Anda di halaman 1dari 10

HIDUP BERKUALITAS DI USIA TUA

Oleh : Wahyuni
Dosen Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta

ABSTRAK
Proses menua terjadi pada orang yang dianugerahi umur panjang. Proses ini menimbulkan
keadaan-keadaan yang kadang bersifat patologis. Patologi terbanyak adalah arthritis, disusul
hipertensi, DM, gangguan pendengaran dan gangguan jantung. Gangguan-gangguan ini bisa
menyebabkan kemunduran fungsional dan aktifitas kehidupan sehari-hari.
Untuk mencegah terjadinya gangguan-gangguan patologis tersebut, bisa dilakukan secara
mandiri dengan self healing. Cara ini diantaranya adalah tetap melakukan aktifitas di usia tua,
selalu berfikir positif, tetap berolahraga, menjaga hubungan dengan pasangan dan latihan untuk
mencegah terjadinya kepikunan. Berfikir positif akan membuat otak mengeluarkan hormone
endorphin yang menyebabkan seseorang tidak stress. Olah raga memberikan kesempatan
terhadap lancarnya pembuluh darah baik di otak maupun di otot lain.

Kata Kunci : Menua, gangguan akibat menua, aktifitas, berfikir positif

A. PENDAHULUAN
Menua atau menjadi jadi adalah suatu proses fisiologis yang terjadi pada semua orang
yang dianugerahi umur panjang. Usia tua atau biasa disebut lanjut usia (lansia) menurut WHO
dibagi menjadi empat kriteria, yaitu midle age: 45 - 59 tahun, elderly: 60 – 74 tahun, old: 75 – 90
tahun, dan very old: > 90 tahun. Jumlah lansia ini akan semakin meningkat seiring dengan
peningkatan kesejahteraan penduduk dan kesehatan penduduk. Di Amerika jumlah lansia terus
bertambah dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pada tahun 1996, jumlah
lansia yang berusia 65 atau lebih adalah 33,9 juta orang(Taeuber & Rosenwaike (1992) dalam
Guccione (2000). Hal ini merefleksikan perubahan struktur populasi penduduk. Di tahun 1900,
individu yang mencapai usia 65 tahun hanya berjumlah 4% dari populasi. Di tahun 1940,
terdapat 6,9% dan di tahun 1950 sekitar 8,2%. Di tahun 1970 ada sekitar 10% (Furner et al
(1990) dalam Guccione (2000)). Individu yang mencapai usia 85 tahun berjumlah 10% dari
jumlah populasi dengan usia diatas 65%. Walaupun jumlah lansia usia ≥85 tahun hanya 1% pada
1990, diperkirakan angka ini akan menjadi empat kali lipat pada tahun 2050. Jumlah individu
yang berusia ≥ 100 tahun juga akan terus bertambah, akan tetapi proporsi antara usia 65 dan ≥ 65
hanya 12 dalam 10.000 (relatif kecil) ((US Bureau of Census (1997) dalam Guccione (2000).

1
Di Indonesia, jumlah lansia juga semakin meningkat, menurut Setiati (2002), prosentasi
populasi penduduk lansia adalah 7,28% pada tahun 2000 dan meningkat menjadi Indonesia
11,34 pada tahun 2020. Menurut Setiabudhi (1999), jumlah penduduk Indonesia yang berusia tua
adalah 7,99 juta jiwa pada tahun 1980, atau sekitar 5,5 % dari jumlah penduduk. Jumlah ini terus
meningkat, tahun 1985 menjadi 9,44 juta jiwa (5,8% dari jumlah penduduk. Tahun 1990 menjadi
11,28 juta jiwa (6,3% dari jumlah penduduk). Di tahun 1995 berjumlah 13,60 juta jiwa (6,9%
dari populasi) dan di tahun 2000 berjumlah 15,88 juta (7,6 % dari jumlah penduduk).
Jumlah lansia yang semakin bertambah ini di satu sisi menunjukkan bahwa tingkat
kesejahteraan penduduk semakin meningkat. Tetapi di sisi lain akan memberikan dampak
bertambahnya beban anggaran untuk mengurus penduduk yang lansia. Apalagi karena pengaruh
budaya Indonesia yang kurang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi lansia, akan
menyebabkan lansia menjadi kurang aktifitas dan kurang kemandirian. Kekurangan aktifitas dan
kemandirian ini menyebabkan terjadinya penurunan fungsi yang terkadang terjadi secara drastis.
Lansia memang identik dengan penurunan fungsi yang berakibat munculnya permasalahan-
permasalahan fisik maupun psikis, yang bisa menjadi kronik. Di Amerika proporsi lansia yang
tidak mempunyai gangguan kronik, jumlahnya kecil. Lebih dari 70% lansia wanita usia 80 tahun
dan 50% lansia pria, mempunyai dua atau lebih keluhan yang menjadi kronis. Di tahun 1991
arthritis merupakan gangguan terbanyak, disusul hipertensi, DM, gangguan pendengaran dan
gangguan jantung. Di tahun 1985, jumlah lansia yang disable dengan keterbatasan ADL
berjumlah 5,5 juta jiwa. Keterbatasan fungsional meningkat seiring dengan peningkatan usis.
Lansia dengan usia 65 – 74 tahun lebih sehat dan secara umum lebih baik daripada yang berusia
≥ 75 tahun. (Guccione, 2000). Permasalahan lain yang sering terjadi pada lansia adalah
incontinentia urine.Tahun 1998 terdapat 1,8 juta wanita di Australia (usia >18 tahun) mengalami
Incontinentia urine dan menghabiskan biaya A$ 372 juta/pertahun (Neuman et al, 2006). Di
Amerika terdapat 13 Juta wanita/tahun mengalami Stess Incontinentia Urine dan memerlukan
biaya US $ 16 milyar (Bergman, Robertson, Giovanni, 2004). Di Indonesia belum tahu karena
sebagian besar penderita incontinentia urine tidak melaporkan keadaannya oleh karena malu dan
menganggap biasa karena penuaan. 40% wanita mengalami stress incontinentia urine setelah
melahirkan (Eller, 1998)

2
Melihat keadaan dan jumlah lansia yang semakin hari semakin meningkat, maka perlu
kiranya kita sebagai tenaga kesehatan mengambil peran aktif untuk memelihara kesehatan lansia,
atau bahkan membantu lansia agar tetap sehat di usia senjanya. Dengan tetap sehat di usia senja,
maka lansia akan bisa terus beraktifitas secara mandiri dan gangguan-gangguan yang diakibatkan
oleh kurangnya aktifitas akan dapat diperkecil. Tanpa gangguan yang berarti, maka meskipun
kita tidak bisa mencegah proses penuaan, tetapi kita bisa membuat kualitas hidup lansia menjadi
lebih baik.

B. PERUBAHAN ANATOMIS DAN FISIOLOGIS YANG TERJADI PADA LANSIA


Proses menua yang terjadi pada lansia menyebabkan terjadinya perubahan anatomis
maupun fisiologis pada lansia. Perubahan ini terjadi akibat proses degenerasi yang terjadi pada
manusia. Menurut Guccione (2000) perubahan yang terjadi akubat proses menua adalah
perubahan yang menyebabkan penurunan kemampuan fungsional, kemampuan untuk bertahan
hidup dan mempunyai kualitas hidup yang tinggi. Penuaan tidak berkaitan dangan kronologis
suatu gangguan , tetapi berkaitan dengan status ayau kondisi yang sering merefleksikan kapasitas
seseorang untuk memelihara kemandirian.
Perubahan tersebut terjadi pada semua sistem seluruh tubuh termasuk indera. Perubahan-
perubahan tersebut diantaranya adalah perubahan fisik, dimana terjadi perubahan pada sel,
sistem persyarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem pengaturan suhu tubuh,
sistem respirasi, sistem gastrointestinal, sistem genitourinaria, sistem endokrin, sistem
integument dan sistem musculoskeletal. Jumlah sel akan berkurang, baik dari jumlahnya,
ukurannya, mekanisme perbaikannya serta proporsi protein yang ada di sel otak, otot, ginjal,
darah dan hati. Pada sistem syaraf, responnya akan menjadi melambat, mengecilnya syaraf panca
indera kurang sensitive terhadap sentuhan dan penurunan hubungan persyarafan. Gangguan
indera pendengaran berupa hilangnya kemampuan daya pendengaran terutama terhadap suara-
suara yang bernada tinggi. Sfingter Pupil mengalami sklerosis dan respon terhadap sinar
menghilang, juga terjadi penurunan lapang pandang dan kesulitan membedakan warna biru tua
atau hijau. Lansia juga mengalami penurunan temperatur tubuh akibat penurunan metabolisme
tubuh (suhu tubuh lansia ±35oC). Pada sistem respirasi, terjadi penurunan kekuatan otot-otot
pernafasan dan aktifitas silia, juga penurunan elastisitas paru. Alveoli juga mengalami pelebaran

3
dan jumlahnya menurun. Sistem kardiovaskuler, terjadi penurunan elastisitas dinding aorta,
katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung untuk memompa juga menurun
yang berakibat pada penurunan kontraksi dan volumenya, elastisitas pembuluh darah juga
menurun dan tekanan darah juga meningkat yang diakibatkan oleh peningkatan resistensi
pembuluh darah perifer.
Pada sistem gastrointestinal, terjadi kehilangan gigi, penurunan indera pengecap,
pelebaran esophagus, sensitifitas terhadap rasa lapar menurun, peristaltic lemah dan fungsi
absorbs juga lemah. Sistem genitourinaria, terjadi penurunan kekuatan otot-otot detrusor,
sehingga kapasitas vesika urinaria menurun sampai 200 ml, hal ini berakibat terhadap
peningkatan frekuensi berkemih. Ovarium mengecil, atrofi payudara dan penurunan produksi
lender vagina yang menyebabkan terjadinya gatal pada vagina juga adanya rasa sakit pada saat
hubungan seksual. Lansia juga mengalami penurunan kekuatan otot dasar panggul yang
berakibat terhadap penurunan kemampuan untuk menahan berkemih atau bahkan mengompol.
Pada pria sering terjadi hipertrofi prostat. Pada system endokrin, terjadi penurunan pada hamper
semua hormone. Pada system integumentari, kulit mengerut akibat kehilangan jaringan lemak,
permukaan kulit menjadi kasar dan bersisik, juga terjadi penurunan terhadap mekanisme proteksi
kulit. Pada system musculoskeletal, tulang menjadi lebih rapuh, diskus menipis, sendi membesar,
tendon mengerut, serabut otot mengecil.
Perubahan lain adalah perubahan psikososial, spiritual, mental, intelegensi (IQ), dan
memori. Perubahan psikososial sering dikaitkan dengan keadaan purna tugas sehingga terjadi
kehilangan financial, status, teman, pekerjaan, sadar akan kematian, yang akan berakibat
terjadinya gangguan-gangguan fisik maupun psikologis. Perubahan spiritual, biasanya lansia
menjadi lebih teratur dalam hal keagamaan dan mendekatkan diri terhadap tuhan. IQ mengalami
penurunan akibat penurunan fungsi otak kanan sehingga kesulitan dalam komunikasi non verbal,
pemecahan masalah, mengenal wajah seseorang, dan kesulitan konsentrasi. Memori juga
mengalami penurunan.
(Mujahidullah, 2012 & Bandiyah, 2009)

C. PERMASALAHAN-PERMASALAHAN PADA LANSIA

4
Permasalahan pada lansia diakibatkan oleh adanya perubahan-perubahan anatomis, fisiologis,
dan psikologis yang terjadi akibat proses degeneratif. Permasalahan-permasalahan tersebut
menurut Guccione (2000) diantaranya adalah :
1. Mudah lelah
Lansia merasa mudah lelah, yang disebabkan oleh karena faktor psikologis seperti
perasaan bosan, keletihan atau depresi, lansia. Factor lain yang menyebabkan
mudah lelah adalah adanya gangguan organis seperti anemia, kekurangan vitamin,
perubahan-perubahan pada tulang, gangguan pencernaan, kelainan metabolism
atau bahkan mudah lelah bisa disebabkan oleh pemakaian obat-obat penenang,
obat jantung dan obat yang melelahkan daya otot. Di samping itu juga karena
fungsi respirasi yang sudah menurun menyebabkan lansia merasa mudah lelah
dengan aktifitas yang minimal. Daya tahan otot antara orang muda dengan lansia
juga menyebabkan terjadinya kelelahan otot

Gambar 1 Beda tingkat kelelahan otot Quadriceps antara usia muda dengan usia
tua (Guccione, 2000)

Gambar 2. Beda daya tahan otot-otot tangan antara usia muda dengan usia tua
(Guccione, 2000)

5
2. Postur yang tidak baik
Adanya perubahan musculoskeletal, neurological, pharmasetical, comorbidity,
dan psikologikal menyebabkan postur lansia menjadi berubah menjadi lebih
kiposis.

Gambar 3 persepsi trandisional postur lansia (Guccione, 2000)

3. Gangguan keseimbangan dan mudah jatuh


Faktor risiko jatuh bisa diidentifikasi dari dua sisi, yaitu factor manusianya dan
factor lingkungannay. Factor manusia adalah adanya rasa pusing, kelemahan,sulit
berjalan dan bingung, sedangkan factor lingkungan terdiri atas lantai yang licin,
karper yang sudah using, kurang penerangan dan halangan-halangan lain.
Menurut Tineti dkk. penyebab jatuh adalah penggunaan obat penenang, gangguan
kognitif, keterbatasan anggota gerak bawah, dan masalah pada kaki

6
Gambar 4. Aplikasi evaluasi faktor-faktor yang berkontribusi pada mudah jatuh
4. Inkontinesia urin
Incontinentia secara definisi bukanlah penyakit tetapi problem pribadi yang harus
ditangani sendiri, diterapi sendiri atau mendapatkan penanganan medis, problem
ini bisa berlanjut menjadi problem sosial, finansial & Psikologikal (Wyman,
Harkins & Fantl, 1990) Inkontinensia urine disebabkan oleh karena adanya
kelemahan pada otot dasar panggul. Keluarnya urine (yang tidak disengaja) saat
ada peningkatan tekanan intra abdominal seperti batuk, melompat, tertawa atau
mengangkat sesuatu yang berat.

5. Nyeri kronik
Sekitar 85% lansia mengalami sedikitnya satu penyakit kronik yang menyebabkan
ketidaknyamanan termasuk nyeri. Nyeri kronik, terbanyak yang dialami oleh
lansia disebabkan oleh arthritis. Gangguan lain seperti kanker, osteoporosis
dengan fraktur kompresi, degeneratif diskus, neuropathy diabeticum, post herpes,
trigeminal neuralgia dan residu deficit neurologi. Nyeri juga bisa disebabkan oleh
cidera akibat jatuh.
6. Luka pada anggota badan/kulit tubuh
Struktur kulit yang menjadi kering dan mengerut, apalagi ditambah dengan
kondisi diabetes mellitus akan menyebabkan lambatnya proses penyembuhan
terhadap luka.

D. TETAP SEHAT DAN HIDUP BERKUALITAS DI USIA TUA


Banyak perubahan yang terjadi pada lansia akan menyebabkan adanya gangguan fisik
maupun psikologis, akan tetapi banyak hal juga yang bisa dilakukan untuk mencegah atau
membuat hidup lansia lebih berkualitas meskipun dengan keterbatasan. Lansia yang mengalami
kelemahan dan gangguan tidak harus hanya berdiam diri di rumah tanpa aktifitas apapun.
Mereka tidak harus mendapatkan pelayanan untuk sesuatu yang dibutuhkannya, mereka bisa
mandiri. Kemandidiran ini akan membuat kualitas hidup mereka menjadi lebih baik. Keadaan
dan cara perlakuan terhadap lansia mempunyai interaksi yang kompleks, yang juga melibatkan
budaya dan tidak hanya melihat kepentingan lansia agar tetap sehat.
7
Gambar 5 bentuk interaksi kompleks antara kemampuan dan perilaku fungsional
Agar lansia tetap bisa mandiri maka lansia harus diberikan kebebasan untuk melakukan
aktifitas keseharian secara sendiri. Untuk membantu kemandirian ini, perlu desain lingkungan
yang mendukung. Desain lingkungan ini antara lain, lantai tidak licin, ada bangku untuk
istirahat, dan kalaupun ada tangga tingginya tidak lebih dari 150mm (Guccione, 2000)
Selalu berfikir positif juga perlu dilakukan oleh setiap orang, termasuk lansia. Menurut
Murakami (2012), berfikir positif akan membangkitkan gen-gen yang bermanfaat, termasuk gen-
gen yang bisa memperbaiki kerusakan. Pernyataan ini juga didukung oleh Haruyama (2013)
yang menyatakan bahwa, apabila seseorang ingin berumur panjang maka kita harus selalu
berfikir positif.mpikiran positif akan membuat otak kita mengeluarkan hormone endorphin yang
akan bermanfaat perasaan puas, vitalitas yang tidak kenal lelah dan berfikir yang terarah.
Menurut Shinya (2009) ada tujuh hal yang bisa dilakukan agar hidup tetap sehat, yaitu :
1) Menu makanan yang baik (85 – 90% nabati dan 10 – 15% hewani), 2) air yang baik, yaitu air
yang terpolusi oleh zat-zat kimia seperti air mineral atau air sadah yang mempunyai kalsium dan
magnesium tinggi, 3) pembuangan yang teratur untuk menyingkirkan polutan dari usus secara
teratur, 4) Olahraga secukupnya seperti berjalan kaki, berenang, yoga dan olahraga aerobic, 5)
istirahat yang cukup (6 – 8 jam sehari), tidak makan atau minum 4 – 5 jam sebelum tidur, 6)
pernafasan dan meditasi, juga berfikir positif juga mengenakan pakaian yang longgar agar tidak
sesak napas, 7) kebahagiaan dan cinta dengan melakukan sesuatu yang menyenangkan seperti
tertawa, bernyanyi, menari dan hidup dengan gairah dan semangat.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah tetap menjalin hubungan dengan
pasangan. Lansia mengalami kekeringan pada vagina akibat penurunan fungsi hormone dan
kelemahan otot dasar panggul. Untuk tetap menjali hubungan dengan pasangan, terutama tetap
8
menjalin hubungan seks dengan suami/istri, karena hubungan memberikan kontribusi terhadap
kesehatan fisik dan psikologis. Untuk mendukung aktifitas ini, perlu dilakukan kegel exercise,
suatu latihan yang diciptakan oleh Dr. Arnold Kegel tahun 1940an. Kegel exercise adalah
latihan penguatan otot dasar panggul yang secara umum terdiri atau kontraksi dan relaksasi otot
dasar panggul. Kegel exercise ditujukan untuk mencegah terjadinya inkontinensia urin, prolaps
organ dan juga untuk kepentingan fungsi seksual. Kegel exercise bisa dilakukan oleh siapa saja
dengan tiga step latihan, yaitu : 1) mengidentifikasi atau mengisolasi otot yang akan
dikontraksikan, yang bisa dilakukan dengan cara menghentikan aliran urin saat berkemih, 2)
melakukan kontraksi dengan benar tanpa disertai dengan kontraksi otot paha maupun otot perut,
kontraksi juga dilakukan dengan pernafasan yang normal saja, 3) melakukan latihan yang
sesungguhnya yang ditujukan untuk otot tipe I maupun tipe II, karena otot dasar panggul terdiri
atas 80% otot tipe I dan 20% otot tipe II. Untuk otot tipe I latihan dilakukan dengan kontraksi
yang ditahan selama 3-5 detik dan relaksasi selama 3 – 5 detik dan diulang sebanyak 10 kali.
Untuk otot tipe II, dilakukan kontraksi cepat tanpa ditahan sebanyak 15 – 20 kali perset. Point
penting untuk kontraksi ini bisa dimulai dari pengosongan bladder dan posisi merangkak,
walaupun posisi latihan tidak berpengaruh terhadap kekuatan otot dasar panggul (Borrelo, et al,
2006). Latihan kegel ini bisa dilakukan 3x sehari. Beberapa penelitian tentang kegel exercise
dilakukan oleh : 1) Borello et al (2007) semakin tinggi BRINK scale kejadian prolaps derajat
lanjut lebih rendah, 2) Hsiu et al (2011) kegel exercise berpengaruh terhadap kekuatan otot
dasar panggul dan bladder neck mobility (clinical trial), 3) Neuman et al (2007) Ada bukti kuat
peran Fisioterapi (kegel Exercise,) terhadap Stress Incontinentia Urine (percobaan dengan
Randomized Controled Trials), 4) Glazener (2011) kegel exercise mencegah incontinentia urine
post prostatectomy.
Untuk mencegah kepikunan yang sering dialami oleh lansia bisa dilakukan dengan cara :
1) mengurangi konsumsi lemak, karena konsumsi lemak yang tinggi menyebabkan terciptanya
plak aterosklerosis yang dapat mengurangi penurunan kinerja kognitif pada lansia (Mujahidullah,
2012), mengkonsumsi antioksidan juga dianjurkan untuk mencegah kepikunan. 2) meditasi dan
latihan, meditasi dapat menurunkan level kortisol dan olahraga dapat meningkatkan aliran darah
ke otak. Latihan untuk otak (senam otak) juga akan menstimulasi kognitif.

9
E. PENUTUP
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa walaupun lansia mengalami banyak
perubahan fisik, psikologis, biologis dan system-sistem yang lain, tetapi hal ini tidak
menyebabkan lansia harus tergantung terhadap orang lain dalam melakukan aktifitas. Lansia
tetap bisa mandiri dan gangguan-gangguan akibat perubahan tersebut dapat dicegah dan
diminimalisir dengan berbagai cara, diantaranya adalah olahraga dan selalu berfikir positif dalam
menghadapi permasalahan.

DAFTAR PUSTAKA

Associates in Urology, Kegel Pelvic Floor Muscle Exercise. LLC. 741 Northfield Ave Ste 206.
West Orange, NJ 07052. www.njurology
Bandiyah, S. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Nuha Medika. Yogyakarta
Guccione, AA.2000. Geriatric Physical Therapy.Second Edition. Mosby
Haruyama, S. 2013. The Miracle of Endorphin Sehat Mudah dan Praktis dengan Hormon
kebahagiaan. Qanita. Bandung
Kauffman, TL.Barr, JO. & Morran, M. 2007. Geriatric Rehabilitation Manual. Churchill
Livingstone, China
Mujahidullah, K. 2012. Keperawatan Geriatrik. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Murakami, K. 2012. The Miracle of DNA Menemukan Tuhan dalam Gen kita. Qanita. Bandung

Neumann, P B, Grimmer, Karen A; Deenadayalan, Yamini. 2007. Pelvic Floor Muscle Training
and Adjunctive Therapies for the Treatment of Stress Urinary Incontinence in Women: A
Systematic Review. BMC Women's Health
Shinya, H. 2009. The Miracle of Enzyme Self Healing Program. Qanita. Bandung

10

Anda mungkin juga menyukai