Anda di halaman 1dari 1

Pertumbuhan industri farmasi Indonesia selama tahun 2011-2015 mecapai ±10%; merupakan

pertumbuhan terbesar ke-4 di Asia Pasifik setelah Cina, India, dan Malaysia. Berdasarkan forecast IMS
Health secara konservatif, Indonesia akan masuk ke dalam top 20 pharmaceutical market di dunia
diurutan ke-19 pada tahun 2016. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memproyeksikan
pertumbuhan industri di 2016 mencapai 5,7-6,1% dimana industri farmasi, kimia, dan obat tradisional
masih akan tetap menjadi menopang pertumbuhan dengan pertumbuhan 8,5-8,7%.

Implementasi program jaminan kesehatan nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan sejak 1-Jan-2014 yang
berdampak pada pertumbuhan rumah sakit, dan naiknya permintaan obat dan alat-alat kesehatan. Per 31
Des 2014, JKN sudah mengcover 52% dari populasi yang ditargetkan akan mengcover seluruh populasi
Indonesia pada 2019. Pertumbuhan RS terlihat dari rencana PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk
menambah 8 RS sampai tahun 2019, Siloam yang akan menambah 30 RS hingga tahun 2017,
sedangkan Omni sedang merampungkan 1 RS baru di Cikarang Jabar.

Masih rendahnya rasio tempat tidur rumah sakit yang ada di Indonesia juga menjadikan indikasi potensi
pertumbuhan industri rumah sakit dan farmasi. Di Indonesia, setiap 1.000 orang hanya ada satu tempat
tidur sementara rasio rata-rata di dunia tiga tempat tidur. Sementara untuk keperluan dokter, rata-rata di
seluruh dunia ada 1,4 dokter setiap 1.000 orang, sementara itu di Indonesia hanya 0,3 dokter.

Semakin bertumbuhnya pengeluaran masyarakat untuk kesehatan meskipun saat ini masih 2,9% dari
GDP dibawah rata-rata Negara ASEAN sebesar 4%. Berdasarkan Business Monitor International, belanja
kesehatan Indonesia diperkirakan bertumbuh 12% CAGR untuk 5 tahun mendatang dimana kontribusi
private expenditure mencapai 62%.

Dukungan demografi Indonesia yakni dengan populasi yang besar, Struktur penduduk di Indonesia yang
menunjukan banyaknya penduduk usia produktif terutama pada kelompok umur 25-29 tahun, kelas
menengah (kategori middle affluent dengan kemampuan belanja Rp 2-10 juta/bln) yang terus bertumbuh
hingga 168 juta di tahun 2020.

Anda mungkin juga menyukai