Anda di halaman 1dari 5

AROK DEDES

Pengarang: Pramoedya
Ananta Toer

Negara: Indonesia

Bahasa: Indonesia

Penerbit: Lentera
Dipantara (Jakarta)

Halaman: 578 halaman

ISBN: 9789798659119
Arok Dedes, adalah roman yang menolak seluruh
dongengan dan mistika yang menyelimuti cerita
dimana nyaris seluruh daya-sadar masyarakat
Indonesia pernah menaggapnya karena masuk
dalam silabus buku-buku sejarah diniyah. Di
tangan Pram (sapaan akrab Pramodya Ananta
Toer), sejarah awal abad 13 itu, seluruh mistika yang
menyertai jatuhnya Tumapel, dicerbut,
ditelanjangi, dibersihkan. Dari yang irasional
(kutukan keris Empu Gandring tujuh turunan)
diluruhkan. Dan berubahlah cerita Arok-Dedes yang
terkenal itu menjadi cerita politik yang
menggetarkan sekaligus mendebarkan. Ini roman
politik seutuhnya.

Berkisah tentang kudeta pertama yang terjadi di


bumi Nusantara, kudeta ala Jawa. Kudeta yang
merangkak dari bawah menggunakan banyak
tangan untuk kemudian memukul habis dan
mengambil bagian kekuasaan sepenuh-penuhnya.
Kudeta licik namun cerdik. Kudeta berdarah-darah,
tapi para pembunuh yang sejati bertepuk dada dan
mendapatkan penghormatan setinggi-tingginya.

Pada tahun 1215, Temu seorang bocah berumur


belasan, dikemudian hari dikenal dengan nama
Arok, telah mengorganisir perlawanan secara tidak
sadar terhadap Tunggul Ametung Akuwu Tumapel.
Dalam waktu lima tahun ia telah menjadi pemuda
berumur duapuluh tahun, tlah menjelma menjadi
seorang taktikus perang cerdik yang mengubah cara
berperang gaya Hindu di Jawa, ia juga menjadi
seorang polotikus dan juga negarawan dengan
gayanya sendiri.

Melibatkan gerakan militer (Gerakan Empu


Gandring), menyebarkan syak wasangka dari dalam
bilik agung Tunggul Ametung. Tak ada kawan
maupun lawan, yang ada hanya kegelisahan akan
siapa yang dapat Tunggul Ametung percayai.
Mengorganisir paramiliter (begundal-begundal dan
jajaro), dan memperpanas perkubuan. Aktor-
aktornya bermain bekerja seperti hantu. Kalaupun
gerakannya diketahui, namun tiada bukti yang
sahih bagi penguasa (Akuwu Tunggul Ametung dan
para Patih-Patihnya) untuk dapat
menyingkirkannya.

Arok adalah simbol dari gabungan antara mesin


paramiliter licik dan politisi sipil yang cerdik-rakus
(dari kalangan sudra/agrari yang merangkakkan
nasib menjadi penguasa tunggal tanah Jawa).
Mula-mula, didekatinya para intelektual dan
kaum moralis (brahmana) untuk mendapatkan
legitimasi bahwa usaha kudetanya legal. Karena
betapa pun kekuasaan politik, selaluh butuh
legitimasi - baik legitimasi agama (sesembahan
dewa-dewi) maupun legitimasi sejarah dan identitas
(kekastaan, asal-usul).

Arok mendapatkan semua legitimasi itu untuk


mengukuhkan diri sebagai penyelamat rakyat dari
politik yang dijalankan oleh orde Tunggul Ametung
secara sewenang-wenang. Arok juga menggunakan
jalinan kisah cintanya bersama paramesywari
Tumapel (Dedes) untuk memuluskan jalannya
menuju tampuk kekuasaan. Arok tak mesti
memperlihatkan tangannya yang berlumuran
darah mengiringi jatuhnya Tunggul Ametung di
Bilik Agung Tumapel, karena politik tak selalu
identik dengan perang terbuka. Politik adalah
permainan catur diatas papan bidak yang butuh
kejelian, pancingan, ketegaan melemparkan
umpan-umpan untuk mendapatkan peruntungan
besar. Tak ada kawan maupun lawan, yang ada
hanyalah tujuan akhir: puncak dari kekuasaan
itu sendiri; tahta dimana hasrat bisa diletupkan
sejadi-jadi yang diinginkan.

Pada akhirnya roman Arok Dedes menggambarkan


peta kudeta politik yang kompleks yang
“disumbang” Jawa untuk Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai