Anda di halaman 1dari 10

laporan praktikum mikobiologi koefisien fenol

BAB I
DASAR TEORI

1.1 KOEFISIEN FENOL


Koefisien fenol adalah kemampuan desinfektan untuk membunuh bakteri dibandingkan dengan
fenol. Uji fenol adalah membandingkan aktivitas antimikroba dari komponen-komponen kimia dengan
fenol sebagai standar uji. Pengenceran desinfektan secara bertahap dan fenol ditempatkan dalam
tabung reaksi steril, kultur murni bakteri yang digunakan sebagai standar ditambahkan pada setiap
tabung. Bakteri itu tersbut dimasukan pada setiap tabung dengan interval waktu 5, 10, dan15 menit
.Semua subkultur dieramkan pada suhu 37O selama48 jam dilihat kekeruhanya. Pada prinsipnya uji
koefisien fenol merupakan Perbandingan aktivitas fenol dengan pengenceran baku terhadap aktivitas
sampel dengan pengenceran tertentu MIC ( konsentrasi terendah dimana pertumbuhan bakteri
terhambat ) suatu antiseptik terhadap bakteri tertentu. Metode pegenceran bertingkat dengan
mengurangi konsentrasi zat sebanyak setengah dari konsentrasi awal dengan volume yang sama.
Metode turbidimetri Menentukan takaran dengan melihat kekeruhan yang terjadi setelah percobaan
dilakukan V1 C1 = V2 C2.
Hasil kali konsentrasi dengan volume senyawa yang semula digunakan adalah sama dengan hasil
kali konsentrasi senyawa tersebut dalam volume setelah pengenceran.
Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol memiliki sifat yang cenderung
asam, artinya dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan
anion fenoksida C6H5O− yang dapat dilarutkan dalam air (Aditya, 2009). Dibandingkan dengan alkohol
alifatik lainnya, fenol bersifat lebih asam. Hal ini dibuktikan dengan mereaksikan fenol dengan NaOH, di
mana fenol dapat melepaskan H+. Pada keadaan yang sama, alkohol alifatik lainnya tidak dapat bereaksi
seperti itu. Pelepasan ini diakibatkan pelengkapan orbital antara satu-satunya pasangan oksigen dan
sistem aromatik, yang mendelokalisasi beban negatif melalui cincin tersebut dan menstabilkan
anionnya. Fenol didapatkan melalui oksidasi sebagian pada benzena atau asam benzoate dengan proses
Raschig, Fenol juga dapat diperoleh sebagai hasil dari oksidasi batu bara. Fenol dapat digunakan sebagai
antiseptik seperti yang digunakan Sir Joseph Lister saat mempraktikkan pembedahan antiseptik. Fenol
merupakan komponen utama pada anstiseptik dagang, triklorofenol atau dikenal sebagai TCP
(trichlorophenol). Fenol juga merupakan bagian komposisi beberapa anestitika oral, misalnya semprotan
kloraseptik (Aditya, 2009).
Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-obatan (bagian dari produksi paspirin, pembasmi
rumput liar, dan lainnya. Fenol yang terkonsentrasi dapat mengakibatkan pembakaran kimiawi pada
kulit yang terbuka. Penyuntikan fenol juga pernah digunakan pada eksekusi mati. Penyuntikan ini sering
digunakan pada masa Nazi, Perang Dunia II. Suntikan fenol diberikan pada ribuan orang di kemah-
kemah, terutama di Auschwitz-Birkenau. Penyuntikan ini dilakukan oleh dokter secara penyuntikan ke
vena (intravena) di lengan dan jantung. Penyuntikan ke jantung dapat mengakibatkan kematian
langsung (Aditya, 2009).

1.2 DESINFEKTAN
Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk
mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk
membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Desinfektan ini
tersedia secara komersial yang masing-masing memiliki karakteristik kimiawi, toksisitas, biaya dan
penggunaan tertentu. Desinfektan merupakan bahan kimia yang dapat mematikan mikroorganisme
yang sedang dalam keadaan tidak aktif, sehingga hanya mematikan bentuk vegetatif dari
mikroorganisme, tetapi tidak efektif terhadap spora. Desinfektan dapat mencegah infeksi dengan jalan
penghancuran atau pelarutan jasad renik yang patogen.
Pengetahuan tentang desinfektan perlu dikembangkan, karena tidak semua desinfektan dapat
digunakan untuk pengendalian mikroorganisme secara umum. Desinfektan tertentu hanya cocok untuk
mengendalikan mikroorganisme tertentu, tidak mampu mengendalikan mikroorganisme lain. Beberapa
jenis desinfektan ada yang hanya efektif pada lapisan luar saja, ada yang memiliki daya kerja yang luas
terhadap mikroorganisme dan ada pula yang hanya bisa mengatasi sejumlah kecil mikroorganisme.
Pengguna desinfektan dituntut bisa melakukan pilihan secara tepat, sehingga minimal harus mengetahui
kelemahan dan keunggulan masing-masing desinfektan. Bakteri dalam bentuk spora lebih tahan
terhadap desinfektan. Hal ini disebabkan karena dinding spora bersifat impermeabel dan asam
ribonukleat di dalam protoplasma memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pengaruh buruk dari
desinfektan.
Desinfektan berbeda dengan antibiotik, karena desinfektan memiliki toksisitas selektif yang
rendah, keduanya bersifat toksik tidak hanya pada mikroba patogen tetapi juga terhadap sel inang. Oleh
karena itu, desinfektan hanya digunakan untuk membunuh mikroorganisme pada lingkungan mati.
Ø Sifat-sifat penting Desinfektan
· Beberapa sifat-sifat penting desinfektan, antara lain :
· Harus memiliki sifat antibakterial yang luas.
· Tidak mengiritasi jaringan hewan atau manusia.
· Memiliki sifat racun yang rendah, tidak berbahaya bagi manusia maupun ternak.
· Memiliki daya tembus yang tinggi.
· Tetap aktif meskipun terdapat cairan tubuh, darah, nanah dan jaringan yang mati.
· Tidak mengganggu proses kesembuhan.
· Harga murah, karena biasanya diperlukan dalam jumlah yang besar.
Desinfektan, selain memiliki sifat-sifat tersebut di atas, maka harus
memiliki juga sifat-sifat berikut :
· Mampu menembus rongga-rongga, liang-liang, maupun lapisan jaringan organik, sehingga memiliki
efek mematikan mikroorganisme yang lebih tinggi.
· Harus bisa dicampur dengan air, karena air merupakan pelarut yang universal dan dengan senyawa-
senyawa lain yang digunakan untuk desinfeksi.
· Harus memiliki stabilitas dalam jangka waktu yang panjang.
· Efektif pada berbagai temperatur. Walaupun desinfektan daya kerjanya akan lebih baik pada
temperatur tinggi, namun desinfektan yang bagus adalah desinfektan yang daya kerjanya tidak menurun
jika temperaturnya menurun. Pada umumnya desinfektan bekerja baik pada temperatur di atas 650F.
Klorin dan Iodifor sebagai desinfektan bekerja baik tidak lebih dari 1100F.

BAB II
PRINSIP DAN TUJUAN

2.1 PRINSIP KERJA


Pertumbuhan bakteri uji pada media yang sesuai setelah bakteri tersebut kontak dengan
desinfektan dalam waktu 5, 10, 15 menit.

2.2 TUJUAN PRAKTIKUM


Untuk mengevaluasi daya antimikroba suatu desinfektan dengan memperkirakan potensi dan
efektifitas desinfektan berdasarkan konsentrasi dan lamanya kontak terhadap kuman dan
membandingkannya terhadap fenol standard yang disebut koefisien fenol
BAB III
PROSEDUR KERJA

3.1 LANGKAH KERJA


1. Pembuatan Media
Media kaldu nutrisi (Nutrient Broth) dimasukan kedalam 12 tabung reaksi ukuran 20 x 150 mm,
volume masing-masing dibuat 5 ml.
Komposisi perliter terdiri dari pepton 10 gram, ekstrak daging 5 gram, dan NaCl 5 gram, pH akhir 6.8.
2. Pembuatan Inokulum
Bakteri salmonella thyposa atau staphylococcus aureus sebelumnya telah ditanam pada agar
nutrisi (Nutrient Agar) miring dan diinkubasi pada suhu 370 C selama 24-48 jam.
Tahap pengenceran uji bakteri adalah sebagai berikut :
a. Siapkan tabung reaksi berisi 2 ml NaCl fisiologis 0.9%
b. Pindahkan biakan S. thyphosa atau S. Aureus tersebut (pilih salah satu) kedalam larutan NaCl dengan
osse, dan setarakan kekeruhannya dengan larutan Mc Farland III (109 kuman/ml).
c. Suspensi kuman tersebut kini diperkirakan berisi 109 kuman/ml
d. Siapkan tiga buah tabung reaksi masing-masing berisi 4.5 ml NaCl fisiologis 0.9%
e. Pipet 0.5 ml dari suspensi kuman sebelumnya (109 kuman/ml) pindahkan ke salah satu tabung reaksi
berisi 4.5 ml NaCl. Suspensi kuman kini berkonsentrasi 108 kuman /ml
f. Lakukan pengenceran kedua dengan mengambil 0.5 ml dari suspense kuman 108 dan memindahkanya
kedalam tabung berisi 4.5 ml NaCl yang kedua. Suspense kuman kini berkonsentrasi 107 kuman /ml
g. Pengenceran terakhir dilakukan dengan memindahkan 0.5 ml dari suspensi kuman 107 kedalam tabung
terakhir NaCl. Suspense kuman telah setara dengan 106 kuman/ml. suspensi dengan konsentrasi inilah
yang akan digunakan untuk melakukan uji praktikum ini.
3. Pembuatan Larutan Baku Fenol
Dibuat larutan persediaan baku fenol 5% dengan cara menimbang 2.5 gram fenol dalam 50 ml
air suling steril. Kemudian dilakukan pengenceran konsentrasi menjadi 1: 80 dengan memipet 12.5 ml
larutan fenol 5% ditambahkan dengan 37.5 ml air suling steril pada tabung steril ukuran 25 x 150 mm.
4. Pembuatan Larutan Desinfektan
Pengenceran larutan desinfektan dilakukan pada tabung steril berukuran 25 x 150 mm. tahapannya
adalah sebagai berikut :
a. Siapkan 4 buah tabung steril berisi aquadest dengan volume yang berbeda-beda didalamnya yaitu 9
ml, 7 ml, 4.5 ml, dan 7 ml secara beruntun.
b. Lakukan pengenceran pertama dengan memipet 1 ml larutan desinfektan kedalam 9 ml air suling
sehingga konsentrasi menjadi 1:10
c. Pengenceran selanjutnya adalah memindahkan 1 ml desinfektan 1:10 kedalam tabung berisi 7 ml air
suling. Konsentrasi desinfektan pada tabung ini 1:80
d. Pindahkan 0.5 ml desinfektan 1:80 kedalam 4.5 ml aquadest sehingga konsentrasi kini 1:100
e. Pipet 0.5 ml desinfektan 1:100 kedalam tabung berisi 7 ml air suling sehingga konsentrasi pada tabung
ini adalah 1:150
f. Desinfektan yang akan dipakai selanjutnya adalah yang konsentrasinya 1:80, 1:100, 1:150, oleh Karena
itu, samakan volumenya masing-masing menjadi 5 ml.
Media, bakteri uji, larutan fenol, dan desinfektan telah disiapkan. Dengan demikian kita dapat
melakukan inokulasi kuman uji dalam desinfektan dan fenol dengan memperhitungkan waktu kontak, 5,
10, dan 15 menit secara akurat. Label 12 tabung berisi Nutrient Broth dengan menandai F5’, F10’, F15’,
DES 1:80 5’, DES 1:80 10’, DES 1:80 15’, DES 1:100 5’, DES 1:100 10’, DES 1:100 15’, DES 1:150 5’, DES
1:150 10’, DES 1:150 15’.
· Uji Fenol
Pipet inokulum berkonsentrasi 106 kuman/ml sebanayak 0.5 ml kedalam larutan fenol 1:80. Tunggu
sampai 5 menit, ambil 1 osse dari campuran tersebut kedalam tabung berlabel F5’. Lima menit
kemudian, ambil lagi 1 osse dari campran tersebut kedalam tabung F10’. Setelah 5 menit kemudian,
ambil 1 osse dari campuran tersebut kedalam tabung F15’.
· Uji I 1:80
Pipet inkulum berkonsentrasi 106 kuman /ml sebanyak 0.5 ml kedalam desinfektan 1:80. Tunggu sampai
5 menit, ambil 1 osse dari campuran tersebut kedalam tabung berlabel DES 1:80 5’.lima menit kemudian
ambil lagi 1 osse dari campuran tersebut kedalam tabung DES 10’. Setelah lima menit kemudian, ambil
lagi 1 osse dari campuran tersebut kedalam tabung DES 1:80 !5’.

· Uji II 1:100
Pipet inkulum berkonsentrasi 106 kuman/ml sebanyak 0.5 ml kedalam desinfektan 1:100. Tunggu
sampai 5 menit, ambil 1 osse dari campuran tersebut kedalam tabung berlabel DES 1:100 5’.lima menit
kemudian ambil lagi 1 osse dari campuran tersebut kedalam tabung DES 1:100 10’. Setelah lima menit
kemudian, ambil lagi 1 osse dari campuran tersebut kedalam tabung DES 1:100 !5’.
· Uji III 1:150
Pipet inkulum berkonsentrasi 106 kuman /ml sebanyak 0.5 ml kedalam desinfektan 1:150. Tunggu
sampai 5 menit, ambil 1 osse dari campuran tersebut kedalam tabung berlabel DES 1:150 5’.lima menit
kemudian ambil lagi 1 osse dari campuran tersebut kedalam tabung DES 1:150 10’. Setelah lima menit
kemudian, ambil lagi 1 osse dari campuran tersebut kedalam tabung DES 1:150 15’. Tabung-tabung
reaksi uji kemudian dieramkan didalam incubator pada suhu 370 C selama 24-48 jam. Diamati ada
tidaknya pertumbuhan bakteri pada setiap tabung pengamatan:
(+) keruh : ada pertumbuhan (-) jernih : tidak ada pertumbuhan.

Skema Langkah-langkah Praktikum

Gambar 1 : Pembuatan Fenol standar

Gambar 2 : pengenceran desinfektan

Gambar 3 : cara inokulasi kuman dalam desinfektan

3.2 PERHITUNGAN KONSENTRASI PENGENCERAN

Koefisien Fenol =

Keterangan :
A = konsentrasi fenol tercepat membunuh
B = konsentrasi desinfektan tercepat membunuh
C = konsentrasi fenol terlama membunuh
D = konsentrasi desinfektan terlama membunuh
A/B + C/D = 1/80 : 1/150 + 1/80 : 1/80 : 2
= 150/80 + 80/80 : 2
= 1.875 + 1 : 2
= 2.875 : 2
= 1.5 kali dari fenol
Jadi potensi dan efektifitas desinfektan terhadap bakteri yaitu 1.5 kali dari fenol

BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENGAMATAN


Setelah tabung reaksi diinkubasi pada suhu 370 C selama 24 jam, maka didapatkan hasil sebagai berikut
:
1. TABEL HASIL PENGAMATAN
WAKTU / MENIT
NO JENIS PENGENCERAN
5 10 15
1 FENOL 1 : 80 - - +
2 DESINFEKTAN 1 : 80 + + +
3 DESINFEKTAN 1 : 100 + - -
4 DESINFEKTAN 1 : 150 - + +
Tabel 1 : Hasil pengamatan setelah diinkubasi 24 jam

2. FOTO HASIL PENGAMATAN

Gambar 1 : fenol 1:80 F5’ Gambar 2 : fenol 1:80 F10’

Gambar 3 : fenol 1:80 F15’ Gambar 4 : DES 1:80 5’

Gambar 5 : DES 1:80 10’ Gambar 6 : DES 1:80 15’

Gambar 7 : DES 1:100 5’ Gambar 8 : DES 1:100 10’


Gambar 9 : DES 1:100 15’ Gambar 10 : DES 1:150 5’

Gambar 11 : DES 150 10’ Gambar 11 : DES 150 15’


4.2 PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan tabel diatas dapat diketahui bahwa semua bahan uji baik fenol
ataupun desinfektan (wipol) ditumbuhi bakteri. Hal ini ditunjukkan dengan tanda plus (+) yang artinya
bakteri dapat hidup dan tumbuh pada bahan uji tersebut ditandai dengan adanya kekeruhan pada
larutan yang diujikan. Pengamatan ini dilakukan setelah inkubasi selama 24 jam. Adapun pengenceran
fenol yang digunakan ialah 1:80.
Sedangkan pengenceran desinfektan (wipol) yang digunakan ialah masing-masing 1:80, 1:100, 1:150.
Dan penanaman bakteri dengan interval masing-masing 5 menit, 10 menit, dan 15 menit.
Suspensi bakteri yang telah dimasukkan ke dalam 3 tabung berisi pengenceran fenol tadi
kemudian dipindahkan lagi dari tiap tabung tersebut ke dalam 3 tabung reaksi yang berisi Nutrient
Broth, sebanyak satu ose. Pemindahan suspensi bakteri dari tabung dilakukan dengan menggunakan ose
yang sudah difiksasi sebelumnya. Setelah difiksasi, ditunggu beberapa saat sebelum mengambil bakteri,
agar suhu ose tidak terlalu panas dan bakteri tidak mati. Tetapi perlu diingat juga bahwa ose tidak boleh
terlalu lama didiamkan agar ose tidak terkontaminasi dengan bakteri dari udara.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa pada larutan fenol yang telah diinokulasi
bakteri tidak menyebabkan kematian bakteri. begitu pula pada larutan desinfektan yang juga tidak
dapat membunuh bakteri gram negative yang ditanamkan di dalamnya. Hal ini dapat diketahui dengan
adanya indikasi kekeruhan yang timbul dalam bahan uji.
Tumbuhnya semua bakteri pada bahan uji ini tidak sesuai dengan teori. Hal ini ditunjukkan
dengan hasil pengamatan yang hasilnya berupa tanda plus (+) yang berarti pada tabung reaksi hasil
pengenceran ditemukannya pertumbuhan bakteri subkultur (menit) baik pada pengenceran fenol
maupun desinfektan (wipol). Hal ini bisa disebabkan karena tidak semua desinfektan dapat digunakan
untuk pengendalian mikroorganisme secara umum. Desinfektan hanya cocok untuk mengendalikan
mikroorganisme tertentu, tidak mampu mengendalikan mikroorganisme lain. Beberapa jenis
desinfektan ada yang hanya efektif pada lapisan luar saja, ada yang memiliki daya kerja yang luas
terhadap mikroorganisme dan ada pula yang hanya bisa mengatasi sejumlah kecil mikroorganisme.
Pengguna desinfektan dituntut bisa melakukan pilihan secara tepat, sehingga minimal harus mengetahui
kelemahan dan keunggulan masing-masing desinfektan. Bakteri dalam bentuk spora lebih tahan
terhadap desinfektan.
Hal ini disebabkan karena dinding spora bersifat impermeabel dan asam ribonukleat di dalam
protoplasma memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pengaruh buruk dari desinfektan.
Faktor yang mempengaruhi gagalnya praktikum ini adalah kerja yang tidak aseptis. Komunikasi saat
proses kerja mungkin menjadi salah satu faktor gagalnya percobaan. Saat berkomunikasi, percikan air
liur atau hembusan uap air dari hidung dan mulut akan menambah jumlah kuman yang tidak sebanding
dengan daya bunuh desinfektan. Faktor lainnya kemungkinan disebabkan oleh peralatan yang tercemar/
tidak aseptis.
Faktor-faktor lain kemungkinan penyebab terjadinya kesalahan praktikan antara lain adalah:
Ø Pengerjaan praktikum secara paralel
Kegagalan yang terjadi dalam praktikum ini mungkin juga disebabkan oleh pengerjaan tabung Uji
Disinfektan secara paralel yang saat itu dimaksudkan untuk mempersingkat waktu pengerjaan.
Pengerjaan secara paralel tersebut telah mengakibatkan ketidakakuratan dan ketidaktelitian
perhitungan waktu yang diperlukan.
Ø Pengenceran desinfektan yang tidak akurat
Pada percobaan kali ini, praktikan mungkin juga melakukan kesalahan ketika melakukan pengenceran
desinfektan ke dalam 1:80, 1:100, dan 1:150. Pengenceran yang dilakukan tidak akurat, yaitu terlalu
banyak desinfektan yang terkandung dalam 1:80 atau 1:100, sehingga desinfektan terlalu pekat dan
tidak sebanding dengan jumlah kuman yang dibiakkan.

BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat diambil suatu kesimpulan yaitu :
1. Larutan fenol yang telah diinokulasi bakteri dapat menyebabkan kematian bakteri gram negative
(Escherichia Coli) yang ditanam di dalamnya.
2. Larutan desinfektan yang paling cepat membunuh bakteri gram negative (Escherichia Coli) yaitu
desinfektan dengan konsentrasi 1:150, terbukti pada menit ke 5 bakteri sudah mati.
2. Potensi dan efektifitas desinfektan terhadap bakteri yaitu 1.5 kali dari fenol

DAFTAR PUSTAKA

Hargono Yus, C.Y. M.Sc. modul praktikum mikrobiologi farmasi. Universitas Al- ghifari. Bandung
http://www.gudangmateri.com/2010/07/uji-koefisien-fenol.html
http://rodiahmikrobiologi.blogspot.com/2011/06/koefisien-fenol.htm
http://adesahy.blogspot.com/2011/11/fenol-koefisien.html
http://filzahazny.wordpress.com/2008/06/15/uji-koefisien-fenol/
http://fakhrurijal.blogspot.com/2011/07/laporan-mikrobiologi-uji-fenol.html?zx=ebdc2cf9f4b4a1f

Anda mungkin juga menyukai