BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Materi Sistem Imun merupakan materi Biologi yang diajarakan untuk siswa kelas XI SMA IPA.
Materi sistem imun tergolong materi yang cukup rumit dan banyak hal yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari makhluk hidup. Perlu adanya penguasaan konsep yang lebih untuk
memahami materi sebagai bekal mahasiswa pendidikan biologi agar mampu menerangkan materi
sistem imun dengan baik.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan sistem kekebalan tubuh?
1.2.2 Apa saja jenis-jenis kekebalan tubuh pada manusia?
1.2.3 Apa saja gangguan yang dapat terjadi pada sistem kekebalan tubuh manusia?
1.2.4 Apa saja yang dapat dilakukan untuk mempertahankan sistem kekebalan tubuh manusia?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui pengertian system kekebalan tubuh.
1.3.2 Memahami jenis-jenis kekebalan tubuh pada manusia.
1.3.3 Mengetahui gangguan apa saja yang dapat mengenai system kekebalan tubuh manusia.
1.3.4 Memahami cara mempertahankan system kekebalan tubuh manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN
Imunitas yaitu sistem pertahanan terhadap suatu penyakit atau serangan infeksi dari
mikroorganisme/substansi asing. Sistem Imunitas Yaitu gabungan dari sel/molekul/jaringan yang
berperanan dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi. Respon Imunitas Yaitu reaksi yang
dipelihatkan oleh sel/molekul/bahan lainnya terhadap mikroba.
Sistem imun merupakan sistem koordinasi respons biologik yang bertujuan melindungi
integritas dan identitas individu serta mencegah invasi organisme dan zat yang berbahaya di
lingkungan yang dapat merusak dirinya. Sistem imun mempunyai sedikitnya 3 fungsi utama.
Yang pertama adalah suatu fungsi yang sangat spesifik yaitu kesanggupan untuk mengenal dan
membedakan berbagai molekul target sasaran dan juga mempunyai respons yang spesifik. Fungsi
kedua adalah kesanggupan membedakan antara antigen diri dan antigen asing. Fungsi ketiga
adalah fungsi memori yaitu kesanggupan melalui pengalaman kontak sebelumnya dengan zat
asing patogen untuk bereaksi lebih cepat dan lebih kuat daripada kontak pertama.
Makrofag tetap memiliki nama khusus pada berbagai jaringan tersebut. Nama-nama
tersebut antara lain:
• Makrofag alveolar pada paru
• Sel Kupffer dalam hati
• Sel Langerhans pada epidermis
• Mikroglia pada sistem syaraf
• Sel masangial dalam ginjal
• Sel retikular dalam limpa, nodus limfe, sumsum tulang dan timus.
Dua tipe fagositik yang lain yaituEusinofil dan sel-sel dendritik. Eusinofil memiliki
aktivitas fagosistik yang rendah, namun penting dalam melawan penyerang multiseluler,
misalnya cacing parasitik. Eusinofil menempelkan dirinya ke tubuh parasit tersenut kemudian
mengeluarkan enzim yang beracun sehingga menghancurkan parasit tersebut. Sel-sel dendrtitk
menghuni jaringan-jaringan yang bersentuhan dengan lingkungan. Mereka umumnya
merangsang perkembangan kekebalan yang diperoleh terhadap mikroba-mikroba yang
diteminya.
b. Respons Peradangan (Inflamasi)
Inflamasi merupakan respons tubuh terhadap kerusakan jaringan, misalnya akibat tergores
atau benturan keras. Proses inflamasi merupakan kumpulan dari empat gejala sekaligus,
yakni dolor (nyeri), rubor(kemerahan), calor (panas), dan tumor(bengkak). Inflamasi berfungsi
mencegah penyebaran infeksi dan mempercepat penyembuhan luka. Reaksi inflamasi juga
berfungsi sebagai sinyal bahaya dan sebagai perintah agar sel darah putih (neutrofil dan monosit)
melakukan fagositosis terhadap mikrobia yang menginfeksi tubuh. Mekanisme inflamasi dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Adanya kerusakan jaringan sebagai akibat dari luka, sehingga mengakibatkan patogen mampu
melewati pertahanan tubuh dan menginfeksi sel-sel tubuh.
2. Jaringan yang terinfeksi akanmemproduksi faktor-faktor kima vasoaktif oleh sel rusak di area
cedera. Faktor-faktor ini meliputi histamin (dari sel mast), serotonin (dari trombosit), derivatif
asam arakidonat (leukotrien, postaglandin dan tromboksan) dankinin (protein plasma
teraktivasi). Faktor-faktor ini mengakibatkan efek berikut:
a) Vasodilatasi atau pelebaran diameter pembuluh darah pada area yang rusak meningkatkan
aliran darah dan menyebabkan kemerahan (eritema), nyeri, berdenyut dan panas sehingga
permeabilitas pembuluh darah meningkat.
b) Peningkatan permeabilitas kapilermengakibtkan hilangnya cairan dari pembuluh ke dalam
ruang interselular. Akumulasi cairan dalam jaringan menyebabkan pembengkakan atau edema.
c) Pembatasan area cidera terjadi akibat lepasnya fibrinogen dari plasama kedalam jaringan.
Fibrinogen diubah menjadi fibrin untuk membentuk bekuan yang akan mengisolasi lokasi yang
rusak dari jaringan yang masih utuh.
3. Tahap selanjutnya adalah kemotaksis(gerakan fagosit ke area cedera) terjadi dalam satu jam
setelah permulaan proses inflamasi.
a) Marginasi adalah perlekatan fagosit (neutrofil dan monosit) ke dinding endotelial kapiler pada
area yang rusak.
b) Diapedesis adalh migrasi fagosit melalui dinding kapiler menuju area cedera. Yang pertama kali
sampai diarea yang rusak adalah neutrofil, monosit menyusul ke dalam jaringan dan menjadi
makrofag.
4. Fagositosis agen berbahaya terjadi pada area cedera.
a) Neutrofil dan makrofag akan terurai secara enzimatik dan mati setelah menelan sejumlah besar
mikroorganisme.
b) Leukosit mati, sel jaringan mati, dan berbagai jenis cairan tubuh membentuk pus yang terus
terbentuk sampai infeksi teratasi. Pus terus bergerak menuju permukaan tubuh untuk diuraikan
aau menuju rongga internal yang pada akhirnya akan dihancurkan dan diabsorbsi tubuh.
c) Abses atau granuloma akan terbentuk jika respons inflamasi tidak dapat mengatasi cedera atau
invasi.
Abses adalah kantong pus terbatas yang dikelilingi jaringan terinflamasi. Abses ini biasanya
tidak terurai secara spontan dan harus dikeluarkan.
Granuloma biasanya terjadi akibat proses inflamasi kronik dalam merespons iritasi berulang.
Granuloma merupakan akumulasi sel-sel fagositik dan mikroorganisme yang dikelilingi kapsul
fibrosa.
5. Pemulihan melalui regenerasi jaringan atau pembentukan jaringan parut merupakan tahap akhir
proses inflamasi.
a) Pada regenerasi jaringan sel-sel sehat dalam jaringa yang terkena akan membelah secara mitosis
untuk berpoliferasi dan mengembalikan masa jaringan.
b) Pembentukan jaringan parut oleh fibroblas adalah respons alternatif terhadap regenerasi
jaringan. Jaringan parut mengganti jaringan asli yang rusak.
c) Sifat jaringan yang rusak dan luasnya area cedera akan menentukan apakah akan terjadi
regenerasi atau pembentukan jaringan parut. Kulit memiliki kemampuan yang tinggi utuk
melakukan regenerasi lengkap kecuali jika cedera terlalu dalam atau luas.