Anda di halaman 1dari 16

Atresia Duodeni

1. Pengertian Atresia duodeni

Atresia duodeni merupakan suatu kondisi dimana duodenum (bagian


pertama dari usus halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak
berupa saluran terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan perjalanan
makanan dari lambung ke usus.

Atresia Duodeni adalah tidak terbentuknya atau tersumbatnya


duodenum (bagian terkecil dari usus halus) sehingga tidak dapat dilalui
makanan yang akan ke usus.

Atresia Duodeni adalah obstruksi lumen usus oleh membran utuh, tali
fibrosa yang menghubungkan dua ujung kantong duodenum yang buntu
pendek, atau suatu celah antara ujung-ujung duodenum yang tidak
bersambung.

Atresia Duodeni adalah buntunya saluran pada duedenum yang


biasanya terjadi pada ampula arteri.

2. Etiologi Atresia Duodeni

Penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenum masih belum


diketahui, tapi ada beberapa yang bisa menyebabkan atresia duodenum :

1. Gangguan perkembangan pada awal masa kehamilan (minggu ke-4


dan ke-5 ).
2. Gangguan pembuluh darah.
3. Banyak terjadi pada bayi prematur.
4. Banyak ditemukan pada bayi sindrom down.
5. Suplai darah yang rendah pada masa kehamilan sehingga
duodenum mengalami penyempitan dan menjadi obstruksi.
3. Tanda dan Gejala Atresia Duodeni
1. Perutnya menggelembung (kembung) di daerah epigastrum pada 24
jam atau sesudahnya.
2. Muntah segera setelah lahir berwarna kehijau - hijauan karena
empedu(biliosa).
3. Muntah terus - menerus meskipun bayi dipuasakan selama beberapa
jam.
4. Bayi muntah tanpa disertai distensi abdomen.
5. Tidak kencing setelah disusui.
6. Tidak ada gerakan usus setelah pengeluaran mekonium.
7. Pembengkakan abdomen pada bagian atas.
8. Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar
mekonium.
9. Berat badan menurun atau sukar bertambah.
10. Polihidramnion terlihat pada 50 % dengan atresia duodenal.
11. Ikterik.

4. Komplikasi

Dapat ditemukan kelainan kongenital lainnya. Mudah terjadi


dehidrasi, terutama bila tidak terpasang line intravena. Setelah
pembedahan, dapat terjadi komplikasi lanjut seperti pembengkakan
duodenum (megaduodenum), gangguan motilitas usus, atau refluks
gastroesofageal.

5. Penatalaksanaan atau Pengobatan

Pada penderita atresia duodeni ini belum ditemukan obatnya. Jalan


satu-satunya hanya dengan pembedahan.Prinsip terapi :

1. Perawatan pra bedah :


a. Perawatan prabedah neonatus rutin
b. Koreksi dehidrasi yang biasanya tidak pearah karena diagnosa
dibuat secara dini.
c. Tuba naso gastric dengan drainase bebas dan penyedotan setiap
jam
2. Pembedahan

Pembedahan suatu duodena-duodenostomi mengurangi


penyempitan obstruksi dan sisa ususdiperiksa karena sering kali
ditemukan obstruksi lanjut.

3. Perawatan pasca bedah.


a. Perawatan pasca bedah neonatorum rutin.
b. Aspirasi setiap jam dari tuba gastrostomi yang mengalami drainase
bebas
c. Cairan intravena dilanjutkan sampai diberikan makanan melalui
tuba.

Pemberian makanan transa nastomik yang berlanjut dengan


kecepatan maksimun 1 ml per menit dimulai dalam 24 jam pasca bedah
dimulai dengan dektrose dan secara berangsur-angsur diubahdalam jumlah
dan konsistensinya hingga pada sekitar 7 hari pasca bedah dimana
diberikan susudengan kekuatan penuh. Untuk menjaga keseimbangan
cairan dan elektrolit aspirat lambungdapat diganti melalui transanastomik
dan ini dapat meniadakan kebutuhan untuk melanjutkan terapi intravena.
Tidak jarang diperoleh volume aspirat yang besar dalam beberapa waktu
pasca bedah, sampai beberapa minggu dalam beberapa kasus. Karena
lambung yang berdilatasi danduodenum bagian proksimal membutuhkan
waktu untuk kembali pada fungsi yang normal. Jika hal ini menurun maka
penyedotan gastromi tidak dilakukan terlalu sering dan makanan alternatif
diberikan ke dalam lambung selama 24 jam. Pemberian makanan peroral
dapat dilakukan secara berangsur-angsur sebelum pengangkatan tuba
gastromi berat badan bayi dimonitor secaraseksama

4. Persiapan operasi
a. Prinsip umum persiapan terapi pada neonatus.
b. Koreksi cairan dan elektrolit.
c. Pertimbangan khusus diberikan pada atresia duodenum : koreksi
emergensi tidak dibutuhkan kecuali diduga ada malrotasi- pada
obstruksi parsial yang lama, malnutrisi biasanya berat. Koreksi
melalui TPN selama seminggu atau lebih sebelum operasi.
5. Perawatan Operasi
a. End-to-end anastomosis, juga bisa side-to-side
b. Annulare pancreas terbaik dilakukan by pass anastomosis dari
duodenum ke jejunum.Pankreas sendiri tidak diincisi.
c. Eksisi merupakan pilihan tepat bagi atresia duodenum yang
berbentuk diafragmatik, setelah identifikasi ampula vateri.
d. Deformitas “windsock” harus disangkakan dan dicari bagi semua
pasien dengan atresia duodenum yang berkelanjutan. Kateter
dimasukkan dari proksimal sampai distal untuk memastikan
patensinya.
e. Gastrostomy dilakukan jika gejalanya menetap serta perbaikan dini
tidak terjadi.
f. Akses pada vena sentral tatau transanastomosis tube ke dalam
jejunum diindikasikan baginutrisi pasca operasi pada pasien yang
berat.
6. Perawatan pasca operasi
a. Dekompresi gaster dilakukan sampai duodenum benar-benar
kosong, selanjutnya dimulai feeding. Sebagian pasien dapat diberi
makan dalam seminggu setelah operasi.
b. TPN atau makanan melalui jejunum terkadang dibutuhkan.
c. Antibiotik tidak diindikasikan jika operasi dilakukan steril dan
tidak ada gangguan vaskuler.

6. Pemeriksaan Penunjang
1. Dengan X-ray abdomen (USG prenatal) memperlihatkan pola
gelembung ganda yang berisi udara dalam usus bagian bawah.
2. Suatu enema barium dapat diperlihatkan berasosiasi dengan keadaan
malrotasi.

Atresi Oesphagus

1. Pengertian Atresia Esophagus

Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak


adanya lubang atau muara (buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar
kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼ -1/3 kasus
lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi
karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula). Kelainan lumen
esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia
esofagaus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung,
kelainan gastroin testinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang
(hemivertebrata).

Atresia esofagus adalah malpormasi yang disebabkan oleh


kegagalan esofagus untuk mengadakan pasase yang kontinu : esophagus
mungkin saja atau mungkin juga tidak membentuk sambungan dengan
trakea ( fistula trakeoesopagus) atau atresia esophagus adalah kegagalan
esophagus untuk membentuk saluran kotinu dari faring ke lambung
selama perkembangan embrionik adapun pengertian lain yaitubila sebua
segmen esoofagus mengalami gangguan dalam pertumbuhan nya(
congenital) dan tetap sebaga bagian tipis tanpa lubang saluran.
Fistula trakeo esophagus adalah hubungan abnormal antara trakeo
dan esofagus . Dua kondisi ini biasanya terjadi bersamaan, dan mungkin
disertai oleh anomaly lain seperti penyakit jantung congenital. Untuk alas
an yang tidak diketahui esophagus dan trakea gagal untuk berdeferensiasi
dengan tepat selama gestasi pada minggu keempat dan kelima. Atresia
Esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan
kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan
trachea.

2. Epidemiologi Atresia Esophagus

Atresia esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirschprung


seorang ahli anak dan Copenhagen pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862
dengan adanya lebih kurang 14 kasus atresia esophagus. Kelainan ini
sudah diduga sebagai suatu malformasi dari traktus gastrointestinal.
Meskipun sejarah penyakit atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus
telah dimulai pada abad ke 17, namun penanganan bedah terhadap anomali
tersebut tidak berubah sampai tahun 1869. Baru pada tahun 1939, Leven
dan Ladd telah berhasil menyelesaikan penanganan terhadap atresia
esophagus. Lalu di tahun 1941 seorang ahli bedah Cameron Haigjit dad
Michigan telah berhasil melakukan operasi pada atresia esofagus dan sejak
itu pulalah bahwa Atresia Esofagus sudah termasuk kelainan kongenital
yang bisa diperbaiki.

Di Amerika Utara insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-


4500 dari kelahiran hidup, angka ini makin lama makin menurun dengan
sebab yang belum diketahui. Secara Internasional angka kejadian paling
tinggi terdapat di Finlandia yaitu 1:2500 kelahiran hidup. Atresia Esofagus
2-3 kali lebih sering pada janin yang kembar. Kecenderungan
peningkatan jumlah kasus atresia esophagus tidak berhubungan dengan ras
tertentu. Namun dari suatu penelitian didapatkan bahwa insiden atresia
esophagus paling tinggi ditemukan pada populasi kulit putih (1 kasus
per10.000 kelahiran) dibanding dengan populasi non-kulit putih (0,55
kasus per 10.000 kelahiran).

Jenis kelamin laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi


dibandingkan pada perempuan untuk mendapatkan kelainan atresia
esophagus. Rasio kemungkinan untuk mendapatkan kelainan esophagus
antara laki-laki dan perempuan adalah sebesar 1,26:1. Atresia esophagus
dan fistula trakeoesofagus adalah kelainan kongenital pada neonatus yang
dapat didiagnosis pada waktu-waktu awal kehidupan. Beberapa penelitian
menemukan insiden atresia esophagus lebih tinggi pada ibu yang usianya
lebih muda dari 19 tahun dan usianya lebih tua dari 30 tahun, dimana
beberapa penelitian lainnya juga mengemukakan peningkatan resiko
atresia esophagus terhadap peningkatan umur ibu.

3. Etiologi Atresia Esophagus

Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa
menyebabkan terjadinya kelainan atresia esophagus, hanya dilaporkan
angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara kandung yang
terkena. Atresia esophagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi
21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab genetik. Namun saat ini, teori
tentang terjadinya atresia esophagus menurut sebagian besar ahli tidak lagi
berhubungan dengan kelainan genetik. Perdebatan tentang proses
embriopatologi masih terus berlanjut.

Selama embryogenesis proses elongasi dan pemisahan trakea dan


esophagus dapat terganggu. Jika pemisahan trekeoesofageal tidak lengkap
maka fistula trakeoesofagus akan terbentuk. Jika elongasi melebihi
proliferasi sel sebelumnya, yaitu sel bagian depan dan belakang jaringan
maka trakea akan membentuk atresia esophagus.
Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus sering ditemukan
ketika bayi memiliki kelainan kelahiran seperti :

1. Trisomi
2. Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika,
atresia duodenal, dan anus imperforata).
3. Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogifallot,
dan patent ductus arteriosus).
4. Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau
horseshoe kidney, tidak adanya ginjal,dan hipospadia).
5. Gangguan Muskuloskeletal
6. Sindrom VACTERL (yang termasuk vertebr, anus, candiac,
tracheosofagealfistula, ginjal, dan abnormalitas saluran getah
bening).
7. Lebih dari setengah bayi dengan fistula atau atresia esophagus
memiliki kelainan lahir

Atresia Esophagus dapat disebababkan oleh beberapa hal,


diantaranya sebagai berikut :

1. Faktor obat.
Salah satu obat yang dapat menimbulkan kelainan kongenital yaitu
thali domine .
2. Faktor radiasi
Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat menimbulkan
kelainan kongenital pada janin yang dapat menimbulkan mutasi
pada gen
3. Faktor gizi
4. Deferensasi usus depan yang tidak sempurna dan memisahkan dari
masing –masing menjadi esopagus dan trachea .
5. Perkembangan sel endoteal yang lengkap sehingga menyebabkan
terjadinya atresia.
6. Perlengkapan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna
sehingga terjadi fistula trachea esophagus
7. Tumor esophagus.
8. Kehamilan dengan hidramnion
9. Bayi lahir premature.

Tapi tidak semua bayi yang lahir premature mengalami penyakit


ini. Dan ada alasan yang tidak diketahui mengapa esefagus dan trakea
gagal untuk berdiferensiasi dengan tepat selama gestasi pada minggu ke
empat dan ke lima.

4. Klasifikasi Atresia Esophagus

Klasifikasi asli oleh Vogt tahun 1912 masih digunakan sampai saat
ini . Gross pada tahun 1953 memodifikasi klasifikasi tersebut, sementara
Kluth 1976 menerbitkan "Atlas Atresia Esofagus" yang terdiri dari 10 tipe
utama, dengan masing-masing subtipe yang didasarkan pada klasifikasi
asli dari Vogt. Hal ini terlihat lebih mudah untuk menggambarkan kelainan
anatomi dibandingkan memberi label yang sulit untuk dikenali.

Atresia Esophagus diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 86%


Vogt 111.grossC)

Dinding posterior trakea setinggi carina atau 1-2 cm


diatasnya. Jarak antara esofagus proksimal yang buntu dan fistula
trakheooesofageal distal bervariasi mulai dari bagian yang overlap
hingga yang berjarak jauh. Merupakan gambaran yang paling
sering pada proksimal esofagus, terjadi dilatasi dan penebalan
dinding otot berujung pada mediastinum superior setinggi vetebra
thoracal III/IV. Esofagus distal (fistel), yang mana lebih tipis dan
sempit, memasuki
b. Atresia Esofagus terisolasi tanpa fistula ( 7%, Vogg II, Gross A)

Esofagus distal dan proksimal benar-benar berakhir tanpa


hubungan dengan segmen esofagus proksimal, dilatasi dan dinding
menebal dan biasanya berakhir setinggi mediastinum posterior
sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal pendek dan berakhir
pada jarak yang berbeda diatas diagframa.

c. Fistula trakheo esofagus tanpa atresia ( 4 %, Groos E)

Terdapat hubungan seperti fistula antara esofagus yang


secara anatomi cukup intak dengan trakhea. Traktus yang seperti
fistula ini bisa sangat tipis/sempit dengan diameter 3-5 mm dan
umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah. Biasanya
single tapi pernah ditemukan dua bahkan tiga fistula.

d. Atresia esofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal (2%.


Vogt III & Gross B).

Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun perlu


dibedakan dari jenis terisolasi. Fistula bukan pada ujung distal
esofagus tapi berlokasi 1-2 cm diatas ujung dinding depan
esofagus.

e. Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan


proksimal

Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati


(misdiagnosa) dan di terapi sebagai atresia proksimal dan fistula
distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan berulang,
pemeriksaan yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula dapat
dilakukan dan diperbaiki keseluruhan. Seharusnya sudah dicurigai
dari kebocoran gas banyak keluar dari kantong atas selama
membuat/ merancang anastomose.
5. Tanda dan Gejala Atresia Esophagus

Tanda dan gejala Atresia Esofagus yang mungkin timbul:

1. Batuk ketika makan atau minum


2. Bayi menunjukkan kurangnya minat terhadap makanan atau
ketidakmampuan untuk menerima nutrisi yang cukup (pemberian
makan yang buruk
3. Gelembung berbusa putih di mulut bayi
4. Memiliki kesulitan bernapas
5. Memiliki warna biru atau ungu pada kulit dan membran mukosa
karena kekurangan oksigen (sianosis)
6. Meneteskan air liur
7. Muntah-muntah
8. Biasanya disertai hidramnion (60%) dan hal ini pula yang
menyebabkan kenaikan frekuensi bayi lahir prematur, sebaiknya
dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa kehamilan ibu diertai
hidramnion hendaknya dilakukan kateterisasi esofagus. Bila kateter
terhenti pada jarak ≤ 10 cm, maka di duga atresia esofagus.
9. Bila pada bbl Timbul sesak yang disertai dengan air liur yang
meleleh keluar, di curigai terdapat atresia esofagus.
10. Segera setelah di beri minum, bayi akan berbangkis, batuk dan
sianosis karena aspirasi cairan kedalam jalan nafas.
11. Pada fistula trakeosofagus, cairan lambung juga dapat masuk
kedalam paru, oleh karena itu bayi sering sianosis
6. Diagnosis Atresia Esophagus
Atresia Esophagus dapat di diagnosa dari beberapa hal, diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Biasanya disertai denga hydra amnion (60 %) dan hal ini pula yang
menyebabkan kenaikan frekuensi bayi ang lahir premature.
Sebaliknya bila dari ananese ditetapkan keterangan bahwa
kehamilan ibu disertai hidraamnion, hendakla dilakukan
kateterisasiesofagus dengan kateter pada jarak kurang dari 10 cm ,
maka harus didiga adanya atresia esophagus.
2. Bila pada bayi baru lahir timbul sesak napas yang disertai air liur
meleleh keluar, harus dicurigai adanya atresia esfagus.
3. Segera setlah diberi minum, bay akan berbangkis, batuk dan
sianosis karena aspiasi cairan kedam jalan nafas.
4. Dianosis pasti dapat dibuat denga foto toraks yang akan
menunjukkan gambaran kateter terhenti pada tempat atresia.
Pemberian kontras kedalam esophagus dapat memberikan
gambaran yang lebih pasti, tapi cara ini tidak dianjurkan.
5. Perlu dibedakan pada pemeriksaan fisis apakah lambung terisi
udara atau kosong untuk menunjang atau menyingkirkan
terdapatnya fistula trakeoesofagus. Hal ini dapat terlihat pada foto
abdomen.
7. Komplikasi Atresia Esophagus

Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada


atresia esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :

1. Dismotilitas esophagus
Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin
esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi
ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan
minum.
2. Gastroesofagus refluk
Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana
mengalami gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau
dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke esophagus.
Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau
pembedahan.
3. Trakeo esogfagus fistula berulang
Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.
4. Disfagia atau kesulitan menelan
Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat
esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan
menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya
ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak
Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan
makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam
trakea.
6. Batuk kronis
Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi
perbaikan atresia esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari
trakea.
7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan
Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontakk
dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan
tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.
8. Patofisiologi Atresia Esophagus

Patogenesis dan etiologi atresia esofagus tidaklah jelas. Trakea dan


esofagus normalnya berkembang dan terpisah akibat lipatan cranial,
ventral, dan dorsal yang muncul di dalam foregut. Atresia esofagus dengan
fistula distal akibat dari invaginasi ventral yang berlebihan pada lipatan
faringo-esofagus, yang menyebabkan kantung esofagus bagian atas
mencegah lipatan cranial dari menuju ke bawah ke lipatan ventral. Untuk
itu, sambungan dipasangkan antara esofagus dan trakea.

Terdapat beberapa tipe atresia esofagus, tetapi anomali yang umum


adalah fistula antara esofagus distal dan trakea, sebanyak 80% bayi baru
lahir dengan kelainan esofagus. Atresia esofagus dan tracheoesophageal
fistula diduga sebagai akibat pemisahan yang tidak sempurna antara
lempengan paru dari foregut selama masa awal perkembangan janin.
Sebagian besar anomali kongenital pada bayi baru lahir meliputi vertebra,
ginjal, janutng, muskuloskeletal, dan sistem gastrointestinal.

Walaupun kelainan perkembangan pada esofagus merupakan hal


yang tidak umum terjadi, tetapi apabila terjadi ketidaknormalan harus
segera dikoreksi, karena dapat mengancam nyawa. Karena hal ini dapat
menyebabkan regurgitasi ketika bayi diberi makan. Agenesis pada
esofagus sangat jarang terjadi, kebanyakan atresia dan pembentukan
fistula. Pada atresia, segmen esofagus hanya berupa thin, noncanalized
cord, dengan kantung proksimal yang tersambung ke faring dan kantung
bagian bawah yang menuju ke lambung. Atresia sering terdapat pada
bifurksasi (dibagi menjadi dua cabang) trakea terdekat. Jarang hanya
atresia sendiri, tetapi biasanya sering dijumpai bersamaan dengan fistula
yang menyambungkan kantung bawah atau atas dengan bronkus atau
trakea. Anomali yang berhubungan meliputi congenital heart disease,
neurologic disease, genitourinary disease, dan other gastrointestinal
malformations. Atresia terkadang dihubungkan dengan arteri umbilikus
tunggal.

9. Penatalaksanaan pada Atresia Esophagus

Pasang sonde lambung no. 6 – 8 F yang cukup halus. Dan


radioopak sampai di esophagus yang buntu. Lalu isap air liur secara
teratur setiap 10 – 15 menit.

Pada Gross type II, tidur terlentang kepala lebih tinggi. Pada Gross
type I, tidur terlentang kepala lebih rendah. Bayi dipuasakan dan diinfus.
Kemudian segera siapkan operasi.(FKUI.1982).

Pemberian minum baik oral/enteral merupakan kontra indikasi


mutlak untuk bayi ini. Bayi sebaiknya ditidurkan dengan posisi “prone”/
telungkup, dengan posisi kepala 30o lebih tinggi. Dilakukan pengisapan
lendir secara berkala, sebaiknya dipasang sonde nasogastrik untuk
mengosongkan the blind-end pouch. Bila perlu bayi diberikan dot agar
tidak gelisah atau menangis berkepanjangan.

Penatalaksanaan oleh bidan adalah sebagai berikut :

1. Pasang sonde lambung antara No 6-8 F yang cukup kalen dan radio
opak sampai di esophagus yang buntu. Lalu isap air liur secara
teratur setiap 10-15 menit.
2. Pada groos II bayi tidur terlentang dengan kepala lebih tinggi.
3. Bayi di puasakan dan di infuse
4. Konsultasi dengan yang lebih kompeten
5. Rujuk ke rumah sakit
10. Pengobatan pada Atresia Esophagus

Penderita atresia esophagus seharusnya ditengkurapkan untuk


mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke dalam paru-paru.
Kantong esophagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk
mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap
pengendalian suhu, fungsi respirasi dan pengelolaan anomaly penyerta
kadang-kadang, kondisi penderita mengharuskan operasi tersebut
dilakukan secara bertahap:

1. Tahap pertama biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan pipa


gastrotomi untuk memasukkan makanan,
2. Tahap kedua adalah anastomosis primer, makanan lewat mulut
biasanya dapat diterima. Esofagografi pada hari ke 10 akan menolong
menilai keberhasilan anastomosis.

Malformasi struktur trakhea sering ditemukan pada penderita atresia


dan fistula esophagus. Trakeomalasia, pneumonia aspirasi berulang, dan
penyakit saluran nafas reaktif sering ditemukan. Perkembangan trakheanya
normal jika ada fistula, stenosis esophagus dan refluks gastroesofagus
berat lebih sering pada penderita ini.

Pengobatan pada atresia etsophagus setelah dirujuk, yaitu antara lain:

1. Keperawatan
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk
mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung ke dalam paru, cairan
lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi.
2. Medik
Pengobatan dilakukan dengan operasi. Pada penderita atresia anus ini
dapat diberikan pengobatan sebagai berikut :
3. Fistula yaitu dengan melakukan kolostomia sementara dan setelah 3 bulan
dilakukan koreksi sekaligus
4. Eksisi membran anal

Anda mungkin juga menyukai