Anda di halaman 1dari 12

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Judul

Persiapan Pre Operasi dan Post Operasi

Tujuan Umum

Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan, diharapkan para peserta penyuluhan mengerti


dan memahami hal-hal yang berkaitan dengan persiapan pre operasi dan post operasi.

Tujuan Khusus

- Mengetahui pengertian operasi


- Mengetahui tujuan persiapan pre operasi
- Mengetahui persiapan pasien sebelum operasi
- Mengetahui perawatan pasien setelah operasi

Waktu Pelaksanaan

6 Maret 2020

Tempat

Ruang Tunggu Rawat Inap Merak RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Sarana

Leaflet

Pelaksana

Mahasiswa Program DIII Keperawatan Sutopo Politeknik Kesehatan Kementerian


Kesehatan Surabaya dan Tim PKRS RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Metoda

1. Ceramah
2. Tanya jawab

Materi Penyuluhan

A. Pengertian Operasi

1. Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh yang mencakup
fase pra-operatif, intra-operatif, dan pasca-operatif (post-operatif) yang pada
umumnya merupakan suatu peristiwa kompleks yang menegangkan bagi individu yang
bersangkutan.
2. Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang menggunakan
cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani.
Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan, setelah
bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan
diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Perawatan selanjutnya akan termasuk
dalam perawatan pasca bedah. Tindakan pembedahan atau operasi dapat menimbulkan
berbagai keluhan dan gejala (Sjamsuhidajat, 2010).
3. Pre-operatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi atau
pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi (Smeltzer
& Bare, 2008).
4. Post-operatif dimulai saat penyembuhan klien selesai ((Kozier dan Erb, 2009).

B. Tipe Operasi

Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan sebagai berikut (Smeltzer dan Bare,
2008):

1. Diagnostik

Seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi

2. Kuratif

Seperti ketika meng-eksisi massa tumor atau mengangkat apendiks yang inflamasi

3. Reparatif

Seperti memperbaiki luka yang multipel

4. Rekonstruktif atau Kosmetik

Seperti perbaikan wajah

5. Paliatif

Seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh ketika
sedang gastrostomi dipasang untuk meng-kompensasi terhadap kemampuan menelan
makanan

Menurut Smeltzer dan Bare (2008), pembedahan dibagi menjadi 3 macam, yaitu
pembedahan menurut faktor risiko yang ditimbulkan, pembedahan menurut tujuannya
dan berdasarkan urgensinya

1. Pembedahan menurut faktor risiko yang ditimbulkan:

Minor
- Pembedahan yang menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan risiko
kerusakan yang minimal
Contoh: insisi, drainase kandung kemih, dan sirkumsisi

Mayor
- Pembedahan yang dapat menimbulkan trauma fisik yang luas, risiko kematian yang
serius
Contoh: laparatomi total, bedah caesar, mastektomi, bedah torak, dan bedah otak

2. Pembedahan menurut tujuannya:


o Mengetahui penyakit yang diderita seperti ketika dilakukan biopsi atau
laparatomi eksplorasi
o Pengobatan untuk menyembuhkan penyakit seperti ketika meng-eksisi massa
tumor atau mengangkat apendiks yang mengalami inflamasi
o Memperbaiki deformitas atau menyambung daerah yang terpisah
o Mengurangi gejala tetapi tidak menyembuhkan seperti ketika menghilangkan
nyeri
o Memperbaiki bentuk tubuh seperti ketika melakukan perbaikan wajah.

C. Persiapan Pasien Pre-Operasi

 Persiapan yang baik selama periode operasi membantu menurunkan risiko operasi dan
meningkatkan pemulihan pasca bedah. Tujuan tindakan keperawatan pre-operasi
dimaksudkan untuk kebaikan bagi pasien dan keluarganya, yang meliputi:

1. Menunjukkan rasa takut dan cemasnya hilang atau berkurang (baik ungkapan
secara verbal maupun ekspresi muka)
2. Dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan mobilisasi yang dilakukan setelah
tindakan operasi
3. Terpelihara keseimbangn cairan, elektrolit, dan nutrisi
4. Tidak terjadi vomitus karena aspirasi selama pasien dalam pengaruh anastesi
5. Tidak ada atau berkurangnya kemungkinan terjadi infeksi setelah tindakan
operasi
6. Mendapatkan istirahat yang cukup
7. Menjelaskan tentang prosedur operasi, jadwal operasi, serta
menandatangani informed consent
8. Kondisi fisiknya dapat dideteksi selama operasi berlangsung

 Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi
menurut Brunner dan Suddarth (2008), antara lain:
1. Persiapan fisik
 Status kesehatan fisik secara umum
 Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan
pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas
klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat
kesehatan keluarga, dan pemeriksaan fisik lengkap seperti status
hemodinamika, kardiovaskuler, pernafasan, fungsi ginjal, fungsi
hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dll.
 Pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan
tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh
lebih rileks. Sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat
hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil, dan bagi pasien wanita
akan memicu terjadinya haid lebih awal
 Kebersihan lambung dan kolon
 Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum
melakukan pembedahan. Refluks esofagus mudah terjadi
terutama pada permulaan anesthesia, sehingga dapat terjadi
aspirasi isi lambung yang merupakan suatu penyulit
 Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah
pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan
lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement.
 Lamanya puasa berkisar antara 7 - 8 jam (biasanya puasa
dilakukan sejak pukul 24.00
 Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk
menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru
dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan,
sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan
 Khusus pada pasien yang membutuhkan operasi CITO (segera),
seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas, maka pengosongan
lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (Naso
Gastric Tube)
 Keseimbangan cairan dan elektrolit
 Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya
dengan input dan output cairan, demikian juga kadar elektrolit
serum harus berada dalam rentang normal
 Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan
diantaranya adalah kadar natrium serum (normal: 135-145
mmol/l), kadar kalium serum (normal:3,5-5 mmol/l) dan kadar
kreatinin serum (0,70-1,50 mg/dl)
 Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi
ginjal, dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa
dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal
baik, maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika
ginjal mengalami gangguan seperti oliguria/anuria, insufisiensi
renal akut, nefritis, akut, maka operasi harus ditunda menunggu
perbaikan fungsi ginjal (kecuali pada kasus yang mengancam
jiwa)
 Pada penderita Diabetes Mellitus, jika perlu dilakukan koreksi
kadar gula darah dan ketonuria. Penyulit pasca bedah paling
banyak terjadi di paru. Perokok harus berhenti merokok
sekurang-kurangnya satu minggu sebelum rencana operasi
 Status nutrisi
 Kebutuan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan
berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein
darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen.
Segala bentuk desifisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk
perbaikan jaringan
 Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami
berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien
menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit
 Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca
operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehinga luka tidak bisa
menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada
kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian
 Pencukuran daerah operasi
 Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari
terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan
karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi kuman dan juga menghambat proses penyembuhan
dan perawatan luka
 Ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan
pencukuran sebelum operasi, misalnya pasien luka insisi pada
lengan
 Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-
hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur.
Sering kali pasien diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri
agar pasien merasa lebih nyaman
 Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis
operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar
alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan
operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Contoh:
apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan
plate pada fraktur femur, hemoroidektomi
 Personal hygiene
 Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan
operasi, karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber
kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang
dioperasi. Kulit tubuh harus bersih, penderita harus mandi atau
dimandikan dengan larutan sabun atau antiseptik, seperti
Chlorhexidine atau larutan yang mendandung yodium
 Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi
sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama.
Sebaiknya jika pasien tidak mampu memenuhi
kebutuhan personal hygiene secara mandiri, maka perawat akan
memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene
 Pengosongan kandung kemih
 Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain untuk pengosongan isi bladder,
tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk
mengobservasi balance cairan
 Latihan pre-operasi
 Latihan nafas dalam, untuk mengurangi nyeri setelah operasi
dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih
mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan
kualitas tidur. Selain itu, teknik ini juga dapat meningkatkan
ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum.
Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan
benar maka pasien dapat segera mempraktikkan hal ini segera
setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien
 Latihan batuk efektif
 Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien
terutama yang mengalami operasi dengan anastesi
general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat
bantu nafas selama dalam kondisi ter-anastesi sehingga
ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman
pada tenggorokan dengan banyaknya lendir di
tenggorokan
 Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien
setelah operasi untuk mengeluarkan lendir (sekret).
Pasien dapat dilatih dengan cara: pasien condong ke
depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan
dan letakkan melintang di atas incisi sebagai bebat ketika
batuk kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas
dalam (3-5 kali)
 Latihan gerak sendi
 Latihan gerak sendi merupakan hal yang sangat penting
bagi pasien hingga setelah operasi, pasien dapat segera
melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk
mempercepat proses penyembuhan
 Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai
pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setelah
operasi, pasien banyak yang tidak berani menggerakkan
tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka
operasinya lama sembuh
 Pasien setelah operasi yang segera bergerak, akan lebih
cepat merangsang peristaltik usus, sehingga pasien akan
lebih cepat kentut/flatus
 Keuntungan lainnya adalah menghindarkan penumpukan
lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari
kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus.
 Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk
mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan
optimal
 Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan
juga Range of Motion (ROM)

2. Persiapan penunjang

 Pemeriksaan radiologi dan diagnostik, seperti foto thoraks abdomen,


foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT Scan
(Computerized Tomography Scan), MRI (Magnetic Resonanse
Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon
in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio Graphy), ECHO, EEG (Electro
Encephalo Grafi), dll
 Pemeriksaan laboratorium, berupa pemeriksaan darah seperti
hemoglobin, leukosit, limfosit, LED (laju endap darah), jumlah
trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit, (kalium,
natrium, dan chlorida), CT BT, ureum kreatinin, BUN, dll. Bisa juga
dilakukan pemeriksaan pada sumsum tulang jika penyakit terkait dengan
kelainan darah
 Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan
jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi.
Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor
ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja
 Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD), dilakukan untuk mengetahui
apakah kadar gula darah pasien dalam rentang normal atau tidak. Uji
KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam
dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga 2 jam PP (post prandial)
 Pemeriksaan Status Anastesi, pemeriksaan status fisik dilakukan
sebelum pembiusan untuk keselamatan selama pembedahan. Sebelum
dilakukan asnastesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan
mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai
sejauh mana risiko pembiusan terhadap diri pasien Pemeriksaan yang
biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode
ASA (American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan
karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu
fungsi pernafasan, peredaran darah, dan sistem saraf pusat
 Informed Consent, baik pasien maupun keluarganya harus menyadari
bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai risiko. Oleh
karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib
menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis
(pembedahan dan anastesi). Meskipun mengandung risiko tinggi, tetapi
seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari dan merupakan satu-
satunya pilihan bagi pasien
 Persiapan mental/psikis, masalah yang biasa muncul pada pasien pre-
operasi adalah kecemasan, maka perawat harus mengatasi permasalahan
yang sedang dihadapi pasien. Perawat perlu mengkaji mekanisme
koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres,
disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan
untuk membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan
kecemasan pre-operasi

D. Perawatan Pasien Post-Operasi

a. Selama fase post-operasi, aktivitas keperawatan meliputi mengkaji respon klien


(fisiologis dan psikologis) terhadap pembedahan, melakukan intervensi untuk
memfasilitasi penyembuhan dan mencegah komplikasi, memberikan penyuluhan dan
memberikan dukungan kepada klien dan individu pendukungnya, serta merencanakan
perawatan di rumah. Tujuan dari fase ini adalah membantu klien untuk mencapai status
kesehatan paling optimal yang dapat diraih

b. Tahapan perawatan pasca operasi (Majid et al 2011):


1. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan

Pemindahan pasien ke ruang pemulihan harus mempertimbangkan posisi agar


pasien tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain atau selang drainase

2. Perawatan pasien di ruang pemulihan


a. Pasien dirawat sementara di ruang pemulihan sampai kondisi pasien
stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan memnuhi syarat untuk
dipindahkan ke ruang perawatan/bangsal. Alat monitoring digunakan
untuk menilai kondisi pasien yang meliputi pemantauan
hemodinamika.
b. Kriteria penilaian yang digunakan untuk pemindahan pasien ke ruang
perawatan/bangsal meliputi fungsi pulmonal yang tidak terganggu, hasil
oksimetri menunjukkan saturasi oksigen adekuat, tanda-tanda vital
stabil, orientasi pasien pada tempat, waktu dan orang, urin output tidak
kurang dari 30 ml/jam, mual dan muntah terkontrol, nyeri minimal
(Majid et al, 2011)
3. Perawatan pasien di ruang rawat/bangsal
a. Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien,
drainase, tube/selang dan komplikasi
b. Manajemen luka
c. Mobilisasi dini
 Dapat dilakukan ROM (Range of Motion), nafas dalam, dan
batuk efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi
neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir
 Tujuannya adalah mempertahankan fungsi tubuh, memperlancar
peredaran darah, membantu pernafasan menjadi lebih baik,
mempertahankan tonus otot, memperlancar eliminasi alvi
(buang air besar) dan urin, mengembalikan aktivitas tertentu
sehingga pasien dapat kembali memenuhi kebutuhan harian
d. Rehabilitasi
 Diperlukan untuk memulihkan kondisi pasien kembali, dapat
berupa latihan spesifik yang diperlukan untuk memaksimalkan
kondisi pasien seperti sedia kala
e. Discharge Planning
 Nutrisi
 Karena tidak adanya kontra indikasi, pemberian nutrisi
secara enteral lebih dipilih dibanding rute parenteral,
khususnya jika terdapat komplikasi infeksi
 Mobilisasi bertahap
 Makin cepat pasien beraktivitas seperti biasa semakin
bagus, seperti mandi 2 kali sehari, kontrol secara teratur,
dan minum obat sesuai anjuran dokter

E. Komplikasi Pasca Operasi

1. Pernafasan

Komplikasi pernafasan yang dapat muncul termasuk hipoksemia yang tidak


terdeteksi, bronkhitis, bronkopneumonia, pneumonia lobaris, kongesti pulmonal
hipostatik

2. Kardiovaskuler

Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi misalnya hipotensi. Hipotensi


merupakan tekanan darah systole kurang dari 90 mmHg atau turun lebih dari 25% dari
nilai sebelumnya. Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan
oleh perdarahan, penyakit kardiovaskuler, dan reaksi obat maupun reaksi transfusi
3. Perdarahan

- Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien diberikan


posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari
tempat tidur, sementara lutut harus dijaga tetap lurus
- Manifestasi klinis meliputi gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit
dingin, basah dan pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam,
bibir dan konjungtiva pucat, serta keadaan umum lemah

4. Hipertermi maligna

Hal ini terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen anastetik. Selama
anastesi, agen anastetik inhalasi (haloten, enfluran) dan relaksasi otot (suksinilkolin)
dapat memicu terjadinya hipertermi maligna

5. Hipotermi

Hipotermi yang tidak diinginkan dapat terjadi akibat suhu rendah di kamar operasi,
infus dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-gas dingin, aktivitas otot yang menurun,
usia lanjut, atau obat-obatan yang digunakan
Daftar Pustaka

Baradero, Mary, et al. 2008. Keperawatan Perioperatif. Jakarta: EGC.


Effendy, Christantie. 2002. Handout Kuliah Keperawatan Medikal Bedah: Preoperatif
Nursing. Yogyakarta: (tidak dipublikasikan).
Gruendeman, Barbara & Femsebner, Bilie. 2006. Buku Ajar Keperawatan Perioperatif,
Volume 2. Jakarta: EGC.
Hidayat, Aziz. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Pemulihan Ilmiah. Jakarta: Salemba
Medika.
Majid, Abdul et al. 2011. Keperawatan Perioperatif , Edisi 1. Yogyakarta: Goysen Publishing.
Sjamsuhidajat & De Jong,W. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Jakarta: EGC.
Smeltzer S. C. & Bare, B. G. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Shodiq, Abror. 2004. Operating Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito. Yogyakarta:
(tidak dipublikasikan).
MAKALAH
FARMAKOLOGI
“ BENTUK SEDIAAN OBAT”

Dosen
Ferry Kumala, SST.,M.Tr.Kep

Disusun Oleh :

KELOMPOK 8
1. Nadila Stricta Imani S ( P27820319080)
2. Niken Andriana Putri (P27820319081)
3. Onny Eka Novitaningrum (P27820319082)
4. Orissa Sativa (P27820319083)
5. Putri Laila Isroiyah (P27820319084)

TINGKAT 1 REGULER B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA


DIII KEPERAWATAN SUTOPO
TAHUN AJARAN 2019/2020

Anda mungkin juga menyukai