Anda di halaman 1dari 13

Bab II

Kajian Teori

A. Pengertian Demokrasi

Secara etimologis, demokrasi berasal dari dua kata , yaitu demos yang artinya rakyat
dan cratein yang artinya memerintah. Jadi demokrasi berarti suatu negara yang
pemerintahannya dipegang oleh rakyat .
Demokrasi adalah bagaimana menghormati pendapat oranglain, mendengarkan mereka,
tidak berperasangka tentang kemunafikan, jangan menghukum mereka atau memfitnah
mereka secara tak semena-mena, meskipun ia seorang penghianat besar. Demorasi adalah
bagaimana seseorang mengakui kemungkinan kesalahan atas diri sendiri.[1]
Demokrasi itu dimana otoritas Negara ada di tangan rakyat. Kedaulatan
Apa saja adalah milik rakyat. Tetapi mustahil semua rakyat menjadi pemimpin (presiden)
dalam sebuah negara, maka dari itu mereka mengadakan pemilu, memilih wakil-wakil,
kemudian para wakil memilih sejumlah orang yang dibayar untuk mengurusi segala yang
diperlukan oleh rakyat dalm ketatanegaraan. Pengurus itu dijejer dari paling atas Namanya
presiden selanjutnya sampai ke level yang terbawah sampai ajudan Pak RT.[2]
Dalam Demokrasi, presiden dan seluruh jajaran birokrat adalah PRT alias pembantu rumah
tangga rakyat. Rakyat membayarnya, menyediakan kantor, rumah dinas, kendaraan, serta
segala perlengkapan untuk menjalankan tugasnya. Pemerintah adalah pihak yang dipilih,
sementara rakyat adalah pihak yang memilih, yang memilih lebih tinggi derajatnya dan lebih
berkuasa dari yang dipilih.[3]

B. Perkembangan Demokrasi di Dunia

Budaya demokrasi sesungguhnya sudah berkembang sejak zaman purba, yaitu pada
zaman berburu. Banyangkan sekelompok laki-laki purba berkumpul dimalam hari
mengelilingi api unggun sambil berdiskusi untuk memastikan apakah mereka akan berburu
keesokan hariunya atau tidak. Mereka adalah pemburu berpengalaman di sukunya dan merasa
sama-sama pantas untuk mengemukakan pandangannya masing-masing dan ingin
didengarkan. Di sekeliling api unggun, para lelaki itu sedang mengambil bagian dari
demokrasi.
Demokrasi sebagi proses melibatkan masyarakat dalam pemerintahan muncul
dibeberapa kota di yunani kuno sekitar abad ke VI SM. Kemungkinan besar warga Athenalah
yang mencetuskan kata demokratia(demokrasi), yang merupakan gabungan dari dua kata
demos(rakyat), dan kratos(memerintah), unuk menggambarkan system pemerintahan mereka.
Ciri utama demokrasi yang dipraktekkan pada bangsa yunani kuno adalah adanya
majlis, yaitu sebuah pertemuan rakyat yang teratur dimana para warga Negara terhormat
bebas mengemukakan pendapat.majlis memilih 10 jendral untuk mengurus hal-hal yang
berkaitan dengan kemiliteran. Namun majlis yang memerintah yang berjumlah 500 orang
dengan para pegawai Negara lainnya dipilih dengan cara diundi. Dengan cara itu setiap warga
memiliki kesempatan yang sama. Hak-hak warga Negara lainnya diakui untuk menjamin
system berjalan sebagaimana diharapkan. Yang paling penting dari semuanya itu adalah
adanya kebebasan berpendapat. Tanpa kebebasan berpendapat, tidak aka nada debat baik
dalam majlis maupun boul[4].
Demokrasi yunani kuno bertahan hanya beberapa ratus tahun, dan akhirnya mati
pada abad ke2 SM. Selama periode yang sama republic romawi juga berkembang pesat.
Meski bukan sebuah demokrasi sebagaimana diterapkan di yunani kuno, republic ini memiliki
cirri demokrasi. Pada awalnya hanya kaum aristrokat, yaitu orang-orang yang mewariskan
kekuasaan selama turun temurun, yang duduk di pemerintahan. Setelah itu rakyat juga
diizinkan untuk memegang beberapa jabatan dan memilih pemimpin mereka sendiri.
Ketika orang-orang roma mulai menaklukkan Negara-negara lain, rakyat yang baru
ditaklukkan diizinkan untuk menjadi warga Negara roma dan mengambil bagian dalam
praktek demokrasi ini. Namun, dalam kenyataannya itu tidak pernah terjadi. Wilayah taklukan
romawi sangat luas. Dalam kondisi seperti itu, tidak mungkin warga Negara taklukkan ini
bias mempengaruhi pemerintahan yang berpusat di roma. Gagasan untuk memilih para wakil
dari daerah-daerah taklukan keibukota romawi. Dalam kenyataan tidak pernah terjadi.
Pada abad terakhir SM lembaga-lembagademokrasi republic romawi dihancurkan
oleh para pejabat yang korup dan prajurut yang haus kekuasaan. Republic ini diganti oleh
kaisar yang sewenang-wenang. Selama 600 tahun berikutnya, demokrasi benar-benar hilang.
Demokrasi muncul kembali di eropa utara sekitar 600 tahun setelah masehi. Untuk
menangani perselisihan dan membahas peraturan bagi komunitasnya, kaum Viking
memanggil majlis yang di sebut thing untuk bersidang, mereka menganggap satu sama lain
sederajat.
Sekitar tahun 930 M, kaum Viking di islandia membentuk althing, yaitu sebuah
majlis untuk seluruh kepilaun. Majlis ini bertahan selama lebih dari 3abad. Selama 500 tahun
berikutnya, anggota majlis regional dan nasional serupa munjul di skandinavia. Badan-badan
serupa juga munjul di belgia, belanda, Luxemburg, dan inggris.
Berkembang pesatnya industry dan perdagangan memunjulkan kelas bisnis baru
dan kaya. Para penguasa Negara yaitu ratu/raja, seringkali sangat membutuhkan uang. Abad
berganti abad, para penguasa ini membentuk majelis yang terdiri dari orang-orang kaya dan
berpengaruh. Dengan demikian raja bukan satu-satunya lagi orang yang menentukan
berjalanya Negara. Ini dilakukan untuk menghindari pertentangan yang keras dari kaum kaya
yang dari hari ke hari semakin disegani dalam masyarakat. Orang-orang ini kemudian akan
memutuskan bagaimana menata dan mengatur sesuai dengan kepentinagn mereka dan
kepentingan raja/ratu. Pada tahun-tahu awal, majelis semajam ini hanya mewakili sekelompok
kecil masyarakat, namun selama abad-abad berikutnya semakin banyak orang yang diberi
kesempatan untuk mengambil bagian.
Yang paling terkenal dari semua majelis ini, dan yang paling mempengaruhi
perkembangan demokrasi, adalah perlemen inggris. Perlemen ini menganut system dua kamar
atau two houses. Kaum bangsawan kaya(nobles) yang berpengaruh duduk di perlemen yang
disebut majles tinggi. Mereka ini adalah penasehat raja/ratu. Para wakil dari kelas menengah
yang memiliki kekayaan dipilih oleh rakyat dan duduk dalam majelis rendah, yang dalam
waktu yang singkat menjadi berpengaruh daripada majelis tinggi.
Kedua majlis ini baik secara terpisah maupun bersama-sama, berhasil membatasi
kekuasaan raja/ratu, sampai akhirnya tercapai apa yang disebuat perimbangan dan pembagian
kekuasaan. Secara garis besar bias dikatakan perlemen membuat undang-undang baru(fungsi
legislative) dan raja/ratu melaksanakan undang-undang tersebut(fungsi eksekutif). Hakim-
hakim yang mandiri menafsirkan hokum-hukum apabila diperlukan(fungsi yudikatif).
Masing-masing dari ketiga lembaga kekuasaan ini mengecek dua yang lain.
System ini dibentuk tidak sebagai jawaban terhadap tuntutan rakyat akan
demokrasi, melainkan ajang berbagi kekuasaan di antara berbagai kelompok kelas atas dalam
masyarakat. Meski demikian mereka juga ingin menuntut keterwakilan rakyat dalam
perlemen dan lebih lanjut membatasi kekuasaan raja yang hanya mewakili dirinya sendiri saja
akan bangga menyebut diri mereka sebagai pejuang demokrasi yang lebih besar. Gagasan ini
selanjutnya di perkuat oleh munculnya protetantisme. Dalam pandangan beberapa kaun
protestan, kalau semua masyarakat sama di mata tuhan, maka mestinya semua manusia juga
memiliki kesempatan dan hak yang sama dalam melatih dan menjalankanm pemerintahan.
Di inggris dua prose ini(perlemen dan protestantisme) munvul pada abad ke-17.
Raja yang kers kepala Charles I, berusaha mengurangi kekuasaan perlemen dan
menjerumuskan Negara kedalam perang saudara yang dibanyarnya sendiri dengan tahta dan
hidupnya. Ia dipenggal pada tahun 1649. Dalam prose situ, gagasan demokrasi yang
melibatkan seluruh rakyat mendapatkan dukungan yang luar biasa besarnya.
Sebuah kelompok unik yang disebut leveler membuat usulan-usulan yang
mengejutkan. Mereka mengemukakan bahwa semua orang memiliki hak yang sama untuk
memilih pada pemilihan umum tahunan, bahwa mereka yang terpilih harus melaksanakan
amanat rakyat, bukan mengikuti kehendak sendiri, dan bahwa anggota perlemen seharusnya
hanya menjabat paling banyak dua priode. Usulan-usulan ini, meskipun barang kali sangat
muluk, sangat sesuai dengan semangat demokrasi yunani kuno yang sudah lama hilang.[5]
Kaum leveler gagal, dan monarki kembali pada tahun 1660. Perjanjian baru antara
perlemen denganmonarki, yang disebut glorious revolution 1688, denagn efektif menutup
peluang rakyat jelata dalam proses politik. P-ada saat itu banyak Negara yang telah memiliki
perlemen atau majlis, tetapai sama dengan di inggris, sedikit sekali warga Negara yang
diperbolehkan memilih. Semua majlis ini tidak memiliki kekuasaan yang nyata, atau
seluruhnya terdiri dari orang-orang kaya dan memiliki hak istimewa.
Kedua revulusi ini terjadi sebagai reaksi terhadap tirani. Keduaanya menuntut hak
rakyat untuk memilih pemerintah atau penguasayang mereka kehendaki. Orang-orang
amerika yang dijajah, yang merasa bahwa mereka membanyar pajak kepada sebuah Negara
namun tidak dilibatkan dalam penentuannya, menciptakan selogan tidak ada pajak tanpa
perwakilan. Deklarasi kemerdekaan yang mereka tanda tangani pada tahun 1776 menekankan
bahwa pemerintahan hanya bias memberikan kekuasaan dengan persetujuan dari pihak yang
diperintahkan. Di perancis deklarasi hak-hak memproklamasikan bahwa sumber semua
kedaulatan ada ditangan rakyat. Untuk ukuran waktu itu, deklarasi-deklarasi ini benar-benar
merupakan revolusi demokratis.
Setelah menghapus system pemerintahan senelumnya, kaum revolution merancang
perwakilan, dimana rakyat memilih beberapa orang untuk menjadi wakil mereka di majelis
yang baru.
Pelaksanaan demokrasi perwakilan ini tidak bias dielakkan . namun, beberapa
pemikir politik masih merasa kuatir bahwa demokrasi ini akan rusak dalam prosesnya.
Para pemikir inggris paine dan mill menganjurkan agar pemilihan umum diadakan
sesering mungkin untuk mencegah para wakil lipa terhadap rakyatnya. Paine dan mill
mengemukakan apabila wakil tersebut ingin dipilih lagi maka harus mendengar apa yang
disuruhkan para pemilihnya. Sam aseperti kaum leveler, keduanya percaya masa jabatan para
wakil harus terbatas.
Para pemikir lainnya, tidak setuju dengan pained an mill. Burke dan Hamilton
menyukai kenyataan bahwa demokrasi perwakilan menjembatani pemerintah yang cerdas dan
rakyat yang bodoh, bahkan demokrasi perwakilan memungkinkan para wakil yang terdidik
dan cerdas bias membuat keputusan yang bijak dan tepat daripada rakyat yang bodoh.
Ketegangan antara dua kelompok ini berlangsung sampai hari ini. Kelompok yang
sat uterus memdorong terbentuknya demokrasi yang lebih besar: yang satu lagi berjuan untuk
mempraktikkan demokrasi dengan menerapkan batasan-batasan tertentu yang bias dipahami.
Umumnya bias dikatakan bahwa pandangan orang-orang yang menginginkan lebih banyak
pengaruh rakyat dalam pembuatan keputusan dan lebih banyak tanggungjawab demokratis,
tegangan waktu ini terlalu lama. Masa jabatan wakil jarang dibatasi, kecuali untuk presiden
amerika serikat, yang sejak tahu 1951 hanya diizinkan memegang dua kali masa jabatan.
(http://danceriot.blogspot.co.id/2013/02/makalah-perkembangan-demokrasi-
di-dunia.html)

C.Alasan Indonesia memilih Pancasila sebagai asas demokrasi

Karena Pancasila telah kita akui dan terima sebagai Filsafah dan Pandangan Hidup
Bangsa serta Dasar Negara RI, maka Pancasila harus menjadi landasan pelaksanaan
demokrasi Indonesia. Kalau kita membandingkan dengan demokrasi Barat yang sekarang
menjadi acuan bagi kebanyakan orang, khususnya kaum pakar politik Indonesia, ada
perbedaan yang mencolok sebagai akibat perbedaan pandangan hidup.

Sebagaimana sudah diuraikan dalam makalah Perbedaan Pikiran Barat dan Pancasila,
perbedaan prinsipiil atau mendasar dalam pandangan hidup Barat dan Indonesia adalah
tempat Individu dalam pergaulan hidup. Dalam pandangan Barat individu adalah mahluk
otonom yang bebas sepenuhnya untuk mengejar semua kehendaknya. Bahwa individu
membentuk kehidupan bersama dengan individu lain adalah karena dorongan rasionya untuk
memperoleh keamanan dan kesejahteraan yang terjamin, bukan karena secara alamiah
individu ditakdirkan hidup bersama individu lain. Sebaliknya dalam pandangan Indonesia
individu adalah secara alamiah bagian dari kesatuan lebih besar, yaitu keluarga, sehingga
terjadi Perbedaan dalam Kesatuan, Kesatuan dalam Perbedaan. Oleh sebab itu pandangan
bangsa Indonesia adalah bahwa hidup merupakan Kebersamaan atau Kekeluargaan. Individu
diakui dan diperhatikan kepentingannya untuk mengejar yang terbaik baginya, tetapi itu tidak
lepas dari kepentingan Kebersamaan / Kekeluargaan.

Kalau pelaksanaan demokrasi Barat dinamakan sekuler dalam arti bahwa tidak ada faktor
Ketuhanan atau religie yang mempengaruhinya, sebaliknya demokrasi Indonesia tidak dapat
lepas dari faktor Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama Pancasila. Meskipun NKRI
bukan negara berdasarkan agama atau negara agama, namun ia bukan pula negara sekuler
yang menolak faktor agama dalam kehidupan bernegara. Ada yang mengritik “sikap bukan ini
bukan itu” sebagai sikap yang a-moral dan ambivalent, tetapi dalam perkembangan cara
berpikir dalam melihat Alam Semesta, khususnya yang dibuktikan oleh Quantum Physics ,
hal ini normal. Justru karena sikap itu demokrasi Indonesia tidak pernah boleh lepas dari
faktor moral.

Demokrasi Barat cenderung diekspresikan dalam urusan kepentingan politik mengejar


kemenangan dan kekuasaan. Dalam demokrasi Barat adalah normal kalau partai politik
mengejar kekuasaan agar dengan kekuasaan itu dapat mewujudkan kepentingannya dengan
seluas-luasnya (The Winner takes all). Ia hanya mengakomodasi kepentingan pihak lain
karena dan kalau itu sesuai dengan kepentingannya. Jadi sikap Win-Win Solution yang
sekarang juga sering dilakukan di Barat bukan karena prinsip Kebersamaan, melainkan karena
faktor Manfaat semata-mata.
Di Indonesia berdasarkan Pancasila demokrasi dilaksanakan melalui Musyawarah untuk
Mufakat. Jadi dianggap tidak benar bahwa pihak yang sedikit jumlahnya dapat di”bulldozer”
oleh pihak yang besar jumlahnya. Itu berarti bahwa demokrasi Indonesia pada prinsipnya
mengusahakan Win-Win Solution dan bukan karena faktor manfaat semata-mata. Namun
demikian, kalau musyawarah tidak kunjung mencapai mufakat sedangkan keadaan
memerlukan keputusan saat itu, tidak tertutup kemungkinan penyelesaian didasarkan jumlah
suara. Maka dalam hal ini voting dilakukan karena faktor Manfaat, terbalik dari pandangan
demokrasi Barat.

Dalam demokrasi Indonesia tidak hanya faktor Politik yang perlu ditegakkan, tetapi juga
faktor kesejahteraan bagi orang banyak sebagaimana dikehendaki sila kelima Pancasila. Jadi
demokrasi Indonesia bukan hanya demokrasi politik, tetapi juga demokrasi ekonomi dan
demokrasi sosial. Bahkan sesuai dengan Tujuan Bangsa dapat dikatakan bahwa demokrasi
Indonesia adalah demokrasi kesejahteraan dan kebahagiaan dan bukan demokrasi kekuasaan
seperti di Barat. Hal itu kemudian berakibat bahwa pembentukan partai-partai politik
mengarah pada perwujudan kehidupan sejahtera bangsa (lihat makalah sebelumnya :
Pancasila dan Partai Politik).

Karena demokrasi Indonesia adalah demokrasi kesejahteraan, maka wahana pelaksanaan


demokrasi Indonesia tidak hanya partai politik. Banyak anggota masyarakat mengutamakan
perannya dalam masyarakat sebagai karyawan atau menjalankan fungsi masyarakat tertentu
untuk membangun kesejahteraan, bukan sebagai politikus. Mereka tidak berminat turut serta
dalam partai politik. Karena kepentingan bangsa juga meliputi mereka, maka selayaknya
mereka ikut pula dalam proses demokrasi, termasuk demokrasi politik. Oleh sebab itu di
samping peran partai politik ada peran Golongan Fungsional atau Golongan Karya (Golkar).

Demikian pula Indonesia adalah satu negara yang luas wilayahnya dan terbagi dalam banyak
Daerah yang semuanya termasuk dalam Keluarga Bangsa Indonesia. Oleh sebab itu di
samping peran partai politik dan golkar, harus diperhatikan juga partisipasi Daerah dalam
mengatur dan mengurus bangsa Indonesia sebagai satu Keluarga. Karena itu ada Utusan
Daerah yang mewakili daerahnya masing-masing dalam menentukan jalannya Bahtera
Indonesia.

Sebagaimana prinsip Perbedaan dalam Kesatuan, Kesatuan dalam Perbedaan menjamin setiap
bagian untuk mengejar yang terbaik, maka Daerah yang banyak jumlahnya dan aneka ragam
sifatnya perlu memperoleh kesempatan mengurus dirinya sesuai pandangannya, tetapi tanpa
mengabaikan kepentingan seluruh bangsa dan NKRI. Otonomi Daerah harus menjadi bagian
penting dari demokrasi Indonesia dan mempunyai peran luas bagi pencapaian Tujuan Bangsa.

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Dasar Pengatur Sistem Pemerintahan

Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan dasar untuk mengatur sistem
pemerintahan yang diperlukan demokrasi Indonesia. Yang dimaksud adalah UUD 1945 yang
belum dirobah dengan 4 Amandemen tahun 2002. Sebab setelah ada 4 Amandemen itu
hakikatnya UUD 1945 telah berubah jiwanya dari Pancasila ke individualis-liberalis. Jadi
tidak cocok dengan keperluan kita.

Sebab itu harus kita kembalikan Undang-Undang Dasar 1945 kepada kondisinya yang asli.
Tentu hal ini akan mendapat perlawanan pihak-pihak yang mengalami keuntungan dari
perubahan yang telah terjadi sejak UUD 1945 di-amandemen. Namun pengembalian UUD
1945 ke yang asli sangat mendasar kalau bangsa Indonesia berpegangan pada Pancasila
sebagai Pandangan Hidup Bangsa dan Dasar Negara RI. Tidak mungkin satu bangsa
melakukan aktivitas politik yang bertentangan dengan UUDnya.

Kondisi UUD 1945 setelah amandemen serba tak keruan. UUD 1945 yang terdiri dari
Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan setelah amandemen masih ada Pembukaan yang
tidak berbeda dari semula, Akan tetapi Penjelasan ditiadakan, sedangkan dalam Batang Tubuh
diadakan perubahan Pasal-Pasal yang isinya bertentangan dengan Pembukaan. Pasal-Pasal
baru itu banyak yang berjiwa individualisme-liberalisme.
Maka untuk mengembalikan UUD 1945 ke aslinya ada 2 alternatif jalan. Yang pertama
adalah mengembalikan UUD 1945 yang asli sebagai UUD yang sah. Ini dapat dilakukan
melalui berbagai kemungkinan, seperti didekritkan oleh Presiden RI, melalui keputusan DPR
minta MPR bersidang atau melalui Referendum. Yang kedua adalah melalui proses
pengkajian kembali UUD 1945 sehingga pengkajian ini menghasilkan UUD yang sesuai
dengan UUD 1945 asli, tetapi mungkin dengan tambahan untuk penyempurnaannya.
Jalan pertama, terutama melalui satu dekrit Presiden RI, adalah cara paling cepat. Akan tetapi
secara politik dipertanyakan apakah Presiden RI bersedia melakukannya. Jalan DPR amat
sukar berhasil karena akan ditentang banyak anggota DPR yang diuntungkan oleh keadaan
UUD 1945 setelah di-amandemen. Sedangkan melalui referendum juga memerlukan
persetujuan DPR yang amat besar kemungkinan menolak .
Jadi harus ditempuh jalan kedua, yaitu melalui pengkajian. Ini satu proses lama tapi dapat
mencapai tujuan yang diinginkan. Sebab melalui pengkajian kembali dapat dihilangkan semua
akibat buruk dari amandemen, yaitu yang membuat batang tubuh UUD bertentangan dengan
Pembukaannya sendiri. Dapat diperoleh penyempurnaan UUD 1945, kalau dianggap perlu,
dengan mengadakan penambahan. Akan tetapi tidak dalam bentuk amandemen melainkan
sebagai addendum UUD 1945. Juga Penjelasan UUD dapat dikembalikan, karena UUD tanpa
Penjelasan kurang menjamin adanya pemahaman yang benar dari isi UUD itu. Dengan
semangat yang kuat untuk memounyai kembali UUD 1945 yang sesuai dengan Pancasila kita
harapkan pengkajian ini dapat dilakukan secepat dan setepat mungkin.
Pengkajian ini harus dilakukan satu Pantitya yang dibentuk secara khusus, terdiri dari pakar
hukum dan politik yang patriot Indonesia dan berjiwa serta memahami Pancasila. Hasil
pengkajian diserahkan kepada MPR yang menyatakannya sebagai UUD yang berlaku di
Indonesia. Hanya harus diwaspadai bahwa Panitya Pengkajian terdiri dari orang-orang yang
patriot Indonesia dan bukan orang yang terpikat oleh ideologi dan paham lain atau yang
mudah kena pengaruh pihak luar yang menginginkan lenyapnya Pancasila.serta menggunakan
berbagai cara, termasuk uang, untuk mencapai tujuannya. Demikian pula MPR harus
mempunyai cukup banyak anggota yang setia kepada Pancasila dan perwujudannya,
khususnya yang duduk sebagai pimpinan MPR.

Berdasarkan UUD 1945 yang disempurnakan dan ada kesamaan jiwa antara Pembukaan,
Batang Tubuh dan Penjelasan, disusun Sistem Politik Indonesia. Pertama harus diwujudkan
ketentuan bahwa Kedaulatan ada di tangan Rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Itu berarti harus disusun MPR yang terdiri dari anggota yang berasal dari Partai Politik dan
dipilih melalui Pemilihan Umum. Selain itu ada anggota MPR yang berasal dari Golongan
Fungsional atau Karya (golkar) dan anggota yang merupakan Utusan Daerah, yaitu Daerah
Tingkat Satu atau Provinsi.
Hal ini mengharuskan dibentuk Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) untuk
mewadahi berbagai organisasi fungsional atau kekaryaan. Sekber Golkar menetapkan siapa
dari organisasi fungsional menjadi anggota MPR .
Sedangkan Utusan Daerah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
masing-masing Provinsi.
Seluruh anggota MPR berjumlah 1000 orang atau lebih, tetapi tidak melebihi 1500 orang.

Sebagai Penjelmaan Rakyat, MPR memegang kekuasaan tertinggi di NKRI. Ia menetapkan


Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang harus menjadi pedoman segala kegiatan
Negara dan Bangsa untuk masa mendatang .
Ia mengangkat Presiden RI untuk memegang kekuasaan pemerintahan dan melaksanakan
GBHN. Serta menetapkan Wakil Presiden RI untuk membantu Presiden RI .
Pemilihan Presiden RI dan Wakil Presiden RI langsung oleh Rakyat sebagaimana sekarang
terjadi menambah legitimacy Presiden dan Wakil Presiden. Akan tetapi dapat menjadikan
kurang tegas ketentuan bahwa MPR memegang kekuasaan tertinggi di NKRI.

Di samping Presiden RI ada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang nebengeordnet atau sama
tinggi kedudukannya dengan Presiden. Presiden sebagai pemegang kekuasaan membentuk
undang-undang selalu memerlukan persetujuan DPR, termasuk undang-undang tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dengan jalan itu DPR menjalankan control atau pengawasan terhadap pelaksanaan fungsi
Presiden. Karena pengawasan ini erat hubungannya dengan pelaksanaan GBHN yang berasal
dari MPR, maka DPR melakukan pengawasan atas nama MPR. Sebab itu anggota DPR
adalah berasal dari MPR yang menetapkan separuh dari jumlah anggotanya menjadi anggota
DPR. Dengan begitu dalam DPR ada anggota yang berasal dari Parpol, Golkar maupun
Utusan Daerah karena semua mereka sebagai bagian dari Penjelmaan Rakyat berkepentingan
atas pelaksanaan pemerintahan yang baik.

Presiden RI didampingi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang pimpinan dan anggotanya
ditetapkan melalui undang-undang, berarti hasil susunan Presiden dengan persetujuan DPR.
DPA memberikan advis kepada Presiden, diminta atau tidak diminta.
Presiden RI juga didampingi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang juga dibentuk
berdasarkan undang-undang. BPK berfungsi untuk memeriksa tanggungjawab keuangan
negara dan menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada DPR.
Presiden RI juga didampingi Mahkamah Agung (MA) yang dibentuk menurut undang-
undang. MA memimpin seluruh badan kehakiman NKRI yang dibentuk menurut undang-
undang.

Untuk menjalankan pemerintahan Presiden RI mengangkat Menteri-Menteri yang memimpin


departemen pemerintahan atau memimpin badan non-departemen. Presiden RI, Wakil
Presiden RI beserta semua Menteri merupakan Pemerintah RI.
Di dalam menjalankan fungsi pemerintahan Presiden bertanggungjawab kepada MPR ,
sedangkan para Menteri bertanggungjawab kepada Presiden RI.
Indonesia terdiri dari Daerah-Daerah Tingkat Satu atau Provinsi yang ditetapkan dengan
undang-undang. Demikian pula Daerah Tingkat Satu terdiri dari Daerah Tingkat II atau
Kabupaten dan Kota yang juga dibentuk dengan undang-undang.
Untuk memberikan otonomi yang luas kepada Daerah maka semua Daerah Tingkat Dua
adalah daerah otonom. Sedangkan Daerah Tingkat Satu memegang kekuasaan pemerintahan
yang mewakili Pusat dalam memimpin Daerah Tingkat Dua sebagai bagian integral NKRI.
Atas dasar itu Kepala Daerah Tingkat Dua, yaitu Bupati dan Wali Kota, dipilih langsung oleh
Rakyat, kecuali pimpinan Kota yang berada di Daerah Tingkat Satu Jakarta Raya. Setiap
Daerah Tingkat Dua mempunyai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tk Dua yang anggotanya
dipilih oleh Rakyat dan ditetapkan oleh Sekber Golkar. DPRD II membantu Bupati / Wali
Kota dalam menjalankan pemerintahan di daerahnya. Dalam menjalankan pekerjaannya
Bupati / Wali Kota bertanggungjawab kepada Gubernur / Kepala Daerah Tingkat Satu.
Kepala Daerah Tingkat Satu, yaitu Gubernur, ditetapkan oleh Presiden RI berdasarkan usul
yang diajukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat Satu . Gubernur merupakan
perpanjangan Pemerintah Pusat untuk mengatur jalannya pemerintahan di Daerah Tk I sesuai
dengan ketentuan otonomi daerah. Dalam pekerjaannya Gubernur bertanggungjawab kepada
Presiden RI. Gubernur dibantu Dewan Perwakilan Daerah Tingkat Satu yang anggotanya
dipilih oleh Rakyat dan ditetapkan oleh Sekber Golkar. Gubernur bersama DPRD I
menetapkan Utusan Daerah untuk duduk dalam MPR.

UUD 1945 di samping mengatur Demokrasi Politik juga mengatur Demokrasi Ekonomi.
Manusia Indonesia tidak hanya mempunyai aspirasi politik yang ingin diwujudkan dalam
sistem pemerintahan. Ia juga ingin aspirasi ekonominya atau aspirasi kesejahteraannya
terjamin dalam sistem pemerintahan yang dijalankan. Ia ingin agar seluruh bangsa dan
masyarakat mencapai hidup yang sejahtera dan berkeadilan.
Wujud Demokrasi Ekonomi adalah bahwa mayoritas bangsa atau 90% jumlah penduduk atau
lebih adalah Golongan Menengah. Golongan Menengah itu menguasai 75-80% kekayaan
nasional. Ada rakyat yang menjadi kaya karena kecakapan dan kecerdasan berusaha melebihi
yang lain. Akan tetapi Golongan Kaya ini tidak akan lebih dari 5% jumlah penduduk dan
menguasai 15-20% kekayaan nasional. Demikian pula pasti ada saja rakyat yang tergolong
miskin, tetapi itu tidak lebih dari 5% jumlah penduduk dengan sekitar 5% kekayaan nasional.
Untuk mencapai susunan masyarakat itu diusahakan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat,
bukan untuk golongan tertentu yang sedikit jumlahnya. Produksi dikerjakan oleh semua untuk
semua, hal mana mengandung makna bahwa semua orang yang termasuk angkatan kerja
memperoleh pekerjaan sehingga juga memperoleh penghasilan.
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Dikembangkan
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang luas. Untuk itu bangun perusahaan yang sesuai
adalah koperasi, tetapi tidak dilarang bentuk usaha lain.
Karena kekayaan bumi dan alam harus memberikan kesejahteraan setinggi-tingginya bagi
bangsa seluruhnya, maka itu harus dikuasai negara. Dibentuk Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) untuk menjalankan produksi yang penting bagi negara. Di samping itu berkembang
Usaha Swasta besar dan kecil karena tidak semua usaha perlu dilakukan BUMN. Yang
penting adalah bahwa baik BUMN maupun Usaha Swasta menjalankan produksi yang
meningkatkan kesejahteraan bangsa secara keseluruhan.
Kehidupan ekonomi nasional harus mempunyai daya saing yang tinggi agar benar-benar
mendatangkan kesejahteraan tinggi bagi seluruh bangsa. Pada waktu ini Demokrasi Ekonomi
sebagaimana digambarkan masih belum terwujud. Masyarakat Indonesia masih diliputi
kemiskinan yang luas dan kekayaan bumi dan alam masih belum memberikan kesejahteraan
memadai bagi bangsa seluruhnya; malahan mungkin lebih banyak memberikan keuntungan
kepada bangsa asing.

Aspirasi Manusia Indonesia juga mengandung aspek Demokrasi Sosial di samping Demokrasi
Politik dan Demokrasi Ekonomi. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab jelas sekali
menunjukkan pentingnya Demokrasi Sosial.
Sebab itu semua warga negara sama kedudukannya dalam hukum dan semua harus
menjunjung hukum dan pemerintahan tanpa memandang tingkat kedudukannya dan asal
golongannya. Semua warga berhak atas kehidupan yang layak sebagai manusia yang
berharga.
Kemerdekaan tiap-tiap penduduk dalam memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing
harus dijamin, termasuk peribadatannya. Demikian pula semua warga negara berhak
mendapat Pendidikan Sekolah yang ditanggung sepenuhnya oleh Negara, paling sedikit
sampai tingkat Pendidikan Menengah. Kalau ada rakyat yang termasuk fakir miskin dan anak
terlantar, maka itu menjadi tanggungjawab Negara untuk mengurusnya.
Wujud dari Demokrasi Sosial adalah terlaksananya Gotong Royong di setiap aspek kehidupan
bangsa. Dengan begitu terwujud kehidupan bangsa yang tenteram-damai-produktif dan tidak
terganggu oleh konflik antara golongan kaya dan miskin, antara etnik yang berbeda, atau
antara umat agama yang beda. Untuk menjamin keadaan itu lebih nyata, maka semua warga
berhak dan wajib ikut serta dalam pembelaan negara sebagai tanda ikatannya kepada NKRI.
Pada waktu ini Demokrasi Sosial masih jauh dari kenyataan. Gotong Royong makin sukar
ditemukan, sedangkan pertentangan antara golongan belum selesai, khususnya antara umat
agama yang beda dan antara etnik yang berlainan.

Demokrasi dalam Pancasila baru terwujud memadai kalau baik Demokrasi Politik maupun
Demokrasi Ekonomi dan Demokrasi Sosial menjadi kenyataan.

Mewujudkan Dinamika dan Kreativitas Bangsa

Demokrasi dalam Pancasila merupakan jalan dan sarana penting untuk mencapai Tujuan
Bangsa, yaitu Masyarakat yang maju, adil dan sejahtera. Itu hanya terwujud kalau kehidupan
bangsa diliputi Dinamika dan Kreativitasi yang tinggi.

Untuk itu kehidupan warga mendapat jaminan penuh oleh Negara untuk melakukan berbagai
kebebasan, termasuk kebebasan berserikat dan berkumpul, kebebasan menjalankan agama dan
kepercayaannya, kebebasan menyatakan pendapat secara lisan dan tertulis. Kebebasan ini
perlu agar berkembang dinamika dalam berpikir dan bertindak dilandasi kreativitas tinggi.

Namun perlu disadari bahwa kebebasan yang berlebihan, apalagi yang mutlak, justru
mengundang perpecahan dan konflik antara warga. Hal itu akan malahan menjauhkan
masyarakat dan bangsa dari kemajuan yang diinginkan. Hal itu kita rasakan sendiri sekarang
sejak Reformasi 1998 tidak menyadari hal itu.

Sebab itu prinsip Perbedaan dalam Kesatuan, Kesatuan dalam Perbedaan harus selalu
dipegang teguh. Karena hal demikian tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada warga orang
per orang, maka diperlukan berfungsinya Hukum secara efektif. Sebab itu amat penting
bahwa Hukum harus ditegakkan secepat mungkin dengan dilakukan oleh aparat hukum yang
dapat diandalkan kecakapan dan kejujurannya.
Namun di atas itu semua amat penting bahwa Semangat para Penyelenggara Negara adalah
tepat dan sesuai dengan usaha mencapai Tujuan Bangsa. Hal itu pun ditegaskan dalam
Penjelasan UUD 1945. Semangat yang tepat itu harus terwujud dalam cara berpikir dan
bertindak yang tepat dalam Memimpin dan Mengelola Negara sesuai dengan posisi dan
kedudukannya.

(http://sayidiman.suryohadiprojo.com/?p=863)

Anda mungkin juga menyukai