TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Terapi
Intravena (Infus)
Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum, langsung
kalium), nutrient (biasanya glukosa), vitamin atau obat (Brunner & Sudarth,
2002).
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak
dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang
diperlukan untuk metabolisme dan memberikan medikasi (Perry & Potter, 2006).
1
14
Menurut Perry & Potter (2006) vena-vena tempat pemasangan infus: Vena
Metakarpal, vena sefalika, vena basilica, vena sefalika mediana, vena basilika
intravena, tetapi kemudahan akses dan potensi bahaya berbeda di antara tempat-
tempat ini. Pertimbangan perawat dalam memilih vena adalah sebagai berikut:
Usia klien (usia dewasa biasanya menggunakan vena di lengan, sedangkan infant
type larutan yang akan diberikan, kondisi vena klien, kontraindikasi vena-vena
tertentu yang tidak boleh dipungsi, aktivitas pasien (misal bergerak, tidak
insersi/pungsi vena yang umum digunakan adalah tangan dan lengan. Namun
vena-vena superfisial di kaki dapat digunakan jika klien dalam kondisi tidak
Menurut Perry & Potter (2006) indikasi pada pemberian terapi intravena: pada
masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam
antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa
melalui mulut) pada kebanyakan pasien dirawat di rumah sakit dengan infeksi
dari segi kemudahan administrasi rumah sakit, biaya perawatan, dan lamanya
perawatan.
dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan
yang susunan kimiawinya “polications” dan sangat polar, sehingga tidak dapat
diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam
Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat menelan
obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu
dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual (di
bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot).
16
Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui
konsentrasi obat dalam darah tercapai, misalnya pada orang yang mengalami
bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat dalam darah
Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan
(cuci darah). Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil
yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).
ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan
menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah
pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah
17
(dialysis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah
sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-
“menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah.
Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin. (Perry &
Potter, 2006)
yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera.
tidak akan keluar dari membrane kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh
darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh
darah. Contohnya adalah albumin dan steroid (Perry & Potter, 2006).
Larutan Nacl (berisi air dan elektrolit (Na+, cl-), Larutan dextrose (berisi air atau
garam dan kalori), Ringer laktat, berisi air (Na+, K+, cl-, ca++, laktat), Balans
isotonic berisi (air, elektrolit, kalori ( Na+, K+, Mg++, cl-, HCO, glukonat), Whole
blood (darah lengkap) dan komponen darah, Plasma expanders (berisi albumin,
dextran, fraksi protein plasma 5%, hespan yang dapat meningkatkan tekanan
Pertama atur kecepatan tetesan pada tabung IV. Tabung makrodrip dapat
meneteskan 10 atau 15 tetes per 1 ml. Tabung mikrodrip meneteskan 60 tetes per
Atur jumlah mililiter cairan yang akan diberikan dengan jumlah total cairan yang
akan diberikan dengan jumlah jam infus yang berlangsung. Kemudian kalikan
hasil tersebut dengan faktor tetes. Untuk menentukan berapa banyak tetesan yang
19
akan diberikan permenit, bagi dengan 60. Hitung jumlah tetesan permenit yang
akan diinfuskan. Jika kecepatan alirannya tidak tepat, sesuaikan dengan kecepatan
hipotonik) yang hilang, memberikan suplai kalori, juga dapat dibarengi dengan
isotonik) yang hilang, diberikan dengan komponen darah, atau untuk pasien dalam
elektrolit tertentu, dan untuk mengatasi asidosis metabolik tingkat sedang. (Perry
Intravena (IV) push (IV bolus), adalah memberikan obat dari jarum suntik secara
pemberian obat langsung kedalam intravena, Untuk mendapat respon yang cepat
obat dalam jumlah besar secara terus menerus melalui infus (lidocain, xilocain),
injeksi, Untuk mencegah masalah yang mungkin timbul apabila beberapa obat
yang dicampur.
cairan yang digantung, dengan atau tanpa pengatur kecepatan aliran. Infus melalui
intravena, intra arteri, dan intra thecal (spinal) dapat dilengkapi dengan
menggunakan pompa khusus yang ditanam maupun eksternal. Hal yang perlu
dipertimbangkan yatu:
Keuntungan: mampu untuk mengimpus cairan dalam jumlah besar dan kecil
dengan akurat, adanya alarm menandakan adanya masalah seperti adanya udara
“piggy bag” untuk infus yang kontiniu, atau untuk terapi jangka panjang melalui
tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat
penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang
pada pembuluh darah. Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan
sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati
pembuluh darah. Plebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi
akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar Emboli udara,
yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya udara
yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah, rasa perih/sakit dan reaksi
alergi.
2.2 Plebitis
Plebitis didefinisikan sebagai inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi
kimia, mekanik maupun oleh bakteri. Hal ini dikarakteristikan dengan adanya
daerah yang memerah dan hangat di sekitar daerah penusukan atau sepanjang
vena, pembengkakan, nyeri atau rasa keras disekitar daerah penusukan atau
sepanjang vena dan bisa keluar cairan/pus. Insiden plebitis meningkat sesuai
dengan lamanya pemasangan jalur intravena, komplikasi cairan atau obat yang
pada tunika intima pembuluh darah vena, yang sering dilaporkan sebagai
yang terjadi pada endhothelium tunika intima vena, dan perlekatan tombosit pada
area tersebut.
Menurut Perry & Potter 2005 faktor yang mempengaruhi terjadinya plebitis,
diantaranya adalah faktor internal dan eksternal. Yang termasuk faktor internal
adalah:
a. Usia: pertahanan terhadap infeksi dapat berubah sesuai usia. Pada pasien
besar infeksi neonatus lanjut di dapat di rumah sakit melalui pemberian cairan
menyuntik yang kurang bersih. Pada neonatus keadaan banyak bergerak dapat
mengakibatkan vena kateter bergeser dan hal ini yang bisa menyebabkan
plebitis.
b. Status nutrisi: pada pasien dengan gizi buruk mempunyai vena yang tipis
sehingga mudah rapuh, selain itu pada gizi buruk daya tahan tubuhnya kurang
c. Stress: tubuh berespon terhadap stress dan emosi atau fisik melalui adaptasi
imun. Rasa takut akan cedera tubuh dan nyeri sering terjadi diantara anak-
yang mengalami lebih banyak rasa takut dan nyeri karena pengobatan akan
d. Keadaan vena: kondisi vena yang kecil dan vena yang sering terpasang infus
Menurut INS (2006) faktor eksternal yang dapat menyebabkan plebitis adalah:
Kejadian plebitis ini dihubungkan dengan bentuk respon yang terjadi pada tunika
intima vena dengan bahan kimia yang menyebabkan reaksi peradangan. Reaksi
peradangan dapat terjadi akibat dari jenis cairan yang diberikan atau bahan
material kateter yang digunakan. PH darah normal terletak antara 7,35 –7,45 dan
cenderung basa. PH cairan yang diperlukan dalam pemberian terapi adalah 7 yang
berarti adalah netral. Ada kalanya suatu larutan diperlukan konsentrasi yang lebih
autoclaf, jadi larutan yang mengandung glukosa, asam amino, dan lipid yang biasa
diartikan sebagai konsentrasi sebuah larutan atau jumlah partikel yang larut dalam
suatu larutan.
24
Pada orang sehat, konsentrasi plasma manusia adalah 285 ±10 mOsm/kgH2O
total sebesar 280-310 mOsm/L, larutan yang memliki osmolalitas kurang dari itu
suatu larutan tidak hanya berpengaruh terhadap status fisik klien akaan tetapi juga
berpengaruh terhadap tunika intima pembuluh darah. Dinding tunika intima akan
osmolalitas lebih dari 600mOsm/L. Terlebih lagi pada saat pemberian dengan
tetesan cepat pada pembuluh vena yang kecil. Cairan isototonik akan menjadi
lebih hiperosmoler apabila ditambah dengan obat, elektrolit maupun nutrisi (INS,
2006). Vena perifer dapat menerima osmolalitas larutan sampai dengan 900
tromboemboli. Pada pemberian jangka lama harus diberikan melalui vena sentral,
karena larutan yang bersifat hipertonis dengan osmolalitas >900 mOsm/L, melalui
Kecepatan pemberian larutan intravena juga dianggap salah satu penyebab utama
pada dinding pembuluh darah. Penggunaan material katheter juga berperan pada
kejadian plebitis. Bahan kateter yang terbuat dari polivinilklorida atau polietelin
(teflon) mempunyai resiko terjadi plebitis lebih besar dibanding bahan yang
25
terbuat dari silikon atau poliuretan (INS,2006). Partikel materi yang terbentuk dari
cairan atau campuran obat yang tidak sempurna diduga juga bisa menyebabkan
mikron pada infus set, akan menurunkan atau meminimalkan resiko plebitis akibat
katheter yang terpasang ikut bergerak dan menyebabkan trauma pada dinding
vena. Penggunaan ukuran katheter yang besar pada vena yang kecil juga dapat
berdasarkan laporan dari The Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
pediatric kuman yang sering dijumpai pada pemasangan katheter infus adalah
infeksi oleh karena jamur dilaporkan meningkat. Vena katheter pada area fleksi
26
meningkat.
Tabel 2.1 Kuman Pathogen yang Sering Ditemukan di Aliran Darah Pathogen
Coagulase-negatif Staphylococcus 27 37
S Aureus 16 13
Enterococcus 8 13
Gram-negatif rods 19 14
E coli 6 2
Enterobacter 5 5
P aeruginosa 4 4
K pneumoniae 4 3
Candida species 8 8
yang terjadi pada pemberian terapi cairan baik terapi rumatan cairan, pemberian
kejadian plebitis serta pemantauan yang ketat untuk mencegah dan mengatasi
kejadian plebitis. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah
tehnik aseptik, perawatan daerah infus, antisepsis kulit serta observasi dan
c. Rotasi catheter
72 jam dan segera mungkin jika diduga terkontaminasi, adanya komplikasi, atau
ketika telah dihentikan. Hal ini menunjukkan bahwa waktu terjadinya plebitis
pemindahan lokasi pemasangan yang tepat sehingga angka kejadian plebitis dapat
penyembuhan luka yaitu pada fase inflamasi mempunyai prioritas fungsional yaitu
terhadap luka yang dimulai setelah beberapa menit dan berlangsung selama
sekitar 3 hari setelah cedera. Proses perbaikan terdiri dari mengontrol perdarahan
(hemostatis), mengirim darah dan sel ke area yang mengalami cedera, dan
28
membentuk selsel epitel pada tempat cedera (epitelialisasi). Sel epitel pada tempat
menjadi kerangka untuk perbaikan sel. Apabila fase ini berlangsung lebih dari 3
d. Aseptic dressing
balutan konvensional masih bisa dilakukan, tetapi kassa steril harus diganti tiap 24
jam.
e. Kecepatan pemberian
Makin lambat infus larutan hipertonik diberikan makin rendah risiko plebitis.
Namun, ada paradigma berbeda untuk pemberian infus obat injeksi dengan
osmolaritas tinggi. Osmolaritas boleh mencapai 1000 mOsm/L jika durasi hanya
beberapa jam. Durasi sebaiknya kurang dari tiga jam untuk mengurangi waktu
kontak campuran yang iritatif dengan dinding vena. Ini membutuhkan kecepatan
pemberian tinggi (150–330 mL/jam). Vena perifer yang paling besar dan kateter
yang sekecil dan sependek mungkin dianjurkan untuk mencapai laju infus yang
diinginkan, dengan filter 0.45mm. Katheter harus diangkat bila terlihat tanda dini
nyeri atau kemerahan.Infus relatif cepat ini lebih relevan dalam pemberian infus
sebagai jalan masuk obat, bukan terapi cairan maintenance atau nutrisi parenteral.
29
Menurut Putra (2012) neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim
sampai dengan usia 28 hari. Terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan
di dalam rahim menjadi di luar rahim. Pada masa ini akan terjadi pematangan
organ hampir pada semua system organ bayi. Neonatus mengalami masa
perubahan dari kehidupan di dalam rahim yang serba tergantung pada ibu menjadi
kehidupan di luar rahim yang serba mandiri. Masa perubahan yang paling besar
terjadi selama 24-72 jam pertama. Oleh karena itu sangatlah diperlukan penataan
dan persiapan yang matang untuk melakukan tindakan invasif terhadap neonatus.
belum cukup matang untuk melawan infeksi. Infeksi pada neonatus umumnya
disebabkan oleh bakteri yang masuk ke dalam tubuh karena mereka mendapatkan
(ventilator). Oleh karena itu neonatus yang terpasang infus sangat rentan terjadi
plebitis, dengan tehnik aseptik, pengawasan dan observasi yang ketat angka
Angka kejadian plebitis termasuk infeksi nosokomial yang merupakan salah satu
indikator mutu dalam standar pelayanan rumah sakit dimana angka standar yang
jumlah kejadian plebitis dengan jumlah pasien yang mendapat terapi infus
(Dep.Kes RI,2008).
30
Terapi infus termasuk ke dalam salah satu tindakan infasive, oleh karena itu
perawat harus terampil saat melakukan pemasangan infus. Ketika seorang perawat
diberi tugas untuk memberikan terapi infus, kemampuan yang diperlukan perawat
adalah melakukan pemasangan infus dengan benar dan terampil. Perawat juga
harus memiliki komitmen untuk memberikan terapi infus yang aman, efektif
Salah satu cara untuk mencegah dan mengatasi plebitis yaitu dengan mendeteksi
dan menilai terjadinya plebitis selama pemasangan infus. Menurut RCN (2010),
adapun cara yang dapat digunakan adalah dengan menerapkan VIP score. Dinas
Kesehatan di Inggris tahun 2010, dan INS di Inggris tahun 2011 dan RCN di
Amerika Serikat tahun 2010 merekomendasikan VIP score sebagai alat atau
indikator yang valid, reliabilitas dan secara klinis layak digunakan untuk
menentukan indikasi dini plebitis dan menentukan skor yang tepat untuk plebitis.
VIP score memiliki kelebihan yaitu terdapat pengelompokan skor yang jelas
mengenai pembagian plebitis mulai dari skor nol sampai skor empat, sehingga
perawat akan dapat nenentukan kriteria dan skor phlebitis dengan tepat.
VIP score sudah dikembangkan oleh Andrew Jackson, konsultan perawat terapi
intravena dan perawatan Rumah Sakit Umum Rotherharm, NHS Trust di Inggris.
31
Andrew Jackson telah mengembangkan skor visual untuk deteksi dini kejadian
plebitis dan penetapan skor yang tepat sehingga plebitis dapat dinilai dan dapat
dicegah sedini mungkin melalui pengamatan visual yang dilakukan oleh perawat.
dini terjadinya plebitis dan penentuan yang tepat untuk skor plebitis, sehingga
intravena kateter dapat dicabut dan dipindahkan ketempat penusukan yang lain
Menurut Ermira Tartari Bonnici (2012) VIP Score dapat digunakan sebagai
standar untuk mendeksi dini kejadian plebitis. Hal ini sudah dibuktikan dengan
penelitian mengenai VIP Score yang dilakukan oleh Ermira Tartari Bonnici tahun
2012 pada Infection Control Unit di Rumah Sakit Dei Mater Imsida Malta, dari
hasil penelitiannya tingkat plebitis turun dari 22,7% pada pre intervensi menjadi
VIP Score dapat digunakan untuk mendeteksi dini terjadinya plebitis dan
penentuan yang tepat untuk skor plebitis, melalui pengamatan visual yang
dilakukan oleh perawat. Ada beberapa jenis VIP Score yang digunakan untuk
yaitu :
32
Tabel 2.2 Visual Infusion Phlebitis (VIP) Score Oleh Andrew Jackson
b. Skala Plebitis Menurut Dougherty, dkk (2010), skala plebitis dibagi menjadi enam
Visual Infusion Phlebitis score
Sumber : Dougherty, dkk(2010) )
OBSERVASI
SKOR STADIM PLEBITIS PENANGANAN
Tempat suntikan tampak sehat
0 tidak ada tanda plebitis observasi kanul
Salah satu dari berikut jelas: 1 Mungkin tanda dini phlebitis observasi kanul
* Nyeri pada tempat suntikan
Dua dari berikut jelas: 2 Stadium dini phlebitis Ganti tempat kanul
* Nyeri pada tempat suntikan
* Eritema pada tempat suntikan
* Pembengkakan
Semua dari berikut jelas: 3 Stadium moderat plebitis Ganti tempat kanul
* Nyeri sepanjang kanul Pikirkan terapi
* Eritema pada tempat suntikan
* Pembengkakan
* Pembengkakan
* Pembengkakan
* Demam
34
keluaran purulent
observasi dan evaluasi terhadap infeksi kanula plebitis , kateter dan tube. ada
Pada lembar pengumpulan data INOS memiliki kelemahan yaitu: tidak tercantum
skor plebitis sehingga dalam menentukan dan melaporkan plebitis perawat masih
mengalami kesulitan.
2.5.1 Definisi
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang
disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi Nosokomial adalah
35
suatu infeksi yang diperoleh atau dialami oleh pasien selama dia dirawat di rumah
sakit dan menunjukan gejala infeksi baru setelah 72 jam pasien berada dirumah
sakit serta infeksi itu tidak ditemukan atau diderita pada saat pasien masuk ke
a. Faktor endogen ( umur, sex, penyakit penyerta, daya tahan tubuh, dan kondisi-
kondisi lokal)
b. Faktor eksogen (Lama penderita dirawat, kelompok yang merawat, alat medis,
serta lingkungan )
sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu
menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan
mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan
oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan
infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal,
yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau
Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh
mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak
atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal. Ada tiga jenis
ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat. Keberadaan
bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri
patogen.
Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut
aureus yang menjadi parasit di kulit dan hidung dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pada paru, pulang, jantung dan infeksi pembuluh darah serta seringkali
sering sekali ditemukan di air dan penampungan air yang menyebabkan infeksi di
berbagai macam virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan
dari transfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi. Respiratory syncytial virus (RSV),
rotavirus, dan enteroviruses yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau
melalui rute faecal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum
suntik, dan transfusi darah. Rute penularan untuk virus sama seperti
37
organisme dari atau antara pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan
sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan,. mengontrol
antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi. Membatasi resiko
hal ini sulit dilakukan dengan benar, karena banyaknya alasan seperti kurangnya
pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan yang lama. Penggunaan sarung