Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Infeksi dari kuman ini bersifat
sistemik sehingga dapat mengenai semua organ dengan paru sebagai lokal
infeksi primer. Kuman TB dapat hidup lama tanpa aktivitas dalam jaringan
tubuh (dormant) hingga sampai saatnya ia aktif kembali. Lesi TB dapat
sembuh tetapi dapat juga berkembang progresif atau mengalami proses
kronik atau serius.3

B. Epidemiologi Tuberkulosis
Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit yang mudah menular
dimana dalam tahun-tahun terakhir memperlihatkan peningkatan dalam
jumlah kasus baru maupun jumlah angka kematian yang disebabkan oleh
TB. Pada tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit
TB, karena di sebagian besar negara di dunia, penyakit TB tidak
terkendali. Hal ini disebabkan banyaknya penderita TB yang tidak berhasil
disembuhkan. WHO melaporkan adanya 3 juta orang meninggal akibat TB
tiap tahun dan diperkirakan 5000 orang tiap harinya. Tiap tahun ada 9 juta
penderita TB baru dan 75% kasus kematian dan kesakitan di masyarakat
diderita oleh orang-orang pada umur produktif dari 15 sampai 54 tahun. Di
negara-negara miskin kematian TB merupakan 25% dari seluruh kematian
yang sebenarnya dapat dicegah. Daerah Asia Tenggara menanggung
bagian yang terberat dari beban TB global yakni sekitar 38% dari kasus
TB dunia. Dengan munculnya HIV/ AIDS di dunia, diperkirakan penderita
TB akan meningkat. 4
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan
beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah
sebesar 660.000 dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per
tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per
tahunnya. Berdasarkan laporan dari survei prevalen nasional tahun 2009,
tingkat prevalensi Tuberkulosis adalah 244 per 100.000 penduduk.
Sedangkan untuk tahun yang sama tingkat kematian karena Tuberkulosis
sebanyak 39 per 100.000 penduduk.4

C. Etiologi Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
yang merupakan bakteri aerob. Bakteri ini disebut sebagai basil tahan

4
asam (BTA) karena dapat melawan dari sifat asam alcohol. Secara umum
sifat kuman TB antara lain adalah sebagai berikut:5
1) Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6 mikron
2) Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl Nelsen
3) Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein
Jensen, Ogawa.
4) Kuman Nampak berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan
di bawah mikroskop
5) Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam
jangka panjang waktu lama pada suhu antara 4oC sampai minus 70oC.
6) Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari, dan sinar
ultraviolet
7) Paparan langsung terhadap sinar ultraviolet, sebagian kuman akan mati
dalam waktu beberapa menit
8) Dalam dahak pada suhu antara 30-37oC akan mati dalam waktu lebih
kurang 1 minggu
9) Kuman dapat bersifat dormant (tidur/tidak berkembang)

D. Cara Penularan Tuberkulosis


Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif:
 Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
 Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang
gelap dan lembab.
 Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
 Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan
oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.5

Risiko penularan:

5
 Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
 Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10
(sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
 Menurut WHO ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB
dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi
positif.5

Risiko menjadi sakit TB


 Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
 Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata
terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan
menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien
TB BTA positif.
 Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien
TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi
HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
 Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh
seluler (cellular immunity) dan merupakan faktor risiko paling kuat
bagi yang terinfeksi TB untuk menjadi sakit TB (TB Aktif). Bila
jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan
meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan
meningkat pula.5

6
Gambar 1. Faktor risiko kejadian TB transmisi

E. Klasifikasi Tuberkulosis
Pengelompokan pasien TB dapat dibagi berdasarkan secara
patologis, lokasi anatomi dari penyakit, riwayat pengobatan sebelumnya,
hasil pemeriksaan uji kepekaan obat, dan status HIV.5,7
1. Pembagian secara patologis
a. Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis): penularan
tuberkulosis paru yang terjadi akibat kuman yang dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei.
b. Tuberkulosis post-primer (adult tuberculosis): merupakan kuman
yang dormant pada tuberkulosis primer yang muncul bertahun-
tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis
dewasa.

2. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:


Berdasarkan lokasi anatomi dari penyakitnya, tuberkulosis
dibagi lagi menjadi 2 kelompok, yaitu tuberkulosis paru dan
tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis paru, merupakan tuberkulosis
yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap
sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis
TB di rongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura
tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru,
dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pada pasien yang menderita TB

7
paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan
sebagai pasien TB paru.
Tuberkulosis ekstra paru, merupakan TB yang terjadi pada organ
selain paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran
kencing, kulit, sendi, selaput otak, dan tulang. Diagnosis TB ekstra
paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau
klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan
penemuan Mycobacterium tuberculosis.

3. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya


a. Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT
namun kurang dari 1 bulan (kurang dari 28 dosis).
b. Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya
pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis).
Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan
TB terakhir, yaitu:
 Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik
karena benar-benar kambuh atau karena reinfeksi).
 Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB
yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan
terakhir.
 Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-
up): adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to
follow up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan
pasien setelah putus berobat /default).
 Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil
akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
c. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

4. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat


Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji
dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa:
a. Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja
b. Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan

8
c. Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
d. Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus
juga resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan
minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin,
Kapreomisin dan Amikasin).
e. Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan
atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi
menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip
(konvensional).

5. Klasifikasi berdasarkan status HIV


a. Pasien TB dengan HIV positif: adalah pasien TB dengan hasil HIV
positif sebelumnya atau sedang mendapatkan ART atau hasil tes
HIV positif pada saat diagnosis TB.
b. Pasien TB dengan HIV negatif: adalah pasien TB dengan hasil tes
HIV negatif sebelumnya atau hasil tes HIV negatif pada saat
diagnosis TB.
c. Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui: adalah pasien TB
tanpa ada bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB
ditetapkan.

F. Patofisiologi Tuberkulosis
Infeksi dengan M. tuberkulosis paling sering terjadi akibat paparan
paru-paru atau mukosa terhadap aerosol yang terinfeksi. Tetesan dalam
aerosol ini berukuran 1-5 μm; Pada orang dengan TB paru aktif, batuk
tunggal bisa menghasilkan 3000 tetesan infektif, dengan sedikitnya 10
bacilli dibutuhkan untuk memulai infeksi. Saat dihirup, inti tetesan
diendapkan dalam ruang udara terminal paru-paru. Organisme tumbuh
selama 2-12 minggu, sampai mencapai 1000-10.000 jumlahnya, yang
cukup untuk menghasilkan respons imun seluler yang dapat dideteksi
dengan reaksi uji kulit tuberkulin. Mycobacteria sangat antigenik, dan
mereka meningkatkan respons imun nonspesifik yang kuat.
Antigenisitasnya disebabkan oleh beberapa konstituen dinding sel,
termasuk glikoprotein, fosfolipid, dan lilin D, yang mengaktifkan sel
Langerhans, limfosit, dan leukosit polimorfonuklear).6
Ketika seseorang terinfeksi dengan M tuberculosis, infeksi dapat
mengambil 1 dari berbagai jalur, yang sebagian besar tidak mengarah pada
TB yang sebenarnya. Infeksi dapat dibersihkan oleh sistem imun host atau
ditekan menjadi bentuk tidak aktif yang disebut infeksi tuberkulosis laten

9
(LTBI), dengan host yang resisten yang mengendalikan pertumbuhan
mikobakteri pada fokus jauh sebelum perkembangan penyakit aktif. Pasien
dengan LTBI tidak dapat menularkan TB.6
a) Tuberkulosis Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya,
sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan
terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi
dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara
pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam
paru. Saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe di
sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu
antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah
sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya
perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.7
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya
kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh tersebut
dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian,
ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau
dorman (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu
menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan,
yang bersangkutan akan menjadi penderita TB. Masa inkubasi yaitu
waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit,
diperkirakan sekitar 6 bulan.
Menyebar dengan cara :
 Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh
adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus,
biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar
sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan,
dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar
sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan
menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut,
yang dikenal sebagai epituberkulosis.
 Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun
ke paru sebelahnya atau tertelan
 Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini
berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman.
Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan
tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini
akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis

10
milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy.
Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat
tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan
sebagainya. 7

b) Tuberkulosis Post Primer


Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun-tahun kemudian
setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun.
Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam
yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis
menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama
menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber
penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarangan dini,
yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus
inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni
kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai
berikut :
 Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
 Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses
penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya
akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan
keju dibatukkan keluar.
 Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju
keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan
menjadi tebal (kaviti sklerotik).7
Paru-paru adalah tempat yang paling umum untuk
pengembangan TB; 85% pasien dengan TB muncul dengan keluhan
paru. TB ekstrapulmoner dapat terjadi sebagai bagian dari infeksi
umum primer dan akhir. Lokasi ekstrapulmoner juga dapat berfungsi
sebagai tempat reaktivasi; Reaktivasi ekstrapulmoner dapat hidup
berdampingan dengan reaktivasi paru.6
Bagian tubuh yang paling umum dari penyakit ekstrapulmoner
adalah sebagai berikut (lesi ini secara patologis serupa dengan lesi
paru):6
o Kelenjar getah bening mediastinum, retroperitoneal, dan serviks
(scrofula)
o Vertebra

11
o Adrenal
o Meninges
o Traktus Gastrointestinal
Organ akhir yang terinfeksi biasanya memiliki retensi oksigen regional
yang tinggi (seperti pada ginjal, tulang, meninges, mata, dan choroids,
dan di bagian atas paru-paru). Penyebab utama kerusakan jaringan
akibat infeksi M tuberkulosis dikaitkan dengan kemampuan organisme
untuk memicu reaksi imun host yang hebat terhadap protein dinding
sel antigenic.6
Uveitis yang disebabkan oleh TB adalah manifestasi peradangan
lokal dari infeksi tuberkulosis sistemik primer yang didapat
sebelumnya. Ada beberapa perdebatan mengenai apakah mimikri
molekuler, dan juga respon nonspesifik terhadap antigen tuberkulosis
noninfeksius, memberikan mekanisme peradangan okular aktif tanpa
adanya replikasi bakteri.6

G. Manifestasi Klinis Tuberkulosis


Gambaran klinis klasik yang terkait dengan TB paru aktif adalah
batuk, anoreksia, demam, berkeringat dimalam hari, hemoptysis, nyeri
dada, dan lemah . 6 Menurut Amin et al, 2009 tanda dan gejala yang dapat
muncul pada penderita infeksi TB ialah sebagai berikut :8
1. Demam. Biasanya demam yang didaptkan adalah subfebris
menyerupai demam pada influenza, tetapi tidak menutup kemungkinan
demam bisa mencapai 40-41 celcius. Serangan demam pertama dapat
sembuh, kemudian demam dapat kambuh lagi. Biasanya pasien tidak
pernah lepas dari serangn influenza pada kasus ini. Keadaan ini
diperngaruhi oleh daya tahan tubuh serta berat dan ringannya infeksi
yang didapat pasien.
2. Batuk/batuk darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk yang terjadi
Karena adanya iritasi dari bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
mengeluarkan hasil dari peradangan tersebut. Batuk didapatkan apabila
bakteri telah bekembang baehari-hari bahkan berminggu-minggu.
Biasanya batuk dimulai dengan batuk tidak berdahak kemudian lama-
kelamaan akan menjadi batuk yang berdahak. Batuk darah terjadi
Karena adanya batuk yang terus-menerus yang akan menyebabkan
iritasi atau cedera pada vascular.
3. Sesak nafas. Pada serangan awal ataupun baru terinfeksi biasanya
sesak nafas belum terjadi, sesak nafas terjadi apabila infeksi telah lama
dan juga disebabkan Karena infiltrasi telah menyebar keparu yang
akan menyebabkan sesak nafas.

12
4. Nyeri dada. Gejala ini jarang ditemukan pada penderita TB. Nyeri
yang dirasakan biasanya disebabkan Karena infiltrasi sudah mencapai
pleura sehingga menjadi pleuritis yang menyebabkan nyeri pada dada.
5. Malaise. Penyakit tuberkulosis ini merupakan infeksi menahun,
biasanya ditemukan gejala malaise seperti anoreksia, penurunan berat
badan, nyeri otot, berkeringat dimalam hari, dll. Gejala ini biasanya
akan semakin berat dan nantinya akan hilang timbul

Gambar 2. Manifestasi TB pulmonal

H. Diagnosis Tuberkulosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan uraian dari manifestasi
klinis yang ditemukan, seperti batuk menahun atau batuk darah dalam
waktu berminggu-minggu serta demam subfebris. Selain itu dapat juga
ditegakkan dengan hasil pemeriksaan penunjang seperti kelainan fisik,
adanya kavitas pada paru di rontgen serta pemeriksaan radiologis. Menurut
American Thoracic Society dan WHO 1964 menyatakan bahwa untuk
menegakkan diagnosis pasti tuberkulosis cukup dengan menemukan
Mycobacterium tuberculosis pada sputum atau jaringan paru biakan,8
Menurut Persatuan Dokter Paru Indonesia tahun 2003, bahwa
penegakan diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala
klinik, pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik
dan pemeriksaan penunjang lainnya.9
1. Gejala klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.

A. Gejala respiratorik

13
 batuk ≥ 3 minggu
 batuk darah
 sesak napas
 nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai ada gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical check up. Bila
bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita
mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena
iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang
dahak ke luar. Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari
organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan
terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah
bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala
meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa gejala sesak
napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya
terdapat cairan.9

B. Gejala sistemik

 Demam
 Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat
badan menurun.9

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari
organ yang terlibat.
 Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan
penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan.
Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex
lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain
suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah,
tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.
 Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung
dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan
pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak
terdengar pada sisi yang terdapat cairan.

14
 Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah
bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis
tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar
tersebut dapat menjadi “cold abscess”.9

3. Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan Bakteriologik

 Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman
tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam
menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini
dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal,
bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi
(termasuk biopsi jarum halus/BJH)
 Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut
atau dengan cara:
 Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
 Dahak Pagi ( keesokan harinya )
 Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan
dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar,
berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah
pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat
dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke
laboratorium.
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus
kering di gelas objek atau untuk kepentingan biakan dan uji
resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim
ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada
gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan
dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas
penderita yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan

15
laboratorium. Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari
klinik/tempat pelayanan penderita, spesimen dahak dapat dikirim
dengan kertas saring melalui jasa pos.
Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas
saring:
 Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar
terlihat bagian tengahnya
 Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di
bagian tengah dari kertas saring sebanyak + 1 ml
 Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi
pada satu ujung yang tidak mengandung bahan dahak
 Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di
tempat yang aman, misal di dalam dus
 Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan
dalam kantong plastik kecil
 Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan
melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan
lidi
 Di atas kantong plastik dituliskan nama penderita dan tanggal
pengambilan dahak
 Dimasukkan ke dalam amplopdan dikirim melalui jasa pos ke
alamat laboratorium.

 Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain


Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain
(cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar (BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara:
 Pemeriksaan Mikroskopik
 Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen pewarnaan
Kinyoun Gabbett
 Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin
(khususnya untuk screening)
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dahak
dipekatkan lebih dahulu dengan cara sebagai berikut:

o Masukkan dahak sebanyak 2 – 4 ml ke dalam tabung


sentrifuge dan tambahkan sama banyaknya larutan
NaOH 4%

16
o Kocoklah tabung tersebut selam 5 – 10 menit atau
sampai dahak mencair sempurna
o Pusinglah tabung tersebut selama 15 – 30 menit pada
3000 rpm
o Buanglah cairan atasnya dan tambahkan 1 tetes
indicator fenol-merahpada sediment yang ada dalam
tabung tersebut, warnanya menjadi merah
o Netralkan reaksi sedimen itu dengan berhati-hati
meneteskan larutan HCl 2n ke dalam tabung sampai
tercapainya warna merah jambu ke kuning-kuningan
o Sedimen ini selanjutnya dipakai untuk membuat
sediaan pulasan (boleh juga dipakai untuk biakan
M.tuberculosis )
lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali
pemeriksaan ialah bila :
2 kali positif, 1 kali negatif → Mikroskopik positif
1 kali positif, 2 kali negatif → ulang BTA 3 kali , kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif 
Mikroskopik positif
bila 3 kali negatf → Mikroskopik negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala
bronkhorst atau IUATLD.
Catatan :
Bila terdapat fasiliti radiologik dan gambaran radiologik
menunjukkan tuberkulosis aktif, maka hasil pemeriksaan
dahak 1 kali positif, 2 kali negatif tidak perlu diulang.

Gambar 3. Pemeriksaan mikroskopik

 Pemeriksaan biakan kuman:


Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode
konvensional ialah dengan cara :

17
 Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh)
 Agar base media : Middle brook
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan
diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium
tuberculosis dan juga Mycobacterium other than
tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat
digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya
pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin
maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta
melihat pigmen yang timbul.9

4. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto
lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-
Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).9

I. Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :


 Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior
lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah Kaviti,
terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
 Bayangan bercak milier
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
II. Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
 Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
 Kalsifikasi atau fibrotik
 Kompleks ranke
 Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
III. Luluh Paru (Destroyed Lung ) :
 Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan
paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru.
Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis,
multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai
aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran
radiologik tersebut.
 Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan
aktiviti proses penyakit

18
IV. Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan
pengobatan dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak
negatif) :
 Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua
paru dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di
atas chondrostemal junction dari iga kedua dan prosesus
spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis
5 (sela iga 2) dan tidak dijumpai kaviti
 Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.

Gambar 4. TB paru aktif

Gambar 5. TB paru lama aktif

19
g

Gambar 6. TB paru lama tenang

Gambar 7. TB miliar

5. Pemeriksaan Penunjang Lainnya

20
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah
lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis
secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik
baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih
cepat.
a) Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat
jmendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu
masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan
kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai,
kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya.
Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk
menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan
dengan cara yang benar dan sesuai standar.
Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain
tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil
tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB.
Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan /
spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun luarparu
sesuai dengan organ yang terlibat

b) Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:


 Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat
mendeteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi
yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain
adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang
cukup lama.9
 Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan
(LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir
plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum
penderita, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi
spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai yang sesuai
dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna
pada sisir yang dapat dideteksi dengan mudah.9
 Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi
serologi yang terjadi.9

21
 ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis)
adalah uji serologik untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis
dalam serum. Uji ICT tuberculosis merupakan uji diagnostik
TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari
membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb
38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis
melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen
diantaranya digabung dalam 1 garis) dismaping garis kontrol.
Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 μl diteteskan ke
bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati
garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG
terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan
antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji
dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol
dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.
Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang
diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel
yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi. Saat ini
pemeriksaan serologi belum bisa dipakai sebagai pegangan
untuk diagnosis.9

c) Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah
metode radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam
lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi
growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah
satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk
membantu menegakkan diagnosis.9

d) Pemeriksaan Cairan Pleura


Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura
perlu dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu
menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang
mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif
dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura
terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.9

e) Pemeriksaan histopatologi jaringan

22
Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi
paru dengan trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans
thoracal biopsy (TTB), biopsi paru terbuka, biopsi pleura,
biopsi kelenjar getah bening dan biopsi organ lain diluar paru.
Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH
=biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsi dilakukan untuk
membantu menegakkan diagnosis, terutama pada tuberkulosis
ekstra paru Diagnosis pasti infeksi TB didapatkan bila
pemeriksaan histopatologi pada jaringan paru atau jaringan
diluar paru memberikan hasil berupa granuloma dengan
perkejuan.9
f) Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator
yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam
pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting
sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai
keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan
untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta
kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan
penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa menggambarkan
biologik/ daya tahan tubuh penderida , yaitu dalam keadaan
supresi / tidak. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi
laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan
tuberkulosis. Limfosit pun kurang spesifik.9

g) Uji Tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi
TB di daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di
Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi,
pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik
kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan
mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang
dilakukan satu bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari
uji yang didapat besar sekali atau bula. Pada pleuritis
tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif, terutama pada
malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif mungkin
dapat menjadi positif jika diulang 1 bulan kemudian.
Sebenarnya secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan
hanya menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang analog
dengan ; a) reaksi peradangan dari lesi yang berada pada target

23
organ yang terkena infeksi atau b) status respon imun individu
yang tersedia bila menghadapi agent dari basil tahan asam yang
bersangkutan (M.tuberculosis).

Gambar 8. Tes tuberkulin

24
Gambar 9. Alur penegakan diagnosis
I. Penatalaksanaan Tuberkulosis

25
Tujuan dari penatalaksanaan pasien tuberkulosis adalah untuk
menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas
hidup, mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk
selanjutnya, mencegah terjadinya kekambuhan TB, menurunkan penularan
TB, mencegah terjadinya dan penularan TB resisten obat. Prinsip
pengobatan TB yang adekuat yaitu:
1. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi
2. Diberikan dalam dosis yang tepat
3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO
(Pengawas Menelan Obat) sampai selesai pengobatan
4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam
tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan
Pengobatan TB terdiri atas pengobatan tahap awal dan tahap
lanjutan.
º Pengobatan tahap awal yaitu pengobatan harus diberikan setiap hari
untuk menurunkan jumlah kuman yang ada di dalam tubuh dan
meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin
sudah resisten sejak sebelum mendapatkan pengobatan.
º Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting untuk
membunuh sisa-sisa kuman yang mungkin masih ada dalam tubuh
khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan
mencegah terjadinya kekambuhan.9

I. Obat Anti Tuberkulosis

Tabel 1. OAT lini pertama

26
Tabel 2. Kisaran dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa

Catatan:
Pemberian streptomisin untuk pasien yang berumur >60 tahun atau
pasien dengan berat badan <50 kg mungkin tidak dapat mentoleransi dosis
>500mg/hari. Beberapa rujukan menganjurkan penurunan dosis menjadi
10 mg/kg/BB/hari.9

27
Tabel 3. OAT yang digunakan dalam pengobatan TB MDR

II. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional


Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia (sesuai rekomendasi
WHO dan ISTC) adalah:
 Kategori 1: 2 (HRZE)/4 (HR)3
 Kategori 2: 2 (HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
 Kategori Anak: 2 (HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR
 Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat
di Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin,
Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin,
Moksifloksasin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid
dan etambutol.
III. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk
paketberupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT
KDT ini terdiridari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnyadisesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satupaket untuk satu pasien.

28
IV. Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam
pengobatan pasienyang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk
paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan
menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai.
Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa
pengobatan. KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam
pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga
menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan
penulisan resep
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian
obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.

V. Paduan OAT lini pertama dan peruntukannya.


a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
º Pasien baru TB paru BTA positif.
º Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
º Pasien TB ekstra paru

Tabel 4. Kategori 1

29
b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah
diobati sebelumnya:
· Pasien kambuh
· Pasien gagal
· Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Tabel 5. Kategori 2

30
c. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk
tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28
hari).

Tabel 6. OAT sisipan (HRZE)

Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan


aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon
tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi
yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah
daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga
meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lini
kedua.9

VI. Pengawasan langsung menelan obat (DOT = Directly Observed


Treatment)
Pengawasan langsung menelan obat (DOT = Directly
Observed Treatment) adalah Panduan pengobatan yang dianjurkan
untuk menyembuhkansebagian besar pasien TB baru tanpa memicu
munculnya kuman resistan obat. Untuk tercapainya hal tersebut,
sangat penting dipastikan bahwa pasien menelan seluruh obat yang
diberikan sesuai anjuran dengan cara pengawasan langsung oleh
seorang PMO (Pengawas Menelan Obat) agar mencegah terjadinya
resistensi obat. Pilihan tempat pemberian pengobatan sebaiknya
disepakati bersama pasien agar dapat memberikan kenyamanan
.Pasien bisa memilih datang ke fasilitas kesehatan terdekat dengan
kediaman pasien atau PMO datang berkunjung kerumah pasien.

31
Apabila tidak ada faktor penyulit, pengobatan dapat diberikan
secara rawat jalan.
A. Persyaratan PMO:
 Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh
petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani
dan dihormati oleh pasien
 Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien
 Bersedia membantu pasien dengan sukarela
 Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-
sama dengan pasien.
B. Siapa yang bisa jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di
Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain
lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan,
PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI,
PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
C. Tugas seorang PMO
 Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur
sampai selesai pengobatan
 Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur
 Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada
waktu yang telah ditentukan
 Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB
yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk
segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.
 Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban
pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.
D. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk
disampaikan kepada pasien dan keluarganya:
 TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau
kutukan
 TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
 Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan
cara pencegahannya
 Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan
lanjutan)
 Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara
teratur
 Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya
segera meminta pertolongan ke fasilitas kesehatan.9

32
VII. PENGOBATAN TUBERKULOSIS PADA KEADAAN
KHUSUS
a. Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda
dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir
semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin.
treptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat
permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan
ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan
keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu
dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya
sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan
lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan
tertular TB.

b. Ibu menyusui dan bayinya


Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda
dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk
ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus
mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat
merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB
kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi
tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH
diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.

c. Pasien TB pengguna kontrasepsi


Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB,
suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas
kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan
kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung
estrogen dosis tinggi (50 mcg).

d. Pasien TB dengan hepatitis akut


Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau
klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami
penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan Tb sangat
diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E)
maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan
dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.

33
e. Pasien TB dengan kelainan hati kronik
Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan
faal hati sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT
meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak diberikan dan bila telah
dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang
dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan
pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z)
tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah
2RHES/6RH atau 2HES/10HE.

f. Pasien TB dengan gagal ginjal


Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi
melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang
tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar
pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan
Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari
penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila
fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan
Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal
ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal
ginjal adalah 2HRZ/4HR.

g. Pasien TB dengan Diabetes Melitus


Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat
mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea)
sehingga dosis obat anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapat
digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai
pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Pada pasien
Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika,
oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat
memperberat kelainan tersebut.

h. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid


Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang
membahayakan jiwa pasien seperti:
· Meningitis TB
· TB milier dengan atau tanpa meningitis
· TB dengan Pleuritis eksudativa
· TB dengan Perikarditis konstriktiva.

34
Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per
hari, kemudian diturunkan secara bertahap. Lama pemberian
disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.

i. Indikasi operasi
Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru),
adalah:
1) Untuk TB paru:
· Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif.
· Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak
dapat diatasi secara konservatif.
· Pasien TB dengan kelainan paru yang terlokalisir.

2) Untuk TB ekstra paru:


Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB
tulangyang disertai kelainan neurologik.

VIII. Pemantauan Dan Hasil Pengobatan Tb


1) Pemantauan kemajuan pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa
dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.
Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan
dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan
pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk
memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB.
Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan
spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan
dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah
satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan
ulang dahak tersebut dinyatakan positif.9

35
Tabel 7. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak

36
Tabel 8. Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur

J. Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan
komplikasi lanjut.
 Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empyema, laryngitis, dan
usus.
 Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas (sindrom obstruksi pasca
tuberkulosis), kerusakan parenkim berat – fibrosis paru, kor
pulmonal, amyloidosis, dan karsinoma paru.5

37
K. Prognosis
Prognosis pada umunya baik apabila pasien melakukan terapi sesuai
dengan ketentuan pengobata n. Untuk TB dengan kormobid, prognosis
menjadi kurang baik.10

38

Anda mungkin juga menyukai

  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Dokumen1 halaman
    Laporan Kasus
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Fishbone
    Fishbone
    Dokumen1 halaman
    Fishbone
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • CROSSTAB Dan Jurusan - SPV
    CROSSTAB Dan Jurusan - SPV
    Dokumen1 halaman
    CROSSTAB Dan Jurusan - SPV
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Validitas Diagn-WPS Office
    Validitas Diagn-WPS Office
    Dokumen3 halaman
    Validitas Diagn-WPS Office
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Narkoba
    Narkoba
    Dokumen23 halaman
    Narkoba
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Referat Kelain Bentuk Dan Warna Rambut
    Referat Kelain Bentuk Dan Warna Rambut
    Dokumen31 halaman
    Referat Kelain Bentuk Dan Warna Rambut
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Kehamilan Post Term
    Kehamilan Post Term
    Dokumen4 halaman
    Kehamilan Post Term
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • COVER
    COVER
    Dokumen1 halaman
    COVER
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen39 halaman
    Bab I
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Chapter II
    Chapter II
    Dokumen11 halaman
    Chapter II
    Ayu Wilistika
    Belum ada peringkat
  • Status Skixo
    Status Skixo
    Dokumen1 halaman
    Status Skixo
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Faktor Risiko Remaja Merokok di Kota Pekanbaru
    Faktor Risiko Remaja Merokok di Kota Pekanbaru
    Dokumen2 halaman
    Faktor Risiko Remaja Merokok di Kota Pekanbaru
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Anak
    Jurnal Anak
    Dokumen11 halaman
    Jurnal Anak
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • HAEMOROID
    HAEMOROID
    Dokumen21 halaman
    HAEMOROID
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen6 halaman
    Bab Iii
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen1 halaman
    Bab Iv
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen3 halaman
    Bab Iv
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Lapkas LSK
    Kata Pengantar Lapkas LSK
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar Lapkas LSK
    Richa Purwanty
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen6 halaman
    Bab Iii
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen1 halaman
    Bab I
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Perawatan Luka Post Pastum
    Perawatan Luka Post Pastum
    Dokumen16 halaman
    Perawatan Luka Post Pastum
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen1 halaman
    Bab I
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen1 halaman
    Bab Iii
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Perawatan Luka Post Pastum
    Perawatan Luka Post Pastum
    Dokumen16 halaman
    Perawatan Luka Post Pastum
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    nadia rukmana
    Belum ada peringkat