Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PERMASALAHAN KEPENDUDUKAN
DAN PEMBANGUNAN

DISUSUN OLEH :

NAMA : MASDAR SYAHRANI


NIM : 09130017
SEMESTER : III (TIGA) GANJIL
JURUSAN : EKONOMI PEMBANGUNAN

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MUHAMMADIYAH


TANJUNG REDEB – BERAU
2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, senantiasa kami panjatkan, karena berkat
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulisan makalah dengan judul “Permasalahan
Kependudukan dan Pembangunan” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Tugas ini dimaksudkan agar mahasiswa dapat lebih mendalami dasar teori
ekonomi pembangunan dalam dunia nyata sehingga dapat menambah wawasan dan
dapat dijadikan alat atau teknik dalam pengambilan keputusan di kemudian hari.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada para Dosen yang telah
meluangkan waktu dan pikiran untuk mentransfer ilmunya kepada kami. Dan tak lupa
juga penulis mengucapkan terima kasih kepada semua rekan yang telah membantu
dalam proses pengerjaan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas ini masih jauh dari kata sempurna,
untuk itu penulis berharap kritik dan saran demi sempurnanya tugas ini. Dan penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Kurang lebihnya Penulis ucapkan terima kasih.
Sekian.

Tanjung Redeb, Juni 2012

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................i

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................1

B. Perumusan Masalah..................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................3

BAB III PENUTUP.......................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah mengamanatkan agar


kebijaksanaan kependudukan yang menyeluruh dituangkan dalam program-
program terpadu untuk menunjang upaya-upaya meningkatkan mutu sumber daya
manusia, taraf hidup, kesejahteraan dan untuk mencapai tujuan-tujuan
pembangunan lainnya. Meningkatkan kesejahteraan penduduk secara menyeluruh
merupakan tujuan pembangunan. Dalam hal ini GBHN 1988 mengemukakan
bahwa kebijaksanaan kependudukan diarahkan pada pengembangan penduduk
sebagai sumber daya manusia agar menjadi kekuatan pembangunan bangsa yang
efektif dan bermutu dalam rangka mewujudkan mutu kehidupan masyarakat yang
senantiasa meningkat. Dalam kaitan ini perlu terus ditingkatkan upaya
pengendalian pertumbuhan dan persebaran penduduk, di samping pendidikan,
kesehatan, pertumbuhan ekonomi, pembangunan daerah dan penciptaan lapangan
kerja.
Mengingat keadaan penduduk Indonesia yang besar jumlahnya dengan
tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi, maka sejak Repelita I telah dirintis usaha-
usaha untuk mengendalikan tingkat pertumbuhan penduduk terutama melalui
pengendalian tingkat kelahiran. Di samping itu telah diusahakan penurunan
tingkat kematian, persebaran penduduk yang lebih serasi dan merata serta
peningkatan kualitas manusia dan masyarakat.
Usaha-usaha pembangunan di bidang kependudukan selama empat
Repelita yang lain telah memberikan hasil-hasil yang menggembirakan. Namun
demikian dalam Repelita V berbagai masalah kependudukan masih perlu
ditanggulangi agar hasil pembangunan makin dapat dinikmati oleh seluruh
masyarakat. Masalah-masalah ini meliputi penyediaan berbagai kebutuhan pokok
bagi jumlah penduduk yang terus bertambah seperti penyediaan pangan,
pendidikan, kesehatan, perumahan, dan lapangan kerja serta masalah
pembangunan yang diakibatkan oleh persebaran penduduk antar daerah yang

1
kurang optimal baik antara desa dan kota maupun antara berbagai pulau di
Indonesia.
Pembangunan di bidang kependudukan yang telah dirintis sejak Repelita I
dimaksudkan untuk mengatasi masalah tingkat pertumbuhan penduduk yang
tinggi dan persebaran penduduk yang kurang merata. Jumlah penduduk yang
besar mempunyai dampak terhadap proses dan hasil usaha pembangunan. Jumlah
penduduk yang besar tersebut apabila mampu berperan sebagai tenaga kerja yang
berkualitas akan merupakan modal pembangunan yang besar dan akan sangat
menguntungkan bagi usaha-usaha pembangunan di segala bidang. Sehubungan
dengan itu, pembangunan di bidang kependudukan di samping diarahkan pada
upaya pencapaian sasaran-sasaran yang langsung ditujukan pada penurunan laju
pertumbuhan penduduk, juga dititikberatkan pada upaya peningkatan kualitas
penduduk sebagai pelaku dan sasaran pembangunan bangsa dan negara. Upaya-
upaya peningkatan kualitas penduduk antara lain meliputi upaya peningkatan gizi
dan kesehatan masyarakat, peningkatan kualitas lingkungan kemasyarakatan, dan
peningkatan pendidikan masyarakat.
Pembangunan di bidang kependudukan lebih diarahkan pada upaya
pengembangan sumber daya manusia agar penduduk makin menjadi kekuatan
yang efektif dan produktif bagi pembangunan. Dalam upaya ini diusahakan
ditingkatkan keterpaduan dan koordinasi upaya pengendaliankelahiran dengan
berbagai kegiatan pembangunan lainnya, khususnya upaya pembangunan di
bidang kesehatan, transmigrasi, pengendalian urbanisasi, pendidikan,
pembangunan daerah dan penciptaan lapangan kerja.

B. Perumusan Masalah

Dari gambaran di atas penulis dapat merumuskan permasalahan yang ada


adalah hubungan masalah kependudukan dan pembangunan dan segala aspek-
aspek yang terkandung di dalamnya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Istilah pembangunan seringkali digunakan dalam hal yang sama dengan


pengembangan. Sehingga istilah pembangunan dan pengembangan (development)
dapat saling dipertukarkan. Namun berbagai kalangan di Indonesia cenderung
menggunakan secara khusus istilah pengembangan untuk beberapa hal yang spesifik.
Meski demikian, sebenarnya secara umum kedua istilah tersebut diartikan secara tidak
berbeda untuk proses-proses yang selama ini secara universal dimaksudkan sebagai
pembangunan atau development (Rustiadi, 2006: vii-1).
Ada yang berpendapat bahwa kata “pengembangan” lebih menekankan proses
meningkatkan dan memperluas. Dalam pengertian bahwa pengembangan adalah
melakukan sesuatu yang tidak dari “nol”, atau tidak membuat sesuatu yang
sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah ada tapi
kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan atau diperluas (Rustiadi, 2006: vii-1).
Sumitro (1994) mendefinisikan pembangunan sebagai “suatu transformasi
dalam arti perubahan struktur ekonomi. Perubahan struktur ekonomi diartikan sebagai
perubahan dalam struktur ekonomi masyarakat yang meliputi perubahan pada
perimbangan keadaan yang melekat pada landasan kegiatan ekonomi dan bentuk
susunan ekonomi. Menurut penulis, pemahaman Sumitro ini terkait dengan
pandangan Arthur Lewis (1954) tentang pentingnya transformasi struktur ekonomi
pertanian ke struktur ekonomi industri dalam upaya menuju pertumbuhan (dalam
aspek ini pengertian pertumbuhan asosiatif dengan pembangunan) ekonomi.
Dalam pada itu, Budiman (1995) membagi teori pembangunan ke dalam tiga
kategori besar yaitu teori modernisasi, dependensi dan pasca-dependensi. Teori
modernisasi menekankan pada faktor manusia dan budayanya yang dinilai sebagai
elemen fundamental dalam proses pembangunan.
Kategori ini dipelopori orang-orang seperti (a) Harrod-Domar dengan konsep
tabungan dan investasi (saving and investation), (b) Weber dengan tesis etika
protestan dan semangat kapitalisme (the protestant ethic and the spirit of capitalism),
(c) McClelland dengan kebutuhan berprestasi, (d) Rostow dengan lima tahap
pertumbuhan ekonomi (the five stage of economics growth), (e) Inkeles dan Smith

3
dengan konsep manusia modern, serta (f) Hoselitz dengan konsep faktor-faktor non-
ekonominya.
Di lain sisi, Kartasasmita (1996) menyatakan, pembangunan adalah “usaha
meningkatkan harkat martabat masyarakat yang dalam kondisinya tidak mampu
melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Membangun
masyarakat berarti memampukan atau memandirikan mereka”.
Menurut Tjokrowinoto (1997), batasan pembangunan yang nampaknya bebas
dari kaitan tata nilai tersebut dalam realitasnya menimbulkan interpretasi-interpretasi
yang seringkali secara diametrik bertentangan satu sama lain sehingga mudah
menimbulkan kesan bahwa realitas pembangunan pada hakikatnya merupakan self
project reality.
Secara filosofis, suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai “upaya
yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat
menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang
paling humanistik” (Rustiadi, 2006: vii-1). Di lain sisi, UNDP mendefinisikan
pembangunan dan khususnya pembangunan manusia sebagai “suatu proses untuk
memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk (a process of enlarging people’s choices)
(dalam Rustiadi, 2006: vii-1). Dalam konsep tersebut, penduduk ditempatkan sebagai
tujuan akhir (the ultimate end), bukan alat, cara atau instrumen pembangunan
sebagaimana dilihat oleh model formasi modal manusia (human capital formation)
sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan itu.

Pembangunan yang dijalankan di Indonesia sejak tahun 1970-an hingga


sekarang masih cenderung fokus pada pembangunan ekonomi, bahkan pada
pertumbuhan ekonomi yang cenderung jangka pendek. Sehingga masalah
keberlanjutan belum menjadi prioritas utama. Oleh karena itu tidak mengherankan
jika pertumbuhan ekonomi pun kualitasnya semakin memburuk. Apalagi dengan
keterbatasan APBN dan sumber daya yang kita miliki, sehingga tidak mengherankan
apabila pengambil kebijakan lebih memilih jalan pintas, yang cepat kelihatan
hasilnya, kurang memperhatikan keberlanjutannya.

Padahal pembangunan berkelanjutan sudah menjadi tuntutan bagi pengambil


kebijakan pembangunan dalam bumi yang semakin rusak ini. Namun demikian
lingkungan hidup tidak mendapatkan banyak perhatian sejak lama baik pada skala

4
global, regional ataupun negara. Apalagi negara sedang berkembang yang tengah
banyak menghadapi permasalahan ekonomi seperti Indonesia. Sehingga degadrasi
lingkungan telah banyak menurunkan kualitas hidup masyarakat, khususnya di negara
sedang berkembang seperti Indonesia. Oleh karena itulah masyarakat dunia sejak
tahun 1970-an mulai memberikan perhatian yang besar pada masalah lingkungan,
dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan. Hal itu dapat dilihat diantaranya dari
Stockholm Conference (1972), Agenda 21 di Rio Earth Summit (1992), dan
Johannesburg Declaration (2002). Meski komitmen dan perhatian besar telah
diberikan pada tingkat internasional, namun kondisi lingkungan hidup masih saja
memburuk. Kita sekarang masih hidup dalam kondisi yang dapat merusak lingkungan
hidup semakin parah, sehingga akan membahayakan kehidupan umat manusia pada
masa mendatang. Oleh karena itulah usaha untuk menjaga lingkungan hidup agar
pembangunan dapat berkelanjutan sehingga kepentingan kehidupan generasi yang
akan datang terproteksi, menjadi semakin penting untuk diperjuangkan. Dengan
demikian perlu adanya jaminan agar supaya dalam memenuhi kebutuhan sekarang
kita tidak akan mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi
kebutuhannya.
Penduduk adalah objek dan subjek pembangunan. Sebagai objek, penduduk
adalah sasaran pembangunan sedangkan sebagai subjek , penduduk adalah pelaku
pembangunan. Peranan penduduk sebagai subjek menentukan arah dab keberhasilan
pembangunan. potensi dan tantangan pembangunan ditentukan oleh keadaan riil
kependudukan dan sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara. Kekayaan
sumber daya alam yang ada dibumi Indonesia sangat besar, fakta yang menunjukan
bahwa eksploitasi sumber daya alam (penebangan ) di Indonesia banyak dilakukan
oleh perusahaan asing. Proyek-proyek pembangunan oleh pemerintah juga sering
menggunakan bantuan perusahaan asing, hl ini disebabkan oleh keterbatasan modal
dan teknologi yang dimiliki penduduk Indonesia. Penguasaan teknologi dan
kepemilikan modal terkait dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) penduduk
Indonesia. Rendahnya kualitas sumber daya manusia penduduk Indonesia ditunjukkan
dengan GDP perkapita yang relatif rendah. Kualitas sumber daya manusia penduduk
Indonesia yang rendah merupakan penghambat pembangunan.
Secara terperinci faktor kependudukan yang menghambat pembangunan
adalah:
1. Rendahnya kualitas SDM penduduk Indonesia

5
Salah satu Indikator kemakmuran suatu negara adalah volume barang dan jasa
yang dihasilkan oleh penduduknya. Untuk memproduksi barang dan jasa diperlukan
penguasaan teknologi dan ilmu pengetahuan. Penguasaan teknologi dan ilmu
pengetahuan terkait dengan kualitas SDM penduduk suatu negara. Jadi kualitas SDM
merupakan faktor penentu kemakmuran.

2. Pertumbuhan penduduk yang tinggi


Penduduk merupakan potensi sekaligus beban pembangunan. Penduduk yang
berkualitas merupakan potensi atau kekuatan pembangunan , sedangkan penduduk
dengan kualitas rendah merupakan beban pembangunan . Pertumbuhan penduduk
bagi suatu negara dapat menjadi kekuatan sekaligus beban, hal ini tergantung
bagaimana kualitas penduduknya. Bagi Indonesia , pertumbuhan penduduk yang
tinggi merupakan beban pembangunan karena jumlah penduduk Indonesia saat ini
cukup besar. Tetapi kualitas hidupnya masih rendah, apabila pertumbuhan penduduk
masih tetap tinggi, maka kualitas hidup akan semakin makmur.
Tidak dapat dipungkiri adanya sumber daya manusia (SDM) merupakan
subyek dan sekaligus obyek pembangunan. Pembangunan SDM dapat dilihat dari
tiga aspek, yaitu kualitas, kuantitas, dan mobilitas penduduk. Kualitas SDM Indonesia
dilihat dari Indeks Pembangunan Manuasia (IPM), masih rendah jika dibandingkan
dengan negara-negara tetangga ASEAN. Rendahnya kualitas SDM Indonesia
menyebabkan rendahnya produktivitas dan daya saing dalam berkompetisi dan
merupakan tantangan besar yang harus dihadapi untuk kedepannya. Berbagai
kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan SDM Indonesia agar
menjadi lebih. Kriteria SDM yang berkualitas ditandai dengan meningkatnya
kesehatan serta pendidikan setiap individu.
Di Indonesia tingkat kelahiran lebih tinggi dan ini berdampak pada
pengangguran dan lapangan pekerjaan serta tingkat ekonomi dan kemakmuran.
Karena jumlah angkatan kerja yang relatif tinggi sedangkan lapangan pekerjaan masih
terbatas.
3. Kelahiran/ Natalitas
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya angka kelahiran,
diantaranya:
a. Tingginya tingkat pernikahan
b. Umur nikah rata-rata rendah

6
c. Tingkat pendidikan yang rendah
d. Adanya tradisi yang menganjurkan terbentuknya keluarga-keluarga besar
e. Masih minimnya masyarakat yang melaksanakan program pemerintah, misalnya
keluarga berencana (KB) dan menggunakan alat kontrasepsi.
Dari data-data yang tersedia dapat diperkirakan bahwa hampir 95,0% dari
wanita dewasa ini telah menikah pada umur rata-rata 18 tahun dan tiap-tiap ibu yang
berumur 40 tahun keatas mempunyai rata-rata lebih dari 5 orang anak yang masih
hidup.
4. Kematian/ Mortalitas
Dewasa ini tingkat kematian lebih rendah dibandingkan tingkat kelahiran, hal
ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Kemajuan teknologi
b. Berkembangnya pendidikan dan pengetahuan
c. Berkembangnya penemuan-penemuan terutama di dunia kedokteran
d. Berkembangnya/ penemuan obat-obat yang dapat menghambat penyakit/
kematian
e. Adanya imunisasi sehingga seseorang tahan terhadap penyakit
f. Berhasilnya penerapan ilmu kedokteran
g. Pengobatan moderen dengan biaya yang relatif rendah
Di negara-negara maju umumnya tingkat kematian lebih minim/ rendah, hal
ini dipengaruhi oleh adanya percobaan-percobaan dan kemajuan teknologi yang
sangat cepat terutama dalam menghambat kematian. Berhasilnya penerapan ilmu
kedokteran ini maka beberapa penyakit epidemis yang beberapa tahun lalu yang
merupakan pembunuh sebagian besar penduduk, pada dewasa ini sudah dapat
dikendalikan. Para ahli menduga bahwa angka kematian yang sudah berhasil
diturunkan masih dapat ditekankan ke tingkat yang lebih rendah sehingga tingkat 9
per 1000 pada akhir abad ini bukanlah hal yang mustahil.
Karena tingginya angka kelahiran dalam suatu daerah dibandingkan angka
kematian yang renda, maka menyebabkan masalah-masalah kependudukan, misalnya:
1. Pengangguran
Pengangguran merupakan masalah yang sangat penting dalam suatu derah
tertentu karena apabila tingkat pengangguran yang tinggi maka daerah tersebut sulit
untuk melakukan pembangunan. Penduduk penganggur adalah mereka yang bekerja
atau sedang mencari pekerjaan menurut refrensi waktu tertentu atau mereka yang

7
pernah bekerja (PHK). Pengangguran ini juga disebabkan oleh angka partisipasi
angkatan kerja, yaitu angka yang menunjukan perbandingan antara banyaknya
angkatan kerja dengan banyaknya tenaga kerja. Apabila angkatan kerja di pedesaan
53.52% sedangkan di kota 40.07%, maka di pedesaan lebih sulit mencari pekerjaan
dibandingkan di perkotaan.
2. Kriminalitas
Kriminalitas merupakan dampak lanjutan dari pengangguran. Kriminalitas
terjadi karena seseorang berupaya untuk memenuhi suatu kebutuhan dan karena
keadaan ekonomi dan pengetahuan/ pendidikan yang demikian sangat rendah, maka ia
terpaksa melakukan tindakan yang merugikan orang lain.
3. Sosial dan Ekonomi
Kita ketahui bahwa ekonomi menunjukan tingkat kesejahteraan /
kemakmuran. Tingkat kesejahteraan/ kemakmuran berhubungan erat dengan hasil
produksi barang dan jasa di negara yang bersangkutan. Hasil produksi ini merupakan
resultan dari keadaan dan sumber alam, angkatan kerja, tingkat teknologi dan
besarnya modal yang tersedia.
Selain masalah-masalah fisik, kependudukan juga berhubungan dengan bidang
administrasi, sosial politik dan kewibawaan yang menunjukan adanya hambatan
dalam pembangunan. Pembangunan memang berhasil dan ada hasilnya, tetapi ini
tidak bearti tidak adnaya penyelewengan dan proses perusakan/ kemunduran
mentalitas manusia-manusia pembangunannya. Sebab jika dulu yang dikorupsi pokok
biaya proyek sehingga proyek berantakan maka sekarang dengan DUP dan DIP dapat
diperinci anggaran untuk pembangunan, untuk komisi, upeti, dan lain-lain. Sehingga
proyek dapat berjalan seiring korupsi dan penyelewengan lainnya.

8
BAB III
PENUTUP

Untuk mencapai kemakmuran dan memperbaiki keadaan ekonomi, masyarakat


diharapkan dapat melaksankan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah,
misalnya :
1. Mobilitas Penduduk
Mobilitas penduduk merupakan perpindahan atau gerakan penduduk secara
geografis, melintas dari daerah tertentu dan dalam waktu tertentu baik itu secara
permanen (migrasi), maupun non permanen (seluler)
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi mobilitas penduduk ini, seperti:
a. Daerah asal
1) Kesempatan kerja yang sempit
2) produktivitas lahan yang rendah
3) kondisi ekonomi/ sosial rendah
4) keterampilan tidak ada
5) upah/ gaji
b. Daerah tujuan
1) kesempatan kerja luas
2) upah tinggi
3) aksesibilitas tinggi
c. Faktor individu (keputusan individu)
2. Pemerintah
Agar masalah kependudukan dan pembangunan dapat berjalan dengan lancar,
maka sebaiknya pemerintah dan masyarakat saling bekerjasama, misalnya:
1. pemerintah mensosialisasi masalah Keluarga Berencana (KB)
2. adanya upaya perbaikan pendidikan
3. peningkatan keterampilan
4. penyediaan lapangan pekerjaan
Lapangan pekerjaan dan tingkat pengangguran dapat ditekenkan apabila
pendidikan tinggi, keterampilan yang dimiliki ada, maka akan dapat menciptakan
lapangan pekerjaan dan menyerap tenaga kerja secara optimal.

9
DAFTAR PUSTAKA

metrotvnews.com/.../Kependudukan-dan-Pembangunan-Ekonomi-Nasional.

www.kamusilmiah.com/.../dinamika-kependudukan-dan-pembangun...

www.kependudukancapil.go.id/

ml.scribd.com/doc/.../Permasalahan-Kependudukan-Di-Indonesia

10

Anda mungkin juga menyukai