanningsih, E. 2002. Pengaruh Produksi Statistika Suatu Pendekatan Biomekik. Alih
Sapi Lokal 1lz l4tro dengan Modifikasi Bahasa B. Sumantri, Edition kedua, Cetatan 2.
Waktu dan Suhu Pada Medium Maturasi Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Yang Diperkaya dengan FSH dan Eshadiol
Fertilisasi Sapi Lolral (F.L.Syaiful, et aI)