Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Kelompok 3 1
Indonesia bisa dikatakan memiliki peran yang sangat penting dalam proses
kelahiran organisasi ini. Lahirnya organisasi Gerakan Non-Blok dilatar
belakangi oleh kekhawatiran para pemimpin negara-negara dunia ketiga
terutama dari Asia dan Afrika terhadap munculnya ketegangan dunia saat itu
karena adanya persaingan antara Blok Barat dan Blok Timur. Dalam kondisi
seperti ini, muncul kesadaran yang kuat dari para pemimpin dunia ketiga saat
itu untuk tidak terseret dalam persaingan antara kedua blok tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang dirumuskan
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah terjadinya peristiwa GNB?
2. Bagaimanakah dampak GNB pada negara berkembang terhadap kehidupan
di bidang sosial, ekonomi, dan politik?
3. Bagaimanakah peran bangsa Indonesia dalam GNB?
4. Bagaimana upaya mengatasi masalah di negara berkembang?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan ini adalah
sebagai berikut :
1. Menjelaskan tentang peristiwa GNB
2. Menjelaskan dampak dari peristiwa GNB terhadap kehidupan sosial,
ekonomi, dan politik di negara berkembang.
3. Menjelaskan peran yang dilakukan bangsa Indonesia dalam peristiwa
GNB
4. Menjelaskan upaya mengatasi masalah di negara berkembang.
Kelompok 3 2
BAB II
PEMBAHASAN
Kelompok 3 3
GNB menepati posisi khusus dalam politik luar negeri Indonesia,karena
Indonesia sejak awal memiliki peran sentral dalam pendirian GNB. KAA tahun
1955 yang diselenggarakan di Bandung dan menghasilkan Dasa Sila Bandung
yang menjadi prinsip-prinsip utama GNB, merupakan bukti peran dan
kontribusi penting Indonesia dalam mengawali pendirian GNB. Secara
khusus, Presiden Soekarno juga diketahui sebagai tokoh penggagas dan pendiri
GNB. Indonesia menilai penting GNB tidak sekedar dari peran yang selama ini
dikontribusikan, tetapi lebih-lebih mengingat prinsip dan tujuan GNB
merupakan refleksi dari perjuangan dan tujuan kebangsaan Indonesi
sebagaimana tertuang dalam UUD 1945.
Kelompok 3 4
B. KAA Sebagai Embrio Lahirnya Organisasi GNB
Persiapan KAA diawali dengan adanya Konferensi Colombo pada tanggal
28 April – 2 Mei 1954 antara lima perdana menteri, yaitu Perdana Menteri Sir
Jhon Kotelawala (Srilanka), U Nu (Birma), Jawaharlal Nehru (India), Ali
Sastroamidjojo (Indonesia), dan Mohammed Ali (Pakistan). Tujuan dari
konferensi ini adealah untuk memperkuat hubungan antara lima negara tersebut
sertra membicarakan usaha-usaha untuk memelihara perdamaian.
Kemudian tanggal 29 Desember 1954 kelima negara tersebut mengadakan
Konferensi Bogor, dimana merupakan kelanjutan perundingan tentang gagasan
yang timbul dalam Konferensi Colombo, yaitu gagasan untuk
amenyelenggarakan konferensi negara-negara Asia-Afrika. Hasil keputusannya
adalah mengadakan Konferensi Asia-Afrika pada permulaan tahun 1955 di
Bandung.
Akhirnya pada tanggal 18 April 1955, dimulailah Konferensi Asia Afrika
yang diselenggarakan di kota Bandung. Konferensi ini berlangsung hingga
tanggal 25 April 1955 dan diikuti oleh wakil dari 29 negara Asia dan Afrika.
Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955 merupakan proses
awal lahirnya GNB. KAA diselenggarakan pada tanggal 18 - 24 April 1955 dan
dihadiri oleh 29 Kepala Negara dan Kepala Pemerintah dari benua Asia dan
Afrika yang baru saja merdeka. KAA ditujukan untuk mengidentifikasi dan
mendalami masalah-masalah dunia waktu itu dan berupaya menformulasikan
kebijakan bersama negara-negara baru tersebut pada tatanan hubungan
internasional. KAA menyepakati ’Dasasila Bandung’ yang dirumuskan sebagai
prinsip-prinsip dasar bagi penyelenggaraan hubungan dan kerja sama antara
bangsa-bangsa. Sejak saat itu, proses pendirian GNB semakin mendekati
kenyataan, dan dalam proses ini tokoh-tokoh yang memegang peran kunci
sejak awal adalah Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, Presiden Ghana
Kwame Nkrumah, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Presiden
Indonesia Soekarno, dan Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito. Kelima tokoh
dunia ini kemudian dikenal sebagai para pendiri GNB.
Dalam Pertemuan tersebut, 29 kepala Negara Asia dan Afrika bertemu
membahas masalah dan kepentingan bersama, termasuk didalamnya mengupas
secara serius tentang kolonialisme dan pengaruh kekuatan “barat”. Pertemuan
ini disebutkan pula sebagai Konferensi Asia Afrika atau sering pula disebut
sebagai Konferensi Bandung.
Kelompok 3 5
KTT termasuk hal yang berhubungan dengan adanya organisasi Gerakan
Non-Blok ini karena gerakan Non-Blok sendiri bermula dari Konferensi
Tingkat Tinggi Asia-Afrika, diantaranya :
1. Konferensi pertama
Pertemuan pertama berlangsung tahun 1961 di Beogard guna
mencetuskan prinsip politik bersama. Pengertian politik itu berbunyi
“politik berdasarkan koeksistensi damai, bebas blok, tidak menjadi anggota
persekutuan militer dan bercita cita melenyapkan kolonialisme dalam segala
bentuk dan manifestasinya”.
Konferensi pertama negara non blok September 1961 di Beograd
dianggap kelanjutan Konferensi Asia-Afrika 1955 di Bandung. Sebanyak 25
negara ikut ambil bagian (8 dari Asia, 9 Afrika, 1 Eropa (Yugoslavia) ),
1 Amerika Latin (Kuba) dan 6 Arab. Tenaga pendorong konferensi ini
adalah Presiden Tito yang semakin bergeser ke Dunia Ketiga karena ingin
lepas dari isolasi kedua blok. Bertiga dengan Nehru dan Nasser, Tito
memerankan kelompok vokal pertemuan. Konferensi membahas
diskriminasi ras, bantuan untuk kemajuan dan perkembangan serta
pelucutan senjata.
2. Konferensi kedua
Bulan Oktober 1964 berlangsung konferensi kedua di Kairo yang
diikuti utusan 48 negara dan sepuluh negara berstatus pengamat resmi
(kebanyakan dari Amerika Latin).[1]Pada kedua konferensi sudah tampak
adanya pertentangan antara kelompok ngara moderat pimpinan Nehru dan
kelompok radikal pimpinan Soekarno serta Kwame Nkrumah.
3. Konferensi ketiga
Bulan September 1970 Konferensi Non Blok ketiga diadaan di Lusaka,
ibu kota Zambia. Jumlah peserta bertambah menjadi 54 negara, 9 negara
mengirimkan pengamat. Tema pokok konferensi yang dipimpin Presiden
Zambia Kenneth Kaunda mempermasalahkan rezim rasialis minoritas kulit
putih di Afrika Selatan. Prinsip non blok dinyatakan tidak berkurang
kekuatannya seperti yang telah dirumuskan dalam resolusi Kairo dan
Beogard.
4. Konferensi keempat
Konferensi tingkat tinggi keempat berlangsung September 1973 dan
diikuti 75 negara di Aljazair. Kamboja diwakili pangeran Sihanouk untuk
pemerintahan kerajaan. Para pengamat terdiri dari organisasi gerakan
kemerdekaan dan pembebasan Afrika Selatan dan Amerika Latin. Tema
pokok konferensi yang dipimpin Presiden Aljazair Boumedienne adalah
Kelompok 3 6
masalah negara-negara melarat. Dalam resolusi penutup dirumuskan hak
menasionalisasi perusahaan asing.
5. Konferensi kelima
Konferensi kelima berlangsung Agustus 1976 di Colombo, ibu kota Sri
Lanka. Dalam konferensi ini, selain dipertegas kepentingan negara-negara
non blok yang dirugikan tata ekonomi dunia yang tidak adil yang bisa
mengancam perdamaian dunia juga dirumuskan perjuangan bersama negara-
negara non blok dalam lapangan perdagangan, industri, teknologi termasuk
memperkuat media informasi negara-negara non blok. Konferensi berhasil
merumuskan program aksi bersama yang disebut deklarasi perjuangan.
6. Konferensi keenam
Konferensi non blok keenam berlangsung September 1979 di Havana,
ibu kota Kuba. Jumlah peserta menjadi 94 negara, peninjau dari 20 negara
dan 18 organisasi dan negara yang berstatus tamu. Meskipun suasana
konferensi diliputi pertentangan antara kelompok moderat dan kelompok
radikal, konferensi berhasil merumuskan resolusi untuk memperkuat
prinsip-prinsip non-blok yang dirumuskan dalam deklarasi politik. Selain
itu, deklarasi ekonomi yang mempertegas sikap negara-negara non-blok
terhadap apa yang mereka nyatakan sebagai dominasi ekonomi asing yang
merugikan kekayaan negara-negara sedang berkembang berhasil pula
dirumuskan.
7. Konferensi ketujuh
Keanggotaan Kamboja tidak berhasil diselesaikan sehingga baik
pemerintahan Heng Samrin maupun rezim Pol Pot hanya berstatus peninjau,
Konferensi Tingkat Tinggi Non Blok yang sedianya diadakan bulan
September 1982 di Baghdad ibu kota Irak batal karena perang antara Irak
dan Iran belum berhasil diselesaikan. Lalu, Delhi ibu kota Indiamenjadi
pengganti tempat berlangsungnya Konferensi Non Blok ketujuh. Dan
konferensi lainnya.
Kelompok 3 7
D. Tempat dan Tanggal KTT GNB
Kelompok 3 8
14 15–16 September 2006 Kuba Havana
A. Sekretaris Jendral
Kelompok 3 9
Zail Singh India 1983 1986
Kelompok 3 10
Raúl Castro Kuba 2008 2009
Kelompok 3 11
B. Pertemuan Gerakan Non Blok (GNB)
Normalnya, pertemuan GNB berlangsung setiap tiga tahun sekali. Negara
yang pernah menjadi tuan rumah KTT Gerakan Non-Blok ini
diantaranya adalah Yugoslavia, Mesir, Zambia, Aljazair, Sri Lanka, Kuba,
India, Zimbabwe, Indonesia, Kolombia, Afrika Selatan, dan juga
Malaysia. Biasanya setelah mengadakan konferensi, kepala negara atau kepala
pemerintahan yang menjadi tuan rumah konferensi itu akan dijadikan ketua
gerakan untuk masa jabatan selama tiga tahun.
Pertemuan pertama GNB terjadi di Beograd pada September 1961 dan
dihadiri oleh dua puluh lima anggota, masing-masing 11
dari Asia dan Afrika bersama dengan Yugoslavia, Kuba dan Siprus.
Kelompok ini mendedikasikan dirinya untuk melawan kolonialisme,
imperialisme dan neo-kolonialisme.
Pertemuan berikutnya diadakan di Kairo pada 1964. Pertemuan tersebut
dihadiri 56 negara anggota di mana anggota-anggota barunya datang dari
negara-negara merdeka baru di Afrika. Kebanyakan dari pertemuan itu
digunakan untuk mendiskusikan konflik Arab-Israel dan Perang India-
Pakistan.
Pertemuan pada tahun 1969 di Lusaka dihadiri oleh 54 negara dan
merupakan salah satu yang paling penting dengan gerakan tersebut membentuk
sebuah organisasi permanen untuk menciptakan hubungan ekonomi dan
politik. Kenneth Kauda memainkan peranan yang penting dalam even-even
tersebut.
Pertemuan paling baru (ke-13) diadakan di Malaysia dari 20-25 Februari
2003. Namun, GNB kini tampak semakin tidak mempunyai relevansi sejak
berakhirnya Perang Dingin.
Kelompok 3 12
3. Mengembangkan rasa solidaritas diantara negara anggota dengan jalan
membantu perjuangan negara-negara berkembang dalam mencapai
persamaan, kemerdekaan dan kemakmuran.
4. Berusaha membendung pengaruh negatif, baik dari Blok Barat maupun
Blok Timur ke negara-negara yang tergabung dalam GNB.
Selain tujuan, Gerakan Non-Blok terbentuk dengan berdasarkan pada asas
tertentu. Asas ini juga menjadi landasan kegiatan-kegiatan negara-negara
anggota GNB. Adapun asa GNB adalah sebagai berikut :
1. GNB bukan suatu blok tersendiri dan tidak tergabung dalam blok yang
saling bertentangan.
2. GNB merupakan wadah perjuangan negara-negara berkembang yang
gerakannya tidak pasif.
3. GNB berusaha mendorong perjuangan dekolonisasi di semua tempat, serta
memegang teguh perjuangan melawan imperialisme, kolonialisme,
neokolonialisme, rasialisme, apartheid, dan zionisme.
Selain itu pula, tujuan GNB yaitu sebagai berikut :
1. Mengembangkan rasa solidaritas di antara negara anggota dengan jalan
membantu perjuangan negara berkembang dalam mencapai kebersamaan,
kemerdekaan, dan kemakmuran.
2. Turut serta meredakan ketegangan dunia akibat perebutan pengaruh
Amerika Serikat melawan Uni Soviet dalam perang dingin.
3. Berusaha membendung pengaruh negatif baik blok barat maupun blok
timur ke negara-negara anggota GNB.
4. Berusaha memajukan pembangunan ekonomi, sosial, budaya, dan politik
agar tidak tertinggal dari negara maju.
Kelompok 3 13
5. Menolak pembangunan pangkalan militer oleh negara adidaya di
wilayahnya masing-masing.
Pelaksanaan KAA I Bandung dipandang sebagai pendahulu untuk
berdirinya GNB. Konferensi itu telah mampu menghasilkan prinsip-prinsip
Perdamaian dalam bentuk kerjasama internasional, kebebasan atau
kemerdekaan, serta hubungan antar bangsa dan negara yang diperlukan untuk
kesejahteraan hidup manusia.
GNB didirikan berdasarkan prinsip-prinsip dasar Dasa Sila Bandung.
Substansi Dasa Sila Bandung berisi tentang “pernyataan mengenai dukungan
bagi kedamaian dan kerjasama dunia”. Dasa Sila Bandung memasukkan
prinsip-prinsip dalam piagam PBB dan prinsip Nehru, yaitu sebagai berikut:
1. Menghormati hak-hak dasar manusia (HAM) dan tujuan serta asas-asas
dalam piagam PBB.
2. Menghargai kedaulatan dan integritas territorial semua bangsa.
3. Mengakui persamaan ras dan semua suku bangsa.
4. Tidak melakukan intervensi atau campur tangan masalah pribadi negara
lain.
5. Menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri secara
individual atau kolektif sesuai dengan piagam PBB.
6. Tidak menggunakan peraturan diri pertahanan kolektif untuk bertidak
dalam kepentingan salah satu negara besar.
7. Tidak melakukan tekanan terhadap orang lain.
8. Tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi atau penggunaan kekerasan
terhadap integritas territorial atas kemerdekaan politik suatu Negara.
9. Menyelesaikan segala konflik internasional dengan jalan damai, seperti
perundingan, persetujuan, arbitrase atau penyelesaian hukum dengan cara
damai lain menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan
piagam PBB.
10. Memajukan kepentingan bersama dengan kerjasama Internasional.
11. Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban Internasional.
Kelompok 3 14
E. Tokoh Pemrakarsa Pendiri GNB
Tokoh yang dianggap sebagai pendiri GNB lebih dikenal dengan The
Initiative Of Five yaitu:
F. Presiden Soekarno (Indonesia)
G. Presiden Yosep Broz Tito (Yugoslavia)
H. Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir)
I. Perdana Mentri Pandit Jawaharlal Nehru (India) dan
J. Perdana Menteri Kwame Nkrumah (Ghana).
Kelompok 3 16
GNB menempati posisi khusus dalam politik luar negeri Indonesia karena
Indonesia sejak awal memiliki peran sentral dalam pendirian GNB. KAA tahun
1955 yang diselenggarakan di Bandung dan menghasilkan Dasa Sila Bandung
menjadi prinsip-prinsip utama GNB, merupakan bukti peran Indonesia dalam
mengawali pendirian GNB.
Dari Konferensi ini dihasilkan 10 prinsip yang disepakati bersama yang
sering juga disebutkan sebagai Dasa Sila Bandung, yaitu :
Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas
yang termuat di dalam piagam PBB.
Menghormati kedaulatan dan integrits territorial semua bangsa.
Mengakui persamaan ras dan persamaan semua bangsa baik besar maupun
kecil.
Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soal-soal dalam
negeri orang lain.
Menghormati hak-hak tiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri
secara sendiri atau kolektif sesuai dengan piagam PBB.
Tidak menggunakan peraturan-peraturan pertahanan kolektif untuk
bertindak bagi kepentingan khusus salah satu Negara besar. Dan tidak
melaukan tekanan terhadap Negara lain.
Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun
penggunaan kekerasan terhadap integritas territorial atau kemerdekaan
politik suatu Negara.
Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai,
seperti perundingan, persetujuan, arbitrase atau penyelesaian hukum, atau
cara damai lain berdasarkan pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai
dengan piagam PBB.
Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama.
Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.
Indonesia sangat berperan penting dalam GNB, beberapa peran penting
yang dilakukan Indonesia adalah sebagai berikut:
Presiden Soekarno adalah satu dari lima pemimpin dunia yang mendirikan
GNB;
Indonesia menjadi pemimpin GNB pada tahun 1991. Saat itu, Presiden
Soeharto terpilih menjadi ketua GNB. Sebagai pemimpin GNB, Indonesia
sukses menggelar KTT X GNB di Jakarta;
Indonesia juga berperan penting dalam meredakan ketegangan di kawasan
bekas Yugoslavia pada tahun 1991.
Kelompok 3 17
GNB mempunyai arti yang khusus bagi bangsa Indonesia yang dapat
dikatakan lahir sebagai negara netral yang tidak memihak. Hal tersebut
tercermin dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa
“kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan
diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan”.
Selain itu, diamanatkan pula bahwa Indonesia ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Sesuai dengan politik luar negeri yang bebas aktif, Indonesia memilih untuk
menentukan jalannya sendiri dalam upaya membantu tercapainya perdamaian
dunia dengan mengadakan persahabatan dengan seluruh bangsa.
Sebagai implementasi dari politik luar negeri yang bebas aktif itu, selain
sebagai salah satu negara pendiri GNB, Indonesia juga senantiasa setia dan
komitmen pada prinsip-prinsip dan aspirasi GNB. Pada masa itu, Indonesia
telah berhasil membawa GNB untuk mampu menentukan arah dan secara
dinamis menyesuaikan diri pada setiap perubahan yang terjadi.
Kelompok 3 18
penjajahan diatas dunia haurs dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan”. Selain itu diamanatkan pula bahwa
Indonesia ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kedua mandat
tersebut juga merupakan falsafah dasar GNB.
Pada tanggal 2 September 1988, Menlu RI, Ali Alatas, mengutarakan
“Indonesia telah dilahirkan sebagai Negara Nonblok.” Drs. Mohammad
Hatta selaku Perdana Menteri di depan Badan Pekerja Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP) pada tanggal 2 September 1948 mengatakan
bahwa sebagai negar merdeka, Indonesia seharusnya menjadi subjek yang
berhak menentukan sikap sendiri dan berhak memperjuangkan tujuannya
sendiri tanpa menjadi pro-Rusia dan pro-Amerika.
Sesuai dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif, Indonesia
memilih untuk menentukan jalannya sendiri dalam upaya membantu
tercapainya perdamaian dunia dengan mengadakan persahabatan dengan
segala bangsa.
Sebagai implementasi dari politik luar negeri yang bebas dan aktif
itu, selain sebagai salah satu Negara pendiri GNB, Indonesia juga
senantiasa setia dan commited pada prinsip-prinsip dan aspirasi GNB.
2. Indonesia dalam GNB
Peranan penting Konferensi Asia Afrika tahun 1955 bagi
pembentukan Gerakan Non Blok menunjukan keterlibatan Indonesia
dalam gerakan itu sejak masih dalam gagasannya. Indonesia pun terlibat
aktif dalam persiapan penyelenggaraan KTT I GNB di Beograd,
Yugoslavia.
Dengan demikian Indonesia termasuk perintis dan pendiri GNB.
Keikutsertaan Indonesia dalam GNB sejak awal disebabkan oleh
kesesuaian prinsip gerakan dengan politik luar negeri bebas aktif.
Indonesia berkeyakinan, perdamaian hanya mungkin tercipta dengan sikap
tidak mendukung pakta militer (NATO dan Pakta Warsawa).
Soekarno sangat mendukung GNB karena pada waktu itu dia sedang
menggalang kekuatan negara-negara baru atau New Emerging
Forces (Nefos) untuk membebaskan Irian Barat yang masih diduduki
Belanda, di mana Soekarno sudah tidak percaya dengan perundingan
diplomasi dengan pihak Belanda.
3. Tuan Rumah KTT X GNB
Berdasarkan Keputusan Pertemuan Tingkat Menteri Luar Negeri
Gerakan Non-Blok di Acccra, Ghana, tanggal 4-7 September 1991,
Indonesia telah ditetapkan sebagai tuan rumah/penyelenggara KKTT GNB
X. Dan selanjutnya KTT GNB X berlangsung pada tanggal 1 – 7
September 1992 di Jakarta dan Bogor.
Kelompok 3 19
Selama tiga tahun dipimpin Indonesia, banyak kalangan menyebut,
GNB berhasil memainkan peran penting dalam percaturan politik global.
Lewat Jakarta Message, Indonesia memberi warna baru pada gerakan ini.
Antara lain, dengan meletakkan titik berat kerjasama pada pembangunan
ekonomi dengan menghidupkan kembali dialog Selatan-Selatan.
Hal tersebut diatas, dirasa sangat perlu sebab Komisi Selatan dalam
laporannya yang berjudul “The Challenge to the South” (1987),
menegaskan bahwa negara-negara Selatan harus mengandalkan
kemampuannya sendiri, kalau sekedar berharap pada kerjasama Utara-
Selatan ibarat pungguk merindukan bulan. Sebaliknya, dialog Selatan-
Selatan akan memperkuat posisi tawar (bargaining-position) Negara-
negara berkembang meski hal ini masih harus dibuktikan.
Dengan profil positifnya selama ini, Indonesia dipercaya untuk turut
menyelesaikan berbagai konflik regional, antara lain : Kamboja, gerakan
separatis Moro di Filipina dan sengketa di Laut Cina Selatan. Konflik
Kamboja mereda setelah serangkaian pembicaraan Jakarta Informal
Meeting (I & II) serta Pertemuan Paris yang disponsori antara lain oleh
Indonesia.
KTT X GNB di Jakarta berhasil merumuskan “Pesan Jakarta” yang
disepakati bersama. Dalam “Pesan Jakarta” tersebut terkandung visi GNB
yaitu :
Hilangnya keraguan sementara anggota khususnya mengenai relevansi
GNB setelah berakhirnya Perang Dingin dan ketetapan hati untuk
meningkatkan kerjasama yang konstruktif serta sebagai komponen integral
dalam “arus utama” (mainstream)hubungan internasional;
Arah GNB yang lebih menekankan pada kerjasama ekonomi internasional
dalam mengisi kemerdekaan yang telah berhasil dicapai melalui cara-cara
politik yang menjadi cirri menonjol perjuangan GNB sebelumnya.
Adanya kesadaran untuk semakin meningkatkan potensi ekonomi Negara-
negara anggota melalui peningkatan kerjasama Selatan-Selatan.
Selama mengemban kepemimpinan GNB, Indonesia telah
melakukan upaya-upaya penting dalam menghidupkan kembali dialog
konstruktif Utara-Selatan berdasarkan saling ketergantungan yang setara
(genuine interdependence), kesamaan kepentingan dan manfaat, dan
tanggung jawab bersama. Selain itu, Indonesia juga mengupayakan
penyelesaian masalah utang luar negeri negara-negara berkembang miskin
(HIPCs/Heavily Indebted Poor Countries) yang terpadu,
berkesinambungan dan komprehensif.
Guna memperkuat kerja sama Selatan-Selatan, KTT GNB ke-10 di
Jakarta sepakat untuk mengintensifkan kerja sama Selatan-Selatan
berdasarkan prinsip collective self-reliance. Sebagai tindak lanjutnya,
Kelompok 3 20
sesuai mandat KTT Cartagena, Indonesia bersama Brunei Darussalam
mendirikan Pusat Kerja Sama Teknik Selatan-Selatan GNB.
Dalam bidang ekonomi, selama menjadi Ketua GNB, Indonesia juga
secara konsisten telah mengupayakan pemecahan masalah hutang luar
negeri negara-negara miskin baik pada kesempatan dialog dengan Ketua
G-7 maupun dengan menyelenggarakan Pertemuan Tingkat Menteri GNB
mengenai Hutang dan Pembangunan yang diselenggarakan di Jakarta pada
bulan Agustus 1994 serta berbagai seminar mengenai penyelesaian hutang
luar negeri.
Sedangkan untuk hutang multilateral, dimana lembaga Bretton
Woods semula enggan untuk membahasnya, pada akhirnya telah
mendapatkan perhatian Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional
dengan diluncurkannya Prakarsa HIPCs (Heavily Indebted Poor
Countries). Peningkatan Fasilitas Penyesuaian Struktural (Enhanced
Structural Adjustment Facility) dan pembentukan Dana Perwalian oleh
Bank Dunia serta komitmen negara-negara Paris Club bagi penyelesaian
hutang bilateral dengan menaikkan tingkat pengurangan beban hutang dari
67% menjadi 80%. Hal ini merupakan suatu keberhasilan upaya GNB
dalam kerangka memerangi kemiskinan.
Melalui pendekatan baru yang dikembangkan sewaktu Indonesia
menjadi Ketua, GNB telah berhasil mengubah sikap negara-negara
anggota GNB tertentu yang pada intinya menerapkan standard ganda
terhadap lembaga Bretton Woods.
Disatu pihak secara bilateral negara-negara anggota GNB termasuk
ingin memanfaatkan dana yang tersedia dari Bretton Woods, tetapi secara
politis menunjukkan sikap apriori terhadap Bank Dunia dan Dana Moneter
Internasional. Seperti diketahui, bahwa pengambilan keputusan pada
lembaga Bretton Woods pada prinsipnya didasarkan atas besarnya jumlah
kekayaan anggota, dan ini dapat berarti selalu merugikan kepentingan
negara-negara berkembang. Namun sekarang, dapat dikatakan bahwa telah
terjalin hubungan yang baik dimana lembaga Bretton Woods telah mau
mendengarkan argumentasi dan mempertimbangkan usulan-usulan GNB.
Meskipun sekarang, Indonesia tidak lagi menjabat sebagai Ketua
maupun Troika GNB (kepemimpinan GNB terdiri dari Ketua satu periode
sebelumnya, Ketua sekarang dan Ketua yang akan datang), namun tidak
berarti bahwa penanganan oleh Indonesia terhadap berbagai permasalahan
penting GNB akan berhenti atau mengendur. Sebagai anggota GNB,
Indonesia akan tetap berupaya menyumbangkan peranannya untuk
kemajuan GNB dimasa yang akan datang dengan mengoptimalkan
pengalaman yang telah didapat selama menjadi Ketua dan Troika GNB.
Kelompok 3 21
O. Upaya Mengatasi Masalah Pada Negara Berkembang
Meskipun negara-negara anggota GNB sendiri berupaya memegang
teguh prinsip-prinsip dan cita-cita yang dianut oleh GNB sebagaimana
tertuang dalam Dasa Sila Bandung, namun bukan berarti bahwa selama ini
tidak ada masalah-masalah internal dalam GNB.Masalah-masalah yang
menonjol adalah adanya berbagai perselisihan yang terjadi diantara
negara-negara anggota GNB sendiri. Perselisihan itu, selain mengganggu
suasana kerjasama internal GNB, adakalanya menghambat jalannya
sidang-sidang GNB. Disadari pula adanya kesulitan dalam mencapai
kesepakatan untuk hal-hal tertentu yang disebabkan oleh penerapan prinsip
konsensus secar kaku.
Visi GNB untuk berperan dalam mendorong dunia yang lebih damai,
stabil dan makmur sebagaimana telah ditetapkan di Bali. Peran GNB
dalam menciptakan tata kelola global yang efektif dalam menciptakan
perdamaian dan keamanan dunia.
GNB harus mendukung peran dan kapasitas Dewan Keamanan PBB
dalam menyelesaikan konflik, menciptakan perdamaian dan mencegah
potensi konflik. GNB harus dapat mendorong terbangunnya institusi
demokrasi, kebebasan, perdamaian, moderasi serta kemakmuran dapat
berjalan dan tumbuh berkembang secara bersama.
Pentingnya GNB untuk membangun institusi demokrasi yang
memungkinkan dibangunnya pembangunan politik yang sesuai dengan
aspirasi dan kehendak rakyat. Pembangunan global harus adil, tidak boleh
ada satu negarapun yang tertinggal. Kemakmuran harus menjadi milik
semua negara dan masyarakat di seluruh penjuru dunia.
Dalam bidang ekonomi, selama menjadi ketua GNB, Indonesia juga
secara konsisten telah mengupayakan pemecahan masalah hutang luar
negeri negara-negara miskin dan pembangunan mengenai penyelesaian
hutang luar negeri.
Kelompok 3 22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. KAA menyepakatu “Dasa Sila Bandung”yang dirumuskan sebagai
prinsip-prinsip dasar bagi penyelanggaraan hubungan dan kerjasama
antar bangsa-bangsa. Sejak saat itu proses pendirian GNB semakin
mendekati kenyataan, dan dalam proses ini tokoh-tokoh yang
memegang peran kunci sejak awal adalah presiden Mesir Gamal Abdel
Nasser, Presiden Indonesia Soekarno, dan Presiden Yugoslavia Josip
Broz Tito. Kelima tokoh dunia ini kemudian dikenal sebagai pendiri
GNB.
2. Dampak Gerakan Non-Blok Terhadap Kehidupan Sosial, Ekonomi,
dan Politik Negara Berkembang :
a. Meningkatkan kesejahteraan bagi negara berkembang.
b. Meningkatkan program kearah tata ekonomi dunia.
c. Membantu Afrika Selatan dalam menghapus politik Aparthied.
3. Indonesia sangat berperan penting dalam GNB, beberapa peran
penting yang dilakukan Indonesia adalah sebagai berikut:
Presiden Soekarno adalah satu dari lima pemimpin dunia yang
mendirikan GNB;
Indonesia menjadi pemimpin GNB pada tahun 1991. Saat itu,
Presiden Soeharto terpilih menjadi ketua GNB. Sebagai pemimpin
GNB, Indonesia sukses mengglar KTT X GNB di Jakarta;
Indonesia juga berperan penting dalam meredakan ketegangan di
kawasan bekas Yugoslavia pada tahun 1991.
4. Dalam bidang ekonomi, selama menjadi ketua GNB, Indonesia juga
secara konsisten telah mengupayakan pemecahan masalah hutang luar
negeri negara-negara miskin dan pembangunan mengenai penyelesaian
hutang luar negeri.
Kelompok 3 23
DAFTAR PUSTAKA
www.facebook.com/SoekarnoismeIndonesiaRaya/posts/544424972243842
https://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_Non-Blok
http://jucing.blogspot.co.id/
http://brainly.co.id/tugas/1272337
http://faiz-marwan.blogspot.co.id/2014/05/peran-indonesia-dalam-gerakan-
non-blok.html
Riskiani,L.I.2013.Prespektif Global-GNB. (http://eazt-
widhianien.blogspot.com/2014/02/perspektif-global-gnb.html ). Diakses pada tanggal
3 Februari 2020.
Kementrian,Luar Negeri.2014. KTT NON-BLOK(GNB).(
http://www.kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?
Name=MultilateralCooperation&IDP=3&P=Multilateral&l=id ). Diakses pada tanggal 3
Februari 2020.
Respati,Dian.2013.GERAKAN NON BLOK. (
http://ssbelajar.blogspot.com/2015/01/gerakan-non-blok.html ). Diakses pada tanggal
3 Februari 2020.
Thpardede.2013.Gerakan Non Blok Dan Indonesia(1).(
https://thpardede.wordpress.com/2013/07/28/gebrakan-non-blok-dan-indonesia-1/ ). D
iakses pada tanggal 3 Februari 2020.
Shadily, Hasan.2014.KTT Non-Blok. (http://id.wikipedia.org/wiki/KTT_Non-Blok).
Diakses pada tanggal 3 Februari 2020.
Kelompok 3 24