Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit menular merupakan penyakit yang ditularkan melalui berbagai
media. Penyakit menular merupakan masalah kesehatan yang besar hampir di
semua negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif
tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Salah satu diantara banyaknya penyakit
menular yang perlu ditangani adalah penyakit hepatitis. Hepatitis adalah
peradangan atau infeksi pada sel-sel hati. Penyebab hepatitis yang paling sering
adalah virus yang dapat menyebabkan pembengkakan dan pelunakan hati (1).
Hepatitis diakibatkan oleh virus yang bersifat akut dan dapat menular.
Virus penyebabnya meliputi virus hepatitis A (HVA), virus hepatitis B (HVB),
virus hepatitis Non-A Non-B (NANB), virus hepatitis C (HVC), dan virus
hepatitis D (Delta). Rute penularan hepatitis A dapat melalui kontaminasi oral-
fekal, HVA terdapat dalam makanan dan air yang terkontaminasi. Rute
penularan hepatitis B melalui transfuse darah/produk darah, jarum suntik atau
hubungan seks (2). Semua jenis hepatitis virus yang menyerang manusia
merupakan virus RNA kecuali virus hepatitis B, yang merupakan virus DNA.
Walaupun virus-virus tersebut berbeda dalam sifat molekular dan antigen, akan
tetapi semua jenis virus tersebut memperlihatkan kesamaan dalam gejala klinis
dan perjalanan penyakitnya (3).
Hepatitis A merupakan penyakit yang seringkali menimbulkan wabah di
dunia. KLB hepatitis A tidak hanya terjadi pada negara miskin dan berkembang.
Menurut data WHO (2013) sebanyak 1,4 juta pasien di dunia mengalami
penyakit Hepatitis A tiap tahunnya dan WHO (2016) sebanyak 7.34 juta
meninggal akibat penyakit Hepatitis A. Prevalensi dan distribusi kasus Hepatitis
A selama beberapa tahun terakhir di Indonesia juga semakin meningkat. Di
Indonesia berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih
merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu

1
berkisar dari 39,8-68,3%. Hal tersebut menyebabkan Indonesia termasuk ke
dalam negara dengan status endemis Hepatitis (4).
Hepatitis A merupakan penyakit global pada manusia yang prevalensinya
tinggi terutama berada di negara berkembang. Penularan HVA terjadi secara
fekal-oral melalui air atau makanan yang terkontaminasi. Angka penularan lebih
tinggi pada higiene sanitasi yang buruk dan lingkungan yang padat penduduk,
pria homoseksual dan turis internasional, Dalam manajemen terapi HVA tidak
ada opsi perawatan khusus. Penatalaksanaan infeksi HVA hanya berupa terapi
suportif dan tindakan pencegahan. Penggunaan steroid tidak dianjurkan.
Penyebaran HVA utamanya dapat dicegah dengan menghindari paparan,
termasuk dengan mencuci tangan yang baik dan menjaga kebersihan diri sendiri
secara baik (5).
Penyakit Hepatitis A menjadi salah satu isu kesehatan masyarakat yang
harus diperhatikan di Indonesia. Peningkatan prevalensi dan distribusi kasus
Hepatitis A selama tahun 2011–2012 di Indonesia mengakibatkan Indonesia
termasuk negara dengan status endemis hepatitis (4). KLB Hepatitis A di
beberapa daerah dipengaruhi oleh faktor higiene sanitasi personal dan
lingkungan yang kurang baik. Untuk menurunkan prevalensi kejadian hepatitis
A diperlukan pembinaan dan peran serta masyarakat dengan meningkatkan pola
hidup bersih dan sehat (6). Untuk itu makalah ini secara khusus akan membahas
tentang penyakit Hepatitis A berkaitan dengan Definisi, Penyebab, Etiologi,
Penanganan, Pencegahan serta Peran apoteker dalam Penanganan Penyakit
Hepatitis A.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Apa itu Penyakit Hepatitis A?
2. Apa penyebab penyakit Hepatitis A?
3. Bagaimana Penanganan/Tatalaksana Terapi penyakit Hepatitis A?
4. Bagaimana pencegahan penyakit Hepatitis A?

2
5. Bagaimana Peran Apoteker dalam Penaganan dan Pembinaan terkait
Penyakit Hepatitis A?

C. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui Penyakit Hepatitis A
2. Untuk mengetahui penyebab/etiologi penyakit Hepatitis A
3. Untuk mengetahui Penanganan/Tatalaksana Terapi penyakit Hepatitis A
4. Untuk mengetahui pencegahan penyakit Hepatitis A
5. Untuk mengetahui Peran Apoteker dalam Penaganan dan Pembinaan
terkait Penyakit Hepatitis A

D. MANFAAT
Manfaat dari pembuatan makalah ini diantaranya :
1. Mahasiswa mampu memahami Penyakit Hepatitis A
2. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab/etiologi penyakit Hepatitis A
3. Mahasiswa mampu memahami Penanganan/Tatalaksana Terapi penyakit
Hepatitis A
4. Mahasiswa mampu memahami pencegahan penyakit Hepatitis A
5. Mahasiswa mampu memahami Peran Apoteker dalam Penaganan dan
Pembinaan terkait Penyakit Hepatitis A

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI HEPAR


1. Anatomi Hepar
Hepar merupakan organ internal terbesar di dalam tubuh, memiliki
berat sekitar 1,5 kg pada orang dewasa atau 25% BB orang dewasa. Hepar
merupakan pusat metabolisme tubuh yang sangat kompleks, yang terletak di
bawah diafragma, kuadran kanan atas rongga peritoneal.
Hepar terdiri dari dua lobus, yaitu lobus kanan dan lobus kiri dimana
lobus kiri memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan lobus kanan. Unit
struktural dari hepar disebut lobul hepar yang tersusun dari kolom heksagonal
kasar yang disebut dengan hepatosit. Di antara lobul terdapat cabang arteri
hepatik dan vena portal. Sinusoid berfungsi menerima darah dari arteri hepatik
dan vena portal, dimana arteri hepatik membawa oxygenated blood sedangkan
vena portal membawa darah dari organ pencernaan dan limpa.

Gambar 2.1 Anatomi Hati

Setiap lobul memiliki vena sentral, vena sentral dari semua lobul
bergabung untuk membentuk vena hepatik yang membawa darah keluar dari
hepar ke vena kava inferior (7).

4
2. Tipe-Tipe Sel pada Hepar (8)
a. Hepatosit
Hepatosit (sel poligonal) merepresentasikan 60% dari sel hepar dan sekitar
80% dari massa total sel. Hampir sebagian besar kemampuan sintesis dan
metabolisme hepar dilakukan oleh hepatosit. Hepatosit tersusun dalam plat
dengan ketebalan hanya sel tunggal. Aliran darah menuju vena hepatik
dalam ruang Disse melewati permukaan plat hepatosit dan toksin beserta
nutrien dalam darah terekstraksi oleh hepatosit.
b. Sel Kupffer
Sel kupffer merupakan makrofag yang ada di dalam sinusoid. Sel ini
membantu membersihkan sel darah merah tua dan bakteri. Sel ini juga
merubah heme menjadi bilirubin sehingga memberikan warna pada
empedu. By-product dari bilirubin adalah terbentuk warna coklat pada
feses.
c. Sel epithelial saluran empedu
Sel epitelial saluran empedu menghubungkan saluran empedu interlobular
dalam portal triad. Sel epitelial saluran empedu merupakan saluran kecil
di antara hepatosit yang mengumpulkan empedu yang dihasilkan oleh
hepatosit kemudian membentuk kapiler empedu dan berjalan di antara
lembar sel hati.
d. Sel endotelia sinusoidal
Sel endotelial sinusoidal disebut juga jendela (Latin), yang artinya sel
memiliki pori yang besar sehingga dapat dilewati protein secara bebas dan
masuk ke ruang Disse, sehingga protein dapat berkontak langsung dengan
hepatosit. Pori pada sel juga bersifat bi-directional, yang artinya protein
terbentuk di hepar dan substansi lain yang tersimpan atau diproses dalam
hepar dapat dikeluarkan ke aliran darah. Sel endotelial sinusoidal
merupakan percabangan antara vena porta dan arteri hepatika.
e. Sel ito
Sel ito ditemukan pada ruang Disse. Sel ito sangat penting karena ketika
hepar mengalami luka, sel ito akan bertransformasi menjadi suatu sel yang

5
dapat memproduksi kolagen yang akan membentuk fibrosis hepar. Jika hal
ini terjadi pada jumlah besar, akan menyebabkan sirosis hati.
3. Fungsi Hepar
Terdapat fungsi utama dari hepar, yakni (8) :
a. Metabolisme karbohidrat
1) Mengatur kadar glukosa darah. Terjadi glikogenosis jika kelebihan
glukosa darah (konversi glukosa darah menjadi glikogen dan lemak),
hormon yang berperan adalah insulin dan kortisol. Terjadi
glikogenolisis jika kekurangan glukosa darah, misal dalan kondisi
hipoglikemi, stres.
2) Produksi glukosa dari glikogen hepar dan membentuk molekul lain
(asam amino, asam laktat) dengan proses glukoneogenesis.
3) Mengubah monosakarida lain menjadi glukosa (agar mudah
digunakan oleh sel lain untuk respirasi).
b. Metabolisme asam urat
1) Hati mengatur kadar asam amino dalam darah berdasar kebutuhan
jaringan untuk sintesis protein
2) Sintesis asam amino nonesensial
c. Metabolisme lipid
1) Sintesis trigliserida dan kolesterol.
2) Ekskresi kolesterol dalam empedu.
3) Produksi badan keton dari asam lemak.
d. Sintesis empedu
1) Sintesis garam empedu.
2) Berkonjugasi dan ekskresi pigmen empedu (bilirubin).
e. Sintesis protein
1) Produksi albumin.
2) Produksi protein plasma transpor.
3) Produksi faktor pembekuan darah (fibrinogen, protrombin, dan lain-
lain).
f. Sel kupffer

6
1) Menghancurkan sel darah merah tua
2) Memfagositosis patogen atau bahan asing lainnya yang beredar
melalui hati
g. Penyimpanan vitamin A, D, E, K (Larut lemak) dan Vitamin B12 (larut
air), mineral (besi dan tembaga)
1) Vitamin A dan D yang dapat disimpan 6-12 bulan di hati. Sumber
terbanyak vitamin ini adalah pada hati ayam dan hati sapi.
2) Besi dibutuhkan untuk pengikatan hemoglobin dengan O2
3) Tembaga dan besi dibutuhkan untuk respirasi sel h. Detoksifikasi -
Hati mampu mensintesis enzim yang akan mendetoksifikasi zat
berbahaya, yaitu mengubahnya menjadi yang kurang berbahaya.
Contoh:
a) Alkohol akan diubah menjadi asetat (2 atom karbon/kelompok
asetil) di dalam hati yang digunakan untuk respirasi sel.
b) Obat-obatan semuanya memiliki potensi beracun, namun hati
menghasilkan enzim yang menghancurkannya atau mengubahnya
c) amonia bersifat beracun yang berasal dari usus besar, zat ini larut
di air sehingga beberapa zat diserap ke darah, lalu ke hati yang
akan di ubah menjadi urea (zat kurg beracun) dan dieksresikan
oleh ginjal. Jika amonia sampai otak maka zat ini akan berbahaya
bagi tubuh.

B. DEFINISI HEPATITIS
Hepatitis merupakan peradangan pada hati yang dapat disebabkan oleh
berbagai faktor seperti infeksi bakteri, virus, proses autoimun, obat-obatan,
perlemakan hati, alkohol, dan lain-lain. Virus merupakan penyebab infeksi
terbanyak dimana terdapat lima jenis hepatitis yang paling sering menjangkit
masyarakat kasus hepatitis A dan B adalah hal yang umum terjadi di negara
berkembang dimana hampir seluruh populasi penduduk terinfeksi saat kanak-
kanak atau remaja.
Manifestasi klinik dari hepatitis adalah sebagai berikut:

7
1. Fase Inkubasi
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau
ikterus. Fase ini berbeda-beda lamanya untuk tiap virus hepatitis. Panjang
fase ini tergantung pada dosis inokulum yang ditularkan dan jalur penularan,
makin besar dosis inokulum, makin pendek fase inkubasi ini.
2. Fase Prodormal (pra ikterik)
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan gejala timbulnya
ikterus 1. Permulaan ditandai dengan : malaise umum, mialgia, atralgia
mudah lelah, gejala saluran nafas dan anoreksi. 2. Nyeri abdomen biasanya
ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau epigastrium.

3. Fase Ikterus
Muncul setelah 5-10 hari,tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan
munculnya gejala.
4. Fase Konvalesen (penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain tetapi
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Ditandai dengan :
Munculnya perasaan lebih sehat, kembalinya nafsu makan, keadaan akut
biasanya akan membaik dalam 2-3 minggu 3.
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh
infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan
kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena
memiliki suplai darah sendiri. Gangguan terhadap suplai darah normal pada
sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah
lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh
respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh
karenanya, sebagian besar pasien yang mengalami hepatitis sembuh dengan
fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan
peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya
perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan

8
dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati. Timbulnya ikterus karena
kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah billirubin yang belum
mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya
kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran
pengangkutan billirubin tersebut didalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan
dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui
duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan
regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin
indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk).
Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam
pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat
(abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat
dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih
berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai
peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-
gatal pada ikterus.

C. HEPATITIS TIPE A (HVA)


Hepatitis tipe ini dapat dengan mudah menular melalui kontaminasi
oral-fecal. Sumber penularan dapat mencakup konsumsi air yang
terkontaminasi dengan kotoran, konsumsi makanan mentah yang dicuci
dengan air yang terkontaminasi, konsumsi kerang dari air yang
terkontaminasi, konsumsi makanan yang disiapkan oleh orang yang terinfeksi
yang tidak menjaga kebersihan dan seks oral, namun penularan HVA yang
ditularkan melalui darah jarang terjadi. Infeksi HVA biasanya dapat sembuh
sendiri dan merupakan infeksi dengan tingkat fatalitas kasus yang rendah, dan
memberikan kekebalan seumur hidup serta tidak menyebabkan keadaan
karier. Penyakit ini cenderung ringan atau tidak bergejala anak-anak. Waktu
antara pajanan dan timbulnya gejala (periode inkubasi) untuk HVA adalah
antara 2 dan 6 minggu. Penyakit ini biasanya terjadi selama 4 bulan setelah

9
paparan virus. HVA akut pada pasien yang memiliki hepatitis C kronis (HVC)
dapat memperburuk perkembangan penyakit itu (9).
Virus ini menuju hati setelah tertelan kemudian bereplikasi dalam
hepatosit, dan ditemukan di empedu dan kotoran. Virus ini sebenarya tidak
berbahaya untuk hepatosit, namun cedera hati terjadi akibat mediasi sel T.
Antibodi imunoglobulin M (IgM) muncul dalam darah pada awal gejala dan
muncul jaundice. Deteksi antibodi IgM anti-HVA adalah yang penanda
diagnostik terbaik untuk penyakit ini (10).

Gambar 2.2 Penanda Serosis pada Hepatitis A

10
Masa inkubasi HVA berkisar antar 15-50 hari dengan rata-rata 28-30
hari. Infeksi terjadi secara akut, didahului dari fase preikterik atau prodormal
dimana timbul gejala mirip influenza, yaitu anoreksia, mual, kelelahan, dan
malaise. Simptom akan memberat dengan timbulnya demam, sakit kepala,
serta nyeri pada perut kuadran atas. Dalam waktu 1 minggu, dapat terjadi
hepatitis ikterik yang ditandai dengan gejala kuning disertai pruritus, disertai
dengan menggelapnya warna urin seperti teh dan memucatnya warna feses.
Pasien juga mengalami gejala kuning pada sklera, kulit, dan sekresi, penurunan
2-5 kg berat badan dan hepatomegali. Pasien anak berusia kurang dari 6 tahun
biasanya asimptomatik, serta tanpa gejala kuning. Sebaliknya, pasien anak lain
serta dewasa biasanya menderita simptom selama kurang dari 2 bulan (11).
Uji laboratorium akan menunjukkan hasil positif pada IgM anti HVA,
peningkatan konsentrasi bilirubin, γ-globulin, ALT dan AST sebesar dua kali
lipat. Pada biopsi, hepatitis akut ini akan menunjukkan degenerasi
hepatoselular, inflamasi, dan regenerasi hepatosit (11).

D. ETIOLOGI/PENYEBAB
Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A yang merupakan partikel
dengan ukuran diameter 27 nanometer dengan bentuk kubus simetrik dan
tergolong virus hepatitis terkecil, termasuk golongan pikornavirus. Hanya
terdapat satu serotype yang dapat menimbulkan hepatitis pada manusia.
Dengan mikroskop electron terlihat virus tidak memiliki mantel, hanya
memiliki suatu nukleokapsid yang merupakan ciri khas dari antigen virus
hepatitis A. Seuntai molekul RNA terdapat dalam kapsid, satu ujung dari RNA
ini disebut viral protein genomik (VPg) yang berfungsi menyerang ribosom
sitoplasma sel hati. Virus hepatitis A bisa dibiak dalam kultur jaringan.
Replikasi dalam tubuh dapat terjadi dalam sel epitel usus dan epitel hati.
Virus hepatitis A yang ditemukan di tinja berasal dari empedu yang
dieksresikan dari sel-sel hati setelah replikasinya, melalui sel saluran empedu
dan dari sel epitel usus. Virus hepatitis A sangat stabil dan tidak rusak dengan
perebusan singkat dan tahan terhadap panas pada suhu 60ºC selama ± 1 jam.

11
Stabil pada suhu udara dan pH yang rendah. Tahan terhadap pH asam dan asam
empedu memungkinkan HVA melalui lambung dan dikeluarkan dari tubuh
melalui saluran empedu (12).

E. TATA LAKSANA TERAPI


1. Non farmakoterapi
a. Perawatan Suportif
1) Pada periode akut dan dalam keadaan lemah diharuskan cukup
istirahat. Aktivitas fisik yang berlebihan dan berkepanjangan harus
dihindari.
2) Manajemen khusus untuk hati dapat dapat diberikan sistem
dukungan untuk mempertahankan fungsi fisiologi seperti
hemodialisis, transfusi tukar, extracorporeal liver perfusion, dan
charcoal hemoperfusion.
3) Rawat jalan pasien, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat
yang akan menyebabkan dehidrasi sebaiknya diinfus. Perawatan
yang dapat dilakukan di rumah, yaitu :
a) Tetap tenang, kurangi aktivitas dan banyak istirahat di rumah
b) Minum banyak air putih untuk menghindari dehidrasi
c) Hindari minum obat yang dapat melukai hati seperti
asetaminofendan obat yang mengandung asetaminofen
d) Hindari minum minuman beralkohol
e) Hindari olahraga yang berat sampai gejala-gejala membaik
b. Dietetik
1) Makanan tinggi protein dan karbohidrat, rendah lemak untuk
pasien yang dengan anoreksia dan nausea.
2) Selama fase akut diberikan asupan kalori dan cairan yang adekuat.
Bila diperlukan dilakukan pemberian cairan dan elektrolit
intravena.

12
3) Menghindari obat-obatan yang di metabolisme di hati, konsumsi
alkohol, makan-makanan yang dapat menimbulkan gangguan
pencernaan, seperti makanan yang berlemak
c. Medikamentosa
1) Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis A.
2) Obat-obatan diberikan hanya untuk mengurangi gejala-gejala yang
ditimbulkan, yaitu bila diperlukan diberikan obat-obatan yang
bersifat melindungi hati, antiemetik golongan fenotiazin pada mual
dan muntah yang berat, serta vitamin K pada kasus yang
kecenderungan untuk perdarahan. Pemberian obat-obatan terutama
untuk mengurangi keluhan misalnya tablet antipiretik parasetamol
untuk demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi.
2. Farmakoterapi
Profilaksis dengan melakukan vaksin hepatitis A

13
Vaksinasi untuk hepatitis tipe A perlu dilakukan pada anak yang
berumur 1 tahun, jika di suatu daerah tidak dilaksanakannya program
vaksinasi. Vaksinasi perlu dilakukan pada anak berumur 2-18 tahun.
Vaksinasi juga perlu dilakukan sebelum mengujungi daerah endemik
hepatitis. Dosis vaksinasi:
1) Dewasa: IM, virus hepatitis A inaktif mengandung 1.440 ELISA
unit/mL; kurang lebih 16 tahun imunisasi awal: 1 mL dosis tunggal,
Booster: 1 mL 6-12 bulan (hingga 36 bulan) setelah initial dose.
2) Vaksin virus hepatitis A inaktif (CR 326F strain) mengandung 50
unit/mL: kurang lebih 18 tahun imunisasi awal: 1 mL dosis tunggal,
booster: 1 mL 6-18 bulan setelah initial dose, dapat diberikan 6-12 bulan
setelah initial dose dari vaksin hepatitis inaktif lain.
3) Vaksin virus Hepatitis A inaktif (GBM strain) mengandung 160 unit/0,5
mL: kurang lebih 16 tahun 0,5 mL dosis tunggal, booster: 0,5 mL 6-12
bulan (hingga 36 bulan)
4) Efek samping: rasa sakit dan eritema pada area injeksi, mudah kesal,
Somnolence, sakit kepala, hilang nafsu makan, anafilaksis,
trombositopenia
5) Interaksi obat: penurunan efikasi ketika diberikan bersama
imunosupresan; peningkatan risiko perdarahan atau haematoma dengan
antikoagulan - Kategori kehamilan: C
6) Penyimpanan: 2-8˚C, jangan dibekukan, lindungi dari cahaya, porsi yang
tidak terpakai sebaiknya segera dibuang dengan cara yang sesuai.
Tujuan terapi hepatitis A adalah menyelesaikan terapi klinis, termasuk
pencegahan terjadinya komplikasi, normalisasi fungsi liver, dan mengurangi
infektivitas dan transmisi. Tidak ada pengobatan spesifik untuk HAV.
Penggunaan steroid tidak direkomendasikan.

F. PENCEGAHAN
Lamanya penyembuhan yang kadang-kadang memerlukan waktu sampai 4-6
bulan sampai tes faal hati menjadi normal, faktor ini yang akan menyebabkan

14
kerugian dalam hal kehilangan produktivitas kerja, dan pada anak-anak tentu saja
tertinggal dalam hal pelajaran, juga biaya perawatan yang tinggi. Bila dilakukan
analisa manfaat biaya tentu saja akan lebih ekonomis kalau dilakukan suatu usaha
pencegahan, pertama dengan pola hidup yang baik dan bersih dan usaha kedua
dengan imunisasi (13).
1. Upaya preventif umum
Upaya preventif umum ini mencakup upaya perbaikan sanitasi yang tampak
sederhana, tetapi sering terlupakan. Namun demikian, upaya ini memberikan
dampak epidemiologis yang positif karena terbukti sangat efektif dalam
memotong rantai penularan hepatitis A.
a) Perbaikan hygiene makanan-minuman
Upaya ini mencakup memasak airdan makanan sampai mendidih
selama minimal 10 menit, mencuci dan mengupas kulit makanan
terutama yang tidak dimasak, serta meminum air dalam kemasan
(kaleng / botol) bila kualitas air minum non kemasan tidak meyakinkan.
b) Perbaikan hygiene-sanitasi lingkungan pribadi
Berlandaskan pada perantransmisi fekal-oral HAV. Faktor hygiene-
sanitasi lingkungan yang berperan adalah perumahan,
kepadatan,kualitas air minum, sistem limbah tinja, dan semua aspek
higien lingkungan secara keseluruhan. Mencuci tangan dengan bersih
(sesudah defekasi, sebelum makan, sesudah memegang popok-celana),
ini semua sangat berperan dalam mencegah transmisi VHA.
c) Isolasi Pasien
Mengacu pada peran transmisi kontrak antar individu.Pasien diisolasi
segera setelah dinyatakan terinfeksi HAV. Anak dilarang datang ke
sekolah atau ke tempat penitipan anak, sampai dengan dua minggu
sesudah timbul gejala. Namun demikian, upaya inisering tidak banyak
menolong karena virus sudah menyebar jauh sebelum yang
bersangkutan jatuh sakit.
2. Upaya preventif khusus

15
Pencegahan secara khusus dengan imunisasi. Cara pemberian
imunisasi yaitu secara pasif dan aktif. Imunitas secara pasif diperoleh
dengan memberikan imunoglobulin yang spesifik yang berasal dari
plasma donor yang sudah sembuh atau baru saja mendapat vaksin.
Kekebalan ini tidak akan berlangsung lama karena akan dimetabolisme
oleh tubuh. Pencegahan ini dapat digunakan segera pada mereka yang
telah terpapar kontak atau sebelum kontak (pada wisatawan yang ingin
pergi ke daerah endemis). Pemberian dengan menggunakan HB-Ig
(Human Normal Imunoglobulin), dosis yang dianjurkan adalah 0,02
mL/kg BB, diberikan dalam kurun waktu tidak lebih dari satu minggu
setelah kontak, dan berlaku untuk 2 bulan. United States Public Health
Advisory Committee menganjurkan bagi mereka yang melakukan
kunjungan singkat kurang dari 2 bulan, dosis HB-Ig 0,02 mL/kg BB,
sedangkan bagi mereka yang berpergian lebih lama dari 4 bulan, diberikan
dosis 0,08 mL/kg BB Bagi mereka yang sering berpegian ke daerah
endemis, dianjurkan untuk memeriksakan total anti-HAV. Jika hasil
laboratorium yang didapat positif, tidak perlu lagi pemberian
imunoglobulin, dan tentu saja bila hasil laboratorium negatif sebaiknya
diberikan imunisasi aktif sehingga kekebalan yang akan didapat tentu akan
lebih bertahan lama.
Vaksin hepatitis A yang tersedia saat ini adalah vaksin hidup yang
dilemahkan (live attenuated). Perkembangan pembuatan vaksin
tergantung kepada strain virus yang diisolasi yang harus tumbuh dengan
baik dan dapat memberikan antigen yang cukup. Sejak tahun 1993 Report
of the committee on Infectious Disease mengizinkan penggunaan beberapa
vaksin yaitu Havrix, Avaxim, dan Vaqta. Di Indonesia telah dipasarkan
sejak tahun 1993 oleh Smith Kline Beecham, dengan nama dagang
HAVRIX, tiap kemasan satu flacon berisi standar dosis satu ml (720 Elisa
Unit) dengan pemakaian pada orang dewasa satu flacon dan pada anak
kurang dari 10 tahun cukupsetengah dosis. Jadwal yang dianjurkan adalah
sebanyak 3 kali pemberian yaitu 0,1,6 bulan (13).

16
G. UPAYA PENCEGAHAN (EDUKASI KEPADA MASYARAKAT) (14)
Upaya pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah edukasi kepada
masyarakat, dimana salah satu kebijakan Program Pengendalian Penyakit
Hepatitis virus adalah Pengendalian Hepatitis berdasarkan pada partisipasi dan
pemberdayaan masyarakat serta disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
masing-masing daerah (local area specific). Komunikasi Informasi dan
Edukasi (KIE) dapat dilakukan melalui beberapa media diantaranya : Poster,
Leaflet, Benner, Buku Saku dan lain-lain.
1. Edukasi perubahan perilaku
Perubahan perilaku untuk mencegah Hepatitis A terutama dilakukan
dengan meningkatkan sanitasi. Petugas kesehatan bisa meningkatkan hal
ini dengan memberikan edukasi yang sesuai, antara lain:
a. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) secara benar pada 5 saat kritis, yaitu:
1) sebelum makan
2) sebelum mengolah dan menghidangkan makanan
3) setelah buang air besar dan air kecil
4) setelah mengganti popok bayi
5) sebelum menyusui bayi
b. Pengolahan makanan yang benar, meliputi:
1) Menjaga kebersihan
2) Mencuci tangan sebelum memasak dan keluar dari toilet
3) Mencuci alat-alat masak dan alat-alat makan
4) Dapur harus dijaga agar bersih
c. Memisahkan bahan makanan matang dan mentah
1) Menggunakan alat yang berbeda untuk keperluan dapur dan untuk
makan
2) Menyimpan bahan makanan matang dan mentah di tempat yang
berbeda
d. Memasak makanan sampai matang
1) Memasak makanan pada suhu minimal 85oC, terutama daging,
ayam, telur, dan makanan laut

17
2) Memanaskan makanan yang sudah matang dengan benar
e. Menyimpan makanan pada suhu aman
1) Jangan menyimpan makanan pada suhu ruangan terlalu lama
2) Memasukan makanan yang ingin disimpan ke dalam lemari
pendingin
3) Jangan menyimpan makanan terlalu lama di lemari pendingin
f. Menggunakan air bersih dan bahan makanan yang baik
1) Memilih bahan makanan yang segar (belum kadaluarsa) dan
menggunakan air yang bersih
2) Mencuci buah dan sayur dengan baik
g. Membuang tinja di jamban yang saniter
1) Menyediakan air bersih di jamban
2) Memastikan sistem pendistribusian air dan pengelolaan limbah
berjalan dengan baik
2. Pengobatan dengan obat
Pengobatan hepatitis A hanya bertujuan untuk meredakan gejala yang
dirasakan. Obat antivirus tidak dibutuhkan karena virus hepatitis A akan
dibasmi oleh sistem kekebalan tubuh penderita sendiri. Untuk meredakan
gejala, dokter akan meminta pasien untuk:
a. Beristirahat total.
b. Sering minum air putih untuk menjaga kecukupan cairan tubuh.
c. Tetap makan walaupun nafsu makan menurun.
d. Menghindari minuman beralkohol.
e. Menggunakan pakaian longgar untuk mengurangi rasa gatal.
f. Makan dengan porsi sedikit dan menghindari makanan berlemak, untuk
mencegah mual muntah

Penderita disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu


sebelum mengonsumsi obat, walaupun obat tersebut dijual bebas tanpa resep
dokter. Obat-obatan yang dikonsumsi tanpa anjuran dokter berisiko menambah
parah gangguan fungsi hati yang dialami penderita. Untuk meredakan gejala,

18
dokter dapat memberikan obat pereda nyeri dan obat penurun panas. Gejala
mual dan muntah juga bisa diredakan dengan minum obat
mual metoclopromide. Penderita yang telah sembuh dari hepatitis A akan
mendapat kekebalan tubuh terhadap penyakit ini, sehingga kecil
kemungkinannya untuk mengalami hepatitis A lagi.

H. PERAN APOTEKER (15)


1. Pharmaceutical Care
Perkembangan pelayanan kefarmasian telah bergeser dari orientasi
produk menjadi orintasi pasien yang dilatarbelakangi oleh perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan serta menguatnya
tuntutan terhadap jaminan keselamatan pasien. orientasi pasien ini pun
tidak mengesampingkan produk sehingga dikenallah dengan konsep
pharmaceutical care. banyak ditemukan masalah yang berkaitan dengan
obat dan penggunaannya, meningkatnya keadaan sosial-ekonomi dan
tingkat pendidikan masyarakat, serta adanya tuntutan dari masyarakat
akan pelayanan kefarmasian yang bermutu terutama di rumah sakit
maupun di komunitas, sehingga pharmaceutical care merupakan hal yang
mutlak diterapkan.
Secara prinsip, Pharmaceutical Care atau pelayanan kefarmasian terdiri
dari beberapa tahap yang harus dilaksanakan secara berurutan:
Penyusunan informasi dasar atau data base pasien, evaluasi atau
Pengkajian (Assessment), penyusunan Rencana Pelayanan Kefarmasian
(RPK), implementasi RPK, monitoring Implementasi, tindak lanjut
(Follow Up). Keseluruhan tahap pelayanan kefarmasian ini dilakukan
dalam suatu proses penyuluhan dan konseling kepada pasien mengenai
penyakit yang dideritanya.
2. Peran Apoteker
Sebagai seorang tenaga profesional, seorang apoteker hendaknya
berperan dalam membantu upaya pemerintah dalam menciptakan
masyarakat sehat dan mandiri. Apoteker khususnya harus berperan aktif

19
dalam penanganan penyakit-penyakit yang membutuhkan pengobatan
jangka panjang, memiliki prevalensi yang tinggi dan juga membahayakan
jiwa. Penyakit hati termasuk penyakit yang cukup banyak diderita
masyarakat Indonesia, jenisnya beragam dan membutuhkan penanganan
yang berbeda. Peran serta apoteker ini didasari dengan pengetahuan yang
dimiliki apoteker tentang patofisiologi penyakit; diet yang harus dijalani;
obat-obatan yang diperlukan atau harus dihindari oleh pasien penyakit
hati.
Peran aktif apoteker di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Melakukan upaya pencegahan penyakit hati
upaya ini diwujudkan melalui:
1) pemberian penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit-
penyakit hati, gejala awal, sumber penyakit, cara pencegahan, dan
pertolongan pertama yang harus dilakukan.
2) Pembuatan buletin, leaflet, poster, dan iklan layanan masyarakat
seputar penyakit liver dalam rangka edukasi di atas
3) Berpartisipasi dalam upaya pengendalian infeksi di rumah sakit
melalui Komite Pengendali Infeksi dengan memberikan saran
tentang pemilihan antiseptik dan desinfektan; menyusun prosedur,
kebijakan untuk mencegah terkontaminasinya produk obat yang
diracik di instalasi farmasi atau apotek. menyusun rekomendasi
tentang perggantian, pemilihan alat-alat kesehatan, injekasi, infus,
alat kesehatan yang digunakan untuk tujuan baik invasive maupun
non invasive, serta alat kesehatan balut yang digunakan di ruang
perawatan, ruang tindakan, maupun di unit perawatan intensif
(ICU).
b. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien untuk mempercepat
proses penyembuhan, mencegah bertambah parah atau mencegah
kambuhnya penyakit. Hal ini dilakukan dengan cara:

20
1) Memberikan informasi kepada pasien tentang penyakitnya dan
pola hidup yang harus dijalani (misalnya: diet rendah lemak dan
garam, tidak minum minuman beralkohol, istirahat yang cukup.
2) Menjelaskan obat-obat yang harus digunakan, indikasi, cara
penggunaan, dosis, dan waktu penggunaannya.
3) Melakukan konseling kepada pasien untuk melihat perkembangan
terapinya dan memonitor kemungkinan terjadinya efek samping
obat.
3. Kompetensi Apoteker
Kompetensi yang diperlukan seorang apoteker untuk dapat memberikan
pelayanan kefarmasian terhadap pasien penyakit liver di antaranya adalah:
a. Pemahaman patofisiologi penyakit liver
b. Penguasaan farmakologi obat-obat yang digunakan pada pengobatan
penyakit hati
c. penguasaan farmakoterapi penyakit liver
d. Memiliki kemampuan komunikasi yang baik dalam pemberian
konseling kepada pasien ataupun ketika berdiskusi dengan tenaga
kesehatan lain.
e. Memiliki keterampilan dalam mencari sumber literatur untuk
Pelayanan Informasi Obat penyakit hati.
f. Monitoring terapi pengobatan yang telah dilakukan dan kemungkinan
terjadinya efek samping obat.
g. Memiliki kemampuan menginterprestasikan hasil laboratorium.

4. Konseling
Tujuan pemberian konseling kepada pasien adalah untuk mengetahui
sejauh mana pengetahuan dan kemampuan pasien dalam menjalani
pengobatannya serta untuk memantau perkembangan terapi yang dijalani
pasien. Ada tiga pertanyaan utama (Three Prime Questions) yang dapat
digunakan oleh apoteker dalam membuka sesi konseling untuk pertama
kalinya. Pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:

21
a. Apa yang telah dokter katakan tentang obat anda?
b. Apa yang dokter jelaskan tentang harapan setelah minum obat ini?
c. Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat ini ?
Pengajuan ketiga pertanyaan di atas dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi
pemberian informasi yang tumpang tindih (menghemat waktu); mencegah
pemberian informasi yang bertentangan dengan informasi yang telah
disampaikan oleh dokter (misalnya menyebutkan indikasi lain dari obat yang
diberikan) sehingga pasien tidak akan meragukan kompetensi dokter maupun
apoteker; dan juga untuk menggali informasi seluas-luasnya (dengan tipe open
ended question).
Salah satu ciri khas konseling adalah lebih dari satu kali pertemuan.
Pertemuan-pertemuan selanjutnya dalam konseling dapat dimanfaatkan
apoteker dalam memonitoring kondisi pasien. Pemantauan terhadap kondisi
pasien dapat dilakukan Apoteker pada saat pertemuan konsultasi rutin atau
pada saat pasien menebus obat, atau dengan melakukan komunikasi melalui
telepon atau internet. Pemantauan kondisi pasien sangat diperlukan untuk
menyedosis terapi obat yang digunakan. Apoteker harus mendorong pasien
untuk melaporkan keluhan ataupun gangguan kesehatan yang dirasakannya
sesegera mungkin.
5. Penyuluhan
Penyuluhan tentang pencegahan dan penanggulangan penyakit liver
perlu dilaksanakan secara berkelanjutan mengingat sebagian besar penyakit
hati adalah karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam
melindungi diri mereka terhadap penyakit-penyakit hati tersebut. penyuluhan
dapat dilakukan secara langsung a\maupun tidak langsung. penyukuhan
langsung dapat dilakukan secara perorangan atau kelompok, sedangkan
penyuluhan tidak langsung dapat dilakukan melalui penyampaian pesan-pesan
penting dalam brosur, leaflet atau tulisan dan gambar di dalam media cetak atau
elektronik.
Apoteker diharapkan dapat memberikan penyuluhan secara personal
dengan pasien penyakit liver. penyuluhan secara personal dapat meningkatkan

22
kepatuhan pasien dalam menjalankan pengobatannya. hendaknya apoteker
memastikan bahwa pasie tahu tentang penyakit yang dideritanya, pentingnya
kepatuhan terhadap diet yang disarankan serta akibat dari ketidakpatuhan atau
kelalaian dalam menjalankan terapi pengobatannya, pasien harus diberi
pengertian bahwa penyakit liver, khususnya hepatitis dapat menimbulkan
komplikasi lebih lanjut seperti asites, sirosis hati, dan kematian apabila tidak
ditangani dengan baik. pasien juga harus diberikan daftar obat-obatan yang
tidak boleh diminum seperti misalnya parasetamol yang bersifat hepatotoksik
jadi apoteker harus mengingatkan pasien untuk menggunakan obat lain
(misalnya asetosal) pada saat serangan demam.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

23
1. Hepatitis merupakan peradangan pada hati yang dapat disebabkan oleh
berbagai faktor seperti infeksi bakteri, virus, proses autoimun, obat-
obatan, perlemakan hati, alkohol, dan lain-lain.
2. Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A. penularan dnya melalui
oral-fecal. Sumber penularan dapat mencakup konsumsi air yang
terkontaminasi dengan kotoran, konsumsi makanan mentah yang dicuci
dengan air yang terkontaminasi.
3. Hepatitis A dapat ditangani secara non farmakologi dan farmakologi.
Hepatitis A juga dapat dicegah dengan upaya preventif umum dan
khusus.
4. Dalam hal pengobatan hepatitis A, apoteker berperan untuk
memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai hepatitis A tentang
pencegahan dan pengobatan yang harus di lakukan serta memantau
penggunaan obat yang di konsumsi pasien penderita hepatitis A.

B. SARAN
1. Dalam penanggulangan penyakit hepatitis diharapkan apoteker dapat
berperan aktif sebagai tenaga medis yang berhadapan langsung dengan
pasien
2. Apoteker dapat memberikan penyuluhan terpadu terkait perilaku PHBS
bagi masyarakat sebagai langkah pencegahan berkembangnya penyakit
hepatitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Rumini.,Umar, Z., dan Razia B. S., 2018, Faktor Risiko Hepatitis B Pada
Pasien Di RSUD. Dr. Pirngadi Medan, Jurnal Kesehatan Global, 1 (1).

24
2. Tambayon, Jan., 2000, Patofisiologi untuk Keperawatan, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
3. Sanityoso, A., 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V,
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
4. Sasoka, D. S., dan Prijono, S., 2014, Hubungan Antara Higiene
Perseorangan dengan Kejadian Hepatitis A Pada Pelajar/Mahasiswa,
Jurnal Berkala Epidemologi, 2 (3).
5. Wells, B. G., Joseph, T. D., Terry, L. S., dan Cecily, V. D., 2009,
Pharmacotherapy Handbook seventh edition, McGraw Hill Medical, New
York.
6. World Health Organization, 2019, Hepatitis A, [Online] Tersedia pada :
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs328/en/ [Diakses 14
Februari 2020].
7. Scanlon, Valerie C. &Sanders, Tina. (2007).Essentials of Anatomy and
Physiology. Piladelphia: F. A. Davis Company.
8. Sloane, E., 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Penerbit Buku
Kedokteran (EGC). Jakarta.
9. Kumar, V., Abbas, A. K., Aster, J. C., & Robbins, S. L. (2018). Robbins
basic pathology 10th Edition. Philadelphia, PA: Elsevier/Saunders.
10. Lazenby, R. B., & Corwin, E. J. (2011). Handbook of pathophysiology.
Philadelphia: Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins Health.
11. Katzung, Bertram G. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. EGC,
Jakarta
12. Noer, Sjaifoellah H.M., Sundoro, Julitasari. Buku Ajar Ilmu PenyakitHati
Edisi Pertama. Editor : H. Ali Sulaiman. Jakarta: Jayabadi. 2007.
13. Martin A and Lemon SM, Hepatitis A virus. From discovery to Vaccines.
Hepatology: 2006 Vol 45 No.2 Suppl 1, S164-S172.
14. Direktorat Jendral PPdan PL Kementrian Kesehatan, 2012, Pedoman
Pengendalian Hepatitis Virus, Jakarta

25
15. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian
Dan Alat Kesehatan “Pharmaceutical care untuk penyakit hati”. DepKes
RI;2007

26
27

Anda mungkin juga menyukai