Satuan Acara Penyuluha Revisi
Satuan Acara Penyuluha Revisi
Judul
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Waktu Pelaksanaan
6 Maret 2020
Tempat
Sarana
Leaflet
Pelaksana
Metoda
1. Ceramah
2. Tanya jawab
Materi Penyuluhan
A. Pengertian Operasi
1. Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh yang mencakup
fase pra-operatif, intra-operatif, dan pasca-operatif (post-operatif) yang pada
umumnya merupakan suatu peristiwa kompleks yang menegangkan bagi individu yang
bersangkutan.
2. Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang menggunakan
cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani.
Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan, setelah
bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan
diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Perawatan selanjutnya akan termasuk
dalam perawatan pasca bedah. Tindakan pembedahan atau operasi dapat menimbulkan
berbagai keluhan dan gejala (Sjamsuhidajat, 2010).
3. Pre-operatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi atau
pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi (Smeltzer
& Bare, 2008).
4. Post-operatif dimulai saat penyembuhan klien selesai ((Kozier dan Erb, 2009).
B. Tipe Operasi
Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan sebagai berikut (Smeltzer dan Bare,
2008):
1. Diagnostik
2. Kuratif
Seperti ketika meng-eksisi massa tumor atau mengangkat apendiks yang inflamasi
3. Reparatif
5. Paliatif
Seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh ketika
sedang gastrostomi dipasang untuk meng-kompensasi terhadap kemampuan menelan
makanan
Menurut Smeltzer dan Bare (2008), pembedahan dibagi menjadi 3 macam, yaitu
pembedahan menurut faktor risiko yang ditimbulkan, pembedahan menurut tujuannya
dan berdasarkan urgensinya
Minor
- Pembedahan yang menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan risiko
kerusakan yang minimal
Contoh: insisi, drainase kandung kemih, dan sirkumsisi
Mayor
- Pembedahan yang dapat menimbulkan trauma fisik yang luas, risiko kematian yang
serius
Contoh: laparatomi total, bedah caesar, mastektomi, bedah torak, dan bedah otak
Persiapan yang baik selama periode operasi membantu menurunkan risiko operasi dan
meningkatkan pemulihan pasca bedah. Tujuan tindakan keperawatan pre-operasi
dimaksudkan untuk kebaikan bagi pasien dan keluarganya, yang meliputi:
1. Menunjukkan rasa takut dan cemasnya hilang atau berkurang (baik ungkapan
secara verbal maupun ekspresi muka)
2. Dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan mobilisasi yang dilakukan setelah
tindakan operasi
3. Terpelihara keseimbangn cairan, elektrolit, dan nutrisi
4. Tidak terjadi vomitus karena aspirasi selama pasien dalam pengaruh anastesi
5. Tidak ada atau berkurangnya kemungkinan terjadi infeksi setelah tindakan
operasi
6. Mendapatkan istirahat yang cukup
7. Menjelaskan tentang prosedur operasi, jadwal operasi, serta
menandatangani informed consent
8. Kondisi fisiknya dapat dideteksi selama operasi berlangsung
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi
menurut Brunner dan Suddarth (2008), antara lain:
1. Persiapan fisik
Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan
pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas
klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat
kesehatan keluarga, dan pemeriksaan fisik lengkap seperti status
hemodinamika, kardiovaskuler, pernafasan, fungsi ginjal, fungsi
hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dll.
Pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan
tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh
lebih rileks. Sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat
hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil, dan bagi pasien wanita
akan memicu terjadinya haid lebih awal
Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum
melakukan pembedahan. Refluks esofagus mudah terjadi
terutama pada permulaan anesthesia, sehingga dapat terjadi
aspirasi isi lambung yang merupakan suatu penyulit
Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah
pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan
lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement.
Lamanya puasa berkisar antara 7 - 8 jam (biasanya puasa
dilakukan sejak pukul 24.00
Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk
menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru
dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan,
sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan
Khusus pada pasien yang membutuhkan operasi CITO (segera),
seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas, maka pengosongan
lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (Naso
Gastric Tube)
Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya
dengan input dan output cairan, demikian juga kadar elektrolit
serum harus berada dalam rentang normal
Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan
diantaranya adalah kadar natrium serum (normal: 135-145
mmol/l), kadar kalium serum (normal:3,5-5 mmol/l) dan kadar
kreatinin serum (0,70-1,50 mg/dl)
Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi
ginjal, dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa
dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal
baik, maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika
ginjal mengalami gangguan seperti oliguria/anuria, insufisiensi
renal akut, nefritis, akut, maka operasi harus ditunda menunggu
perbaikan fungsi ginjal (kecuali pada kasus yang mengancam
jiwa)
Pada penderita Diabetes Mellitus, jika perlu dilakukan koreksi
kadar gula darah dan ketonuria. Penyulit pasca bedah paling
banyak terjadi di paru. Perokok harus berhenti merokok
sekurang-kurangnya satu minggu sebelum rencana operasi
Status nutrisi
Kebutuan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan
berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein
darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen.
Segala bentuk desifisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk
perbaikan jaringan
Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami
berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien
menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca
operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehinga luka tidak bisa
menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada
kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian
Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari
terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan
karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi kuman dan juga menghambat proses penyembuhan
dan perawatan luka
Ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan
pencukuran sebelum operasi, misalnya pasien luka insisi pada
lengan
Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-
hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur.
Sering kali pasien diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri
agar pasien merasa lebih nyaman
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis
operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar
alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan
operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Contoh:
apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan
plate pada fraktur femur, hemoroidektomi
Personal hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan
operasi, karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber
kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang
dioperasi. Kulit tubuh harus bersih, penderita harus mandi atau
dimandikan dengan larutan sabun atau antiseptik, seperti
Chlorhexidine atau larutan yang mendandung yodium
Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi
sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama.
Sebaiknya jika pasien tidak mampu memenuhi
kebutuhan personal hygiene secara mandiri, maka perawat akan
memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene
Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain untuk pengosongan isi bladder,
tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk
mengobservasi balance cairan
Latihan pre-operasi
Latihan nafas dalam, untuk mengurangi nyeri setelah operasi
dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih
mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan
kualitas tidur. Selain itu, teknik ini juga dapat meningkatkan
ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum.
Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan
benar maka pasien dapat segera mempraktikkan hal ini segera
setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien
Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien
terutama yang mengalami operasi dengan anastesi
general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat
bantu nafas selama dalam kondisi ter-anastesi sehingga
ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman
pada tenggorokan dengan banyaknya lendir di
tenggorokan
Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien
setelah operasi untuk mengeluarkan lendir (sekret).
Pasien dapat dilatih dengan cara: pasien condong ke
depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan
dan letakkan melintang di atas incisi sebagai bebat ketika
batuk kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas
dalam (3-5 kali)
Latihan gerak sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal yang sangat penting
bagi pasien hingga setelah operasi, pasien dapat segera
melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk
mempercepat proses penyembuhan
Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai
pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setelah
operasi, pasien banyak yang tidak berani menggerakkan
tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka
operasinya lama sembuh
Pasien setelah operasi yang segera bergerak, akan lebih
cepat merangsang peristaltik usus, sehingga pasien akan
lebih cepat kentut/flatus
Keuntungan lainnya adalah menghindarkan penumpukan
lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari
kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus.
Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk
mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan
optimal
Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan
juga Range of Motion (ROM)
2. Persiapan penunjang
1. Pernafasan
2. Kardiovaskuler
4. Hipertermi maligna
Hal ini terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen anastetik. Selama
anastesi, agen anastetik inhalasi (haloten, enfluran) dan relaksasi otot (suksinilkolin)
dapat memicu terjadinya hipertermi maligna
5. Hipotermi
Hipotermi yang tidak diinginkan dapat terjadi akibat suhu rendah di kamar operasi,
infus dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-gas dingin, aktivitas otot yang menurun,
usia lanjut, atau obat-obatan yang digunakan
Daftar Pustaka
Dosen
Ferry Kumala, SST.,M.Tr.Kep
Disusun Oleh :
KELOMPOK 8
1. Nadila Stricta Imani S ( P27820319080)
2. Niken Andriana Putri (P27820319081)
3. Onny Eka Novitaningrum (P27820319082)
4. Orissa Sativa (P27820319083)
5. Putri Laila Isroiyah (P27820319084)
TINGKAT 1 REGULER B