Anda di halaman 1dari 134

MODUL PRAKTIKUM

ASUHAN KEBIDANAN
KEGAWATDARURATAN
MATERNAL NEONATAL

2015

AKADEMI KEBIDANAN GRIYA HUSADA SURABAYA


MODUL PRAKTIKUM
ASUHAN KEGAWATDARURATAN PERSALINAN

NAMA : …………………………………..

NIM : …………………………………..

PROGRAM STUDI : …………………………………..

AKADEMI KEBIDANAN GRIYA HUSADA


SURABAYA
2015
HALAMAN PENGESAHAN

Modul praktikum : Asuhan Kegawatdaruratan Persalinan


Penanggung Jawab : Sugiarti, SKM. M.Kes
Tim Penyusun : 1.
2.
Disahkan pada tanggal :

Mengetahui,
Ketua Prodi DIII Kebidanan
AKBID Griya Husada Surabaya

Henny Juaria, SKM., M.Kes


NIP. 0468011016
KETRAMPILAN KLINIK
PERTOLONGAN PERSALINAN SUNGSANG
I. DISKRIPSI MODUL
Pendahuluan Penuntun ini berisi langkah-langkah klinik secara berurutan yang akan dilakukan
oleh peserta ketika melakukan pertolongan persalinan sungsang.

Tujuan Peserta tidak diharapkan untuk dapat melakukan semua langkah klinik dengan
benar pada pertama kali latihan. Namun penuntun belajar ini ditujukan untuk:
 Membantu peserta dalam mempelajari langkah-langkah dan urutan yang
benar dari apa yang kelak harus dilakukannya (skill acquisition) dan
 Mengukur kemajuan belajar secara bertahap sampai peserta memperoleh
kepercayaan diri dan ketrampilan ( skill competency)

Metode Sebelum menggunakan penuntun ini, pembimbing akan membehas terlebih


dahulu seluruh langkah klinik melakukan pertolongan persalinan sungsang
dengan menggunakan video, slide dan penuntun belajar. Selain itu mahasiswa
akan mendapatkan kesempatan menyaksikan pertolongan persalinan sungsang
dengan menggunakan model anatomik.

Penggunaan penuntun belajar secara terus menerus memungkinkan setiap


peserta untuk memantau kemajuan belajar yang telah dicapai dan mengetahui
apa yang perlu diperbaiki. Selain itu, penuntun ini dirancang untuk
mempermudah dan membantu dalam berkomunikasi antara mahsiswa dan
pembimbing (memberikan umpan balik). Dalam menggunakan penuntun belajar
ini, adalah penting bagi mahasiswa dan pembimbing untuk bersama-sama
bekerja dalam satu kelompok. Sebagai contoh, sebelum mahasiswa melakukan
langkah klinik pertama-tama pembimbing atau salah satu mahasiswa harus
mengulangi kembali secara ringkas langkah-langkah klinik yang akan dilakukan
dan membahas hasil yang diharapkan. Sebagai tambahan segera setelah langkah
klinik selesai, pembimbing akan membahasnya kembali dengan mahasiswa.
Tujuan pembahasan ulang ini adalah untuk memberi umpan balik positif
mengenai kemajuan belajar yang telah dicapai dan menentukan hal-hal yang
perlu diperbaiki (pengetahuan, sikap, ketrampilan) pada pertemuan berikutnya.

Kedua penuntun belajar ini digunakan dalam usaha untuk meningkatkan


ketrampilan klinik, oleh karena itu penilaian harus dilakukan secara hati-hati dan
seobjektif mungkin. Kinerja mahasiswa pada setiap langkah klinik akan dinilai
oleh pembimbing berdasarkan 4 kriteria sebagai berikut :

0 Tidak dilakukan : langkah klinik tidak dilakukan oleh mahasiswa

1 Perlu perbaikan : langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan


atau tidak sesuai urutannya atau ada langkah yang
dihilangkan
2 Mampu : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai
dengan urutannya, tetapi kurang tepat dan atau
pembimbing perlu mengingatkan peserta tentang hal-
hal kecil yang tidak terlalu penting
3 Mahir : Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai
dengan urutannya dan tepat tanpa ragu-ragu atau
tanpa perlu bantuan

Pengertian Presentasi sungsang adalah keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala di fundus uteri dan bokong berada dibagian bawah kavum uteri.
Presentasi sungsang terjadi bila panggul atau ekstremitas bawah janin berada di
pintu atas panggul. Dengan insidensi angka kejadian 3-4% (Cunningham, 2005).

Klasifikasi Terdapat tiga jenis persalinan sungsang :


1. Frank breech atau bokong murni (50-70%) yaitu tampak ekstremitas bawah
mengalami fleksi pada sendi panggul dan ekstensi pada sendi lutut sehingga
kaki berdekatan dengan kepala.
2. Complete breech atau bokong sempurna (5-10%) yaitu satu atau kedua lutut
dalam keadaan fleksi.
3. Foot ling atau incomplit atau presentasi kaki (10-30%) yaitu satu atau kedua
kaki atau lutut terletak dibawah bokong sehingga kaki atau lutut bayi terletak
paling bawah pada jalan lahir.

Etiologi Etiologi persalinan sungsang :


1. Kehamilan premature
2. Hidramnion, olihidramnion
3. Kelainan uterus (uterus bikornus atau uterus septum)
4. Tumor panggul
5. Riwayat presentasi bokong
6. Multiparitas

1
7. Panggul sempit
8. Hidosephalus, anensephalus
9. Kehamilan kembar

Penyulit Pada presentasi bokong persisten terjadi peningkatan frekuensi penyulit, yaitu:
1. Morbiditas dan mortalitas perinatal akibat pelahiran yang sulit
2. Berat lahir rendah pada kelahiran preterm, pertumbuhan terhambat atau
keduanya
3. Prolaps tali pusat
4. Plasenta previa
5. Anomali janin, neonates dan bayi
6. Anomali dan tumor uterus
7. Janin multiple

Diagnosis Diagnosis letak sungsang :


1. Palpasi dan balotement : Leopold I (teraba kepala/ balotement di fundus
uteri
2. Vaginal toucher : teraba bokong yang lunak dan ireguler
3. X-ray : dapat membedakan dengan presentasi kepala dan pemeriksaan ini
penting untuk menentukan jenis presentasi sungsang dan jumlah kehamilan
serta adanya kelainan kongenital lain
4. Ultrasonografi : dapat menentukan presentasi, ukuran, jumlah kehamilan,
lokasi plasenta, jumlah cairan amnion, malformasi jaringan lunak atau tulang
janin

Persalinan Mekanisme persalinan sungsang pervaginam berlangsung melalui seven cardinal


pervaginam movement yang terjadi pada masing-masing tahapan persalinan sungsang
letak pervaginam :
sungsang 1. Persalinan bokong
2. Persalinan bahu
3. Persalinan kepala
Persalinan sungsang pervaginam (sungsang “Bracht”) dapat dibagi menjadi 3
tahap :
1. Fase lambat pertama
Tahapan persalinan dari bokong sampai umbilicus
Disebut fase lambat karena pada fase ini umumnya tidak terdapat hal-hal
yang membahayakan jalannya persalinan
Pada fase ini, penolong bersikap pasif menunggu jalannya persalinan
2. Fase cepat
Tahapan persalinan dari umbilicus sampai mulut
Disebut fase cepat oleh karena dalam waktu < 8 menit (1-2 kali kontraksi

2
uterus) fase ini harus sudah berakhir
Pada fase ini, tali pusat berada diantara kepala janin dengan PAP sehingga
dapat menyebabkan asfiksia janin
3. Fase lambat kedua
Tahapan persalinan dari mulut sampai seluruh kepala
Pertolongan persalinan pada tahap ini tidak boleh tergesa-gesa oleh karena
persalinan kepala yang terlalu cepat pada presentasi sungsang dapat
menyebabkan terjadinya dekompresi mendadak pada kepala janin yang
menyebabkan perdarahan intracranial

Tahapan Mekanisme Presentasi sungsang dengan sacrum kanan depan


persalinan 1.  bitrochanteric bokong masuk panggul pada  transversal panggul ibu
sungsang 2. Pada saat dilatasi servik lengkap, bokong mengalami desensus lebih lanjut
pervaginam kedalam panggul.

3. Pada saat bokong mencapai dasar panggul , saluran jalan lahir menyebabkan
bokong mengalami PPD (putar paksi dalam) sehingga  bitrochanterika
berada pada  anteroposterior PBP (pintu bawah panggul).

3
4. Bokong depan nampak di vulva
5. Dengan his berikutnya, bokong akan meregang PBP (pintu bawah panggul)
6. Terjadi laterofleksi tubuh janin dan bahu berputar sehingga akan melewati
PAP (pintu atas panggul)
7. Pada saat ini penolong persalinan mengenakan perlengkapan persalinan dan
dan siap menolong persalinan

8. Bokong sudah lahir dan bahu saat ini masuk pada  transversa PAP
9. Gerakan ini menyebabkan PPL (putar paksi luar) bokong sehingga punggung
anak menghadap atas

4
10. Bahu anak melewati saluran jalan lahir dan mengalami PPD (putar paksi
dalam) sehingga  bis achromial menempati  anteroposterior PBP.
11. Secara serempak bokong berputar keanterior sejauh 900 (restitusi)
12. Kepala janin sekarang memasuki (engagement) PAP dengan sutura sagitalis
berada pada  traversalis PAP
13. Desensus kedalam pelvis terjadi dengan kepala dalam keadaan fleksi

14. Bahu depan lahir dari belakang simfisis pubis melalui gerakan laterofleksi

5
15. Anak dibiarkan tergantung beberapa saat didepan vulva. Dilakukan tekanan
pada daerah suprasimfisis untuk menambah fleksi kepala (bukan mendorong
fundus uteri). Bila tengkuk anak sudah terlihat, penolong persalinan
memegang kaki anak dan melakukan gerakan melingkar keatas.
16. Maneuver ini menggunakan referensi tepi bawah sacrum, menarik kepala
anak kebawah dan memutar melalui PBP sehingga dagu, hidung dan dahi
Nampak dan lahir didepan vulva.

Tehnik pertolongan sungsang spontan pervaginam (spontan BRACHT )

1. Pertolongan dimulai setelah bokong nampak di vulva dengan penampang


sekitar 5 cm.
2. Suntikkan 5 unit oksitosin i.m dengan tujuan bahwa dengan 1–2 his
berikutnya fase cepat dalam persalinan sungsang spontan pervaginam akan
terselesaikan.
3. Dengan menggunakan tangan yang dilapisi oleh kain setengah basah, bokong

6
janin dipegang sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari penolong berada
pada bagian belakang pangkal paha dan empat jari-jari lain berada pada
bokong janin

Pegangan panggul anak pada persalinan spontan Bracht

4. Pada saat ibu meneran, dilakukan gerakan mengarahkan punggung anak ke


perut ibu ( gerak hiperlordosis )sampai kedua kaki anak lahir .
5. Setelah kaki lahir, pegangan dirubah sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari
sekarang berada pada lipatan paha bagian belakang dan ke empat jari-jari
berada pada pinggang janin

Pegangan bokong anak pada persalinan spontan Bracht

6. Dengan pegangan tersebut, dilakukan gerakan hiperlordosis dilanjutkan (


gerak mendekatkan bokong anak pada perut ibu ) sedikit kearah kiri atau
kearah kanan sesuai dengan posisi punggung anak.
7. Gerakan hiperlordosis tersebut terus dilakukan sampai akhirnya lahir mulut-
hidung-dahi dan seluruh kepala anak.
8. Pada saat melahirkan kepala, asisten melakukan tekanan suprasimfisis searah
jalan lahir dengan tujuan untuk mempertahankan posisi fleksi kepala janin

7
9. Setelah anak lahir, perawatan dan pertolongan selanjutnya dilakukan seperti
pada persalinan spontan pervaginam pada presentasi belakang kepal

Prognosis
 Prognosis lebih buruk dibandingkan persalinan pada presentasi belakang
kepala.
 Prognosa lebih buruk oleh karena:
o Perkiraan besar anak sulit ditentukan sehingga sulit diantisipasi
terjadinya peristiwa “after coming head”.
o Kemungkinan ruptura perinei totalis lebih sering terjadi

Sebab kematian anak:


1. Talipusat terjepit saat fase cepat.
2. Perdarahan intrakranial akibat dekompresi mendadak waktu melahirkan
kepala anak pada fase lambat kedua.
3. Trauma collumna vertebralis.
4. Prolapsus talipusat.

3 teknik persalinan bahu pada letak sungsang :


1) Persalinan bahu dengan cara Lovset
Prinsip : memutar badan janin setengah lingkaran (1800) searah dan berlawanan
arah jarum jam sambil melakukan traksi curam kebawah sehingga bahu yang
semula dibelakang akan lahir didepan ( dibawah simfisis).

Dilakukan pemutaran 1800 sambil melakukan traksi curam kebawah sehungga


bahu belakang menjadi bahu depan dibawah arcus pubis dan dapat dilahirkan.

8
Sambil dilakukan traksi curam bawah, tubuh janin diputar 1800 kearah yang
berlawanan sehingga bahu depan menjadi bahu depan dibawah arcus pubis dan
dapat dilahirkan

Tubuh janin diputar kembali 1800 kearah yang berlawanan sehingga bahu
belakang kembali menjadi bahu depan dibawah arcus pubis dan dapat dilahirkan

Keuntungan persalinan bahu dengan cara Lovset :


1. Teknik sederhana
2. Hampir selalu dapat dikerjakan tanpa melihat posisi lengan janin
3. Kemungkinan infeksi intrauterine minimal

2) Persalinan bahu dengan cara Klasik (teknik Deventer):


Prinsip : melahirkan lengan belakang lebih dulu ( oleh karena ruang panggul
sebelah belakang/ sacrum relative lebih lebih luas) dan kemudian melahirkan
lengan depan dibawah arcus pubis. Dipilih bila bahu tersangkut diatas PAP.

Tehnik :

9
Melahirkan lengan belakang pada tehnik melahirkan bahu cara KLASIK

Melahirkan lengan depan pada tehnik melahirkan bahu cara KLASIK

Melahirkan lengan depan pada teknik melahirkan bahu cara Klasik :


1. Kedua pergelangan kaki dipegang dengan ujung jari tangan kanan penolong
berada diantara kedua pergelangan kaki anak, kemudian dielevasi sejauh
mungkin dengan gerakan mendekatkan perut anak pada perut ibu.
2. Tangan kiri penolong dimasukkan kedalam jalan lahir, jari tengah dan telunjuk
tangan kiri menyelusuri bahu sampai menemukan fosa cubiti dan kemudian
dengan gerakan “mengusap muka janin” lengan posterior bawah bagian anak
dilahirkan.
3. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin
diubah. Dengan tangan kanan penolong, pergelangan kaki janin dipegang dan
sambil dilakukan traksi curam bawah melakukan gerakan seperti
“mendekatkan punggung janin pada punggung ibu” dan kemudian lengan
depan dilahirkan dengan cara yang sama.

Bila dengan cara no.3 diatas lengan depan sulit untuk dilahirkan, maka lengan
tersebut diubah menjadi lengan belakang dengan cara :
1. Bahu dan lengan bayi yang sudah lahir di pegang dengan kedua tangan

10
penolong sehingga kedua ibu jari penolong terletak dipunggung anak dan
sejajar denagn sumbu badan janin, sedangkan jari-jari lain didepan dada.
2. Dilakukan pemutaran tubuh anak kearah perut dan dada anak sehingga
lengan depan menjadi terletak dibelakang dan dilahirkan dengan cara yang
sudah dijelaskan pada no.2

Keuntungan :
Umumnya selalu dapat dikerjakan pada persalinan bahu
Kerugian :
Masuknya tangan kedalam jalan lahir menimbulkan faktor resiko infeksi

3) Persalinan bahu dengan cara Mueller :


Prinsip : melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu dibawah simfisis
melalui ekstraksi kemudian melahirkan lengan belakang di belakang (depan
sacrum). Dipilih bila bahu tersangkut di Pinti Bawah Panggul.

Melahirkan bahu depan dengan ekstraksi pada bokong dan bila perlu dibantu
dengan telunjuk jari tangan kanan untuk mengeluarkan lengan depan

11
Melahirkan lengan belakang (inset : mengait lengan atas dengan telunjuk jari
tangan kiri penolong)

Tekniknya :
1. Bokong dipegang dengan pegangan femuropelvik
2. Dengan cara pegangan tersebut, dilakukan traksi curam bawah pada tubuh
janin sampai bahu depan lahir dibawah arcus pubis dan selanjutnya lengan
depan dilahirkan dengan mengait lengan depan bagian bawah.
3. Setelah bahu dan lengan depan lahir, pergelangan kaki dicekap dengan
tangan kanan dan dilakukan elevasi dan traksi keatas. Traksi dan elevasi
sesuai arah tanda panah sampai bahu belakang lahir dengan sendirinya. Bila
tidak dapat lahir dengan sendirinya, dilakukan kaitan untuk melahirkan
lengan belakang anak.

Keuntungan :
Penggunaan teknik ini adalah oleh karena tangan penolong tidak masuk terlalu
jauh kedalam jalan lahir, maka resiko infeksi berkurang.

Melahirkan LENGAN MENUNJUK.


Nuchal Arm
Yang dimaksud dengan keadaan ini adalah bila pada persalinan sungsang, salah
satu lengan anak berada dibelakang leher dan menunjuk kesatu arah tertentu.
Pada situasi seperti ini, persalinan bahu tidak dapat terjadi sebelum lengan yang
bersangkutan dirubah menjadi didepan dada.

Lengan menunjuk ( “ nuchal arm”)

Bila lengan yang menunjuk adalah lengan posterior : (dekat dengan sakrum)

1. Tubuh janin dicekap sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari penolong
berada dipunggung anak sejajar dengan sumbu tubuh anak dan jari-jari lain
didepan dada.

12
2. Badan anak diputar 1800 searah dengan menunjuknya lengan yang
dibelakang leher sehingga lengan tersebut akan menjadi berada didepan
dada (menjadi lengan depan).
3. Selanjutnya lengan depan dilahirkan dengan tehnik persalinan bahu cara
KLASIK.

Lengan kiri menunjuk kekanan

Tubuh anak diputar searah dengan menunjuknya lengan (kekanan)

13
Menurunkan lengan anak

Bila lengan yang menunjuk adalah lengan anterior : (dekat dengan sinfisis) maka:
Penanganan dilakukan dengan cara yang sama, perbedaan terletak pada cara
memegang tubuh anak dimana pada keadaan ini kedua ibu jari penolong berada
didepan dada sementara jari-jari lain dipunggung janin.

Melahirkan LENGAN MENJUNGKIT


Yang dimaksud dengan lengan menjungkit adalah suatu keadaan dimana pada
persalinan sungsang pervaginam lengan anak lurus disamping kepala.
Keadaan ini menyulitkan terjadinya persalinan spontan pervaginam.
Cara terbaik untuk mengatasi keadaan ini adalah melahirkan lengan anak dengan
cara LOVSET.

Melahirkan lengan menjungkit

Bila terjadi kemacetan bahu dan lengan saat melakukan pertolongan


persalinan sungsang secara spontan (Bracht), lakukan pemeriksaan lanjut
untuk memastikan bahwa kemacetan tersebut tidak disebabkan oleh lengan
yang menjungkit.

PERSALINAN KEPALA

14
~ After Coming Head

Pertolongan untuk melahirkan kepala pada presentasi sungsang dapat dilakukan


dengan berbagai cara :

1. Cara MOURICEAU
2. Cara PRAGUE TERBALIK

1. Cara MOURICEAU ( Viet – Smellie)

Dengan tangan penolong yang sesuai dengan arah menghadapnya muka janin,
jari tengah dimasukkan kedalam mulut janin dan jari telunjuk serta jari manis
diletakkan pada fosa canina.

15
1. Tubuh anak diletakkan diatas lengan anak, seolah anak “menunggang
kuda”.
2. Belakang leher anak dicekap diantara jari telunjuk dan jari tengah tangan
yang lain.
3. Assisten membantu dengan melakukan tekanan pada daerah
suprasimfisis untuk mempertahankan posisi fleksi kepala janin.
4. Traksi curam bawah terutama dilakukan oleh tangan yang dileher.

2. Cara PRAGUE TERBALIK


1) Dilakukan bila occiput dibelakang (dekat dengan sacrum) dan muka janin
menghadap simfisis.
2) Satu tangan mencekap leher dari sebelah belakang dan punggung anak
diletakkan diatas telapak tangan tersebut.
3) Tangan penolong lain memegang pergelangan kaki dan kemudian di
elevasi keatas sambil melakukan traksi pada bahu janin sedemikian rupa
sehingga perut anak mendekati perut ibu.
4) Dengan larynx sebagai hypomochlion kepala anak dilahirkan.

Persalinan kepala dengan tehnik Prague terbalik

Prognosis Dibandingkan persalinan pervaginam pada presentasi belakang kepala,


morbiditas dan mortalitas ibu dan atau anak pada persalinan sungsang
pervaginam lebih besar.
Morbiditas maternal : lebih tingginya frekuensi persalinan operatif pada
presentasi sungsang termasuk Sectio Caesar menyebabkan morbiditas ibu antara
lain :
a. Morbiditas infeksi
b. Rupture uteri
c. Laserasi serviks
d. Luka episiotomy yang meluas
e. Atonia uteri akibat penggunaan analgesic
Morbiditas dan mortalitas perinatal : lebih tinggi dibandingkan pada presentasi
belakang kepala (vertex)
Trauma persalinan :

16
a. Fraktur humerus dan klavikula
b. Cedera pada muskulus sternocleiodomastoideus
c. Paralisis tangan akibat cedera pada pleksus brachialis saat melahirkan bahu
Mortalitas perinatal terutama akibat :
a. Persalinan preterm
b. Asfiksia intrapartum
c. Kelainan kongenital
Komplikasi Komplikasi ibu :
1. Perdarahan
2. Trauma jalan lahir
3. Infeksi
Komplikasi anak :
 Sufokasi / aspirasi :
Bila sebagian besar tubuh janin sudah lahir, terjadi pengecilan rongga uterus
yang menyebabkan gangguan sirkulasi dan menimbulkan anoksia. Keadaan ini
merangsang janin untuk bernafas dalam jalan lahir sehingga menyebabkan
terjadinya aspirasi.
 Asfiksia :
Selain hal diatas, anoksia juga disebabkan oleh terjepitnya talipusat pada fase
cepat
 Trauma intrakranial:
Terjadi sebagai akibat :
 Panggul sempit
 Dilatasi servik belum maksimal (after coming head)
 Persalinan kepala terlalu cepat (fase lambat kedua terlalu cepat)
 Fraktura / dislokasi:
Terjadi akibat persalinan sungsang secara operatif
 Fraktura tulang kepala
 Fraktura humerus
 Fraktura klavikula
 Fraktura femur
 Dislokasi bahu
 Paralisa nervus brachialis yang menyebabkan paralisa lengan terjadi akibat
tekanan pada pleksus brachialis oleh jari-jari penolong saat melakukan traksi
dan juga akibat regangan pada leher saat membebaskan lengan.

Referensi

17
CEK LIST

PERTOLONGAN PERSALINAN SUNGSANG


NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
:
TANGGAL
Nilailah setiap kinerja langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut:
1 Perlu perbaikan : Langkah tidak dikerjakan dengan benar atau tidak sesuai urutan (jika harus
berurutan)
2 Mampu : Langkah dikerjakan dengan benar dan berurutan (jika harus berurutan), tetapi
kurang tepat dan/atau pembimbing/pengamat perlu membantu/mengingatkan hal-hal kecil
yang tidak terlalu berarti
3 Mahir : Langkah dikerjakan dengna benar, tepat tanpa ragu-ragu atau tanpa perlu bantuan
dan sesuai dengan urutan (jika harus berurutan)
T/S Langkah tidak sesuai dengan keadaan
Penilaian
KEGIATAN 1 2 3
PERSIAPAN
1. Memperkenalkan diri dan memberi salam pada pasien
2. Mempersiapkan persetujuan tindakan medik pada keluarga pasien
3. Menenangkan pasien
4. Mempersiapkan pasien untuk tindakan
5. Mempersiapkan alat – alat dan obat – obat yang diperlukan
6. Memakai perlengkapan pertolongan persalinan lengkap
7. Cuci tangan hingga siku dengan sabun di bawah air mengalir lalu
keringkan.
8. Pakai sarung tangan DTT/ steril.
TINDAKAN PERTOLONGAN SUNGSANG
1. Memasang duk
2. Melakukan pemeriksaan dalam ulang untuk penilaian terakhir
3. Memimpin pasien meneran yang benar
4. Ibu diatur dalam posisi lithotomi
5. Penolong berdiri di depan vulva
Melahirkan bayi:
Cara bracht (memakai tenaga mengejan ibu)
1. Menunggu bokong lahir sambil membantu membuka vulva
2. Saat bokong membuka vulva, berikan injeksi oksitosin 2 - 5 unit /IM
3. Lakukan episiotomi saat bokong membuka vulva
4. Memegang bokong secara Bracht, yaitu kedua ibu jari penolong sejajar
sumbu panjang paha, sedangkan jari – jari lain memegang panggul
5. Pada saat his, ibu dipimpin mengejan
6. Saat tali pusat terlihat, longgarkan
7. Ketika skapula lahir, melakukan hiperlordosis ke arah ibu, asisten

18
memulai Kristeller. Nilai apakah kedua bahu dapat lahir spontan. Bila
kedua bahu lahir spontan, Bracht dilanjutkan
8. Dengan gerakan hiperlordosis berturut – turut lahirlah pusar, perut,
bahu, lengan, dagu, mulut, dan akhirnya seluruh kepala.
9. Letakkan bayi di perut ibu.
10. Memotong tali pusat bayi
11. Melakukan resusitasi bayi baru lahir
Cara Klasik/ Deventer (melahirkan bahu belakang lalu bahu depan)
1. Kedua kaki janin dipegang dengan tangan kanan penolong pada
pergelangan kakinya dan dielevasi ke atas sejauh mungkin sehingga
perut janin mendekati perut ibu.
2. Tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan dengan jari
tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai fosa kubiti kemudian
lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah
mengusap muka janin.
3. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin
diganti dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam ke bawah
sehingga punggung janin mendekati punggung ibu.
4. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan
5. Bila lengan depan susah dilahirkan, lengan depan harus diputar menjadi
lengan belakang. Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir dicengkam
dengan kedua tangan penolong sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari
tangan penolong terletak di punggung dan sejajar dengan sumbu badan
janin sedang jari-jari lain mencengkam dada. Putaran diarahkan ke
perut dan dada janin, sehingga lengan depan terletak di belakang.
Kemudian lengan belakang dilahirkan dengan cara yang sama.
Cara Muller (melahirkan bahu depan dulu baru bahu belakang)
1. Bokong janin dipegang secara femuro-pelviks yaitu kedua ibu jari
penolong diletakkan sejajar spina sakralis media dan jari telunjuk pada
krista iliaka dan jari-jari lain mencengkam paha bagian depan.
2. Badan janin ditarik curam ke bawah sejauh mungkin sampai bahu
depan tampak di bawah simpisis, dan lengan depan dilahirkan dengan
mengait lengan bawahnya.
3. Setelah bahu depan dan lengan depan lahir, badan janin yang masih
dipegang secara femuro-pelvik ditarik ke atas sampai bahu belakang
lahir.
4. Bila bahu belakang tidak lahir dengan sendirinya, maka lengan belakang
dilahirkan dengan mengait lengan bawah dengan kedua jari penolong.

Cara Lovset
1. Setelah bokong dan kaki bayi lahir, badan bayi dipegang secara femuro-
pelvik dengan kedua tangan.
2. Memutar bayi 1800 sehingga bahu belakang menjadi bahu depan.
3. Memutar kembali 1800 ke arah yang berlawanan ke kiri/ kanan
beberapa kali hingga bahu belakang tampak di bawah simpisis dan
lengan dapat dilahirkan.
4. Bila lengan tidak dapat lahir dengan sendirinya, maka lengan janin

19
dapat dilahirkan dengan mengait lengan bawah dengan jari penolong.
Teknik Ekstraksi Kaki
1. Tangan kanan masuk secara obstetrik mencari kaki depan dengan
menelusuri bokong, pangkal paha sampai lutut, kemudian melakukan
abduksi dan fleksi pada paha janin sehingga kaki bawah menjadi fleksi,
tangan yang lain mendorong fundus ke bawah. Setelah kaki bawah
fleksi pergelangan kaki dipegang dengan dua jari dan dituntun keluar
dari vagina sampai batas lutut.
2. Kedua tangan penolong memegang betis janin, yaitu kedua ibu jari
diletakkan di belakang betis sejajar sumbu panjang paha dan jari-jari
lain di depan betis, kaki ditarik curam ke bawah sampai pangkal paha
lahir.
3. Pegangan dipindah ke pangkal paha, sejajar sumbu panjang paha dan
jari lain di depan paha.
4. Pangkal paha ditarik curam ke bawah sampai trokhanter depan lahir.
Kemudian pangkal paha dengan pegangan yang sama dielevasi ke atas
hingga trokhanter belakang lahir. Bila kedua trokhanter telah lahir
berarti bokong lahir.
5. Sebaliknya bila kaki belakang yang dilahirkan lebih dahilu maka yang
lahir lebih dahulu adalah trokhanter belakang dan untuk melahirkan
trokhanter depan maka pangkal paha ditarik terus curam ke bawah.

Bila terjadi kemacetan kepala


Cara Mauriceau
1. Badan anak diletakkan di atas lengan bawah penolong, seolah-olah
janin menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari tengah dimasukkan ke
dalam mulut dan jari keempat mencengkam fosa kanina. Jari telunjuk
dan jari ketiga tangan yang lain mencengkam leher janin dari arah
punggung.
2. Menugaskan seorang asisten menekan fundus uteri secara Kristeler.
3. Bersamaan dengan his dan asisten menekan fundus uteri, penolong
melakukan tarikan ke bawah sesuai arah sumbu jalan lahir dibimbing
jari yang dimasukkan untuk menekan dagu/ mulut. Bila sub oksiput
tampak di bawah simpisis kepala janin dielevasi ke atas dengan sub
oksiput sebagai hipomoklion sehingga lahir dagu, mulut, dan
keseluruhan kepala.
4. Pengeluaran kepala bayi dengan forsep Piper dikerjakan bila
pengeluaran kepala bayi gagal. Caranya tangan dan badan bayi
dibungkus kain steril, diangkat ke atas, atau minta asisten untuk
memegang kaki bayi. Forsep Piper dipasang melintang terhadap
panggul dan kepala kemudian ditarik.
 Menolong kelahiran bayi
 Memotong dan mengikat tali pusat
 Melakukan asuhan penanganan Bayi Baru Lahir.
 Menyuntikkan sisa oksitosin 5 unit

20
 Menjahit luka jalan lahir jika ada
 Mengajari ibu untuk melakukan masase fundus uteri sendiri
 Merapikan pasien
 Membereskan alat – alat
 Mencuci tangan
DOKUMENTASI
1. Mencatat seluruh hasil pengkajian dalam partograf
2. Mencatat seluruh tindakan dan hasil evaluasi dalam catatan
perkembangan (SOAP)

21
KETRAMPILAN KLINIK
PENATALAKSANAAN PADA DISTOSIA BAHU
II. DISKRIPSI MODUL
Pendahuluan Penuntun ini berisi langkah-langkah klinik secara berurutan yang akan
dilakukan oleh mahasiswa ketika melakukan penatalaksanaan pada
Distosia Bahu
Tujuan Peserta tidak diharapkan untuk dapat melakukan semua langkah klinik
dengan benar pada pertama kali latihan. Namun penuntun belajar ini
ditujukan untuk:
 Membantu mahasiswa dalam mempelajari langkah-langkah dan
urutan yang benar dari apa yang kelak harus dilakukannya (skill
acquisition) dan
 Mengukur kemajuan belajar secara bertahap sampai mahasiswa
memperoleh kepercayaan diri dan ketrampilan ( skill competency)
Metode Sebelum menggunakan penuntun ini, pembimbing akan membahas
terlebih dahulu seluruh langkah klinik melakukan penatalaksanaan pada
distosia bahu, dengan menggunakan video, slide dan penuntun belajar.
Selain itu mahasiswa akan mendapatkan kesempatan menyaksikan
tindakan penataksanaan pada distosia bahu dengan menggunakan
model anatomik.

Penggunaan penuntun belajar secara terus menerus memungkinkan


setiap mahasiswa untuk memantau kemajuan belajar yang telah dicapai
dan mengetahui apa yang perlu diperbaiki. Selain itu, penuntun ini
dirancang untuk mempermudah dan membantu dalam berkomunikasi
antara mahsiswa dan pembimbing (memberikan umpan balik). Dalam
menggunakan penuntun belajar ini, adalah penting bagi mahasiswa dan
pembimbing untuk bersama-sama bekerja dalam satu kelompok.
Sebagai contoh, sebelum mahasiswa melakukan langkah klinik pertama-
tama pembimbing atau salah satu mahasiswa harus mengulangi
kembali secara ringkas langkah-langkah klinik yang akan dilakukan dan
membahas hasil yang diharapkan. Sebagai tambahan segera setelah
langkah klinik selesai, pembimbing akan membahasnya kembali dengan
mahasiswa. Tujuan pembahasan ulang ini adalah untuk memberi
umpan balik positif mengenai kemajuan belajar yang telah dicapai dan
menentukan hal-hal yang perlu diperbaiki (pengetahuan, sikap,
ketrampilan) pada pertemuan berikutnya.

Kedua penuntun belajar ini digunakan dalam usaha untuk

23
meningkatkan ketrampilan klinik, oleh karena itu penilaian harus
dilakukan secara hati-hati dan seobjektif mungkin. Kinerja mahasiswa
pada setiap langkah klinik akan dinilai oleh pembimbing berdasarkan 4
kriteria sebagai berikut :
0 Tidak dilakukan : langkah klinik tidak dilakukan
oleh mahasiswa
1 Perlu perbaikan : langkah-langkah tidak
dilakukan dengan benar dan
atau tidak sesuai urutannya
atau ada langkah yang
dihilangkan
2 Mampu : langkah-langkah dilakukan
dengan benar dan sesuai
dengan urutannya, tetapi
kurang tepat dan atau
pembimbing perlu
mengingatkan peserta tentang
hal-hal kecil yang tidak terlalu
penting
3 Mahir : Langkah-langkah dilakukan
dengan benar, sesuai dengan
urutannya dan tepat tanpa
ragu-ragu atau tanpa perlu
bantuan
Pengertian Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet
diatas sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam
panggul, atau bahu tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat
halangan dari tulang sacrum (tulang ekor). Jadi distosia bahu adalah
peristiwa dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan
setelah kepala janin dilahirkan.
Etiologi Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan
bahu untuk “melipat” ke dalam panggul (misal : pada makrosomia)
,disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada
multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan
bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah
melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II
sebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.

Penilaian Klinik 1. Kepala janin telah lahir namun masih erat berada di vulva
2. Kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar
3. Dagu tertarik dan menekan perineum

24
4. Tanda kepala kura-kura yaitu penarikan kembali kepala terhadap
perineum sehingga tampakmasuk kembali ke dalam vagina.
5. Penarikan kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang
terperangkap di belakang symphisis
Faktor Resiko 1. Ibu dengan diabetes, 7 % insiden distosia bahu terjadi pada ibu
dengan diabetes gestasional (Keller, dkk). Pada ibu diabetes yang
pelahiran sebelumnya dipersulit dengan distosia bahu akan
terdapat peningkatan resiko berulangnya hal tersebut sampai 9,8%,
pada populasi umum, resiko berulangnya distosia bahu adalah
0,58% (Smih et al 1994 dalam Myles, 2011).
2. Janin besar (macrossomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada
bayi dengan berat lahir yang lebih besar, meski demikian hampir
separuh dari kelahiran distosia bahu memiliki berat kurang dari
4000 g.
3. Riwayat obstetri/persalinan dengan bayi besar
4. Ibu dengan obesitas (BB lebih dari 90 kg saat pelahiran) :
perempuan yang memiliki 125 kg diperkirakan berisiko mengalami
distosia bahu delapan kali lipat lebih besar.
5. Multiparitas
6. Kehamilan posterm, dapat menyebabkan distosia bahu karena
janin terus tumbuh setelah usia 42 mingu.
7. Riwayat obstetri dengan persalinan lama/persalinan sulit atau
riwayat distosia bahu, akan terdapat peningkatan risiko
berulangnya hal tersebut sampai 9,8%. Terdapat kasus distosia
bahu rekuren pada 5 (12%) di antara 42 wanita (Smith dkk., 1994)
8. Cephalopelvic disproportion

Komplikasi Komplikasi maternal :


 Perdarahan pasca persalinan
 Fistula Rectovaginal
 Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa “transient femoral
neuropathy”
 Robekan perineum derajat III atau IV
 Rupture Uteri

Komplikasi janin :
 Brachial plexus palsy
 Fraktura Clavicle

25
 Kematian janin
 Hipoksia janin , dengan atau tanpa kerusakan neurololgis
permanen
 Fraktura humerus

Tatalaksana

Tatalaksana  Minta bantuan tenaga kesehatan lain (Help), untuk menolong


Umum persalinan dan resusitasi neonatus bila diperlukan. Bersiaplah juga
untuk kemungkinan perdarahan pascasalin atau robekan perineum
setelah tatalaksana.

 Lakukan Episiotomi
Harus diingat bahwa masalah yang dihadapi bidan adalah obstruksi
pintu atas pelvis dan distosia tulang, bukan obstruksi akibat jaringan
lunak, walaupun episiotomy tidak akan membantu melepaskan
bahu, bidan harus tetap melakukannya untuk memberikan akses
pada janin (Myles, 2011). Pertimbangkan episiotomy mediolateral

26
atau episioproktotomi, dapat memberikan ruang di posterior
(Cunningham, 2013).

 Lakukan manuver McRobert (Leg). Dalam posisi ibu berbaring


terlentang, mintalah ia untuk menekuk kedua tungkainya dan
mendekatkan lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya. Mintalah
bantuan 2 orang asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu ke
arah dada.

Gonok (1983) dalam Manuaba (2007) menyatakan pada perasat


McRobert, paha ibu ditarik sekuatnya mendekati badan ibu hal ini
menyebabkan :
 Sakrum bertambah luas
 Memutar simfisis pubis ke arah kepala ibu
 Mengurangi sudut inklinasi tulang pelvis
 Membebaskan bahu depan dari cengkraman simfisis pubis
 Penarikan paha ke arah badan dapat mengurangi kekuatan
tarikan pada kepala bayi untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas

 Mintalah salah seorang asisten untuk melakukan tekanan


secara simultan ke arah lateral bawah pada daerah suprasimfisis
(External Pressure Suprapubic/ Massanti maneuver) untuk
membantu persalinan bahu.

27
 Tekan kepala bayi secara mantap dan terus-menerus ke arah
bawah (kearah anus ibu) untuk menggerakkan bahu anterior di
bawah symphisis pubis. Hindari tekanan yang berlebihan pada
bagian kepala bayi karena mungkin akan melukainya.
 Secara bersamaan minta salah satu asisten untuk memberikan
sedikit tekanan supra pubis ke arah bawah dengan lembut. Jangan
lakukan dorongan pada pubis, karena akan mempengaruhi bahu
lebih jauh dan bisa menyebabkan ruptur uteri.
 Tekanan harus dilakukan pada sisi punggung bayi, ke arah dada
bayi. Perasat ini membantu adupsi bahu dan mendorong bahu
anterior menjauh dari simfisis pubis (Myles, 2011).

Perhatian! Langkah tatalaksana distosia bahu selanjutnya harus


dilakukan oleh penolong yang terlatih
Tatalaksana Jika bahu masih belum dapat dilahirkan, gunakan teknik (Enter:
Khusus Rotation Manuver) :

 Rubin Maneuver (1964)


Prinsipnya : mengecilkan diameter bahu (12 cm) menjadi lebih kecil
sehingga dapat lahir atau keluar dari terperangkap di simfisis. 2
tahan perasat Rubin :
1) Kecilkan diameter bahu dengan jalan menekannya vertical
melalui dinding abdomen. Sementara itu kepala bayi ditarik
seperti biasa dalam proses persalinan.
2) Jika tindakan diatas tidak berhasil, lakukan dengan jalan
memasukkan tangan yang paling dekat dengan bahu,
menelusurinya, dan dada bayi ditekan. Dengan demikian

28
diharapkan diameter bahu akan menjadi lebih kecil dan
persalinan dapat berlangsung.

Rubin Manuver

 Wood Corkscrew
1) Bahu belakang sudah diharapkan berada di daerah sacrum
dengan ruang yang lebih luas dan posisi yang lebih rendah.
2) Tangan dimasukkan di belakang bahu belakang. Selanjutnya
diputar sebesar 1800 (menjadi bahu depan searah jarum jam),
diharapkan kedua bahu akn lahir dengan sendirinya.
3) Setelah kedua bahu lahir badan bayi dilahirkan seperti biasa.

Teknik Woods

Jika bahu masih belum dapat dilahirkan setelah dilakukan tindakan


di atas lakukan perasat :

29
1) Remove The Posterior Arm (pelahiran lengan posterior :r)

o Untuk melahirkan lengan posterior, bidan harus memasukkan


tanggannya ke dalam vagina dengan menggunakan ruang yang
diciptakan oleh lubang sacrum. Kemudian dua jari membelat
humerus lengan posterior, memfleksikan siku, dan menggeser
lengan bawah melewati dada untuk melahirkan tangan. Jika proses
pelahiran kemudian tidak selesai, lengan kedua dapat dilahirkan
setelah rotasi bahu menggunakan perasat Woods atau Rubin
(Myles,2011).

2) Roll The Patient To Her Hand and Knees

Gaskin Manuver, dengan melakukan perubahan posisi yaitu saat ibu


dalam posisi berbaring, si ibu langsung diminta untuk berputar dan
mengubah menjadi posisi merangkak.

30
Langkah dari Gaskin maneuver ini sering di sebut FlipFLOP
Flip = memutar ibu dari posisi berbaring menjadi merangkak
FLOP =
F Flips Mom Over (memutar ibu dari posisi berbaring menjadi
merangkak). Setelah ibu posisi terbalik menggunakan Gaskin's
Manuver kebanyakan bayi akan lahir spontan. Namun, jika bayi
tidak lahir segera, bidan atau asistennya mengarahkan langkah
berikutnya dilakukan ketika kontraksi berikutnya terjadi atau
sebelum ada kontraksi.
L Lift Legs, Dengan di bantu bidan, mintalah ibu mengangkat satu
kaki, arahkan ke depan posisi ini persis seperti posisi ketika atlet
lari hendak bersiap-siap untuk mulai balapan lari. Jadi posisinya
seperti gambar berikut ini:

Perhatikan posisi kaki, sehingga lutut tidak terlalu jauh dari tubuhnya.

31
Sekarang mulailah melakukan lekukan atau menggulung bahu anterior
bayi dari tulang kemaluan hingga bergerak disamping simfisis pubis.
pergeseran Pubis dari gerakan menempatkan kaki ke dalam posisi
"Running Start" seperti diatas seolah-olah ini adalah seperti maneuver
setengah McRoberts yang dilakukan dengan ibu di dalam posisi
terlentang. Setengah dari tulang kemaluan yang terguling atau bergeser
ketika kaki diangkat. Jika lengan tidak dapat diputar, pindah ke manuver
berikutnya lebih cepat.
O Oblique (Rotete Shoulder To Oblique)  memutar bahu
kearah oblique. jika bayi tidak langsung lahir ketika kontraksi setelah
dilakukan perubahan posisi menjadi posisi "Running Start”, selipkan
tangan bidan ke ibu sampai ia menemukan bagian belakang bahu
posterior bayi. memutar bahu posterior ke arah dada bayi ke diameter
miring dari panggul ibu. Ada ruangan yang paling dalam dari diameter
miring (diameter oblique) panggul. Dengan demikian bayi akan mudah
dari memutar bahu posterior ke diameter miring. Jika tetap gagal
Lanjutkan upaya.
P Posterior Arm To Get it. ini dilakukan dengan mencari lengan
bayi dan mengeluarkannya menyapu tangan ke arah dada bayi . Sehingga
lengan ini akan flexi, yang berarti itu akan membuat sebuah
tikungan. Sekarang bidan dapat menangkap pergelangan tangan bayi,
Kemudian seluruh lengan lalu goyangkan dengan hati-hati. Hal ini akan
mengurangi diameter tubuh bayi sekitar 2 cm. Jika itu tidak cukup, bayi
diputar 180 derajat sehingga lengan sebelumnya anterior sekarang
posterior dan lengan dibawa keluar. Sekarang ibu bisa mendorong dan
bayi akan keluar. Manuver Gaskin ini angka keberhasilannya cukup
tinggi yaitu 80-90%
Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu,
terdapat manuver-manuver lain yang dapat dilakukan, misalnya
kleidotomi, simfisiotomi, metode sling atau manuver Zavanelli. Namun
manuvermanuver ini hanya boleh dikerjakan oleh tenaga terlatih.

Manuver Zavanelli (Sandberg, 1985)


Prinsipnya : mendorong kepala janin kembali menuju kavum
abdominalis dan selanjutnya dilakukan seksio sesarea (Manuaba, 2007).
Tekniknya :
1) Kembalikan posisi kepala janin sehingga oksiput berada di anterior
atau posterior.
2) Berikan relaksan otot uterus sehingga mudah melakukan tindakan

32
(terbutaline 250 mg).
3) Lakukan fleksi kepala janin dan dorong perlahan-lahan ke arah
kavum abdominalis.
4) Sementara itu, rencana seksio sesarea sudah mulai dilakukan untuk
menghemat waktu sehingga mortalitas dan morbiditas dapat
diturunkan.

Komplikasi yang mungkin terjadi :


a) Perdarahan
b) Infeksi puerperium
c) Ruptur uteri
Perinatal morbiditas dan mortalitas :
a) Keterbatasan waktu
b) Teknik yang agak sulit terutama saat mendorong kepala kembali ke
arah kavum abdominalis.

Keterangan Lain :

Upaya Pencegahan

 Identifikasi dan obati diabetes pada ibu. Tawarkan persalinan elektif


dengan induksi maupun seksio sesarea pada ibu dengan diabetes
yang usia kehamilannya mencapai 38 minggu dan bayinya tumbuh
normal.
 Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi distosia bahu.

33
 Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan
suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan risiko
cedera pada janin

34
CEK LIST

PENUNTUN BELAJAR
PENATALAKSANAAN PADA DISTOSIA BAHU
NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
:
TANGGAL
Nilailah setiap kinerja langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut:
1 Perlu perbaikan : Langkah tidak dikerjakan dengan benar atau tidak sesuai urutan (jika
harus berurutan)
2 Mampu : Langkah dikerjakan dengan benar dan berurutan (jika harus berurutan), tetapi
kurang tepat dan/atau pembimbing/pengamat perlu membantu/mengingatkan hal-hal kecil
yang tidak terlalu berarti
3 Mahir : Langkah dikerjakan dengna benar, tepat tanpa ragu-ragu atau tanpa perlu
bantuan dan sesuai dengan urutan (jika harus berurutan)
T/S Langkah tidak sesuai dengan keadaan
Penilaian
KEGIATAN 1 2 3
SEBELUM TINDAKAN PERHATIKAN
1. Kandung kemih harus kosong
2. Kemungkinan tindakan episiotomy lebar/ luas

3. Baringkan ibu terlentang pada punggung


4. Minta ibu untuk melipat kedua pahanya sehingga lututnya berada
sedekat mungkin dengan dada. Gunakan kedua tangan untuk
membantu flexi maksimal paha.
5. Lahirkan bahu depan dengan menarik kepala bayi ke arah bawah
sesuai dengan APN.

35
MANUVER MASSANTI/ EXTERNAL PRESSURE SUPRAPUBIC/
RUBIN I
6. Asisten menekan suprapubik (menekan ke bawah bahu janin)
menggunakan telapak tangan bagian bawah. Oleh karena distosia bahu
disebabkan karena bahu janin memasuki panggul pada posisi antero-
posterior, maka penekanan bahu depan ke satu sisi akan mengubah
posisi bahu menjadi oblique, sehingga bahu dapat dilahirkan.
7. Melahirkan bahu sesuai APN.

MANUVER RUBIN
8. Menyusuri bahu depan menggunakan 2 jari.
9. Mendekatkan bahu depan ke arah dada (300) dengan menekan dinding
belakang bahu depan.
10. Melahirkan bahu sesuai APN.

36
MANUVER CORKCREW (WOODS)
11. Memutar bahu belakang menjadi bahu depan untuk melepaskan bahu
depan yang berada di bawah simfisis, sehingga menyebabkan fleksi
bahu ke arah dada dan pemendeken jarak antara kedua bahu.
12. Melahirkan bahu sesuai APN

37
38
MANUVER SCHWARTZ & DIXON/ DELIVERY OF THE
POSTERIOR ARM
13. Memasukkan jari tengah dan jari telunjuk mengikuti lengkung sacrum
hingga mencapai fosa antecubiti.
14. Dengan tekanan jari tengah, lipat lengan bawah ke arah dada.
15. Setelah terjadi fleksi tangan, keluarkan lengan dari bayi dari vagina
(menggunakan jari telunjuk untuk melewati dada dan kepala bayi atau
seperti mengusap muka), kemudian tarik hingga bahu belakang dan
seluruh lengan belakang dapat dilahirkan.
16. Bahu depan dapat lahir dengan mudah setelah bahu dan lengn
belakang dilahirkan.
17. Bila bahu depan sulit dilahirkan, putar bahu belakang ke depan (jangan
menarik lengan bayi tetapi dorong bahu posterior) dan putar bahu
depan ke belakang (mendorong anterior bahu depan dengan telunjuk
dan jari tengah operator) mengikuti arah panggung bayi sehingga bahu
depan dapat dilahirkan.
18. Melanjutkan tindakan sesuai dengan APN.

39
40
MANUVER ZAVANELLI
Jarang sekali dilakukan pada distosia bahu. Hanya dilakukan apabila
persalinan dilakukan di meja operasi dan kondisi siap SC. Bayi dapat
diselamatkan apabila tidak terjadi kompresi tali pusat
19. Mengembalikan kepala ke dalam jalan lahir
20. Memutar kepala anak menjadi occiput anterior/posterior, sesuai
dengan arah putaran paksi luar yang sudah terjadi
21. Membuat kepala anak menjadi fleksi secara perlahan, mendorong
kepala ke arah vagina

41
DEKONTAMINASI DAN PENCEGAHAN INFEKSI PASCA TINDAKAN
PERAWATAN PASCA TINDAKAN

42
KETRAMPILAN KLINIK
PENATALAKSANAAN PADA RETENSIO PLASENTA
III. DISKRIPSI MODUL

Pendahuluan Penuntun ini berisi langkah-langkah klinik secara berurutan yang akan
dilakukan oleh mahasiswa ketika melakukan penatalaksanaan pada
Retensio Plasenta
Tujuan Peserta tidak diharapkan untuk dapat melakukan semua langkah klinik
dengan benar pada pertama kali latihan. Namun penuntun belajar ini
ditujukan untuk:
 Membantu mahasiswa dalam mempelajari langkah-langkah dan urutan
yang benar dari apa yang kelak harus dilakukannya (skill acquisition) dan
 Mengukur kemajuan belajar secara bertahap sampai mahasiswa
memperoleh kepercayaan diri dan ketrampilan ( skill competency)
Metode Sebelum menggunakan penuntun ini, pembimbing akan membahas terlebih
dahulu seluruh langkah klinik melakukan penatalaksanaan pada Retensio
Plasenta, dengan menggunakan video, slide dan penuntun belajar. Selain
itu mahasiswa akan mendapatkan kesempatan menyaksikan tindakan
penataksanaan pada Retensio Plasenta dengan menggunakan model
anatomik.

Penggunaan penuntun belajar secara terus menerus memungkinkan setiap


mahasiswa untuk memantau kemajuan belajar yang telah dicapai dan
mengetahui apa yang perlu diperbaiki. Selain itu, penuntun ini dirancang
untuk mempermudah dan membantu dalam berkomunikasi antara
mahasiswa dan pembimbing (memberikan umpan balik). Dalam
menggunakan penuntun belajar ini, adalah penting bagi mahasiswa dan
pembimbing untuk bersama-sama bekerja dalam satu kelompok. Sebagai
contoh, sebelum mahasiswa melakukan langkah klinik pertama-tama
pembimbing atau salah satu mahasiswa harus mengulangi kembali secara
ringkas langkah-langkah klinik yang akan dilakukan dan membahas hasil
yang diharapkan. Sebagai tambahan segera setelah langkah klinik selesai,
pembimbing akan membahasnya kembali dengan mahasiswa. Tujuan
pembahasan ulang ini adalah untuk memberi umpan balik positif mengenai
kemajuan belajar yang telah dicapai dan menentukan hal-hal yang perlu
diperbaiki (pengetahuan, sikap, ketrampilan) pada pertemuan berikutnya.

Kedua penuntun belajar ini digunakan dalam usaha untuk meningkatkan


ketrampilan klinik, oleh karena itu penilaian harus dilakukan secara hati-
hati dan seobjektif mungkin. Kinerja mahasiswa pada setiap langkah klinik
akan dinilai oleh pembimbing berdasarkan 4 kriteria sebagai berikut :
0 Tidak dilakukan : langkah klinik tidak dilakukan oleh mahasiswa
1 Perlu perbaikan : langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar

43
dan atau tidak sesuai urutannya atau ada
langkah yang dihilangkan
2 Mampu : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan
sesuai dengan urutannya, tetapi kurang tepat
dan atau pembimbing perlu mengingatkan
peserta tentang hal-hal kecil yang tidak terlalu
penting
3 Mahir : Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai
dengan urutannya dan tepat tanpa ragu-ragu
atau tanpa perlu bantuan
Pengertian Retensio plasenta adalah plasenta lahir terlambat lebih dari 30 menit
(Manuaba, 2007).

Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat


implantasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri
secara manual yaitu dengan melakukan tindakan invasi dan manipulasi
tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung kedalam kavum
uteri.
Retensio plasenta merupakan diagnosis klinik yang dapat disebabkan
oleh:
1. Plasenta adhesive :
o Tipis sampai hilangnya lapisan jaringan Nitabush, sebagian atau
seluruhnya sehingga menyulitkan lepasnya plasenta saat terjadi
kontraksi dan retraksi otot uterus
2. Plasenta akreta :
o Hilangnya lapisan jaringan ikat longgar Nitabush sehingga plasenta
sebagian atau seluruhnya mencapai lapisan desidua basalis
o Dengan demikian agak sulit melepaskan diri saat kontraksi atau
retraksi otot uterus
o Dapat terjadi tidak diikuti perdarahan karena sulitnya plasenta lepas
o Plasenta manual sering tidak lengkap sehingga perlu diikuti dengan
kuretase
3. Plasenta inkreta :
o Implantasi jonjot plasenta sampai mencapai otot uterus sehingga
tidak mungkin lepas sendiri
o Perlu dilakukan plasenta manual, tetapi tidak akan lengkap dan
harus diikuti kuretase tajam dan dalam juga histrektomi
4. Plasenta perkreta :
o Jonjot plasenta menembus lapisan otot dan sampai lapisan
peritoneum kavum abdominalis.
o Retensio plasenta tidak diikuti perdarahan
o Plasenta manual sangat sukar, bila dipaksa akan terjadi perdarahan

44
dan sulit dihentikan, atau pervorasi
o Tindakan definitive : hanya histrektomi
5. Plasenta inkaserata :
o Plasenta telah lepas dari implantasinya, tetapi tertahan oleh karena
kontraksi SBR

Indikasi Indikasi melakukan manual plasenta :


1. Perdarahan mendadak sekitar 400-500 cc
2. Riwayat HPP habitualis
3. Post operasi : transvaginal, transabdominal
4. Penderita dalam keadaan narkosa atau anesthesia umum

Predisposisi Predisposisi terjadinya retensio plasenta :


1. Grandemultipara
2. Kehamilan ganda, sehingga memerlukan implantasi plasenta yang agak
luas
3. Kasus infertiitas, karena lapisan endometriumnya tipis
4. Plasenta previa, karena dibagian isthmus uterus, pembuluh darah
sedikit, sehingga perlu masuk jauh kedalam
5. Bekas operasi pada uterus

Komplikasi Komplikasi plasenta manual diantaranya :


1. Perforasi, karena tipisnya tempat implantasi plasenta
2. Meningkatnya kejadian infeksi asenden
3. Tidak berhasil karena perlekatan plasenta dapat menimbulkan
perdarahan yang sulit dihentikan.

Prosedur Persiapan :
Plasenta Manual 1. Pasang cairan infuse
2. Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan
3. Lakukan anesthesia verbal atau analgesia per rectal
4. Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi

Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri :


1. Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong
2. Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-20 cm dari vulva, tegangkan
dengan satu tangan sejajar lantai
3. Secara obstetrik, masukkan tangan lainnya (punggung tangan
menghadap ke bawah) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah
tali pusat

45
4. Setelah mencapai bukaan serviks, minta seorang asisten/ penolong lain
untuk memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar
untuk menahan fundus uteri
5. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga ke
kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta
6. Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi salam (ibu
jari merapat ke jari telunjuk dan jari-jari lain saling merapat)

Melepas plasenta dari dinding uterus :


7. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah
 Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap
disebelah atas dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta
dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah
posterior ibu)
 Bila di korpus depan pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat
dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding
uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas (anterior ibu)
8. Setelah ujung-ujung jari masuk di antara plasenta dan dinding uterus

46
maka perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke
kanan dan ke kiri sambil digeserkan ke atas (kranial ibu) hingga semua
perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus

Mengeluarkan plasenta :
9. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan ekslorasi
untuk menilai tidak ada plasenta yang tertinggal
10. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan segme
bawah uterus) kemudian instruksikan asisten/ penolong untuk menarik
tali pusat sambil tangan dalam membawa plasenta keluar (hindari
terjadinya percikan darah)
11. Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan suprasimfisis)
uterus keraha dorsokranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan
plasenta di dalam wadah yang telah disediakan.

Rangsangan taktil (masase) fundus uteri :


1. Letakkan telapak tangan pada fundus uteri
2. Jelaskan tindakan kepada ibu. Anjurka ibu untk menarik napas dalam
dan perlahan serta rileks

47
3. Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah memutar
fundus uteri supaya uterus berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi
dalam waktu 15 detik, lakukan penatalaksanaan atonia uteri
4. Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya lengkap
dan utuh :
o Periksa plasenta sisi maternal untuk memastikan bahwa semuanya
lengkap dan utuh
o Pasangkan bagian-bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk
memastikan tidak ada bagian yang hilang
o Periksa plasenta sisi foetal, untuk memastikan tidak adanya
kemungkinan lobus tambahan (suksenturiata)
o Evauasi selaput untuk memastikan kelengkapannya

5. Periksa uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus
berkontraksi
6. Jika uterus masih belum berkontraksi baik, ulangi masase fundus uteri.
Ajarkan ibu dan keluarganya cara melakukan masase uterus sehingga
mampu untuk segera mengetahui jika uterus tidak berkontraksi baik
7. Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama
pascapersalinan dan setiap 30 menit selama satu jam kedua
pascapersalinan.

48
CEK LIST

PENUNTUN BELAJAR
PENATALAKSANAAN PADA PLASENTA MANUAL
NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
:
TANGGAL
Nilailah setiap kinerja langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut:
1 Perlu perbaikan : Langkah tidak dikerjakan dengan benar atau tidak sesuai urutan (jika harus
berurutan)
2 Mampu : Langkah dikerjakan dengan benar dan berurutan (jika harus berurutan), tetapi
kurang tepat dan/atau pembimbing/pengamat perlu membantu/mengingatkan hal-hal kecil
yang tidak terlalu berarti
3 Mahir : Langkah dikerjakan dengna benar, tepat tanpa ragu-ragu atau tanpa perlu bantuan
dan sesuai dengan urutan (jika harus berurutan)
T/S Langkah tidak sesuai dengan keadaan
Penilaian
KEGIATAN 1 2 3
PERSIAPAN SEBELUM TINDAKAN
1. PASIEN
 Infus dan cairan
 Oksitosin
 Verbal-anestesia atau analgesia per rektal
 Kateter nelaton steril dan penampung urin
 Klem penjepit atau kocker
 Kain alas bokong
 Tensimeter dan stetoskop

2. PENOLONG
 Sarung tangan panjang DTT (untuk tangan dalam)
 Sarung tangan DTT (untuk tangan luar)
 Topi, masker, kacamata pelindung, celemek

PENCEGAHAN INFEKSI SEBELUM TINDAKAN


 Kenakan pelindung diri (barrier protektif)
 Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
 Keringkan tangan dan pakai sarung tangan DTT
 Bersihkan vulva dan perineum dengan air DTT atau sabun antiseptic
 Pasang alas bokong yang bersih dan kering
TINDAKAN PENETRASI KE KAVUM UTERI
1. Lakukan anesthesia-verbal atau analgesia per rektal sehingga perhatian
ibu teralihkan dari rasa nyeri atau sakit

49
2. Lakukan kateterisasi kandung kemih
 Pastikan kateter masuk dengan benar
 Cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan
3. Jepit klem tali pusat dg klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, regangkan
dg tangan sejajar lantai (tangan kiri)
4. Secara obstetrik masukkan tangan lainnya (punggung tangan
menghadap ke bawah) ke dalam vagina dg menelusuri sisi bawah tali
pusat
5. Setelah tangan mencapai bukaan serviks, minta seorang asisten untuk
memegang klem dan menegangkan tali pusat kemudian pindahkan
tangan luar untuk menahan fundus uteri
6. Sambil menahan fundus uteri, teruskan memasukkan tangan kanan
sampai pada kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi
plasenta.
7. Buka tangan obstetric menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat
ke pangkal jari telunjuk)
MELEPAS PLACENTA DARI DINDING UTERUS
8. Tentukan daerah implantasi placenta, temukan tepi plasenta yang
paling bawah.
 Bila placenta berimplantasi di korpus belakang, tangan dalam tetap
pada sisi bawah tali pusat. Bila implantasi di korpus depan,
pindahkan tangan dalam ke sisi atas tali pusat dengan punggung
tangan menghadap keatas.
 Implantasi di korpus belakang → lepaskan plasenta dari tempat
implantasinya dengan jalan menyelipkan ujung jari diantara
plasenta dan dinding uterus, dengan punggung tangan pada
dinding dalam uterus bagian belakang (menghadap sisi bawah tali
pusat).
 Implantasi di korpus depan → lakukan penyisipan ujung jari
diantara plasenta dan dinding uterus dalam punggung tangan pada
dinding dalam uterus bagian depan (mengahadap sisi atas tali
pusat).

9. Kemudian gerakkan tangan ke kanan dan ke kiri sambil bergeser ke


cranial sehingga semua permukaan maternal placenta terpisah dari
dinding maternal placenta dapat terlepas
Catatan : sambil melakukan, perhatikan keadaan ibu, lakukan
penanganan yang sesuai bila terjadi penyulit
MENGELUARKAN PLACENTA
10. Sementara tangan kanan masih berada di dalam kavum uteri, lakukan
eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian placenta yang
11. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra symfisis (dorsokranial)
untuk menahan uterus pada saat placenta dikeluarkan
12. Saat placenta terlepas seluruhnya dan yakin seluruh jaringan placenta
terambil, keluarkan placenta secara perlahan

50
13. Instruksikan pada asisten untuk menarik tali pusat dg menggunakan
klem
14. Setelah placenta keluar, letakkan placenta ke dalam wadah yg sudah
disediakan
15. Lakukan sedikit pendorongan uterus (tangan kiri) ke dorsokranial
setelah placenta keluar seluruhnya
16. Lakukan masase agar uterus tetap berkontraksi
17. Perikasa placenta untuk meyakinkan bahwa placenta lengkap dan
perikasa robekan dan jumlah perdarahan
18. Lakukan penjahitan jalan lahir, jika ada robekan
LANGKAH SETELAH PROSEDUR
15. Celup dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit
16. Cuci tangan dg sabun dan air mengalir kemudian keringkan
17. Periksa kembali tanda vital pasien, dan observasi 2 jam PP (sesuai APN)
dan segera lakukan tindakan apabila diperlukan
18. Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan di dalam kolom yg
tersedia
19. Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal penting untuk dipantau
20. Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai,
tetapi masih perlu perawatan
21. Jelaskan pada petugas, tentang perawatan apa yg masih diperlukan,
lama perawatan dan apa yang dilaporka

Tutor,

(…………………………………….)

51
KETRAMPILAN KLINIK
PENATALAKSANAAN PADA ATONIA UTERI
IV. DISKRIPSI MODUL
Pendahuluan Penuntun ini berisi langkah-langkah klinik secara berurutan yang akan
dilakukan oleh mahasiswa ketika melakukan penatalaksanaan pada
Atonia Uteri
Tujuan Peserta tidak diharapkan untuk dapat melakukan semua langkah klinik
dengan benar pada pertama kali latihan. Namun penuntun belajar ini
ditujukan untuk:
 Membantu mahasiswa dalam mempelajari langkah-langkah dan
urutan yang benar dari apa yang kelak harus dilakukannya (skill
acquisition) dan
 Mengukur kemajuan belajar secara bertahap sampai mahasiswa
memperoleh kepercayaan diri dan ketrampilan ( skill competency)
Metode Sebelum menggunakan penuntun ini, pembimbing akan membahas
terlebih dahulu seluruh langkah klinik melakukan penatalaksanaan
pada Atonia Uteri, dengan menggunakan video, slide dan penuntun
belajar. Selain itu mahasiswa akan mendapatkan kesempatan
menyaksikan tindakan penataksanaan pada Atonia Uteri dengan
menggunakan model anatomik.

Penggunaan penuntun belajar secara terus menerus memungkinkan


setiap mahasiswa untuk memantau kemajuan belajar yang telah
dicapai dan mengetahui apa yang perlu diperbaiki. Selain itu,
penuntun ini dirancang untuk mempermudah dan membantu dalam
berkomunikasi antara mahsiswa dan pembimbing (memberikan
umpan balik). Dalam menggunakan penuntun belajar ini, adalah
penting bagi mahasiswa dan pembimbing untuk bersama-sama
bekerja dalam satu kelompok. Sebagai contoh, sebelum mahasiswa
melakukan langkah klinik pertama-tama pembimbing atau salah satu
mahasiswa harus mengulangi kembali secara ringkas langkah-langkah
klinik yang akan dilakukan dan membahas hasil yang diharapkan.
Sebagai tambahan segera setelah langkah klinik selesai, pembimbing
akan membahasnya kembali dengan mahasiswa. Tujuan pembahasan
ulang ini adalah untuk memberi umpan balik positif mengenai
kemajuan belajar yang telah dicapai dan menentukan hal-hal yang
perlu diperbaiki (pengetahuan, sikap, ketrampilan) pada pertemuan
berikutnya.

Kedua penuntun belajar ini digunakan dalam usaha untuk


meningkatkan ketrampilan klinik, oleh karena itu penilaian harus
dilakukan secara hati-hati dan seobjektif mungkin. Kinerja mahasiswa

52
pada setiap langkah klinik akan dinilai oleh pembimbing berdasarkan 4
kriteria sebagai berikut :
0 Tidak dilakukan : langkah klinik tidak dilakukan oleh
mahasiswa
1 Perlu perbaikan : langkah-langkah tidak dilakukan dengan
benar dan atau tidak sesuai urutannya atau
ada langkah yang dihilangkan
2 Mampu : langkah-langkah dilakukan dengan benar
dan sesuai dengan urutannya, tetapi kurang
tepat dan atau pembimbing perlu
mengingatkan peserta tentang hal-hal kecil
yang tidak terlalu penting
3 Mahir : Langkah-langkah dilakukan dengan benar,
sesuai dengan urutannya dan tepat tanpa
ragu-ragu atau tanpa perlu bantuan
Pengertian Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat
berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang akan keluar dari
bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali (APN,
2008).

Tujuan KBI dan KBE Kompresi bimanual adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk
menghentikan perdarahan secara mekanik.

Tujuan : Aplikasi tekanan pada korpus uteri sebagai upaya pengganti


kontraksi miometrium (yang sementara waktu tidak berkontraksi)
yang dibutuhkan untuk menjepit anyaman cabang-cabang pembuluh
darah yang besar.

Tanda dan gejala 1. Perdarahan pervaginam


Perdarahan yang terjadi pada kasus Atonia Uteri angat banyak dan
darah tidak merembes. Peristiwa yang terjadi pada kondisi ini
adalah darah keluar disertai gumpalan. Hal ini terjadi karena
tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku
darah.
2. Konsistensi rahim lunak
Mrupakan gejala terpenting/ khas Atonia Uteri dan yang
membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya
3. Fundus uteri naik
4. Terdapat tanda-tanda syok : nadi cepat dan lemak, tekanan darah
rendah, pucat, keringat dingin, pernafasan cepat, gelisah,
binggung, atau kehilangan kesadaran, urin sedikit.

Etiologi 1. Disfungsi uterus : atonia uteri primer merupakan difungsi intrinsic

53
uterus
2. Penatalaksanaan yang salah pada kala III. Mencoba mempercepat
kala III dengan dorongan dan pemijatan uterus sehingga
mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan plasenta dan dapat
menyebabkan pemisahan sebagian plasenta yang mengakibatkan
perdarahan.
3. Anetesi yang dalam dan lama menyebabkan terjadinya relaksas
miometrium yang berlebihan, kegagalan kontraksi dan retraksi
menyebabkan atonia uteri dan perdarahan postpartum.
4. Kerja uterus sangat kurang efektif selama kala persalinan yang
kemungkinan besar akan diikuti oleh kontraindikasi serta retraksi
miometrium jika dalam kala III.
5. Overdistensi uterus : uterus yang mengalami distensi secara
berlebihan akibat keadaan bayi yang besar, kehamilan kembar,
polihidramnion, cenderung mempunyai daya kontraksi yang jelek.
6. Kelemahan akibat partus lama : bukan hanya rahim yang lemah,
cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan, tetapi juga ibu
yang keletihan kurang bertahan terhadap kehilangan darah.
7. Grande-multipara : uterus yang lemah banyak melahirkan anak
cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan.
8. Mioma iteri : dapat menimbulkan perdarahan dengan
mengganggu kontraksi dan retraksi miometrium uteri.
9. Melahirkan dengan tindakan : keadaan ini mencakup prosedur
operatif seperti forsep dan versi ekstraksi.

Faktor predisposisi 1. Uterus yang teregang/distensi berlebihan : Kehamilan kembar,


anak sangat besar (BB > 4000 gram) dan polihidramnion;
2. Kehamilan lewat waktu;
3. Partus lama;
4. Grande multipara;
5. Penggunaan uterus relaxants (Magnesium sulfat);
6. Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia );
7. Perdarahan antepartum (Plasenta previa atau Solutio plasenta);
8. Riwayat perdarahan postpartum;
9. Obesitas;
10. Umur > 35 tahun;
11. Tindakan operasi dengan anestesi terlalu dalam.
12. Persalinan cepat (partus presipitatus).
13. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
(augmentasi).

54
Pencegahan Atonia uteri dapat dicegah dengan Manajemen Aktif Kala III, yaitu:

1. Memberikan obat oksitosin 10 IU segera setelah bahu bayi lahir;


2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali;
3. Masase uterus segera setelah plasenta dilahirkan agar uterus tetap
berkontraksi.

Penatalaksanaan 1. Pakai sarung tangan DTT atau steril, dengan lembut masukkan
secara obstetric (menyatukan kelima jari) melalui introitus dan ke
dalam vagina ibu.
2. Periksa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban/ bekuan
darah pada kavum uteri mungkin hal ini menyebabkan uterus tak
dapat berkontraksi secara penuh.
3. Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior,
tekan dinding anterior uterus ke arah tangan luar yang menahan
dan mendorong dinding posterior uterus ke arah depan sehingga
uterus ditekan dari arah depan dan belakang.

4. Tekan kuat uterus di antara kedua tangan. Kompresi uterus ini


memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah yang
terbuka (bekas implantasi plasenta) di dinding uterus dan juga
merangsang miometrium berkontraksi.
5. Evaluasi keberhasilan :
a) Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan
melakukan KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan
keluarkan tangan dan pantau ibu secara melekat selama kala
4.
b) Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan masih berlangsung,

55
periksa ulang perineum, vagina dan serviks apakah terjadi
laserasi. Jika demikian, segera lakukan penjahitan untuk
menghentikan perdarahan.
c) Jika uterus tiak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan
keluarga untuk melakukan KBE kemudian lakukan langkah-
langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta
keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan

6. Berikan 0,2 mg ergometrin IM atau misoprotrol 600-1000 mcg per


rectal. Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi
karena dapat menaikkan tekanan darah.
7. Gunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang
infuse dan berikan 500 cc larutan Ringer Laktat yang mengandung
20 unit oksitosin.
8. Pakai sarung tangan steril atau desinfeksi tingkat tinggi dan ulangi
KBI. Alasan : KBI dengan ergometrin dan oksitosin akan
membantu uterus berkontraksi.
9. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit.
10. Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, teruskan tindakan KBI
dan infuse cairan hingga ditempat rujukan.
a) Infus 500 ml pertama dihabiskan dalam waktu 10 menit
b) Berikan tambahan 500 ml.jam hingga tiba di tempat rujukan
atau hingga jumlah cairan yang diinfuskan mancapai 1,5 L dan
kemudian lanjutkan dalam jumlah 125 cc/jam.
c) Jika cairan infuse tidak cukup, infuskan 500 mm (botol kedua)
cairan infuse dengan tetesan sedang dan ditambah dengan
pemberian cairan secara oral untuk rehidrasi

56
KOMPRESI AORTA ABDOMINALIS
Kompresi manual pada aorta harus dilakukan hanya pada kasus
hemoragi yang berat, jika kompresi internal dan eksternal pada uterus
tidak efektif. Kompresi aorta dilakukan hanya pada kondisi
kedaruratan saat penyebab perdarahan sedang ditentukan.

Langkah tindakan

a) Baringkan ibu diatas ranjang, penolong menghadap sisi kanan


pasien. Atur posisi penolong sehingga pasien berada pada
ketinggian yang sama dengan pinggul penolong.

b) Tungkai diletakkan pada dasar yang rata (tidak memakai penopang


kaki) dengan sedikit fleksi pada artikulasio koksae.
c) Raba pulsasi arteri femoralis dengan jalan meletakkan ujung jari
telunjuk dan tengah tangan kanan pada lipat paha, yaitu pada
perpotongan garis lipat paha dengan garis horisontal yang melalui
titik 1 sentimeter diatas dan sejajar dengan tepi atas simfisis
ossium pubis. Pastikan pulsasi arteri teraba dengan baik.

57
d) Setelah pulsasi dikenali, jangan pindahkan kedua ujung jari dari
titik pulsasi tersebut.
e) Kepalkan tangan kiri dan tekankan bagian punggung jari telunjuk,
tengah, manis dan kelingking pada umbilikus ke arah kolumna
vertebralis dengan arah tegak lurus.

f) Dorongan kepalan tangan kanan akan mengenai bagian yang keras


di bagian tengah/ sumbu badan ibu dan apabila tekanan kepalan
tangan kiri mencapai aorta abdominalis maka pulsasi arteri
femoralis (yang dipantau dengan ujung jari telunjuk dan tengah
tangan kanan) akan berkurang/ terhenti (tergantung dari derajat
tekanan pada aorta).
g) Perhatikan perubahan perdarahan pervaginam (kaitkan dengan
perubahan pulsasi arteri femoralis).
Perhatikan:
 Tekanlah aorta abdominalis di atas uterus dengan kuat dan
dapat dibantu dengan tangan kiri, selama 5 sampai 7 menit.
 Lepaskan tekanan sekitar 30 sampai 60 detik, sehingga bagian
lainnya tidak terlalu banyak kekurangan darah.
 Bila perdarahan berhenti sedangkan uterus tidak berkontraksi
dengan baik, usahakan pemberian preparat prostatglandin. Bila
bahan tersebut tidak tersedia atau uterus tetap tidak dapat

58
berkontraksi setelah pemberian prostatglandin, pertahankan
posisi demikian hingga pasien dapat mencapai fasilitas rujukan.
 Bila kontraksi membaik tetapi perdarahan masih berlangsung
maka lakukan kompresi eksternal dan pertahankan posisi
demikian hingga pasien mencapai fasilitas rujukan.
 Bila kompresi sulit untuk dilakukan secara terus menerus maka
lakukan pemasangan tampon padat uterovaginal, pasang gurita
ibu dengan kencang dan lakukan rujukan.
 Kompresi baru dilepaskan bila perdarahan berhenti dan uterus
berkontraksi dengan baik. Teruskan pemberian uterotonika
h) Bila perdarahan berkurang atau berhenti, pertahankan posisi
tersebut dan lakukan pemijatan uterus (oleh asisten) hingga uterus
berkontraksi dengan baik.

59
CEK LIST

PENUNTUN BELAJAR
PENATALAKSANAAN PADA ATONIA UTERI
NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
:
TANGGAL
Nilailah setiap kinerja langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut:
1 Perlu perbaikan : Langkah tidak dikerjakan dengan benar atau tidak sesuai urutan (jika
harus berurutan)
2 Mampu : Langkah dikerjakan dengan benar dan berurutan (jika harus berurutan), tetapi
kurang tepat dan/atau pembimbing/pengamat perlu membantu/mengingatkan hal-hal kecil
yang tidak terlalu berarti
3 Mahir : Langkah dikerjakan dengna benar, tepat tanpa ragu-ragu atau tanpa perlu bantuan
dan sesuai dengan urutan (jika harus berurutan)
T/S Langkah tidak sesuai dengan keadaan
Penilaian
KEGIATAN 1 2 3
1. PERSIAPAN
a. Persiapan tempat :
Ruangan tertutup, aman, nyaman, dan tenang
b. Persiapan alat :
O2 dan regulator
Cairan infuse (kristaloid)
Infuse set/blodd set
Spuit 5ml dan jarum suntik no. 23
Abocath ukuran 16 atau 18
Kateter nelaton
Povidon iodine 10%
Kapas DTT
Bengkok
Korentang dan tempatnya
Sarung tangan panjang DTT/steril 2 pasang
Sarung tangan pendek DTT/steril 2 pasang
Tensimeter
Stetoskop
Lampu sorot
Uterotonika (oksitosin 10 IU/ml dan ergometrin 0,20 mg/ml)
Antibiotic
b. Persiapan pasien :
Inform consent
c. Persiapan petugas
Mengunakan APD : apron, kacamata, masker, sepatu boaat, penutup

60
kepala, baju kamar tindakan
2. Masase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15
detik)
3. Bersihkan bekuan darah dan atauselaput ketuban dari vagina dan
saluran serviks
4. Pastikan bahwa kandung kemih kosong. Jika penuh atau dapat
dipalpasi lakukan kateterisasi menggunakan teknik aseptic
5. Lakukan kompresi bimanual interna (KBI) selama 5 menit
6. KOMPRESI BIMANUAL INTERNA (KBI)
1) Penolong berdiri di depan vulva, pakai sarung tangan panjang DTT
atau steril, basahi tangan kanan dg antiseptic, kemudian dg lembut
masukkan secara obstetric (menyatukan kelima ujung jari) melalui
introitus ke dalam vagina ibu
2) Perikasa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan
darah dalam kavum uteri mungkin hal ini menyebabkan uterus tidak
dapat berkontraksi secara penuh
3) Kepalkan tangan dalam dan tempatkan dataran punggung jari
telunjuk hingga jari kelingking pada forniks anterior dan tekan
dinding anterior uterus (segmen bawah rahim) ke kranio anterior
4) Letakkan telapak tangan luar pada dinding perut (dinding posterior
uterus), upayakan untuk mencakup bagian belakang korpus uteri
seluas/sebanyak mungkin
5) Tekan uterus diantara kedua tangan (uterus ditekan dari arah depan
dan belakang) dengan cara mendekatkan telapak tangan luar dg
kepalan tangan dalam (kompresi selama 5 menit)
6) Evaluasi Keberhasilan :
a. Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan KBI
selama 2 menit, kemudian keluarkan tangan perlahan-lahan dan
pantau ibu secara ketat selama kala IV
b. Jika uterus berkontraksi, tetapi perdarahan terus berlangsung,
periksa ulang perineum, vagina dan serviks apakah terjadi
laserasi. Jika demikian, segera lakukan penjahitan untuk
menghentikan perdarahan
c. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan
keluarga untuk kompresi bimanual eksterna (KBE) kemudian
lakukan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri
selanjutnya. Mintalah keluarga menyiapkan rujukan
Catatan :
Atonia uteri seringkali bisa diatasi dg KBI, jika KBI tidak berhasil
dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain
7. KOMPRESI BIMANUAL EKSTERNA (KBE)
1) Penolong berdiri menghadap pada sisi kanan ibu. Tekan ujung jari
telunjuk, tengah dan manis tangan kanan di antara simfisi dan
umbilicus pada korpus depan bawah sehingga fundus uteri naik ke
arah dinding abdomen

61
2) Letakkan sejauh mungkin telapak tangan lain di korpus uteri bagian
belakang dan dorong uterus ke arah dinding abdomen
3) Geser perlahan-lahan ujung ketiga jari tangan pertama ke arah
fundus dan ubah tangan kanan menjadi kepalan. Lalu dorong
kepalan ke arah korpus uteri bagian depan
4) Lakukan kompresi korpus uteri dg jalan menekan dinding belakang
dan dan dinding depan uterus dg telapak kiri dan kanan (saling
mendekatkan tangan depan dan belakang), agar pembuluh darah di
dalam anyaman miometrium dapat dijepit secara manual
5) Sementara keluarga melakukan KBE, keluarkan tangan penolong
dari vagina dg hati-hati
6) Celupkan sarung tangan panjang ke dalam larutan klorin 0,5% dan
ganti sarung tangan pendek
8. Berikan 0,2 mg ergometrin IM (kontra indikasi hipertensi) atau
misoprostol 600-1000 mcg per rectal
9. Pasang infuse menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500
cc larutan ringer laktat + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 cc pertama
secepat mungkin (habiskan dalam waktu 10 menit)
Jika Uterus Tetap Atonia Dan Atau Perdarahan Terus Berlangsung
10. Pakai sarung tangan panjang steril/DTT dan ulangi KBI
Alasan : KBI dg ergometrin dan oksitosin akan membantu uterus
berkontraksi
11. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, segera
rujuk ibu
12. Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, teruskan tindakan KBI dan
infuse cairan
13. Lanjutkan infuse RL 500 cc + 20 unit oksitosin dg laju 500 cc/jam hingga
tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah cairan yg diinfuskan
mencapai 1,5 L dan kemudian lanjutkan dalam jumlah 125 cc/jam. Jika
cairan infuse tidak cukup, infuskan 500 ml (botol kedua) cairan infuse
dg tetesan sedang dan ditambah dg pemberian cairan secara oral
untuk rehidrasi
14. Evaluasi Keberhasilan :
a. Jika uterus berkontraksi, lepaskan tangan perlahan-lahan,
masukkan kedua tangan ke dalam wadah yg berisi larutan klorin
0,5% dan lepaskan. Cuci tangan lalu keringkan dg handuk bersih
kering. Pantau kala IV persalinan dg cermat
b. Bila kompresi bimanual pada uterus tidak berhasil, cobalah
kompresi aorta
Catatan :
Kompresi manual pada aorta adalah alternative untuk kompresi
bimanual. Kompresi hanya boleh dilakukan pada keadaan darurat
sementara penyebab perdarahan sedang dicari.
15. KOMPRESI AORTA ABDOMINALIS
1) Pakai sarung tangan steril/DTT

62
2) Baringkan ibu di atas ranjang, penolong menghadap sisi kanan
pasien. Atur posisi penolong sehingga pasien berada pada
ketinggian yg sama dg pinggul penolong
3) Tungkai diletakkan pada dasar yg rata dg sedikit fleksi pada
artikulasio koksae
4) Raba pulsasi arteri femoralis dg jalan meletakkan ujung jari
telunjuk dan tengah tangan kanan pada lipatan paha, yaitu pada
perpotongan garis lipat paha dg garis horizontal yg melalui titik 1
cm di atas dan sejajar d tepi atas simfisis pubis. Pastikan pulsasi
arteri tersebut teraba dg baik
5) Setelah pulsasi dikenali, jangan pindahkan kedua jari dari titik
pulsasi tersebut
6) Kepalkan tangan kiri dan tekankan bagian punggung jari telunjuk,
tengah, manis, dan kelingking melalui dinding perut ke atas aorta
abdominalis yaitu pada umbilicus dan sedikit ke arah kiri dg arah
tegak lurus
7) Dorongan kepalan tangan akan mengenai bagian tengah/sumbu
badan ibu apabila tekanan tekanan kepalan tangan kiri mencapai
aorta abdominalis maka pulsasi arteri femoralis (yg dipantau dg
ujung jari telunjuk dan tengah tangan kanan) akan
berkurang/berhenti (tergantung dari derajat tekanan pada aorta)
8) Lakukan kompresi selama 5 sampai 7 menit, kemudian lepaskan
atau kurangi kompresi selama 1 menit agar bagian lain tidak
kekurangan darah
9) Perhatikan perubahan perdarahan pervaginam (kaitkan d perubahan
pulsasi arteri femoralis)
Perhatikan :
a. Bila perdarahan berhenti sedangka uterus tidak berkontraksi dg
baik, usahakan pemberian preparat prostaglandin. Bila bahan
tersebut tidak tersedia atau uterus tetap tidak berkontraksi
setelah pemberian bahan tersebut, pertahankan posisi tersebut
sehingga pasien dapat mencapai fasilitas rujukan.
b. Apabila kontraksi membaik tetapi perdarahan tetap
berlangsung, maka lakukan kompresi eksternal dan
pertahankan posisi demikian hingga pasien mencapai tempat
rujukan
c. Bila kompresi sulit dilakukan secara terus menerus maka
lakukan pemasangan kondom kateter
d. Kompresi baru dilepaskan bila perdarahan berhenti dan uterus
berkontraksi dg baik. Teruskan pemberian uterotonika
16. Apabila perdarahan berkurang atau berhenti, pertahankan posisi
tersebut dan lakukan masase hingga uterus berkontraksi dg baik
17. Masukkan kedua tangan ke dalam wadah yg berisi larutan klorin 0,5%,
lepaskan sarung tangan secara terbalik dan rendam dalam wadah
tersebut
18. Cuci tangan dg air mengalir dan sabun, keringkan tangan dg handuk

63
bersih dan kering
19. Perhatikan tanda vital, perdarahan dan kontraksi uterus setiap 10-15
menit atau pantau kala IV dg ketat
20. Berikan antibiotika jika terjadi tanda-tanda infeksi (gunakan antibiotika
berspektrum luas, misalnya ampisilin 1 gr IM, diikuti 500 mg per oral
setiap 6 jam ditambah metronidazol 400-500 gr per oral setiap 8 jam
selama 5 hari)

Tutor,

(…………………………………..)

64
KETRAMPILAN KLINIK
PENANGANAN ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR
V. DISKRIPSI MODUL
Pendahuluan Penuntun ini berisi langkah-langkah klinik secara berurutan yang akan
dilakukan oleh mahasiswa ketika melakukan penanganan asfiksia bayi
baru lahir.
Tujuan Peserta tidak diharapkan untuk dapat melakukan semua langkah klinik
dengan benar pada pertama kali latihan. Namun penuntun belajar ini
ditujukan untuk:
 Membantu mahasiswa dalam mempelajari langkah-langkah dan
urutan yang benar dari apa yang kelak harus dilakukannya (skill
acquisition) dan
 Mengukur kemajuan belajar secara bertahap sampai mahasiswa
memperoleh kepercayaan diri dan ketrampilan ( skill competency)
Metode Sebelum menggunakan penuntun ini, pembimbing akan membahas
terlebih dahulu seluruh langkah klinik melakukan penanganan asfiksia
bayi baru lahir, dengan menggunakan video, slide dan penuntun belajar.
Selain itu mahasiswa akan mendapatkan kesempatan menyaksikan
tindakan penanganan asfiksia bayi baru lahir penanganan asfiksia bayi
baru lahir dengan menggunakan model anatomik.

Penggunaan penuntun belajar secara terus menerus memungkinkan


setiap mahasiswa untuk memantau kemajuan belajar yang telah dicapai
dan mengetahui apa yang perlu diperbaiki. Selain itu, penuntun ini
dirancang untuk mempermudah dan membantu dalam berkomunikasi
antara mahsiswa dan pembimbing (memberikan umpan balik). Dalam
menggunakan penuntun belajar ini, adalah penting bagi mahasiswa dan
pembimbing untuk bersama-sama bekerja dalam satu kelompok. Sebagai
contoh, sebelum mahasiswa melakukan langkah klinik pertama-tama
pembimbing atau salah satu mahasiswa harus mengulangi kembali secara
ringkas langkah-langkah klinik yang akan dilakukan dan membahas hasil
yang diharapkan. Sebagai tambahan segera setelah langkah klinik selesai,
pembimbing akan membahasnya kembali dengan mahasiswa. Tujuan
pembahasan ulang ini adalah untuk memberi umpan balik positif
mengenai kemajuan belajar yang telah dicapai dan menentukan hal-hal
yang perlu diperbaiki (pengetahuan, sikap, ketrampilan) pada pertemuan
berikutnya.

65
Kedua penuntun belajar ini digunakan dalam usaha untuk meningkatkan
ketrampilan klinik, oleh karena itu penilaian harus dilakukan secara hati-
hati dan seobjektif mungkin. Kinerja mahasiswa pada setiap langkah klinik
akan dinilai oleh pembimbing berdasarkan 4 kriteria sebagai berikut :
0 Tidak dilakukan : langkah klinik tidak dilakukan oleh mahasiswa

1 Perlu perbaikan : langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar


dan atau tidak sesuai urutannya atau ada
langkah yang dihilangkan
2 Mampu : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan
sesuai dengan urutannya, tetapi kurang tepat
dan atau pembimbing perlu mengingatkan
peserta tentang hal-hal kecil yang tidak terlalu
penting
3 Mahir : Langkah-langkah dilakukan dengan benar,
sesuai dengan urutannya dan tepat tanpa ragu-
ragu atau tanpa perlu bantuan
Pengertian Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir (APN, 2008).

Etiologi Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui
plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin berkurang, akibatnya
terjadi gawat janin. Hal ini dapat menyebabkan asfiksia bayi baru lahir
(BBL).

Keadaan ibu :
 Preeklampsia dan eklampsia
 Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
 Partus lama atau partus macet
 Demam selama persalinan
 Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
 Kehamilan post matur (sesudah 42 minggu kehamilan)

Keadaan berikut ini berakibat penurunan aliran darah dan oksigen melalui
tali pusat ke bayi, sehingga bayi mungkin mengalami asfiksia:
Keadaan tali pusat :
 Lilitan tali pusat
 Tali pusat pendek
 Simpul tali pusat
 Prolapsus tali pusat

66
Pada keadaan berikutnya bayi mungkin mengalami asfiksia walaupun
tanpa didahului tanda gawat janin:
Keadaan bayi :
 Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
 Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, forsep)
 Kelainan kongenital/ bawaan
 Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Gawat Janin Banyak kemungkinan kenapa bayi mungkin tidak bernapas saat lahir.
Seringkali hal ini terjadi ketika bayi sebelumnya mengalami gawat janin,
Akibat gawat janin bayi tidak menerima oksigen yang cukup.

Apakah gawat janin?


Reaksi janin pada kondisi dimana terjadi ketidakcukupan oksigen.

Bagaimana mengetahui gawat janin?


Gawat janin dapat diketahui dengan:
 Frekuensi bunyi jantung janin kurang 100 atau lebih 180 x / menit
 Berkurangnya gerakan janin (janin normal bergerak lebih dari 10 x /
hari) – ketika ibu sadar, bila ibu tidur gerak janin tidak diketahui
 Adanya air ketuban yang tercampur dengan mekonium atau
berwarna kehijauan (pada bayi dengan presentasi kepala).

Bagaimana mencegah gawat janin?


 Gunakan partograf untuk memantau persalinan
 Anjurkan ibu untuk sering berganti posisi selama persalinan, ibu
hamil yang berbaring terlentang dapat mengurangi aliran darah ke
rahimnya.

Bagaimana mengidentifikasi gawat janin dalam persalinan?


 Periksa frekuensi bunyi jantung janin setiap 30 menit pada Kala I dan
setiap 15 menit sesudah pembukaan lengkap
 Periksa ada-tidaknya air ketuban bercampur mekonium (warna
kehijauan) – pada letak kepala.

67
Bagaimana menangani gawat janin?
Jika terdapat gawat janin:
Tingkatkan oksigen pada janin dengan cara berikut:
 Mintalah ibu merubah posisi tidurnya
(Anjurkan ibu hamil inpartu berbaring ke sisi kiri untuk meningkatkan
aliran oksigen ke janinnya, Hal ini biasanya meningkatkan aliran
darah maupun oksigen melalui plasenta lalu ke janin. Bila posisi
miring ke kiri tidak membantu, coba posisi lain – miring ke kanan,
posisi “sujud”. Meningkatkan oksigen ke janin dapat mencegah atau
mengobati gawat janin.
 Berikan cairan kepada ibu secara oral dan atau IV
 Berikan oksigen (bila tersedia)
 Periksa kembali denyut jantung janin setelah 10-15 menit tindakan di
atas.
Jika frekuensi bunyi jantung masih tidak normal:
 Rujuk
Bila merujuk tidak mungkin,
 Siapkan untuk menolong BBL dengan asfiksia.

68
Resusitasi

Persiapan Keluarga
Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada ibu dan bayi dan persiapan
persalinan.

Persiapan Tempat Resusitasi


Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi:
 Gunakan ruangan yang hangat dan terang.
Ruangan yang hangat akan mencegah bayi hipotermi.
 Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, keras, bersih, kering dan
hangat misalnya meja, dipan atau di atas lantai beralas tikar.
 Sebaiknya dekat pemancar panas dan tidak berangin (jendela atau

69
pintu terbuka).
 Tempat resusitasi yang rata diperlukan untuk kemudahan
pengaturan posisi kepala bayi.
Untuk sumber pemancar panas gunakan lampu 60 watt atau lampu
petromak. Nyalakan lampu menjelang persalinan.

Persiapan Alat Resusitasi


Sebelum menolong persalinan, selain menyiapkan alat-alat persalinan
juga harus disiapkan alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu:
 Siapkan 3 lembar kain yang bersih, kering, hangat dan dapat menyerap
cairan, misalnya handuk, kain flanel dll. Kalau tidak ada gunakan kain
panjang atau sarung.
Kain ke-1 untuk mengeringkan bayi :
Fungsi kain pertama adalah untuk mengeringkan BBL yang basah oleh
air ketuban segera setelah lahir. Bagi bidan yang sudah biasa terlatih
meletakkan bayi baru lahir di atas perut ibu, sebelum persalinan akan
menyiapkan sehelai kain diatas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
Hal ini dapat juga digunakan pada bayi asfiksia

Kain ke-2 untuk menyelimuti bayi :


Fungsi kain kedua adalah menyelimuti BBL agar tetap kering dan
hangat. Kain kedua digelar di atas tempat resusitasi. Saat memulai
resusitasi, bayi yang diselimuti kain kesatu akan diletakkan di tempat
resusitasi, di atas gelaran kain kedua

Kain ke-3 untuk ganjal bahu bayi :


Fungsi kain ketiga adalah untuk ganjal bahu bayi. Kain digulung
setebal kira-kira 2 cm dan dapat disesuaikan untuk mengatur posisi
kepala bayi sedikit ekstensi (posisi menghidu). Kain untuk ganjal bahu
bisa dibuat dari kain (handuk kecil, kaos dan selendang.

 Alat penghisap lendir DeLee atau bola karet


 Alat ventilasi: tabung dan sungkup/ balon dan sungkup.
Jika mungkin sungkup dengan bantalan udara untuk bayi cukup bulan
dan prematur.
 Kotak alat resusitasi
Kotak alat resusitasi yang berisi alat penghisap lendir DeLee dan alat
resusitasi tabung/ balon dan sungkup diletakkan dekat tempat
resusitasi, maksudnya agar mudah diambil sewaktu-waktu dibutuhkan
untuk melakukan tindakan resusitasi BBL.
 Sarung tangan
 Jam atau pencatat waktu

70
Keterangan :
 Alat penghidap lendir DeLee adalah alat yang digunakan untuk
menghisap lendir khusus untuk BBL
 Tabung dan sungkup/ balon dan sungkup merupakan alat yang
sangat penting dalam tindakan ventilasi pada resusitasi, siapkan
sungkup dalam keadaan terpasang dan steril.
 Tabung/ balon serta sungkup dan alat penghisap lendir DeLee
dalam keadaan steril, disimpan dalam kotak alat resusitasi.

Persiapan Diri
Pastikan penolong sudah menggunakan alat pelindung diri untuk
melindungi dari kemungkinan infeksi:
 Memakai alat pelindung diri pada persalinan (celemek plastik,
masker, penutup kepala, kaca mata, sepatu tertutup).
 Melepaskan perhiasan, cincin, jam tangan sebelum cuci tangan.
 Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau dengan
campuran alkohol dan gliserin.
 Mengeringkan dengan kain/ tissue bersih.
 Menggunakan sarung tangan sebelum menolong persalinan

Keputusan Penilaian
Resusitasi Bayi Sebelum bayi lahir:
Baru Lahir  Apakah kehamilan cukup bulan?
Sebelum bayi lahir, sesudah ketuban pecah :
 Apakah air ketuban jernih tidak bercampur mekonium (warna
kehijauan)?
Segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup bulan):
 Menilai apakah bayi menangis atau bernapas/ tidak megap-megap?
 Menilai apakah tonus otot bayi baik/ bayi bergerak aktif?

Keputusan
Memutuskan bayi perlu resusitasi jika:
 Bayi tidak cukup bulan dan/ atau
 Air ketuban bercampur mekonium
 Bayi megap-megap/ tidak bernapas dan/ atau
 Tonus otot bayi tidak baik/ bayi lemas

Tindakan
Mulai lakukan resusitasi segera jika:
 Bayi tidak cukup bulan dan atau bayi mega-megap/ tidak bernapas

71
dan/ atau tonus otot bayi tidak baik/ bayi lemas
 Air Ketuban bercampur mekonium

Lakukan penilaian usia kehamilan dan air ketuban sebelum bayi lahir.
Segera setelah lahir, sambil meletakkan dan menyelimuti bayi di atas
perut ibu atau dekat perineum, lakukan penilaian cepat usaha napas dan
tonus otot. Penilaian ini menjadi dasar apakah bayi perlu resusitasi.
Tindakan Jika bayi tidak cukup bulan dan tidak bernapas atau bernapas mega-
Resusitasi megap dan atau tonus otot tidak baik
Bayi Baru Sambil memulai langkah awal:
Lahir  Beritahukan ibu dan keluarga, bahwa bayi mengalami kesulitan
bernapas dan bahwa Anda akan menolongnya
 Mintalah salah seorang keluarga mendampingi ibu untuk memberi
dukungan moral, menjaga ibu dan melaporkan bila ada perdarahan.

Tahap I: Langkah Awal (HAIKAAP)


1. Jaga bayi tetap hangat
 Letakkan bayi di atas kain ke-1 yang ada di atas perut ibu atau
sekitar 45 cm dari perineum
 Selimuti bayi dengan kain tersebut, wajah, dada dan perut tetap
terbuka, potong tali pusat.

 Pindahkan bayi yang telah diselimuti kain ke-1 ke atas kain ke-2 yang
telah digelar di tempat resusitasi yang datar, rata, keras, bersih,
kering dan hangat.
 Jaga bayi tetap diselimuti wajah dan dada terbuka di bawah
pemancar panas.
2. Atur posisi bayi
 Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong.
 Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu yaitu kepala sedikit
ekstensi dengan mengganjal bahu.

72
3. Isap lendir
Gunakan alat penghidap DeLee dengan cara sebagai berikut:
 Isap lendir mulai dari mulut dahulu, kemudian hidung

 Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, tidak pada


waktu dimasukkan
 Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam yaitu jangan lebih dari 5 cm
ke dalam mulut karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi
menjadi lambat atau bayi tiba-tiba berhenti bernapas. Untuk hidung
jangan melewati cuping hidung.
Jika dengan balon karet penghisap lakukan dengan cara sebagai berikut:

73
 Tekan bola di luar mulut dan hidung
 Masukkan ujung pengisap di mulut dan lepaskan tekanan pada bola
(lendir akan terisap)
 Untuk hidung, masukkan di lubang hidup sampai cuping hidung dan
lepaskan.
4. Keringkan dan rangsang bayi
 Keringkan bayi dengan kain ke-1 mulai dari muka, kepala dan bagian
tubuh lainnya dengan sedikit tekanan. Tekanan ini dapat
merangsang BBL mulai menangis

 Rangsangan taktil berikut dapat juga dilakukan untuk merangsang


BBL mulai bernapas:
 Menepuk/ menyentil telapak kaki; atau
 Menggosok punggung/ perut/ dada/ tungkai bayi dengan
telapak tangan

74
5. Atur kembali posisi kepala bayi
 Ganti kain ke-1 yang telah basah dengan kain ke-2 yang kering
dibawahnya.
 Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka
dan dada agar bisa memantau pernapasan bayi.
 Atur kembali posisi bayi menjadi posisi menghidu.

Langkah penilaian bayi


Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal, tidak bernapas atau
megap-megap.
 Bila bayi bernapas normal: lakukan asuhan pasca resusitasi
 Bila bayi megap-megap atau tidak bernapas: mulai lakukan ventilasi
bayi.

75
Tahap II: Ventilasi
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah
volume udara ke dalam paru dengan tekanan positif untuk membuka
alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur.

Langkah-langkah:

1. Pasang sungkup
Pasang dan pegang sungkup agar menutupi dagu, mulut dan hidung.

76
2. Ventilasi 2 kali
Lakukan tiupan atau remasan dengan tekanan 30 cm air
Tiupan awal tabung-sungkup atau remasan awal balon-sungkup sangat
penting untuk menguji apakah jalan napas bayi terbuka dan membuka
alveoli paru agar bayi bisa mulai bernapas.
Lihat apakah dada bayi mengembang

Saat melakukan tiupan atau remasan perhatikan apakah dada bayi


mengembang.
Jika tidak mengembang:
 Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor
 Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah menghidu

77
 Periksa cairan atau lendir di mulut. Bila ada lendir atau cairan lakukan
pengisapan
 Lakukan tiupan atau remasan 2 kali dengan tekanan 30 cm air, jika
dada mengembang lakukan tahap berikutnya

3. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik

Ritme: Remas Lepas Remas Lepas


(pompa) (dua...tiga) (pompa) (dua...tiga)

 Tiup tabung atau remas balon resusitasi sebanyak 20 kali dalam 30


detik dengan tekanan 20 cm air sampai bayi mulai bernapas spontan
dan menangis.
 Pastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan atau peremasan,

78
setelah 30 detik lakukan penilaian ulang napas.

Jika bayi mulai bernapas/ tidak megap-megap dan atau menangis,


hentikan ventilasi bertahap.
 Lihat dada apakah ada retraksi dinding dada bawah
 Hitung frekuensi napas per menit
Jika bernapas >40 per menit dan tidak ada retraksi berat:
o Jangan ventilasi lagi
o Letakkan bayi dengan kontak kulit ke kulit dada ibu dan lanjutkan
asuhan BBL
o Pantau setiap 15 menit untuk pernapasan dan kehangatan
Jangan tinggalkan bayi sendiri.
Lakukan asuhan pasca resusitasi.

Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas, lanjutkan ventilasi.

4. Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang napas

 Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air)


 Setiap 30 detik, hentikan ventilasi, kemudian lakukan penilaian ulang
bayi, apakah bernapas, tidak bernapas atau megap-megap

79
Jika bayi mulai bernapas normal/ tidak megap-megap dan atau
menangis, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan asuhan pasca
resusitasi.
Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas, teruskan ventilasi 20 kali
dalam 30 detik kemudian lakukan penilaian ulang napas setiap 30 detik.

5. Siapkan rujukan jika bayi belum bernapas spontan sesudah 2 menit


resusitasi

 Jelaskan kepada ibu apa yang terjadi, apa yang Anda lakukan dan
mengapa
 Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan
 Teruskan ventilasi selama mempersiapkan rujukan
 Catat keadaan bayi pada formulir rujukan dan rekam medik persalinan

6. Lanjutkan ventilasi, nilai ulang napas dan nilai denyut jantung

 Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air)


 Setiap 30 detik, hentikan ventilasi, kemudian lakukan nilai ulang napas
dan nilai jantung.

Jika dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar, ventilasi 10 menit.


Hentikan resusitasi jika denyut jantung tetap tidak terdengar, jelaskan
kepada ibu dan berilah dukungan kepadanya serta lakukan pencatatan.
Bayi yang mengalami henti jantung 10 menit kemungkinan besar
mengalami kerusakan otak yang permanen.

Tahap III: Asuhan pasca resusitasi

Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang


merupakan perawatan intensif selama 2 jam pertama. Asuhan yang
diberikan sesuai dengan hasil resusitasi (asuhan pasca resusitasi) yaitu:

 Jika resusitasi berhasil


 Jika perlu rujukan
 Jika resusitasi tidak berhasil

Tindakan resusitasi BBL jika air ketuban bercampur mekonium


Apakah mekonium itu?
Mekonium adalah feses pertama dari BBL. Mekonium kental pekat dan

80
berwarna hijau kehitaman.

Kapan mekonium dikeluarkan?


Biasanya BBL mengeluarkan mekonium pertama kali sesudah persalinan
(12 – 24 jam pertama). Kira-kira 15% kasus mekonium dikeluarkan
sebelum persalinan dan bercampur dengan air ketuban, hal ini
menyebabkan cairan ketuban ebrwarna kehijauan. Mekonium jarang
dikeluarkan sebelum 34 minggu kehamilan. Bila mekonium telah terlihat
sebelum persalinan dan bayi pada posisi kepala, monitor bayi dengan
seksama karena ini merupakan tanda bahaya.

Apa yang menyebabkan janin mengeluarkan mekonium sebelum


persalinan?
Tidak selalu jelas mengapa mekonium dikeluarkan sebelum persalinan.
Kadang-kadang janin tidak memperoleh oksigen yang cukup (gawat
janin). Kekurangan oksigen dapat meningkatkan gerakan usus dan
membuat relaksasi otot anus sehingga janin mengeluarkan mekonium.
Bayi-bayi dengan risiko lebih tinggi untuk gawat janin seringkali memiliki
lebih sering pewarnaan air ketuban bercampur mekonium (warna
kehijauan), misalnya bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) atau bayi
post matur.

Apakah bahaya air ketuban bercampur mekonium?


Mekonium yang dikeluarkan dan bercampur air ketuban dapat masuk ke
dalam paru-paru janin di dalam rahim atau sewaktu bayi mulai bernapas
saat lahir. Tersedak mekonium dapat menyebabkan pneumonia dan
mungkin kematian.

Apa yang dapat dilakukan untuk membantu seorang bayi bila terdapat
air ketuban bercampur mekonium?
Siap untuk melakukan resusitasi bayi apabila cairan ketuban bercampur
mekonium. Langkah-langkah tindakan resusitasi pada bayi baru lahir jika
air ketuban bercampur mekonium sama dengan pada bayi yang air
ketubannya tidak bercampur mekonium hanya berbeda pada:
 Setelah seluruh badan bayi lahir: penilaian apakah bayi menangis/
bernapas/ bernapas normal/ megap-megap/ tidak bernapas?

81
Jika menangis/ bernapas normal, klem dan potong tali pusat dengan
cepat, tidak diikat dan tidak dibubuhi apapun, lanjutkan dengan langkah
awal.

Jika megap-megap atau tidak bernapas, buka mulut lebar, dan isap
lendir di mulut, klem dan potong tali pusat dengan cepat, tidak diikat dan
tidak dibubuhi apapun, dilanjutkan dengan langkah awal.

Keterangan: Pemotongan tali pusat dapat merangsang pernapasan bayi,


apabila masih ada air ketuban dan mekonium di jalan napas, bayi bisa
tersedak (aspirasi)

Asuhan Asuhan pasca resusitasi adalah pelayanan kesehatan pasca resusitasi yang
Pasca diberikan baik kepada BBL ataupun ibu dan keluarga. Berbicaralah dengan
resusitasi ibu dan keluarga bayi tentang resusitasi yang telah dilakukan. Jawab
setiap pertanyaan yang diajukan.
Asuhan pasca resusitasi diberikan sesuai dengan keadaan BBL setelah
menerima tindakan resusitasi dan dilakukan pada keadaan:
 Resusitasi berhasil: bayi menangis dan bernapas normal sesudah

82
menerima tindakan sesudah ventilasi
 Resusitasi belum/ kurang berhasil: bayi perlu rujukan yaitu sesudah
resusitasi 2 menit belum bernapas atau megap-megap atau pada
pemantauan didapatkan kondisinya memburuk
 Resusitasi tidak berhasil: sesudah resusitasi 10 menit dihitung dari bayi
tidak bernapas dan detak jantung 0.
Resusitasi Berhasil
Ajari ibu atau keluarga untuk membantu bidan menilai keadaan bayi.
Jelaskan mengenai pemantauan BBL dan bagaimana memperoleh
pertolongan segera bila bayi mengalami masalah.

Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi


 Tidak dapat menyusu
 Kejang
 Mengantuk atau tidak sadar
 Nafas cepat (>60/mnt)
 Merintih
 Retraksi dindin dada bawah
 Sianosis sentral

"Rujuk segera bila ada salah satu tanda-tanda bahaya di atas, sebelum
dirujuk lakukan tindakan pra rujukan."

Pemantauan dan perawatan tali pusat


 Memantau perdarahan tali pusat, jika ikatan lepas betulkan oleh
bidan
 Menjelaskan perawatan tali pusat yang benar pada ibu dan atau
keluarga

Jika bayi dan warna kulit normal


 Lakukan IMD

Pencegahan hipotermi
 Membaringkan bayi dalam ruangan >250 C bersama ibunya
 Mendekap bayi (kontak kulit bayi ke kulit ibu) sesering mungkin
 Menunda memandikan bayi sampai dengan 6-24 jam dan bayi stabil
 Menimbang berat badan terselimuti, kurangi berat selimut
 Menjaga bayi tetap hangat selama pemeriksaan, buka selimut bayi

83
sebagian-sebagian.
Pemberian vitamin K1
Memberikan suntikan vitamin K1 1 mg intramuskular di paha kiri, untuk
mencegah perdarahan BBL.

Pencegahan infeksi
 Memberikan salep/ tetes mata antibiotika
 Memberikan imunisasi Hepatitis B 0,5 ml intramuskular di paha
kanan, 1 jam setelah pemberian vitamin K1
 Memberitahu ibu dan keluarga cara pencegahan infeksi bayi.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik bayi pasca resusitasi harus lebih hati-hati. Pemeriksaan
awal diutamakan pada pemeriksaan pernapasan dan jantung dengan
monitoring tanda bahaya. Pemeriksaan lengkap sebaiknya dilakukan
dalam 24 jam dan setelah bayi stabil.

Pencatatan dan pelaporan

Melakukan pencatatan kasus


Sebagaimana pada setiap persalinan, isilah partograf secara lengkap yang
mencakup identitas ibu, riwayat kehamilan, jalannya persalinan, kondisi
ibu, kondisi janin dan kondisi BBL. Penting sekali dicatat denyut jantung
janin, oleh karena seringkali asfiksia bermula dari keadaan gawat janin
pada persalinan. Apabila didapatkan gawat janin tuliskan apa yang
dilakukan. Saat ketuban pecah perlu dicatat pada partograf dan berikan
penjelasan apakah air ketuban bercampur mekonium?
Kondisi BBL diisi pula pada partograf. Bila mengalami asfiksia selain
dicatat pada partograf perlu dibuat catatan khusus di buku harian/ buku
catatan, cukup ditulis tangan. Usahakan agar mencatat ketuban secara
lengkap dan jelas:

 Nama ibu, tempat, tanggal melahirkan dan waktunya


 Kondisi janin/ bayi:
o Apakah ada gawat janin sebelumnya?
o Apakah air ketuban bercampur mekonium?
o Apakah bayi menangis spontan, bernapas teratur, megap-
megap atau tidak bernapas?

84
o Apakah tonus otot baik?
 Waktu mulai resusitasi
 Langkah resusitasi yang dilakukan
 Hasil resusitasi.

“Jika persalinan di rumah, sebaiknya bidan tinggal bersama keluarga


bayi untuk memantau bayi minimal dua jam pertama pasca lahir”
Pencatatan juga dilakukan pada buku KIA sebagai sumber informasi bagi
keluarga

Bayi Perlu Rujukan


 Konseling:
o Jelaskan kepada ibu dan keluarga, bahwa bayinya memerlukan
rujukan. Sebaiknya bayi dirujuk bersama ibunya dan didampingi
oleh bidan. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan
o Minta keluarga untuk menyiapkan sarana transportasi secepatnya.
Suami atau salah seorang anggota keluarga perlu menemani
selama rujukan
o Beritahukan kepada tempat rujukan yang dituju (bila mungkin)
tentang keadaan bayi dan perkirakan waktu tiba. Beritahukan juga
bila ibu baru saja melahirkan
o Bawa alat resusitasi dan perlengkapan lain yang diperlukan selama
rujukan.
 Melanjutkan resusitasi (bila diperlukan)
 Memantau tanda bahaya
 Memantau dan merawat tali pusat
 Jika bayi tetap hangat selama perjalanan, kenakan tutup kepala bayi
dan bila mungkin lakukan perawatan bayi lekat
 Memberikan vitamin K1 jika keadaan bayi membaik, tidak diresusitasi
 Mencegah infeksi, yaitu memberikan salep/ tetes mata antibiotik, jika
tidak diresusitasi
 Jelaskan kepada ibu bahwa sebaiknya menyusui segera kepada
bayinya, kecuali pada keadaan gangguan napas dan kontra indikasi
lainnya
 Membuat surat rujukan
 Melakukan pencatatan dan pelaporan khusus.

85
Resusitasi Tidak Berhasil
Bila bayi tidak bernapas setelah resusitasi selama 10 menit dan denyut
jantung 0, pertimbangkan untuk menghentikan resusitasi. Biasanya bayi
tersebut tidak tertolong dan meninggal. Ibu maupun keluarga
memerlukan banyak dukungan moral. Bicaralah dengan keluarga secara
hati-hati/ bijaksana dan berikan dukungan moral sesuai budaya setempat.

Konseling
Dukungan moral:
 Bicaralah dengan ibu bayi dan keluarga tentang tindakan resusitasi
dan kematian bayinya. Jawablah setiap pertanyaan yang diajukan.
Berikan asuhan terhadap ibu bayi dan keluarganya dengan tetap
memperhatikan nilai budaya/ kebiasaan setempat. Tunjukkan
kepedulian atas kebutuhan mereka. Bicarakan apa yang mereka
inginkan terhadap bayi yang telah meninggal
 Ibu bayi mungkin merasa sedih bahkan menangis. Perubahan
hormon setelah kehamilan mungkin menyebabkan perasaan ibu
sangat sensitif, terlebih bayi meninggal. Bila ibu ingin
mengungkapkannya, ajak bicara dengan orang terdekat atau bidan
 Jelaskan kepada ibu dan keluarganya bahwa ibu memerlukan
istirahat, dukungan moral dan makanan bergizi. Sebaiknya ibu
tidak mulai bekerja kembali dalam waktu terlalu cepat.

Asuhan ibu
Payudara ibu akan bengkak sekitar 2-3 hari. Mungkin ibu juga mengalami
demam selama 1 atau 2 hari. Ibu dapat mengatasi masalah
pembengkakan payudara dengan melakukan hal berikut:
 Gunakan BH yang ketat atau balut payudara dengan sedikit
tekanan menggunakan selendang/ kemben/ kain sehingga ASI
tidak keluar
 Jangan memerah ASI atau merangsang payudara.

Pencatatan dan pelaporan


Buatlah pencatatan selengkapnya mengenai identitas ibu, kondisi bayi,
semua tindakan yang dilakukan secara rinci dan waktunya. Kemudian
laporkan pula bahwa resusitasi tidak berhasil dan sebab tidak berhasil.
Laporkan kematian bayi melalui RT/ RW ke Kelurahan. Simpanlah catatan

86
baik-baik sebagai dokumen untuk pertanggungan jawab.

Pencegahan Infeksi Akibat Resusitasi


Pencegahan infeksi menurut jenis alat resusitasi.
Lakukan tiga langkah pencegahan infeksi dekontaminasi, pencucian dan
DTT pada peralatan resusitasi.
Berikut ini adalah beberapa contoh alat dan bahan habis pakai yang
digunakan dalam resusitasi dan cara pencegahan infeksinya.
 Meja resusitasi
Basuh dengan larutan dekontaminasi dan kemudian cuci dengan
sabun dan air, dikeringkan dengan udara/ dingin.
 Tabung resusitasi
Lakukan dekontaminasi, pencucian secara teratur misalnya setiap
minggu, tiap 2 minggu, atau setiap bulan tergantung frekuensi
resusitasi. Selalu lakukan ketiga langkah pencegahan infeksi kalau alat
digunakan pada bayi dengan infeksi. Pencegahan infeksi tabung/
balon resusitasi dilakukan setiap habis digunakan. Pisahkan masing-
masing bagian sebelum melakukan pencegahan infeksi.
 Sungkup silikon dan katup karet
Sungkup silikon dapat direbus. Lakukan ketiga langkah pencegahan
infeksi (dekontaminasi, pencucian dan DTT).
 Alat penghisap atau sarung tangan yang dipakai ulang
Lakukan ketiga langkah pencegahan infeksi (dekontaminasi, pencucian
dan DTT)
 Kain dan selimut
Lakukan dekontaminasi dan pencucian kemudian keringkan dengan
angin/ udara atau sinar matahari kemudian simpan di tempat yang
bersih dan kering.
 Bahan/ alat habis pakai
Lakukan dekontaminasi untuk bahan/ alat habis pakai seperti kasa,
sarung tangan, pipa kateter, jarum dan sebagainya selama 10 menit,
sebelum membuangnya ke tempat yang aman.

Kompresi Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari 60x/menit
dada setelah dilakukan VTP selama 30 detik.
Tindakan kompresi dada (cardiac massage) terdiri dari kompresi yang
teratur pada tulang dada, yaitu menekan jantung kearah tulang belakang,
meningkatkan tekanan intratorakal, dan memperbaiki sirkulasi darah

87
keseluruh organ vital tubuh. Kompresi dada hanya bermakna jika paru-
paru diberi oksigen, sehingga diperlukan 2 orang untuk melakukan
kompresi dada yang efektif, satu orang menekan dada dan yang lainnya
melanjutkan ventilasi. Orang kedua juga bisa melakukan pemantauan
frekuensi jantung dan suara nafas selama VTP. Ventilasi dan kompresi
harus dilakukan secara bergantian.

Bagaimana melakukan kompresi dada ?


Ada 2 teknik : 1) teknik ibu jari dan 2) teknik 2 jari
1) Teknik ibu jari : kedua ibu jari untuk menekan tulang dada, sementara
kedua tangan melingkari dada dan jari-jari tangan menopang bagian
belakang bayi.
2) Teknik dua jari : ujung jari tengah dan jari telunjuk atau jari tengan
dan jari manis dari satu tangan untuk menekan tulang dada. Tangan
yang lain untuk menopang bagian belakang bayi.
Teknik ibu jari
 Keuntungan : tidak cepat lelah
 Kerugian : jika bayi besar atau kecil, tekniknya sulit
Ruangan yang terpakai banyak, sulit jika akan memberikan obat-
obatan lewat umbilical

Teknik dua jari


Jangan mengankat ibu jari atau jari-jari tangan dari dada diantara
penekanan :
o Perlu waktu untu mencari lokasi
o Kehilangan control kedalaman
o Dapat terjsdi penekanan pada tempat yang salah

88
Teknik ibu jari lebih direkomendasikan pada reusitasi bayi baru lahir
karena akan menghasilkan puncak sistolik dan perfusi koroner yang lebih
besar.
Prinsip dasar pada kompresi dada :
1) Posisi bayi : topangan yang keras pada bagian belakang bayi dengan
leher sedikit tengadah
2) Kompresi :
o Lokasi ibu jari atau dua jari : pada bayi baru lahir tekanan
diberikan pada 1/3 bawah tulang dada yang terletak antara
processus xiphoideus dan garis khayal yang menghubungkan
kedua putting susu.

o Kedalaman : diberikan tekanan yang cukup untuk menekan tulang


dada sedalam kurang lebih 1/3 diameter anteroposterior dada,
kemudian tekanan dilepaskan untuk memberikan kesempatan
jantung terisis. Satu kompresi terdiri dari satu tekanan kebawah
dan satu pelepasan. Lamanya tekanan kebawah harus lebih
singkat daripada lamanya pelepasan untuk memberi curah jantung
yang maksimal. Ibu jari atau ujung-ujung jari harus tetap
bersentuhan dengan dada selama penekanan dan pelepasan.

89
o Frekuensi :
Kompresi dada dan ventilasi harus terkoordinasi dengan baik,
dengan aturan satu ventilsai diberikan setiap selesai tiga kali
kompresi, dengan frekuensi 30 ventilasi dan 90 kompresi
permenit. Satu siklus yang berlangsung selama 2 detik terdiri dari
satu ventilasi dan tiga kompresi.
 90 kompresi + 30 ventilasi (dalam 1 menit) Rasio 3:1
 1 1/2 detik 3 kompresi dada, ½ detik 1 ventilasi 2 detik (1
siklus)

o Penghentian kompresi :
 Setelah 30 detik untuk menilai frekuensi jantung ventilasi
dihentikan.
 Frekuensi jantung dihitung dalam waktu 6 detik kemudian
dikalikan 10. Jika frekuensi jantung telah diatas 60x/mnt
kompresi dada dihentikan, namun ventilasi diteruskan dengan
kecepatan 40-60x/mnt. Jika frekuensi jantung tetap kurang
dari 60x/mnt, maka pemasangan kateter umbilical untuk
memasukkan obat dan pemberian epinefrin harus dilakukan.
 Jika frekuensi jantung > dari 100x/mnt dan bayi dapat bernafas
spontan, VTP dapat dihentikan tetapi bayi masih mendapat
oksigen aliran bebas yang kemudian secara bertahap

90
dihentikan.

Komplikasi :
 Tulang iga patah
 Trauma/laserasi hepar
 Pneumotorak

91
CEK LIST

PENUNTUN BELAJAR
PENANGANAN ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR
NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
:
TANGGAL
Nilailah setiap kinerja langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut:
1 Perlu perbaikan : Langkah tidak dikerjakan dengan benar atau tidak sesuai urutan (jika
harus berurutan)
2 Mampu : Langkah dikerjakan dengan benar dan berurutan (jika harus berurutan), tetapi
kurang tepat dan/atau pembimbing/pengamat perlu membantu/mengingatkan hal-hal kecil
yang tidak terlalu berarti
3 Mahir : Langkah dikerjakan dengna benar, tepat tanpa ragu-ragu atau tanpa perlu
bantuan dan sesuai dengan urutan (jika harus berurutan)
T/S Langkah tidak sesuai dengan keadaan
Penilaian
KEGIATAN 1 2 3
PERSIAPAN
1. Siapkan peralatan :
 Ruang hangat, terlindung dari tiupan angin, dan penghangat tubuh
(kain hangat/ kering atau lampu sorot)
 3 helai kain bersih dan kering (untuk mengeringkan bayi,
membungkus bayi dan pengganjal bahu)
 Jam dengan jarum detik atau penunjuk waktu
 Penghisap lendir De lee
 Balon dan sungkup (atau pipa dan sungkup)
 Sarung tangan
 O2
PENILAIAN BBL DAN KEBUTUHAN TINDAKAN RESUSITASI
1. Nilai bayi :
o Apakah bayi bernafas menangis atau bernafas/ tidak megap-megap
o Apakah tonus otot bayi baik/bergerak aktif
2. Jika bayi tidak bernafas, megap-megap atau lemas maka potong tali
pusat dan lanjutkan dengan langkah awal resusitasi
3. Jika mekoneum kental buka mulut lebar, usap dan isap lendir dari mulut,
potong tali pusat dan lanjutkan dengan langkah awal resusitasi.
4. Beritahu keluarga bahwa bayi memerlukan tindakan resusitasi
MELAKUKAN LANGKAH AWAL RESUSITASI (dalam waktu kurang 30 detik)
1. Jaga bayi tetap hangat

92
o Keringkan tubuh bayi dan selimuti dengan kain bersih, kering dan
hangat
o Tempatkan pada ruangan hangat dan terhindar dari tiupan angin
o Dekatkan bayi ke pemanas tubuh
o Letakkan pada tempat yang kering dan hangat
o Beri alas kering, bersih dan hangat pada permukaan datar tempat
meletakkan bayi
2. Posisikan kepala dan leher bayi menjadi sedikit tengadah (setengah
ekstensi) untuk membuka jalan napas dengan cara mengganjal bahu bayi
dengan kain yang dilipat
3. Bersihkan jalan napas dengan mengisap lendir dari mulut kemudian
hidung
o Gunakan penghisap lendir De Lee
o Mulai bersihkan lendir dari mulut, baru kemusdian hisap lendir di
hidung
o Penghisapan dilakukan bersamaan dengan penarikan selang
penghisap
o Jangan melakukan penghisapan terlalu dalam karena dapat
menimbulkan reaksi vaso-gasal dan menyebabkan henti napas
4. Keringkan tubuh bayi dan lakukan rangsangan taktil
o Dengan sedikit penekanan, gosok tubuh bayi melalui kain
pembungkus tubuh bayi
o Dengan telapak tangan, lakukan rangsangan taktil pada telapak kaki
atau punggung bayi atau menyentil telapak kaki bayi
o Ganti kain yang basah dengan kain baru yang bersih, kering dan
hangat. Bagian muka dan dada bayi dibiarkan terbuka untuk
keperluan resusitasi dan evaluasi keberhasilan tindakan
5. Atur kembali posisi dan jaga kehangatan tubuh dengan membungkus
badan bayi
o Atur kembali ganjal bahu untuk memberikan posisi terbaik bagi jalan
napas
6. Penilaian ulang :
o Nilai apakah bayi bernapas spontan dan normal atau masih
mengalami kesulitan bernapas
o Bila bayi bernapas spontan dan baik, lakukan asuhan bayi baru lahir
yang normal dan berikan pada ibunya
1) Menjaga suhu tubuh (metode kangguru atau diselimuti dengan
baik)
2) Mendapat ASI
3) Kontak batin dan saying
4) Bila bayi masih megap-megap atau belum bernapas spontan
VENTILASI POSITIF PADA BAYI ASFIKSIA
1. Pastikan posisi kepala sudah benar, kemudian pasang sungkup/

93
ambubag dengan benar sehingga melingkupi hidung dan mulut
2. L akukan ventilasi percobaan (dua kali)
o Bila menggunakan balon dan sungkup, lakukan ventilasi dengan
tekanan yang cukup sebanyak dua kali
o Bila menggunakan pipa dan sungkup, tiupkan udara yang
dikumpulkan dalam mulut ke dalam pipa (udara ruangan, bukan
udara ekspirasi)
1) Pastikan dada mengembang
2) Bila tidak mengembang
 Periksa posisi kepala
 Periksa posisi sungkup
 Periksa lendir di jalan napas
3. Bila ventilasi percobaan berjalan baik, lakukan VTP sebanyak 20 kali
dalam 30 detik
o Pastikan dada mengembang saat ventilasi diberikan
o Hentikan ventilasi bila bayi menangis atau bernafas spontan
4. Setelah bayi menangis atau bernapas spontan hentikan ventilasi
o Jaga suhu tubuh bayi
o Berikan bayi pada ibunya (diselimuti berdua)
Perhatikan :
Bila bayi tetap belum bernapas atau megap-megap maka lanjutkan
ventilasi 20 x dalam 30 detik berikutnya dan lakukan penilaian ulang
setiap 0 detik dan penilaian kebugaran bayi setiap menit
5. Bila bayi tidak bernapas spontan setelah 2 menit resusitasi :
o Beritahu keluarga untuk menyiapkan rujukan
o Teruskan resusitasi
o Pastikan ibu dalam keadaan baik dan stabil
6. Bila bayi tetap tidak bernapas seelah 10 menit sejak awal resusitasi
maka tindakan ini dinyatakan gagal dan resusitasi dihentikan
PEMANTAUAN DAN PERAWATAN SUPORTIF PASCA TINDAKAN
1. Lakukan pemantauan secara sekama. Perhatikan :
o Tanda-tanda kesulitan bernapas
 Retraksi intercostal (cekungan antar iga)
 Megap-megap
 Frekuensi pernapasan kurang dari 30 atau labih dari 60x/mnt
o Warna kuli kebiruan atau pucat
2. Lanjutkan rangsangan taktil untuk merangsang pernapasan bayi
3. Jaga bayi tetap hangat, tunda untuk memandikan bayi selama 6-24 jam
setelah lahir
4. Bila pernapasan dan warna kulit normal, berikan bayi pada ibunya :
o Menjaga kehangatan/ suhu tubuh bayi
o Mendapat ASI
o Kontak batin dan kasih sayang

94
5. Teruskan pemantauan, bila bayi menunjukkan tanda-tanda di bawah ini,
segera lakukan rujukan :
o Frekuensi pernapasan < 30 atau > 60x/ menit
o Retraksi intercostal
o Merintih atau megap-megap
o Seluruh tubuh pucat atau berwarna kebiruan
o Bayi menjadi lemah
TINDAKAN SESUDAH PROSEDUR RESUSITASI
1. Buanglah kateter penghisap dan ekstraktor lendir sekali pakai
(disposable) ke dalam kantong plastik atau tempat yang tidak bocor
Untuk kateter dan ekstraktr lendir yang dipakai daur ulang :
o Rendam di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit untuk
dekontaminasi
o Lanjutkan ke proses cuci, bilas hingg DTT atau sterilisasi
2. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
MENCATAT TINDAKAN RESUSITASI
1. Catat tanggal dan aktu bayi lahir
2. Catat kondisi bayi saat lahir
3. Catat waktu mulainya tindakan resusitasi
4. Catat tindakan apa yang dilakukan selama resusitasi
5. Catat waktu bayi bernapas spontan atau resusitasi dihentikan
6. Catat hasil tindakan resusitasi
7. Catat perawatan suportif pasca resusitasi

95
KETRAMPILAN KLINIK
PENANGANAN ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR
V. DISKRIPSI MODUL
Pendahuluan Penuntun ini berisi langkah-langkah klinik secara berurutan yang akan
dilakukan oleh mahasiswa ketika melakukan penanganan asfiksia bayi baru
lahir.
Tujuan Peserta tidak diharapkan untuk dapat melakukan semua langkah klinik
dengan benar pada pertama kali latihan. Namun penuntun belajar ini
ditujukan untuk:
 Membantu mahasiswa dalam mempelajari langkah-langkah dan urutan
yang benar dari apa yang kelak harus dilakukannya (skill acquisition)
dan
 Mengukur kemajuan belajar secara bertahap sampai mahasiswa
memperoleh kepercayaan diri dan ketrampilan ( skill competency)
Metode Sebelum menggunakan penuntun ini, pembimbing akan membahas
terlebih dahulu seluruh langkah klinik melakukan penanganan asfiksia bayi
baru lahir, dengan menggunakan video, slide dan penuntun belajar. Selain
itu mahasiswa akan mendapatkan kesempatan menyaksikan tindakan
penanganan asfiksia bayi baru lahir penanganan asfiksia bayi baru lahir
dengan menggunakan model anatomik.

Penggunaan penuntun belajar secara terus menerus memungkinkan setiap


mahasiswa untuk memantau kemajuan belajar yang telah dicapai dan
mengetahui apa yang perlu diperbaiki. Selain itu, penuntun ini dirancang
untuk mempermudah dan membantu dalam berkomunikasi antara
mahsiswa dan pembimbing (memberikan umpan balik). Dalam
menggunakan penuntun belajar ini, adalah penting bagi mahasiswa dan
pembimbing untuk bersama-sama bekerja dalam satu kelompok. Sebagai
contoh, sebelum mahasiswa melakukan langkah klinik pertama-tama
pembimbing atau salah satu mahasiswa harus mengulangi kembali secara
ringkas langkah-langkah klinik yang akan dilakukan dan membahas hasil
yang diharapkan. Sebagai tambahan segera setelah langkah klinik selesai,
pembimbing akan membahasnya kembali dengan
mahasiswa. Tujuan pembahasan ulang ini adalah untuk memberi umpan
balik positif mengenai kemajuan belajar yang telah dicapai dan
menentukan hal-hal yang perlu diperbaiki (pengetahuan, sikap,
ketrampilan) pada pertemuan berikutnya.

Kedua penuntun belajar ini digunakan dalam usaha untuk meningkatkan


ketrampilan klinik, oleh karena itu penilaian harus dilakukan secara hati-
hati dan seobjektif mungkin. Kinerja mahasiswa pada setiap langkah klinik
akan dinilai oleh pembimbing berdasarkan 4 kriteria sebagai berikut :
0 Tidak dilakukan : langkah klinik tidak dilakukan
oleh mahasiswa
1 Perlu perbaikan : langkah-langkah tidak
dilakukan dengan benar dan
atau tidak sesuai urutannya
atau ada langkah yang
dihilangkan
2 Mampu : langkah-langkah dilakukan
dengan benar dan sesuai
dengan urutannya, tetapi
kurang tepat dan atau
pembimbing perlu
mengingatkan peserta tentang
hal-hal kecil yang tidak terlalu
penting
3 Mahir : Langkah-langkah dilakukan
dengan benar, sesuai dengan
urutannya dan tepat tanpa
ragu-ragu atau tanpa perlu
bantuan
Pengertian Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir (APN, 2008).

Etiologi Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui
plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin berkurang, akibatnya
terjadi gawat janin. Hal ini dapat menyebabkan asfiksia bayi baru lahir
(BBL).

Keadaan ibu :
 Preeklampsia dan eklampsia
 Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
 Partus lama atau partus macet
 Demam selama persalinan
 Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
 Kehamilan post matur (sesudah 42 minggu kehamilan)

Keadaan berikut ini berakibat penurunan aliran darah dan oksigen melalui
tali pusat ke bayi, sehingga bayi mungkin mengalami asfiksia:
Keadaan tali pusat :
 Lilitan tali pusat
 Tali pusat pendek
 Simpul tali pusat
 Prolapsus tali pusat

Pada keadaan berikutnya bayi mungkin mengalami asfiksia walaupun


tanpa didahului tanda gawat janin:
Keadaan bayi :
 Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
 Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, forsep)
 Kelainan kongenital/ bawaan
 Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Gawat Janin Banyak kemungkinan kenapa bayi mungkin tidak bernapas saat lahir.
Seringkali hal ini terjadi ketika bayi sebelumnya mengalami gawat janin,
Akibat gawat janin bayi tidak menerima oksigen yang cukup.

Apakah gawat janin?


Reaksi janin pada kondisi dimana terjadi ketidakcukupan oksigen.

Bagaimana mengetahui gawat janin?


Gawat janin dapat diketahui dengan:
 Frekuensi bunyi jantung janin kurang 100 atau lebih 180 x / menit
 Berkurangnya gerakan janin (janin normal bergerak lebih dari 10 x /
hari) – ketika ibu sadar, bila ibu tidur gerak janin tidak diketahui
 Adanya air ketuban yang tercampur dengan mekonium atau berwarna
kehijauan (pada bayi dengan presentasi kepala).

Bagaimana mencegah gawat janin?


 Gunakan partograf untuk memantau persalinan
 Anjurkan ibu untuk sering berganti posisi selama persalinan, ibu hamil
yang berbaring terlentang dapat mengurangi aliran darah ke
rahimnya.

Bagaimana mengidentifikasi gawat janin dalam persalinan?


 Periksa frekuensi bunyi jantung janin setiap 30 menit pada Kala I dan
setiap 15 menit sesudah pembukaan lengkap
 Periksa ada-tidaknya air ketuban bercampur mekonium (warna
kehijauan) – pada letak kepala.

Bagaimana menangani gawat janin?


Jika terdapat gawat janin:
Tingkatkan oksigen pada janin dengan cara berikut:
 Mintalah ibu merubah posisi tidurnya
(Anjurkan ibu hamil inpartu berbaring ke sisi kiri untuk meningkatkan
aliran oksigen ke janinnya, Hal ini biasanya meningkatkan aliran darah
maupun oksigen melalui plasenta lalu ke janin. Bila posisi miring ke kiri
tidak membantu, coba posisi lain – miring ke kanan, posisi “sujud”.
Meningkatkan oksigen ke janin dapat mencegah atau mengobati
gawat janin.
 Berikan cairan kepada ibu secara oral dan atau IV
 Berikan oksigen (bila tersedia)
 Periksa kembali denyut jantung janin setelah 10-15 menit tindakan di
atas.
Jika frekuensi bunyi jantung masih tidak normal:
 Rujuk
Bila merujuk tidak mungkin,
 Siapkan untuk menolong BBL dengan asfiksia.
Resusitasi

Persiapan Keluarga
Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada ibu dan bayi dan persiapan
persalinan.

Persiapan Tempat Resusitasi


Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi:
 Gunakan ruangan yang hangat dan terang.
Ruangan yang hangat akan mencegah bayi hipotermi.

Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, keras, bersih, kering dan
hangat misalnya meja, dipan atau di atas lantai beralas tikar.
 Sebaiknya dekat pemancar panas dan tidak berangin (jendela atau
pintu terbuka).
 Tempat resusitasi yang rata diperlukan untuk kemudahan
pengaturan posisi kepala bayi.
Untuk sumber pemancar panas gunakan lampu 60 watt atau lampu
petromak. Nyalakan lampu menjelang persalinan.

Persiapan Alat Resusitasi


Sebelum menolong persalinan, selain menyiapkan alat-alat persalinan
juga harus disiapkan alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu:
 Siapkan 3 lembar kain yang bersih, kering, hangat dan dapat menyerap
cairan, misalnya handuk, kain flanel dll. Kalau tidak ada gunakan kain
panjang atau sarung.
Kain ke-1 untuk mengeringkan bayi :
Fungsi kain pertama adalah untuk mengeringkan BBL yang basah oleh
air ketuban segera setelah lahir. Bagi bidan yang sudah biasa terlatih
meletakkan bayi baru lahir di atas perut ibu, sebelum persalinan akan
menyiapkan sehelai kain diatas perut ibu untuk mengeringkan bayi. Hal
ini dapat juga digunakan pada bayi asfiksia

Kain ke-2 untuk menyelimuti bayi :


Fungsi kain kedua adalah menyelimuti BBL agar tetap kering dan hangat.
Kain kedua digelar di atas tempat resusitasi. Saat memulai resusitasi,
bayi yang diselimuti kain kesatu akan diletakkan di tempat resusitasi, di
atas gelaran kain kedua

Kain ke-3 untuk ganjal bahu bayi :


Fungsi kain ketiga adalah untuk ganjal bahu bayi. Kain digulung setebal
kira-kira 2 cm dan dapat disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi
sedikit ekstensi (posisi menghidu). Kain untuk ganjal bahu bisa dibuat
dari kain (handuk kecil, kaos dan selendang.

 Alat penghisap lendir DeLee atau bola karet


 Alat ventilasi: tabung dan sungkup/ balon dan sungkup.
Jika mungkin sungkup dengan bantalan udara untuk bayi cukup bulan
dan prematur.
 Kotak alat resusitasi
Kotak alat resusitasi yang berisi alat penghisap lendir DeLee dan alat
resusitasi tabung/ balon dan sungkup diletakkan dekat tempat
resusitasi, maksudnya agar mudah diambil sewaktu-waktu dibutuhkan
untuk melakukan tindakan resusitasi BBL.
 Sarung tangan
 Jam atau pencatat waktu

Keterangan :
 Alat penghidap lendir DeLee adalah alat yang digunakan untuk
menghisap lendir khusus untuk BBL
 Tabung dan sungkup/ balon dan sungkup merupakan alat yang
sangat penting dalam tindakan ventilasi pada resusitasi, siapkan
sungkup dalam keadaan terpasang dan steril.
 Tabung/ balon serta sungkup dan alat penghisap lendir DeLee
dalam keadaan steril, disimpan dalam kotak alat resusitasi.

Persiapan Diri
Pastikan penolong sudah menggunakan alat pelindung diri untuk
melindungi dari kemungkinan infeksi:
 Memakai alat pelindung diri pada persalinan (celemek plastik, masker,
penutup kepala, kaca mata, sepatu tertutup).
 Melepaskan perhiasan, cincin, jam tangan sebelum cuci tangan.
 Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau dengan campuran
alkohol dan gliserin.
 Mengeringkan dengan kain/ tissue bersih.
 Menggunakan sarung tangan sebelum menolong persalinan
Keputusan Penilaian
Resusitasi Bayi Sebelum bayi lahir:
Baru Lahir  Apakah kehamilan cukup bulan?
Sebelum bayi lahir, sesudah ketuban pecah :
 Apakah air ketuban jernih tidak bercampur mekonium (warna
kehijauan)?
Segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup bulan):
 Menilai apakah bayi menangis atau bernapas/ tidak megap-megap?
 Menilai apakah tonus otot bayi baik/ bayi bergerak aktif?

Keputusan
Memutuskan bayi perlu resusitasi jika:
 Bayi tidak cukup bulan dan/ atau
 Air ketuban bercampur mekonium
 Bayi megap-megap/ tidak bernapas dan/ atau
 Tonus otot bayi tidak baik/ bayi lemas

Tindakan
Mulai lakukan resusitasi segera jika:
 Bayi tidak cukup bulan dan atau bayi mega-megap/ tidak bernapas
dan/ atau tonus otot bayi tidak baik/ bayi lemas
 Air Ketuban bercampur mekonium

Lakukan penilaian usia kehamilan dan air ketuban sebelum bayi lahir.
Segera setelah lahir, sambil meletakkan dan menyelimuti bayi di atas perut
ibu atau dekat perineum, lakukan penilaian cepat usaha napas dan tonus
otot. Penilaian ini menjadi dasar apakah bayi perlu resusitasi.
Tindakan Jika bayi tidak cukup bulan dan tidak bernapas atau bernapas mega-megap
Resusitasi dan atau tonus otot tidak baik
Bayi Baru Sambil memulai langkah awal:
Lahir  Beritahukan ibu dan keluarga, bahwa bayi mengalami kesulitan
bernapas dan bahwa Anda akan menolongnya
 Mintalah salah seorang keluarga mendampingi ibu untuk memberi
dukungan moral, menjaga ibu dan melaporkan bila ada perdarahan.

Tahap I: Langkah Awal (HAIKAAP)


1. Jaga bayi tetap hangat
 Letakkan bayi di atas kain ke-1 yang ada di atas perut ibu atau sekitar
45 cm dari perineum
 Selimuti bayi dengan kain tersebut, wajah, dada dan perut tetap
terbuka, potong tali pusat.
 Pindahkan bayi yang telah diselimuti kain ke-1 ke atas kain ke-2 yang
telah digelar di tempat resusitasi yang datar, rata, keras, bersih,
kering dan hangat.
 Jaga bayi tetap diselimuti wajah dan dada terbuka di bawah
pemancar panas.
2. Atur posisi bayi
 Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong.
 Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu yaitu kepala sedikit
ekstensi dengan mengganjal bahu.
3. Isap lendir
Gunakan alat penghidap DeLee dengan cara sebagai berikut:
 Isap lendir mulai dari mulut dahulu, kemudian hidung

 Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, tidak pada


waktu dimasukkan
 Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam yaitu jangan lebih dari 5 cm
ke dalam mulut karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi
menjadi lambat atau bayi tiba-tiba berhenti bernapas. Untuk hidung
jangan melewati cuping hidung.
Jika dengan balon karet penghisap lakukan dengan cara sebagai berikut:
 Tekan bola di luar mulut dan hidung
 Masukkan ujung pengisap di mulut dan lepaskan tekanan pada bola
(lendir akan terisap)
 Untuk hidung, masukkan di lubang hidup sampai cuping hidung dan
lepaskan.

4. Keringkan dan rangsang bayi


 Keringkan bayi dengan kain ke-1 mulai dari muka, kepala dan bagian
tubuh lainnya dengan sedikit tekanan. Tekanan ini dapat merangsang
BBL mulai menangis

 Rangsangan taktil berikut dapat juga dilakukan untuk merangsang


BBL mulai bernapas:
 Menepuk/ menyentil telapak kaki; atau
 Menggosok punggung/ perut/ dada/ tungkai bayi dengan telapak
tangan
5. Atur kembali posisi kepala bayi
 Ganti kain ke-1 yang telah basah dengan kain ke-2 yang kering
dibawahnya.
 Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka
dan dada agar bisa memantau pernapasan bayi.
 Atur kembali posisi bayi menjadi posisi menghidu.

Langkah penilaian bayi


Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal, tidak bernapas atau
megap-megap.
 Bila bayi bernapas normal: lakukan asuhan pasca resusitasi
 Bila bayi megap-megap atau tidak bernapas: mulai lakukan ventilasi
bayi.

Tahap II: Ventilasi


Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah
volume udara ke dalam paru dengan tekanan positif untuk membuka
alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur.

Langkah-langkah:

1. Pasang sungkup
Pasang dan pegang sungkup agar menutupi dagu, mulut dan hidung.
2. Ventilasi 2 kali
Lakukan tiupan atau remasan dengan tekanan 30 cm air
Tiupan awal tabung-sungkup atau remasan awal balon-sungkup sangat
penting untuk menguji apakah jalan napas bayi terbuka dan membuka
alveoli paru agar bayi bisa mulai bernapas.
Lihat apakah dada bayi mengembang
Saat melakukan tiupan atau remasan perhatikan apakah dada bayi
mengembang.
Jika tidak mengembang:
 Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor
 Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah menghidu
 Periksa cairan atau lendir di mulut. Bila ada lendir atau cairan lakukan
pengisapan
 Lakukan tiupan atau remasan 2 kali dengan tekanan 30 cm air, jika dada
mengembang lakukan tahap berikutnya
3. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik

Ritme: Remas Lepas Remas Lepas


(pompa) (dua...tiga) (pompa) (dua...tiga)

 Tiup tabung atau remas balon resusitasi sebanyak 20 kali dalam 30


detik dengan tekanan 20 cm air sampai bayi mulai bernapas spontan
dan menangis.
 Pastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan atau peremasan,
setelah 30 detik lakukan penilaian ulang napas.
Jika bayi mulai bernapas/ tidak megap-megap dan atau menangis,
hentikan ventilasi bertahap.
 Lihat dada apakah ada retraksi dinding dada bawah
 Hitung frekuensi napas per menit
Jika bernapas >40 per menit dan tidak ada retraksi berat:
o Jangan ventilasi lagi
o Letakkan bayi dengan kontak kulit ke kulit dada ibu dan lanjutkan
asuhan BBL
o Pantau setiap 15 menit untuk pernapasan dan kehangatan
Jangan tinggalkan bayi sendiri.
Lakukan asuhan pasca resusitasi.

Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas, lanjutkan ventilasi.

4. Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang napas

 Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air)


 Setiap 30 detik, hentikan ventilasi, kemudian lakukan penilaian ulang
bayi, apakah bernapas, tidak bernapas atau megap-megap

Jika bayi mulai bernapas normal/ tidak megap-megap dan atau menangis,
hentikan ventilasi bertahap dan lakukan asuhan pasca resusitasi.
Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas, teruskan ventilasi 20 kali
dalam 30 detik kemudian lakukan penilaian ulang napas setiap 30 detik.

5. Siapkan rujukan jika bayi belum bernapas spontan sesudah 2 menit


resusitasi

 Jelaskan kepada ibu apa yang terjadi, apa yang Anda lakukan dan
mengapa
 Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan
 Teruskan ventilasi selama mempersiapkan rujukan
 Catat keadaan bayi pada formulir rujukan dan rekam medik persalinan

6. Lanjutkan ventilasi, nilai ulang napas dan nilai denyut jantung

 Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air)


 Setiap 30 detik, hentikan ventilasi, kemudian lakukan nilai ulang napas
dan nilai jantung.

Jika dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar, ventilasi 10 menit.


Hentikan resusitasi jika denyut jantung tetap tidak terdengar, jelaskan
kepada ibu dan berilah dukungan kepadanya serta lakukan pencatatan.
Bayi yang mengalami henti jantung 10 menit kemungkinan besar
mengalami kerusakan otak yang permanen.

Tahap III: Asuhan pasca resusitasi

Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang


merupakan perawatan intensif selama 2 jam pertama. Asuhan yang
diberikan sesuai dengan hasil resusitasi (asuhan pasca resusitasi) yaitu:

 Jika resusitasi berhasil


 Jika perlu rujukan
 Jika resusitasi tidak berhasil

Tindakan resusitasi BBL jika air ketuban bercampur mekonium


Apakah mekonium itu?
Mekonium adalah feses pertama dari BBL. Mekonium kental pekat dan
berwarna hijau kehitaman.

Kapan mekonium dikeluarkan?


Biasanya BBL mengeluarkan mekonium pertama kali sesudah persalinan
(12 – 24 jam pertama). Kira-kira 15% kasus mekonium dikeluarkan sebelum
persalinan dan bercampur dengan air ketuban, hal ini menyebabkan cairan
ketuban ebrwarna kehijauan. Mekonium jarang dikeluarkan sebelum 34
minggu kehamilan. Bila mekonium telah terlihat sebelum persalinan dan
bayi pada posisi kepala, monitor bayi dengan seksama karena ini
merupakan tanda bahaya.

Apa yang menyebabkan janin mengeluarkan mekonium sebelum


persalinan?
Tidak selalu jelas mengapa mekonium dikeluarkan sebelum persalinan.
Kadang-kadang janin tidak memperoleh oksigen yang cukup (gawat janin).
Kekurangan oksigen dapat meningkatkan gerakan usus dan membuat
relaksasi otot anus sehingga janin mengeluarkan mekonium. Bayi-bayi
dengan risiko lebih tinggi untuk gawat janin seringkali memiliki lebih sering
pewarnaan air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan), misalnya
bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) atau bayi post matur.
Apakah bahaya air ketuban bercampur mekonium?
Mekonium yang dikeluarkan dan bercampur air ketuban dapat masuk ke
dalam paru-paru janin di dalam rahim atau sewaktu bayi mulai bernapas
saat lahir. Tersedak mekonium dapat menyebabkan pneumonia dan
mungkin kematian.

Apa yang dapat dilakukan untuk membantu seorang bayi bila terdapat
air ketuban bercampur mekonium?
Siap untuk melakukan resusitasi bayi apabila cairan ketuban bercampur
mekonium. Langkah-langkah tindakan resusitasi pada bayi baru lahir jika
air ketuban bercampur mekonium sama dengan pada bayi yang air
ketubannya tidak bercampur mekonium hanya berbeda pada:
 Setelah seluruh badan bayi lahir: penilaian apakah bayi menangis/
bernapas/ bernapas normal/ megap-megap/ tidak bernapas?

Jika menangis/ bernapas normal, klem dan potong tali pusat dengan
cepat, tidak diikat dan tidak dibubuhi apapun, lanjutkan dengan langkah
awal.

Jika megap-megap atau tidak bernapas, buka mulut lebar, dan isap
lendir di mulut, klem dan potong tali pusat dengan cepat, tidak diikat dan
tidak dibubuhi apapun, dilanjutkan dengan langkah awal.

Keterangan: Pemotongan tali pusat dapat merangsang pernapasan bayi,


apabila masih ada air ketuban dan mekonium di jalan napas, bayi bisa
tersedak (aspirasi)
Asuhan Asuhan pasca resusitasi adalah pelayanan kesehatan pasca resusitasi yang
Pasca diberikan baik kepada BBL ataupun ibu dan keluarga. Berbicaralah dengan
resusitasi ibu dan keluarga bayi tentang resusitasi yang telah dilakukan. Jawab setiap
pertanyaan yang diajukan.
Asuhan pasca resusitasi diberikan sesuai dengan keadaan BBL setelah
menerima tindakan resusitasi dan dilakukan pada keadaan:
 Resusitasi berhasil: bayi menangis dan bernapas normal sesudah
menerima tindakan sesudah ventilasi
 Resusitasi belum/ kurang berhasil: bayi perlu rujukan yaitu sesudah
resusitasi 2 menit belum bernapas atau megap-megap atau pada
pemantauan didapatkan kondisinya memburuk
 Resusitasi tidak berhasil: sesudah resusitasi 10 menit dihitung dari bayi
tidak bernapas dan detak jantung 0.
Resusitasi Berhasil
Ajari ibu atau keluarga untuk membantu bidan menilai keadaan bayi.
Jelaskan mengenai pemantauan BBL dan bagaimana memperoleh
pertolongan segera bila bayi mengalami masalah.

Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi


 Tidak dapat menyusu
 Kejang
 Mengantuk atau tidak sadar
 Nafas cepat (>60/mnt)
 Merintih
 Retraksi dindin dada bawah
 Sianosis sentral

"Rujuk segera bila ada salah satu tanda-tanda bahaya di atas, sebelum
dirujuk lakukan tindakan pra rujukan."

Pemantauan dan perawatan tali pusat


 Memantau perdarahan tali pusat, jika ikatan lepas betulkan oleh bidan
 Menjelaskan perawatan tali pusat yang benar pada ibu dan atau
keluarga

Jika bayi dan warna kulit normal


 Lakukan IMD

Pencegahan hipotermi
 Membaringkan bayi dalam ruangan >250 C bersama ibunya
 Mendekap bayi (kontak kulit bayi ke kulit ibu) sesering mungkin
 Menunda memandikan bayi sampai dengan 6-24 jam dan bayi stabil
 Menimbang berat badan terselimuti, kurangi berat selimut
 Menjaga bayi tetap hangat selama pemeriksaan, buka selimut bayi
sebagian-sebagian.
Pemberian vitamin K1
Memberikan suntikan vitamin K1 1 mg intramuskular di paha kiri, untuk
mencegah perdarahan BBL.

Pencegahan infeksi
 Memberikan salep/ tetes mata antibiotika
 Memberikan imunisasi Hepatitis B 0,5 ml intramuskular di paha kanan,
1 jam setelah pemberian vitamin K1
 Memberitahu ibu dan keluarga cara pencegahan infeksi bayi.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik bayi pasca resusitasi harus lebih hati-hati. Pemeriksaan
awal diutamakan pada pemeriksaan pernapasan dan jantung dengan
monitoring tanda bahaya. Pemeriksaan lengkap sebaiknya dilakukan dalam
24 jam dan setelah bayi stabil.
Pencatatan dan pelaporan

Melakukan pencatatan kasus


Sebagaimana pada setiap persalinan, isilah partograf secara lengkap yang
mencakup identitas ibu, riwayat kehamilan, jalannya persalinan, kondisi
ibu, kondisi janin dan kondisi BBL. Penting sekali dicatat denyut jantung
janin, oleh karena seringkali asfiksia bermula dari keadaan gawat janin
pada persalinan. Apabila didapatkan gawat janin tuliskan apa yang
dilakukan. Saat ketuban pecah perlu dicatat pada partograf dan berikan
penjelasan apakah air ketuban bercampur mekonium?
Kondisi BBL diisi pula pada partograf. Bila mengalami asfiksia selain
dicatat pada partograf perlu dibuat catatan khusus di buku harian/ buku
catatan, cukup ditulis tangan. Usahakan agar mencatat ketuban secara
lengkap dan jelas:

 Nama ibu, tempat, tanggal melahirkan dan waktunya


 Kondisi janin/ bayi:
o Apakah ada gawat janin sebelumnya?
o Apakah air ketuban bercampur mekonium?
o Apakah bayi menangis spontan, bernapas teratur, megap-
megap atau tidak bernapas?
o Apakah tonus otot baik?
 Waktu mulai resusitasi
 Langkah resusitasi yang dilakukan
 Hasil resusitasi.

“Jika persalinan di rumah, sebaiknya bidan tinggal bersama keluarga bayi


untuk memantau bayi minimal dua jam pertama pasca lahir”
Pencatatan juga dilakukan pada buku KIA sebagai sumber informasi bagi
keluarga

Bayi Perlu Rujukan


 Konseling:
o Jelaskan kepada ibu dan keluarga, bahwa bayinya memerlukan
rujukan. Sebaiknya bayi dirujuk bersama ibunya dan didampingi oleh
bidan. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan
o Minta keluarga untuk menyiapkan sarana transportasi secepatnya.
Suami atau salah seorang anggota keluarga perlu menemani selama
rujukan
o Beritahukan kepada tempat rujukan yang dituju (bila mungkin)
tentang keadaan bayi dan perkirakan waktu tiba. Beritahukan juga
bila ibu baru saja melahirkan
o Bawa alat resusitasi dan perlengkapan lain yang diperlukan selama
rujukan.
 Melanjutkan resusitasi (bila diperlukan)
 Memantau tanda bahaya
 Memantau dan merawat tali pusat
 Jika bayi tetap hangat selama perjalanan, kenakan tutup kepala bayi
dan bila mungkin lakukan perawatan bayi lekat
 Memberikan vitamin K1 jika keadaan bayi membaik, tidak diresusitasi
 Mencegah infeksi, yaitu memberikan salep/ tetes mata antibiotik, jika
tidak diresusitasi
 Jelaskan kepada ibu bahwa sebaiknya menyusui segera kepada
bayinya, kecuali pada keadaan gangguan napas dan kontra indikasi
lainnya
 Membuat surat rujukan
 Melakukan pencatatan dan pelaporan khusus.

Resusitasi Tidak Berhasil


Bila bayi tidak bernapas setelah resusitasi selama 10 menit dan denyut
jantung 0, pertimbangkan untuk menghentikan resusitasi. Biasanya bayi
tersebut tidak tertolong dan meninggal. Ibu maupun keluarga memerlukan
banyak dukungan moral. Bicaralah dengan keluarga secara hati-hati/
bijaksana dan berikan dukungan moral sesuai budaya setempat.

Konseling
Dukungan moral:
 Bicaralah dengan ibu bayi dan keluarga tentang tindakan resusitasi
dan kematian bayinya. Jawablah setiap pertanyaan yang diajukan.
Berikan asuhan terhadap ibu bayi dan keluarganya dengan tetap
memperhatikan nilai budaya/ kebiasaan setempat. Tunjukkan
kepedulian atas kebutuhan mereka. Bicarakan apa yang mereka
inginkan terhadap bayi yang telah meninggal
 Ibu bayi mungkin merasa sedih bahkan menangis. Perubahan
hormon setelah kehamilan mungkin menyebabkan perasaan ibu
sangat sensitif, terlebih bayi meninggal. Bila ibu ingin
mengungkapkannya, ajak bicara dengan orang terdekat atau bidan
 Jelaskan kepada ibu dan keluarganya bahwa ibu memerlukan
istirahat, dukungan moral dan makanan bergizi. Sebaiknya ibu tidak
mulai bekerja kembali dalam waktu terlalu cepat.

Asuhan ibu
Payudara ibu akan bengkak sekitar 2-3 hari. Mungkin ibu juga mengalami
demam selama 1 atau 2 hari. Ibu dapat mengatasi masalah pembengkakan
payudara dengan melakukan hal berikut:
 Gunakan BH yang ketat atau balut payudara dengan sedikit tekanan
menggunakan selendang/ kemben/ kain sehingga ASI tidak keluar
 Jangan memerah ASI atau merangsang payudara.

Pencatatan dan pelaporan


Buatlah pencatatan selengkapnya mengenai identitas ibu, kondisi bayi,
semua tindakan yang dilakukan secara rinci dan waktunya. Kemudian
laporkan pula bahwa resusitasi tidak berhasil dan sebab tidak berhasil.
Laporkan kematian bayi melalui RT/ RW ke Kelurahan. Simpanlah catatan
baik-baik sebagai dokumen untuk pertanggungan jawab.

Pencegahan Infeksi Akibat Resusitasi


Pencegahan infeksi menurut jenis alat resusitasi.
Lakukan tiga langkah pencegahan infeksi dekontaminasi, pencucian dan
DTT pada peralatan resusitasi.
Berikut ini adalah beberapa contoh alat dan bahan habis pakai yang
digunakan dalam resusitasi dan cara pencegahan infeksinya.
 Meja resusitasi
Basuh dengan larutan dekontaminasi dan kemudian cuci dengan sabun
dan air, dikeringkan dengan udara/ dingin.
 Tabung resusitasi
Lakukan dekontaminasi, pencucian secara teratur misalnya setiap
minggu, tiap 2 minggu, atau setiap bulan tergantung frekuensi
resusitasi. Selalu lakukan ketiga langkah pencegahan infeksi kalau alat
digunakan pada bayi dengan infeksi. Pencegahan infeksi tabung/ balon
resusitasi dilakukan setiap habis digunakan. Pisahkan masing-masing
bagian sebelum melakukan pencegahan infeksi.
 Sungkup silikon dan katup karet
Sungkup silikon dapat direbus. Lakukan ketiga langkah pencegahan
infeksi (dekontaminasi, pencucian dan DTT).
 Alat penghisap atau sarung tangan yang dipakai ulang
Lakukan ketiga langkah pencegahan infeksi (dekontaminasi, pencucian
dan DTT)
 Kain dan selimut
Lakukan dekontaminasi dan pencucian kemudian keringkan dengan
angin/ udara atau sinar matahari kemudian simpan di tempat yang
bersih dan kering.
 Bahan/ alat habis pakai
Lakukan dekontaminasi untuk bahan/ alat habis pakai seperti kasa,
sarung tangan, pipa kateter, jarum dan sebagainya selama 10 menit,
sebelum membuangnya ke tempat yang aman.
Kompresi Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari 60x/menit
dada setelah dilakukan VTP selama 30 detik.
Tindakan kompresi dada (cardiac massage) terdiri dari kompresi yang
teratur pada tulang dada, yaitu menekan jantung kearah tulang belakang,
meningkatkan tekanan intratorakal, dan memperbaiki sirkulasi darah
keseluruh organ vital tubuh. Kompresi dada hanya bermakna jika paru-
paru diberi oksigen, sehingga diperlukan 2 orang untuk melakukan
kompresi dada yang efektif, satu orang menekan dada dan yang lainnya
melanjutkan ventilasi. Orang kedua juga bisa melakukan pemantauan
frekuensi jantung dan suara nafas selama VTP. Ventilasi dan kompresi
harus dilakukan secara bergantian.
Bagaimana melakukan kompresi dada ?
Ada 2 teknik : 1) teknik ibu jari dan 2) teknik 2 jari
1) Teknik ibu jari : kedua ibu jari untuk menekan tulang dada, sementara
kedua tangan melingkari dada dan jari-jari tangan menopang bagian
belakang bayi.
2) Teknik dua jari : ujung jari tengah dan jari telunjuk atau jari tengan dan
jari manis dari satu tangan untuk menekan tulang dada. Tangan yang
lain untuk menopang bagian belakang bayi.
Teknik ibu jari
 Keuntungan : tidak cepat lelah
 Kerugian : jika bayi besar atau kecil, tekniknya sulit
Ruangan yang terpakai banyak, sulit jika akan memberikan obat-
obatan lewat umbilical

Teknik dua jari


Jangan mengankat ibu jari atau jari-jari tangan dari dada diantara
penekanan :
o Perlu waktu untu mencari lokasi
o Kehilangan control kedalaman
o Dapat terjsdi penekanan pada tempat yang salah
Teknik ibu jari lebih direkomendasikan pada reusitasi bayi baru lahir karena
akan menghasilkan puncak sistolik dan perfusi koroner yang lebih besar.
Prinsip dasar pada kompresi dada :
1) Posisi bayi : topangan yang keras pada bagian belakang bayi dengan
leher sedikit tengadah
2) Kompresi :
o Lokasi ibu jari atau dua jari : pada bayi baru lahir tekanan diberikan
pada 1/3 bawah tulang dada yang terletak antara processus
xiphoideus dan garis khayal yang menghubungkan kedua putting
susu.

o Kedalaman : diberikan tekanan yang cukup untuk menekan tulang


dada sedalam kurang lebih 1/3 diameter anteroposterior dada,
kemudian tekanan dilepaskan untuk memberikan kesempatan
jantung terisis. Satu kompresi terdiri dari satu tekanan kebawah
dan satu pelepasan. Lamanya tekanan kebawah harus lebih singkat
daripada lamanya pelepasan untuk memberi curah jantung yang
maksimal. Ibu jari atau ujung-ujung jari harus tetap bersentuhan
dengan dada selama penekanan dan pelepasan.
o Frekuensi :
Kompresi dada dan ventilasi harus terkoordinasi dengan baik,
dengan aturan satu ventilsai diberikan setiap selesai tiga kali
kompresi, dengan frekuensi 30 ventilasi dan 90 kompresi permenit.
Satu siklus yang berlangsung selama 2 detik terdiri dari satu
ventilasi dan tiga kompresi.
 90 kompresi + 30 ventilasi (dalam 1 menit) Rasio 3:1
 1 1/2 detik 3 kompresi dada, ½ detik 1 ventilasi 2 detik (1
siklus)

o Penghentian kompresi :
 Setelah 30 detik untuk menilai frekuensi jantung ventilasi
dihentikan.
 Frekuensi jantung dihitung dalam waktu 6 detik kemudian
dikalikan 10. Jika frekuensi jantung telah diatas 60x/mnt
kompresi dada dihentikan, namun ventilasi diteruskan dengan
kecepatan 40-60x/mnt. Jika frekuensi jantung tetap kurang dari
60x/mnt, maka pemasangan kateter umbilical untuk
memasukkan obat dan pemberian epinefrin harus dilakukan.
 Jika frekuensi jantung > dari 100x/mnt dan bayi dapat bernafas
spontan, VTP dapat dihentikan tetapi bayi masih mendapat
oksigen aliran bebas yang kemudian secara bertahap
dihentikan.

Komplikasi :
 Tulang iga patah
 Trauma/laserasi hepar
 Pneumotorak
CEK LIST

PENUNTUN BELAJAR
PENANGANAN ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR
NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
:
TANGGAL
Nilailah setiap kinerja langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut:
1 Perlu perbaikan : Langkah tidak dikerjakan dengan benar atau tidak sesuai urutan (jika
harus berurutan)
2 Mampu : Langkah dikerjakan dengan benar dan berurutan (jika harus berurutan), tetapi
kurang tepat dan/atau pembimbing/pengamat perlu membantu/mengingatkan hal-hal kecil
yang tidak terlalu berarti
3 Mahir : Langkah dikerjakan dengna benar, tepat tanpa ragu-ragu atau tanpa perlu bantuan
dan sesuai dengan urutan (jika harus berurutan)
T/S Langkah tidak sesuai dengan keadaan
Penilaian
KEGIATAN 1 2 3
PERSIAPAN
1. Siapkan peralatan :
 Ruang hangat, terlindung dari tiupan angin, dan penghangat tubuh
(kain hangat/ kering atau lampu sorot)
 3 helai kain bersih dan kering (untuk mengeringkan bayi, membungkus
bayi dan pengganjal bahu)
 Jam dengan jarum detik atau penunjuk waktu
 Penghisap lendir De lee
 Balon dan sungkup (atau pipa dan sungkup)
 Sarung tangan
 O2
PENILAIAN BBL DAN KEBUTUHAN TINDAKAN RESUSITASI
1. Nilai bayi :
o Apakah bayi bernafas menangis atau bernafas/ tidak megap-megap
o Apakah tonus otot bayi baik/bergerak aktif
2. Jika bayi tidak bernafas, megap-megap atau lemas maka potong tali pusat
dan lanjutkan dengan langkah awal resusitasi
3. Jika mekoneum kental buka mulut lebar, usap dan isap lendir dari mulut,
potong tali pusat dan lanjutkan dengan langkah awal resusitasi.
4. Beritahu keluarga bahwa bayi memerlukan tindakan resusitasi
MELAKUKAN LANGKAH AWAL RESUSITASI (dalam waktu kurang 30 detik)
1. Jaga bayi tetap hangat
o Keringkan tubuh bayi dan selimuti dengan kain bersih, kering dan
hangat
o Tempatkan pada ruangan hangat dan terhindar dari tiupan angin
o Dekatkan bayi ke pemanas tubuh
o Letakkan pada tempat yang kering dan hangat
o Beri alas kering, bersih dan hangat pada permukaan datar tempat
meletakkan bayi
2. Posisikan kepala dan leher bayi menjadi sedikit tengadah (setengah
ekstensi) untuk membuka jalan napas dengan cara mengganjal bahu bayi
dengan kain yang dilipat
3. Bersihkan jalan napas dengan mengisap lendir dari mulut kemudian
hidung
o Gunakan penghisap lendir De Lee
o Mulai bersihkan lendir dari mulut, baru kemusdian hisap lendir di
hidung
o Penghisapan dilakukan bersamaan dengan penarikan selang
penghisap
o Jangan melakukan penghisapan terlalu dalam karena dapat
menimbulkan reaksi vaso-gasal dan menyebabkan henti napas
4. Keringkan tubuh bayi dan lakukan rangsangan taktil
o Dengan sedikit penekanan, gosok tubuh bayi melalui kain
pembungkus tubuh bayi
o Dengan telapak tangan, lakukan rangsangan taktil pada telapak kaki
atau punggung bayi atau menyentil telapak kaki bayi
o Ganti kain yang basah dengan kain baru yang bersih, kering dan
hangat. Bagian muka dan dada bayi dibiarkan terbuka untuk keperluan
resusitasi dan evaluasi keberhasilan tindakan
5. Atur kembali posisi dan jaga kehangatan tubuh dengan membungkus
badan bayi
o Atur kembali ganjal bahu untuk memberikan posisi terbaik bagi jalan
napas
6. Penilaian ulang :
o Nilai apakah bayi bernapas spontan dan normal atau masih
mengalami kesulitan bernapas
o Bila bayi bernapas spontan dan baik, lakukan asuhan bayi baru lahir
yang normal dan berikan pada ibunya
1) Menjaga suhu tubuh (metode kangguru atau diselimuti dengan
baik)
2) Mendapat ASI
3) Kontak batin dan saying
4) Bila bayi masih megap-megap atau belum bernapas spontan
VENTILASI POSITIF PADA BAYI ASFIKSIA
1. Pastikan posisi kepala sudah benar, kemudian pasang sungkup/
ambubag dengan benar sehingga melingkupi hidung dan mulut
2. L akukan ventilasi percobaan (dua kali)
o Bila menggunakan balon dan sungkup, lakukan ventilasi dengan
tekanan yang cukup sebanyak dua kali
o Bila menggunakan pipa dan sungkup, tiupkan udara yang
dikumpulkan dalam mulut ke dalam pipa (udara ruangan, bukan
udara ekspirasi)
1) Pastikan dada mengembang
2) Bila tidak mengembang
 Periksa posisi kepala
 Periksa posisi sungkup
 Periksa lendir di jalan napas
3. Bila ventilasi percobaan berjalan baik, lakukan VTP sebanyak 20 kali
dalam 30 detik
o Pastikan dada mengembang saat ventilasi diberikan
o Hentikan ventilasi bila bayi menangis atau bernafas spontan
4. Setelah bayi menangis atau bernapas spontan hentikan ventilasi
o Jaga suhu tubuh bayi
o Berikan bayi pada ibunya (diselimuti berdua)
Perhatikan :
Bila bayi tetap belum bernapas atau megap-megap maka lanjutkan
ventilasi 20 x dalam 30 detik berikutnya dan lakukan penilaian ulang
setiap 0 detik dan penilaian kebugaran bayi setiap menit
5. Bila bayi tidak bernapas spontan setelah 2 menit resusitasi :
o Beritahu keluarga untuk menyiapkan rujukan
o Teruskan resusitasi
o Pastikan ibu dalam keadaan baik dan stabil
6. Bila bayi tetap tidak bernapas seelah 10 menit sejak awal resusitasi
maka tindakan ini dinyatakan gagal dan resusitasi dihentikan
PEMANTAUAN DAN PERAWATAN SUPORTIF PASCA TINDAKAN
1. Lakukan pemantauan secara sekama. Perhatikan :
o Tanda-tanda kesulitan bernapas
 Retraksi intercostal (cekungan antar iga)
 Megap-megap
 Frekuensi pernapasan kurang dari 30 atau labih dari 60x/mnt
o Warna kuli kebiruan atau pucat
2. Lanjutkan rangsangan taktil untuk merangsang pernapasan bayi
3. Jaga bayi tetap hangat, tunda untuk memandikan bayi selama 6-24 jam
setelah lahir
4. Bila pernapasan dan warna kulit normal, berikan bayi pada ibunya :
o Menjaga kehangatan/ suhu tubuh bayi
o Mendapat ASI
o Kontak batin dan kasih sayang
5. Teruskan pemantauan, bila bayi menunjukkan tanda-tanda di bawah ini,
segera lakukan rujukan :
o Frekuensi pernapasan < 30 atau > 60x/ menit
o Retraksi intercostal
o Merintih atau megap-megap
o Seluruh tubuh pucat atau berwarna kebiruan
o Bayi menjadi lemah
TINDAKAN SESUDAH PROSEDUR RESUSITASI
1. Buanglah kateter penghisap dan ekstraktor lendir sekali pakai
(disposable) ke dalam kantong plastik atau tempat yang tidak bocor
Untuk kateter dan ekstraktr lendir yang dipakai daur ulang :
o Rendam di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit untuk
dekontaminasi
o Lanjutkan ke proses cuci, bilas hingg DTT atau sterilisasi
2. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
MENCATAT TINDAKAN RESUSITASI
1. Catat tanggal dan aktu bayi lahir
2. Catat kondisi bayi saat lahir
3. Catat waktu mulainya tindakan resusitasi
4. Catat tindakan apa yang dilakukan selama resusitasi
5. Catat waktu bayi bernapas spontan atau resusitasi dihentikan
6. Catat hasil tindakan resusitasi
7. Catat perawatan suportif pasca resusitasi
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 2006, Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar, Depkes
RI, Jakarta
Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I. EGC. Jakarta
Saifudin, Abdul Bari dkk 2002 Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Saifudin, Abdul Bari dkk 2002 Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Wiknjosastro, Hanifa. dkk. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
prawirohardjo. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai