2019
Irawan, Hari
Universitas Sumatera Utara
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/16920
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
KORELASI HASIL PEDIATRIC APPENDICITIS SCORE (PAS) DENGAN HASIL
ULTRASONOGRAFI (USG) APENDIKS PADA PASIEN APENDISITIS ANAK DI RSUP
HAM DAN RS USU MEDAN TAHUN 2018
TESIS
OLEH :
HARI IRAWAN
NIM : 127041110
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Dalam
Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara
OLEH :
HARI IRAWAN
NIM : 127041110
LATAR BELAKANG
Apendisitis merupakan penyebab paling umum dari operasi pada anak-anak di unit
gawat darurat. Diagnosis apendisitis pada anak-anak sangat sulit. Untuk membantu diagnosis
apendisitis akut pada anak-anak, ada sistem penilaian yang telah diusulkan dan sampai
sekarang yang digunakan adalah Pediatric Appendicitis Score (PAS). Pemeriksaan USG
adalah pemeriksaan non-invasif, murah, mudah dilakukan dan waktu yang dibutuhkan
pendek, paparan radiasi yang diterima minimal / tidak ada , sehingga aman untuk wanita
hamil dan anak-anak serta potensi untuk memeriksa kasus termasuk rasa sakit pada bagian
abdominal. Kebutuhan kita dalam menilai hubungan PAS dan sejauh melakukan
Ultrasonografi Apendiks untuk anak-anak belum terbukti belum pernah dilakukan penelitian
sebelumnya, sehingga peneliti berniat untuk membuat dan memilih penelitian ini.
METODE
Penelitian ini adalah analitik prospektif dengan desain cross sectional, dimana sampel
yang dinilai adalah pasien dengan gejala sakit perut dan dengan diagnosis apendisitis di
Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan dan Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara
Medan dari awal 2018 hingga akhir 2018 . Pasien yang memasuki kriteria inklusi
diperiksa untuk mengetahui nyeri perut dan didiagnosis dengan apendisitis berdasarkan
Pediatric Appendicitis Score (PAS) dan Pasien menjalani pemeriksaan ultrasonografi
appendisitis sebelum operasi. Semua data yang telah dikumpulkan, direkam, dan diproses
menggunakan program pemrosesan statistik untuk melihat korelasi antara PAS dan USG
hasil apendiks sebelum operasi.
HASIL
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dari penelitian ini, tidak ada hubungan
yang signifikan antara skor PAS dengan pemeriksaan USG pada pasien apendisitis di Rumah
Sakit H. Adam Malik dan Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara Medan.
BACKGROUND
Appendicitis is the most common cause of surgery in children in the emergency unit.
Diagnosis of appendicitis in children is difficult.To help a diagnosis of acute appendicitis in
children, there is a scoring system that has been proposed and until now the one used is the
Pediatric Appendicitis Score (PAS). Ultrasound examination is a non-invasive examination,
inexpensive, easy to do and the time needed is short, radiation exposure received is minimal /
non-existent,so it is safe for pregnant women and children as well as the potential for
examining cases including abdominal pain.Our need to assess PAS relationships and so far
doing Ultrasonography Appendix to children have not been proven yet, so researchers intend
to make and select this research.
METHODS
This study is a prospective analytic with cross sectional design, where the samples
assessed were the patients with a symptom of abdominal pain and with a diagnosis of
appendicitis at H. Adam Malik General Hospital Medan and North Sumatera University
Hospital Medan from early 2018until the end of 2018. Patients who entered the inclusion
criteria were examined for their abdominal pain and diagnosed with appendicitis based on
Pediatric Appendicitis Score(PAS) and Patient has an appendicitis ultrasonography
examination before surgery. All data that has been collected, record and processed using a
statistical processing program to see the correlation between PAS and USG results of
appendix before surgery.
RESULTS
Of the 33 study samples,The age of the patient has a mean of 13 years old, 19 samples
were female(57,6%) and 19 others were male (42,4%). Of the 7 samples with low risk PAS
Score , there is 5 samples with suggestive appendicitis, Of the 21 samples with moderate risk
PAS score, 5 of them with suggestive appendicitis and 5 of the samples with High Risk PAS
score, 3 of the samples with suggestive appendicitis. Based on the results of the analysis of
this study, it was found that there was no significant relationship between PAS scores and
USG examination results with a value of p> 0.05 (p = 0.076).
CONCLUSION
Based on the results of data analysis obtained from this study, there is no significant
relationship between PAS scores with ultrasound examinationin appendicitis patients at H.
Adam Malik Hospital and North Sumatera University Hospital Medan.
ii
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat
dan anugerah-Nya sehingga saya berkesempatan mengikuti Program Pendidikan Dokter
Spesialis Bedah di Departemen Ilmu Bedah FK-USU Medan, serta kesempatan yang
diberikan-Nya untuk dapat menyusun dan menyelesaikan Hasil Penelitian Magister Ilmu
Bedah ini.
Saya sebagai penulis berusaha menyusun Hasil Penelitian Magister Ilmu Bedah ini sesuai
dengan kemampuan dan segala keterbatasan yang saya miliki untuk dipersembahkan kepada
pembaca sebatas judul yang tercantum pada sampul yakni : “Korelasi Hasil Pediatric
Appendicitis Score (PAS) dengan Hasil Ultrasonografi (USG) pada apendisitis anak di RSUP
H.Adam Malik dan RS USU Medan” dengan kapasitas sebagai seorang peserta PPDS Ilmu
Bedah FK USU dan Hasil Penelitian ini merupakan tugas Magister Kedokteran dalam tahap
dalam proses penyelesaian pendidikan tersebut.
Ucapan Terima Kasih dan Penghargaan saya sampaikan kepada Dekan FK USU DR. dr.
Aldy Safruddin Rambe, SpS(K), Ketua Program Studi MKK FK USU DR.dr.Rodiah
Rahmawaty Lubis, M Ked (Oph), SpM (K), dan Sekretaris Program Studi MKK FK USU
DR.dr.Mohd.Rhiza Z Tala, M Ked (OG) SpOG(K) sehingga penelitian ini dapatr diselesaikan
dengan baik.
Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada dr. Erjan Fikri,
M.Ked (Surg),SpB, SpBA(K)GU, Kepala Divisi Bedah Anak Departemen Ilmu Bedah FK
USU, dr. Elvita Rahmi Daulay, M.Ked (Rad), SpRad (K) sebagai pembimbing penelitian
Magister, terima kasih kepada Plt.Kepala Departemen Ilmu Bedah FK USU dr. Adi Muradi
Muhar, SpB-KBD dan Plt. Kepala Program Studi Ilmu Bedah FK USU dr. Edwin Saleh
Siregar, SpB-KBD yang telah menuntun dan membimbing saya menyelesaikan Hasil
Penelitian Magister Ilmu Bedah ini, sehingga Penelitian ini dapat diselesaikan.
Ucapan terima kasih dan penghargaan saya sampaikan kepada dr. Putri C. Eyanoer, Ms. Epi,
PhD, sebagai Konsultan Metodologi Penelitian, yang telah meluangkan waktu membantu
menyelesaikan penelitian ini.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada dr. Utama Abdi Tarigan, SpBP-RE sebagai
Ketua Seksi Ilmiah yang telah memberikan fasilitas kepada saya selama menyelesaikan
penelitian ini.
Keyakinan yang tinggi dari peneliti atas segala kekurangan yang terdapat dalam Hasil
Penelitian Magister ini baik dalam isi maupun dalam bentuk penampilannya, peneliti dengan
iii
Hari Irawan
iv
vi
vii
viii
Diagram Distribusi Umur Pasien Appendisitis Pada Penelitian Kohort terhadap 588
pasien……………………………………………………………………………………….43
Diagram Kerangka Teori…………………………………………………………………...53
Diagram Kerangka Konsep…………………………………………………………………54
Diagram Alur Penelitian………………………………………………………………….....60
ix
USG : Ultrasonografi
CT : Computed Tomography
MRI : Magnetic Resonance Imaging
PAS : Pediatric Appendicitis Score
GALT : Gut Associated Lymphoid Tissue
Ig A : Immunoglobulin A
DRE : Digital Rectal Examination
CRP : C-Reaktif Protein
RBC : Red Blood Cell
WBC : White Blood Cell
MHz : Mega Hertz
RQL : Right Quadrant Low
LOLD : Left Oblique Lateral Decubitus
CDU : Color Doppler Ultrasound
NGT : Naso Gastric Tube
PENDAHULUAN
unit gawat darurat. Diagnosis apendisitis pada anak sulit dilakukan. Anak biasanya
datang dengan keluhan nyeri perut namun anamnesis sulit dilakukan terhadap anak,
hal ini merupakan suatu tantangan bagi seorang dokter untuk menegakkan diagnosis
secara efisien dan efektif dari sedikit informasi yang didapat dari pasien (Victor Y et
al. 2012).
penegakan diagnosis apendisitis ini tidak mudah, bahkan sampai 50% pasien di
rumah sakit yang dicurigai apendisitis mempunyai gejala klinik yang tidak jelas,
(USG), CT Scan dan MRI dapat membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut.
apendisitis namun alat ini memiliki sensitivitas yang terbatas. Pemeriksaan CT scan
dan MRI memiliki gambaran pencitraan yang lebih baik dibandingkan dengan USG.
dose CT scan ternyata memiliki tingkat apendektomi negatif dan tidak ada
pasien dengan apendisitis akut pada anak. Oleh karena itu, diperlukan cara lain
terdapat sistem skoring yang telah diajukan dan hingga kini yang digunakan
adalah Pediatric Appendicitis Score (PAS). Kebutuhan kita untuk menilai hubungan
PAS dan selama ini melakukan Ultrasonografi Apendiks pada anak sampai saat ini
penelitian ini serta penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya di institusi
kami.
akurat untuk menilai akut abdomen dan mendiagnosis apendisitis pada anak-anak
dikerjakan dan waktu yang diperlukan singkat, paparan radiasi yang diterima minimal
/ tidak ada sehingga aman bagi wanita hamil dan anak-anak serta potensial untuk
langsung, juga secara luas dianggap aman untuk digunakan (Abramowicz. 2013).
yang besar, diantaranya pemeriksaan yang mempunyai akurasi tinggi yaitu CT scan
apendiks yang sulit dijangkau oleh transduser, kondisi pasien, adanya udara usus
total kasus apendisitis pada anak. Untuk itu dibutuhkan pemeriksan tambahan baik
tenaga pemeriksa yang terampil pada setiap waktu, dan tingginya biaya pemeriksaan
pentingnya diagnostik yang akurat untuk kecepatan diagnosis dan untuk mengurangi
Apakah terdapat hubungan hasil Pediatric Appendicitis Score (PAS) dengan hasil
Tujuan umum
hasil pemeriksaan USG apendiks pada anak di RSUP HAM dan RS USU Medan.
Tujuan khusus
Manfaat bagi peneliti adalah untuk mengetahui korelasi antara hasil Pediatric
terhadap apendisitis pada anak di RSUP HAM dan RS USU Medan, sehingga
operasi.
sebagai informasi bahwa Pediatric Appendicitis Score (PAS) dan USG apendiks
TINJAUAN PUSTAKA
Appendiks pertama kali terbentuk pada usia lima bulan kehamilan. Apendiks
merupakan kelanjutan dari sekum, tapi pemanjangan apendiks tidak secepat kolon
lainnya sehingga terbentuk struktur yang menyerupai cacing (Minkes RK. 2012).
Apendiks adalah suatu kantong yang terbentuk dari sekum dan terletak di
midgut pada minggu ke-6 kehamilan, sekitar pada bulan ke-5 apendiks terbentuk
memanjang dari sekum. Pada neonatus panjangnya sekitar 4,5 cm sedangkan pada
dewasa 9,5 cm, dengan diameter dinding terluar 2-8 mm dan diameter lumen 1-3 mm.
tabung. Ujung dari apendiks biasanya terletak pada kuadran kanan bawah rongga
Dinding apendiks terdiri dari dua lapisan, lapisan luar terdiri dari otot
longitudinal yang merupakan kelanjutan dari taenia coli dan lapisan dalam terdiri dari
otot sirkular yang dilapisi oleh epitel kolon (Minkes RK. 2012).
cabang arteri ileokolika. Arteri ini berjalan dari mesoapendiks posterior menuju ileum
cecalposterior. Kerusakan pada arteri ini dapat menyebabkan perdarahan hebat intra-
operatif maupun pasca-operatif dan harus dicari secara teliti serta diligasi setelah
kira 2,5 cm dibawah katup ileocecal. Di sini juga merupakan tempat bersatunya
asenden, atau ileum distal). Letak ujung apendiks menentukan gejala dan tanda awal
apendisitis.
Saat lahir, terdapat beberapa folikel limfoid submukosa yang terus membesar,
puncaknya pada usia 12 – 20 tahun, kemudian folikel ini akan mengecil kembali. Hal
jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
2.2.1. Definisi
2013). Menurut definisi lain, apendisitis adalah inflamasi bagian dalam dari apendiks
Menurut Minkes, apendisitis akut adalah inflamasi dan infeksi akut dari
(Minkes RK, 2013). Apendiks adalah suatu struktur yang buntu, berasal dari sekum.
Apendiks dapat terlibat dalam berbagai proses infeksi, inflamasi, atau proses kronis
akut” digunakan secara bergantian dengan maksud yang sama (Victor Y, et al. 2012).
bedah menemukan banyak kasus di mana pasien dengan nyeri abdomen kronis,
sembuh setelah operasi apendektomi. Mereka sepakat bahwa ketika appendiks tidak
terisi atau hanya terisi sedikit oleh barium saat barium enema dilakukan pada pasien
dengan keluhan nyeri abdomen kuadran kanan bawah yang bersifat kronis intermiten,
2.2.2. Epidemiologi
tindakan operasi segera pada anak-anak (Ballester JCA. et al. 2009). Di Amerika
Serikat dijumpai 77.000 kasus apendisitis akut pada anak per tahun. Laki-laki lebih
pasien per tahun dirawat karena apendisitis di Spanyol pada tahun 2003 dilaporkan
bahwa kasus apendisitis sebanyak 132,1 kasus per 100.000 populasi dimana proporsi
apendisitis perforasi sebesar 12,1 % dan proporsi operasi apendektomi negatif sebesar
apendisitis pada orang Afrika adalah 10 kasus per 100.000 populasi.Perbedaan ini
biasanya disebabkan oleh perbedaan pola makan, dimana orang dari negara sedang
(Appendicitis. 2013).
10.000 populasi per tahun, yang dioperasi apendektomi 13,56 kasus per 10.000
populasi per tahun, dan insidensi apendisitis perforasi 2,91 kasus per 10.000 populasi
per tahun. Risiko menderita apendisitis pada laki-laki tidak berbeda secara bermakna
dengan perempuan yaitu 16,33 % berbanding 16,34 %. (Chen chun yu. 2013).
musim (Eylin. 2009). Menurut sebuah penelitian pada anak-anak di India Utara,
jumlah kasus apendisitis meningkat pada musim hujan dengan kelembaban tinggi,
yaitu pada bulan Juli sampai awal September (Eylin. 2009). Di Nigeria bagian barat
daya juga dilaporkan bahwa insidensi apendisitis lebih tinggi pada musim hujan
10
Pada penelitian di Korea Selatan dilaporkan bahwa puncak insidensi apendisitis dan
operasi apendektomi adalah pada musim panas. Sedangkan pada penelitian lain pada
di Amerika Serikat dilaporkan bahwa insidensi apendisitis paling tinggi pada musim
gugur (OR 1,12; 95% CI: 1,04-1,21) dan musim semi (OR 1,11; 95% CI: 1,03-1,20)
(Victor Y, et al. 2012). Adanya variasi musim memungkinkan adanya peranan faktor-
faktor ekstrinsik yang heterogen, seperti kelembaban, alergen, radiasi sinar matahari
serta infeksi virus dan bakteri dalam etiopatogenesis apendisitis. Infeksi virus dan
Etiologi pasti apendisitis akut hingga saat ini belum diketahui. Jumlah asupan
makanan berserat, obstruksi lumen, dan faktor genetik diduga berperan dalam proses
apendiks dan kadang-kadang dapat menyebabkan inflamasi apendiks (Chen chun yu.
2013).
(60 %), fekalit (35 %), benda asing (4 %), tumor (1 %). Obstruksi juga dapat
11
seluruh dunia.
dengan infeksi mumps (95% CI 0,07 – 0,24; p<0,001) (Victor Y et al. 2012).
2.2.4. Patofisiologi
hiperplasia folikel di submukosa. Hal ini paling sering ditemui pada anak-anak dan
berlebihan. Mukus didalam lumen berubah menjadi pus dan tekanan intraluminal
terus meningkat.Hal ini menyebabkan distensi apendiks dan nyeri viseral yang khas
yang menyebabkan edema dinding apendiks. Stadium ini dikenal sebagai apendisitis
akut atau fokal. Karena inflamasi semakin hebat, terbentuk eksudat pada permukaan
serosa dari apendiks. Ketika eksudat mencapai peritoneum parietal, timbul nyeri yang
lebih intens dan terlokalisasi pada abdomen kuadran kanan bawah.Inilah yang disebut
12
yang menyebabkan edema dan iskemia apendiks. Hal ini memudahkan invasi bakteri
dengan peningkatan tekanan intraluminal yang terus berlanjut, terjadi trombosis vena
dan kegagalan arteri yang menyebabkan gangren dan perforasi (Obinna O,et al.2011).
peritoneum yang disebut peritonitis. Lokasi dan luas peritonitis tergantung pada
demikian, gejala tidak sepenuhnya sembuh. Pasien mungkin masih merasa nyeri
abdomen pada kuadran kanan bawah, penurunan nafsu makan, perubahan pola
defekasi (misalnya diare, konstipasi), atau demam intermiten. Jika perforasi tidak
berhasil ditutup, maka akan terjadi peritonitis difus (Obinna O, et al. 2011).
apendisitis sederhana bila tidak dijumpai komplikasi gangren, perforasi atau abses
dan apendisitis komplikata bila dijumpai satu atau lebih komplikasi di tersebut atas
13
2.2.5.a. Anamnesis
a. Gejala klasik
Gejala klasik hanya dijumpai pada 55 % kasus, yaitu jika apendiks berada di
dalam 24 jam.Nyeri menjadi lebih tajam dan berpindah ke fosa iliaka kanan,
lalu menetap. Ditemukan juga gejala hilangnya nafsu makan, mual, muntah,
pada anak dengan diagnosis apendisitis daripada penyebab lain nyeri abdomen
Gambar 2.3 Lokasi nyeri klasik apendisitis akut (Zadeh Surgical Inc. 2007)
14
O, et al. 2011). Nyeri tumpul sering muncul ketika ujung apendiks terletak di
atau tenesmus jika ujung apendiks yang inflamasi dekat dengan rectum
(Obinna O, et al. 2011). Namun, jika ditanya lebih lanjut, biasanya diare
berupa buang air besar yang lunak, sedikit-sedikit, tetapi sering (Victor Y, et
al. 2012).
Sebuah penelitian yang dilakukan pada 63 pasien apendisitis usia kurang dari
usia anak. Iritabilitas bisa menjadi satu-satunya tanda apendisitis pada neonatus. Pada
anak yang lebih tua sering terlihat tidak nyaman atau menyendiri, lebih suka
15
pemeriksaan fisik umum biasanya didapati suhu 38 C atau lebih rendah, suhu yang
al.2013).
Pada pemeriksaan fisik jantung dan paru dapat ditemukan takikardi dan
muskulus rektus atau oblikus (tanda peritoneal). Pada awal apendisitis, anak mungkin
tidak menunjukkan tanda peritoneal. Sementara, anak yang lebih muda lebih sering
memiliki nyeri abdomen difus dan peritonitis, mungkin karena omentumnya belum
al.2013).
kanan bawah. Dapat teraba massa jika apendiks sudah perforasi (Saucier A, et al.
2013).
Temuan fisik yang paling spesifik pada apendisitis adalah nyeri lepas, nyeri
pada perkusi, dan tanda peritoneal. Walaupun nyeri abdomen kuadran kanan bawah
ditemukan pada 96% pasien, ini bukan merupakan temuan spesifik. Kadang-kadang,
nyeri abdomen kuadran kiri bawah menjadi keluhan utama pada pasien dengan situs
16
tekan suprapubis. Pada pasien dengan apendiks yang terletak dilateral sering
ditemukan nyeri pada daerah panggul kanan. Pada pasien dengan apendiks yang
terletak di retrosekal bisa tidak ditemukan nyeri tekan sampai apendisitis sudah lanjut
setelah dilakukan palpasi atau perkusi pada abdomen bagian kiri) menunjukkan ada
iritasi peritoneal.
mengindikasikan adanya massa inflamasi diatas otot psoas yaitu apendisitis letaknya
Untuk memeriksa tanda obturator, lakukan fleksi dan internal rotasi pada
sendi paha kanan. Ditemukannya nyeri (respon positif) menunjukkan adanya massa
Cara lain yang dapat digunakan untuk menentukan adanya iritasi peritoneal
antara lain dengan memerintahkan pasien sit up di tempat tidur, batuk, atau posisi
berdiri dan jongkok begantian. Akan timbul nyeri yang mengindikasikan adanya
inflamasi pada hemiskrotum karena migrasi cairan atau pus dari apendiks yang
17
pasien dengan gejala klinis yang tidak jelas, serta pemeriksaan pelvis pada
yang terletak di pelvis. Temuan klasik pemeriksaan ini adalah nyeri pada bagian
kanan rektum. Dapat juga untuk memastikan adanya feses yang keras atau massa
inflamasi (Schwartz SI. 2009). Namun, menurut Craig tidak ada bukti ilmiah bahwa
Sampai saat ini belum ada satu uji diagnostik yang dapat menegakkan diagnosis
apendisitis secara akurat. Berikut ini adalah beberapa uji diagnostik apendisitis:
peningkatan tersebut biasanya ringan dan baru jelas terlihat setelah lebih
CRP adalah protein fase akut yang disintesis di hati sebagai respon
18
inflamasi hilang. Kadar CRP normal kurang dari 6 mg/dL. Pada sebuah
c. Pemeriksaan Urinalisis
yang terdiri dari 2 pemeriksaan yaitu tes kimiawi untuk melihat adanya
pandang besar, atau 4 WBC pada lapang pandang besar dapat di gunakan
19
a. USG (Ultrasonografi)
yang diterima minimal / tidak ada sehingga aman bagi wanita hamil dan
Pemeriksaan USG untuk apendisitis yang penting adalah, kita harus dapat
Color Doppler)
20
visualisasi apendiks);
21
(Baldisserotto. 1996)
1). Pemilihan transduser linier frekuensi tinggi 5-7,5 MHz atau 2-4 MHz
resolusi tinggi (> 7,5 MHz). Posisi penderita supinasi dan transducer
RLQ secara bertahap dan identifikasi arteri atau vena femoralis, ileum
terminal, sekum dan apendiks berada di sekitar daerah tersebut (Quilin. 1994)
22
dan transversal. Gambaran USG apendiks normal terlihat sebagai tabung yang
buntu (blind ended tubular) dengan diameter kurang dari 6 milimeter dan
berbeda dengan lapisan lapisan hipoechoic yang concentric (melingkar), hal ini
1). Lapisan dalam tampak hiperekoik yang terletak antara mucosa dan
5). Lapisan terluar yaitu hiperekoik yang merupakan lapisan serosa. Cairan
23
Bila apendiks tidak tervisualisasi dengan teknik seperti di atas (disebut teknik
transducer yang digunakan. Adjuvant atau teknik tambahan yang digunakan disebut
1). Teknik Kompresi Bertahap ke arah atas. Hal ini biasanya dilakukan untuk
apendiks yang bebas, sehingga jarak dengan transducer jauh dan adanya
Teknik ini dimulai dengan sapuan ke atas dengan tekanan transduser linier
frekuensi tinggi untuk bergerak ke atas pada sekum letak rendah dan
24
kanan bawah pada arah yang berlawanan dengan transducer. Teknik ini
Lee. 2005)
Kompresi dari aspek posterior sekum atau spatium pericaecal dengan atau
kwadran kanan bawah sistema usus. Kekuatan kompresi dan posisi tangan
25
digunakan pada pasien dengan struktur perut yang hanya dapat dikompresi
minimal atau pada pasien obesitas yang berotot (Hwa Lee,et al. 2005).
3) Posisi tubuh Left Oblique Lateral Decubitus (LOLD). Posisi tubuh LOLD
berpindah ke medial di depan musculus psoas dan posisi lateral dari area
frekuensi 2-4 M.Hz digunakan untuk pasien obesitas dan lokasi apendiks di
bawah ini:
26
bila adanya depiction dari hipervascularisasi dinding apendiks atau pada kuadran
kanan bawah bila dibandingkan dengan jaringan normal yang menunjukkan tidak
bahwa color doppler USG merupakan teknik yang dapat diandalkan untuk
meningkatkan spesifisitas dari 92% menjadi 97% dan akurasi dari 90% menjadi 93%
untuk diagnosis apendisitis akut pada anak (Quilin, Siegel. 1994). Adanya gas atau
udara dalam lumen apendiks belum tentu menunjukkan adanya inflamasi pada
27
(a) Scan longitudinal CDS dengan peningkatan signal yang menyolok, sesuai
gambaran hyperemia difus (b) Scan transversal dengan aliran yang nyata
di dinding apendiks
sensitifitas lebih 90% pada pasien suspek apendisitis. Ada beberapa penelitian yang
beberapa teknik tambahan (teknik dependent operator pada USG kompresi bertahap),
jumlah apendiks yang tervisualisasi dari 84% menjadi 98% dan meningkatkan
sensitifitas hingga 99%, spesifisitas 99% dan akurasi 99% (Puylaert. 1986).
al. 2005)
28
bertahap. Waktu yang dibutuhkan untuk teknik kompresi bertahap sekitar 15- 20
MHz dan pasien diperiksa pada posisi supinasi. Teknik kompresi bertahap menurut
tempat yang sakit dengan transducer frekuensi tinggi pada fokus yang
USG bertahap dan membuat kekuatan kompresi ekstrinsik pada sisi yang berlawanan
Cara ini diikuti kompresi dari aspek posterior sekum atau spatium perisekal
dengan atau tanpa pemindahan anteromedial diatas muskulus psoas pada kwadran
kanan bawah. Selanjutnya kekuatan kompresi dan posisi tangan kiri secara dinamik
29
disebut teknik kissing effect kompresi reciprocal anterior posterior. Pendekatan USG
apendiks dengan urutan visualisasi ileum terminale, valvula ileosekal, polus sekalis
dan orificium apendiks dengan bentuk tubular (blind ending tubular / saluran buntu),
tidak ada peristatik usus dan lokasinya di retroileal atau retrocaecal atau daerah
digunakan pada pasien obese atau struktur otot abdomennya yang hanya dapat
terutama yang berlokasi retrocaecal atau retrocolica akibat tekanan bagian posterior
abdomen kanan bawah ke atas sehingga transducer frekuensi tinggi dapat mencapai
rongga retrokolika atau retrosekal pada tepi anterior rongga psoas dengan
Konveks
Decubitus, caecum dan ileum terminale berpindah ke medial di depan musculus psoas
oleh perubahan postur tersebut dan kedalaman porsi lateral dari area coli retrocaecal
akan dikurangi (mengurangi area retroileum di atas musculus Psoas). Cara ini juga
30
pada pasien obesitas atau pasien dengan lokasi apendiks yang dalam dirongga pelvis.
abdomen pada CDU dapat mendukung apendisitis, tetapi tidak adanya aliran tidak
dapat secara pasti membedakan apendiks normal dengan yang tidak normal.
Apendisitis dengan pemeriksaan CDU disebut positif bila adanya depiction dan
hipervascularisasi dinding apendiks atau pada kwadran kanan bawah bila dibanding
dengan jaringan normal yang menunjukkan tidak adanya atau jarangnya signal skater
color doppler. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa CDU merupakan teknik yang
dapat diandalkan untuk membuktikan adanya peningkatan aliran darah yang biasanya
gray scale dikombinasikan dengan CDU menunjukkan peningkatan sampai 95% bila
Teknik ini dimulai dengan sapuan ke atas dengan tekanan transducer linier
frekuensi tinggi untuk bergerak ke atas caecum letak rendah dan apendiks, kompresi
bertahap ke atas dari transduser akan menempatkan sekum dan apendiks vermiformis
di atas musulus psoas atau anterior corpus vertebrae. Kebiasaan penyapuan kearah
bawah dengan transduser linier frekuensi tinggi pada pemeriksaan awal USG graded
compression dapat menyebabkan batas bawah atau apendiks yang berlokasi di false
31
oleh Jong Hwa Lee, et al, angka deteksi appendiks vermiformis menggunakan Graded
dengan angka deteksi 93% (sensitifitas97%, spesifisitas 99% dan akurasi 98%),
sedang yang terendah adalah teknik perubahan posisi left oblique lateral decubitus
dengan angka deteksi 90% dengan sensitifitas 94%, spesifisitas 99% dan akurasi 97%
apendisitis adalah
1). Diameter dinding apendiks > 6 mm (sensitivitas dan spesifisitas 98% dan
akurasi 97%);
3). Intraluminal fluid (sensitifitas 53%, spesifisitas 92% dan akurasi 71%);
32
83 %);
2). Penebalan dinding sekum (sensitifitas 75%, spesifisitas 88% dan akurasi
Gambaran USG pada apendisitis adalah apendiks akan terlihat sebagai blind
ending tubular structure, non compressible dan tanpa peristaltik, diameter apendiks
lebih 6 mm seperti dibawah ini (Craig. 2006). Adanya intraluminal fluid (terlihat bila
tidak adanya garis dalam lumen usus yang dapat menutupi apendiks) dan pada USG
(Jacobs. 2006)
akut: tampak penebalan dinding apendiks (diameter lebih 6 mm) dengan kumpulan
33
apendiks lebih dari 6 mm. Tampak tepi seperti cincin pada cairan periapendiseal
(Craig. 2006).
1). Diameter > 6 mm dimana sensitifitas, spesifisitas dan akurasi berturut-turut 98%,
2). Non compressible dimana sensitifitas, spesifisitas dan akurasi berturut-turut 96%,
34
yang dapat menutupi apendiks) dan pada USG Doppler adanya aliran darah
berlapis normal, penghancuran dinding, dan cairan purulen atau fekalith di dalam
lumen apendiks.
35
Menurut Kojima et al, apendisitis terbagi menjadi tiga jenis tergantung pada
hasil ultrasonografi (Kojima. 1993).
36
37
B. Pemeriksaan CT Scan
38
Tabel 2.4. Perbandingan CT scan tanpa kontras dan USG (Saucier A, Eunice Y,
Huang, et al. 2013)
CT scan tanpa kontras (%) USG (%)
Sensitivitas 97 100
Spesivisitas 100 88
Akurasi 98 91
39
40
Pada tahun 2002, untuk pertama kalinya Samuel membuat skor apendisitis khusus
untuk anak-anak. Dari 1170 anak usia 4 - 15 tahun yang dirujuk ke ahli bedah anak
dengan keluhan nyeri perut yang sugestif apendisitis, diteliti secara prospektif data
demografi, gejala, tanda, pemeriksaan laboratorium, dan hasil pemeriksaan patologi
dari apendektomi yang dilakukan oleh ahli bedah anak. Kemudian dilakukan analisis
regresi linear multipel dari semua parameter hingga diperoleh delapan komponen
sebagai komponen Pediatric Appendicitis Score (PAS). Kedelapan elemen tersebut
beserta nilai diagnostiknya dipaparkan pada tabel berikut:
Anorexia 1
Nausea / emesis 1
Fever 1
Migration of pain 1
Migration of pain: Artinya nyeri yang berpindah dari umbilikus kekuadran kanan
bawah abdomen (Samuel M. 2002)
Cough tenderness: Artinya batuk yang disebabkan peningkatan nyeri (Dunphy’s sign)
(Kirkwood KS. 2012)
41
• PAS < 5 berisiko rendah untuk terjadi apendisitis. Anak dengan PAS <
5 dapat dirawat jalan atau diobservasi selama 24 jam. Namun, nyeri perut yang
menetap atau adanya keluhan tambahan lain harus dievaluasi ulang.
Pediatric Appendicitis Score (PAS) dipakai pada pasien umur 3-18 tahun.
(MD+Calc)
42
Tabel 2.6 Karakteristik Klinis Pasien sangkaan Apendisitis Akut (Scneider, et al.
2007)
43
Tabel 2.7 Klasifikasi Umur, Jenis Kelamin terhadap PAS (Parveen ZK,
Avabratha SK, Shetty K. 2017)
44
45
Namun, bila setelah tiga hari pemberian antibiotik intravena, tidak ada
perbaikan yang bermakna, penatalaksanaan konservatif dianggap gagal. Risiko
kegagalan terapi konservatif meningkat pada pasien anak dengan apendisitis perforasi
yang ditemukan apendikolit (41,7 %) dibandingan dengan yang tidak ditemukan
apendikolith (13 %), tetapi lokasi apendikolit tidak menjadi prediktor terjadinya
kegagalan(Victor Y, et al. 2012).
46
3. Pasien dengan gejala atipikal yang mengalami perburukan (nyeri menetap dan
suhu meningkat, pemeriksaan klinis memburuk, leukosit meningkat)(Obinna
O, et al.2011).
47
Laparoscopic
Open appendectomy
appendectomy
Lebih rendah Lebih tinggi
Infeksi luka pascaoperasi
(level 2 evidence) (level 2 evidence)
Lebih singkat Lebih panjang
Lama perawatan di rumah sakit
(level 2 evidence) (level 2 evidence)
Abses pascaoperasi
Lebih sering Lebih jarang
pada pasien dengan apendisitis
(level 2 evidence) (level 2 evidence)
gangrenosa atau perforasi
48
49
1. Risiko perforasi
Risiko perforasi pada pasien apendisitis akut akan meningkat setelah lebih dari 36
jam munculnya gejala awal dan tanpa pengobatan (level 2 [mid-level] evidence).
2. Sembuh spontan
Apendisitis akut sederhana dilaporkan sering sembuh spontan (level 3 [lacking direct]
evidence).Angka kekambuhan dari apendisitis sederhana yang telah sembuh spontan
sebesar 38%, dan biasanya terjadi dalam satu tahun setelah gejala pertama muncul
(level 2 [mid-level] evidence).
3. Kematian
Angka kematian neonatus yang menderita apendisitis dilaporkan telah menurun, yaitu
dari 78% (tahun 1975) menjadi 30% (tahun 1976 - 2000).
2.2.10. Komplikasi
50
2. Sepsis
Angka kejadian luka operasi pada apendisitis sederhana tidak berbeda secara
signifikan dibandingkan dengan apendisitis perforasi.
5. Obstruksi usus
7. Kematian
Angka kematian akibat apendisitis di Belanda sebanyak 1 kasus per tahun pada tahun
1996 - 2003 (Saucier A, et al. 2013).
Gejala dan tanda apendisitis tidak spesifik sering ditemukan pada diagnosis
lain.20 Kesalahan diagnosis apendisitis pada anak sebanyak 25 – 30 %, dan angka
kesalahan diagnosis ini berbanding terbalik dengan usia pasien. Kesalahan diagnosis
tersering adalah apendisitis didiagnosis sebagai gastroenteritis (Saucier A, et al.
2013).
Apendisitis jarang pada bayi. Jika ditemukan apendisitis pada bayi, maka
dugaan adanya penyakit Hirschsprung’s juga harus dipertimbangkan. Berikut ini
adalah beberapa diagnosis banding apendisitis akut pada anak:
51
3. Divertikulum Meckel
4. Kista ovarium
5. Gastroenteritis
6. Intususepsi
52
PAS 6-8 Apendisitis Akut (Apendisitis sederhana), bila berlanjut dapat menjadi Nyeri
apendisitis komplikata dibawah ini Epigastrium
Gangren
Infiltrat Perforasi
53
2.6.Hipotesis Penelitian
54
METODOLOGI PENELITIAN
anak.
Anak baik di IGD dan Poliklinik Bedah Anak RSUP Haji Adam Malik dan
RS USU Medan. RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit
rujukan tertinggi di Sumatera Utara dan rumah sakit pendidikan dengan sarana
USU Medan adalah RS Jejaring terdekat dari RSUP Haji Adam Malik Medan.
Pengambilan data dimulai sejak usulan penelitian ini di setujui komite etik
Populasi target adalah pasien anak dengan keluhan nyeri perut dan
dengan keluhan nyeri perut dan didiagnosis apendisitis yang berobat ke RSUP
52
Universitas Sumatera Utara
HAM dan RS USU Medan. Sedangkan sampel penelitian adalah sebahagian
a. Pasien anak usia5-18 tahun dengan keluhan nyeri perut yang didiagnosis
Pasien dengan data rekam medis (hasil USG apendiks dan data untuk
menilai hasil PAS) yang tidak lengkap dan pasien dengan diffuse peritonitis
(komplikasi apendisitis).
56
Keterangan:
n = besar sampel
Q = 1 – P = 91%
d = presisi = 0.1
( )
= 31.46
Dari pehitungan di atas, maka besar sampel minimal dalam penelitian ini
1. Usia: adalah usia subyek penelitian berdasarkan apa yang tercatat dalam
rekam medis.
57
Hasil ukur: Apendisitis berisiko rendah (PAS <= 5) yang dapat berobat
>=9).
pada pasien dugaan apendisitis akut yang tercatat pada rekam medis.
Hasil ukur:
58
pemmbacaan Radiologist)
USG Apendiks
Positif Negatif
PAS
Positif
Negatif
6. Target sign: pada USG apendiks potongan aksial dijumpai target sign
Pemilihan subjek ditetapkan sesuai kriteria inklusi dan kriteria eksklusi pada
penelitian ini dengan memilih rekam medis pasien anak yang didiagnosis
sangkaan apendisitis.
3.8.2 Tahappelaksanaan
1. Melakukan pengumpulan data usia dan jenis kelamin pasien dari rekam
medik.
59
Populasi Anak
< 18 tahun
Subjek Penelitian
Pediatric Appendicitis
Score (PAS)
Hasil USG
Analisis Data
60
kebermaknaan <0.05
apendisitis dan telah dilakukan USG Apendiks di RSUP HAM dan RS USU
Medan.
61
HASIL PENELITIAN
memilliki risiko rendah dengan skor <5, 21 orang pasien (63,5%) merupakan
apendisitis sederhana dengan skor 6-8, dan lima orang subjek penelitian
sebanyak 28 orang (84,8%) pasien sugestif apendisitis dan lima orang pasien
n=33
59
Universitas Sumatera Utara
4.2 Hubungan Pediatric Appendicitis Score(PAS) dengan Hasil Pemeriksaan
Ultrasonografi (USG)
fisher exact sebagai alternative analisis uji Chi Square. Berdasarkan hasil
Ultrasonografi (USG)
USG
P
Positif Negatif
PAS Risiko Rendah 5 (17,9%) 2 (40,0%)
0,076*
Sederhana 20 (71,4%) 1 (20,0%)
Risiko Tinggi 3 (10,7%) 2 (40,0%)
Total 28 (100,0%) 5 (100,0%)
USG
p
Positif Negatif Total
PAS Risiko Rendah 71,4% 28% 100%
0,076*
Sederhana 95,3% 4% 100%
Risiko Tinggi 60% 40% 100%
63
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian ini yang diikuti sebanyak 33 orang pasien, usia
pasien termuda 7 tahun dan usia tertua 18 tahun dengan median usia 13 tahun.Subjek
orang (42,4%). Berdasarkan skor Pediatric Appendicitis Score (PAS), sebanyak tujuh
orang (21,2%) pasien memilliki risiko rendah dengan skor < 5, 21 orang pasien
(63,5%) merupakan apendisitis sederhana dengan skor 6-8, dan lima orang subjek
sebanyak 28 orang (84,8%) pasien sugestif apendisitis dan lima orang pasien (15,2%)
non apendisitis.
Hubungan PAS dan hasil USG dianalisis dengan menggunakan uji fisher
exact sebagai alternative analisis uji Chi Square. Berdassarkan hasil analisis diperoleh
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara skor PAS dengan hasil
pemeriksaan USG dengan nilai p>0,05 (p=0,076). Pada Penelitian yang sama oleh
Parveen KZ tahun 2017, dari 60 pasien anak yang mengalami apendisitis, kebanyakan
berusia 11-16 tahun dengan rentang usia termuda 4 tahun dan tertua 16 tahun.
Pediatric Appendicitis Score (PAS) adalah suatu sistem skoring yang terdiri
laboratorium pada pasien anak yang dicurigai suatu apendisitis. Sistem skoring ini
pertama kali dikemukakan oleh Madan Samuel yang meneliti sebanyak 1.170 orang
67
Universitas Sumatera Utara
pasien anak di 2 Rumah Sakit di London dalam kurun waktu selama 5 tahun.
Berdasarkan penelitian beliau, PAS ≤ 5 bukan suatu apendisitis, PAS 6 sugestif suatu
Anak-anak dengan skor PAS < 3, memiliki PAS yang sama bahkan setelah 6
jam, hanya 1 dari anak-anak dengan PAS ≤ 3 yang menjalani operasi dan biopsi
dengan diagnosis apendisitis. Sebanyak 30 orang (49%) dengan skor PAS 4-6, 70%
namun memiliki keterbatasan, termasuk paparan radiasi ion (CT Scan), teknisi ahli
yang terbatas saat melakukan USG serta segi biaya.Apendiks yang tidak tervisualisasi
merupakan keadaan yang cukup sering sehingga sulit memastikan apendisitis (Ang
pasien anak tersebut dapat dipulangkan atau menjalani operasi apendektomi (Jaremko
J, et al. 2011).
negatif apendisitis tidak mengesampingkan apendiitis dengan kata lain belum tentu
sebanyak 88,3% dari seluruh anak. USG menunjukkan apendisitis pada semua anak
dengan skor PAS ≥ 7, tetapi korelasinya dengan PAS tidak signifikan secara statistik,
penelitian tersebut sejalan dengan penelitian ini dimana tidak terdapat korelasi yang
65
Ultrasonografi (USG) pada apendisitis anak. Dari penjelasan diatas, skor apendisitis
pada anak merupakan alat yang sangat membantu dalam menegakkan diagnosis
penegakan diagnosis apendisitis ini tidak mudah, bahkan sampai 50% pasien di
rumah sakit yang dicurigai apendisitis mempunyai gejala klinik yang tidak jelas,
gejala gejala yg dikeluhkan menyerupai dengan gejala penyakit umum lainnya yang
dapat sembuh sendiri.Anak - anak jarang menunjukkan gejala gejala apendisitis yang
khas seperti orang dewasa, hal ini menyebabkan tantangan untuk tenaga medis
terutama dokter untuk membuat diagnose tepat waktu (Parveen KZ et al, 2017).
terdapat sistem skoring yang telah diajukan dan hingga kini yang digunakan
Pada penelitian Kim dkk pada tahun 2015 dengan sampel sebanyak 285
pasien (51,9% anak laki-laki) berusia 3 hingga 17 tahun (13 ± 3,0) dimasukkan di
dalam kelompok Apendisitis Akut dan 199 pasien (69,8%) dimasukkan dalam
66
Didapatkan hasil dimana temuan apendisitis pada CT abdomen positif lebih sering
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Obinna O.Adibe dkk Dalam 4 bulan,
112 pasien terdaftar dalam penelitian ini (median usia 10,5, kisaran 1-18). Dari 69
pasien yang menjalani operasi apendiks dengan laparoskopi dini. Untuk pasien pada
Untuk pasien pada kelompok B, 68,4% pasien dengan apendisitis sederhana dan
perawatan di rumah sakit meningkat dari 1,63 ± 0,34 untuk pasien dalam kelompok A
menjadi 5,9 ± 1,37 untuk pasien dalam kelompok C. Hal ini menunjukkan adanya
hubungan antara penilaian Pediatric appendicitis Score (PAS) dengan keparahan dari
sebuah kasus apendisitis (Obinna O Adibe, et all 2010). Pada penelitian yang
dilakukan oleh Parveen KZ dkk. dari 26 pasien anak yang menjalani operasi dan
positif apendisitis pada pemeriksaan biopsinya. Didapatkan juga korelasi yang baik
antara penilaian PAS dan hasil biopsi, namun tidak didapatkan korelasi yang baik
antara PAS dan hasil USG, dan penelitian ini menyimpulkan bahwa PAS adalah
67
tahun. Mayoritas subjek penelitian adalah perempuan sebanyak 19 orang (57.6%) dan
laki – laki 14 orang (42.4%). Didapatkan hasil dari 7 pasien dengan hasil PAS resiko
rendah didapatkan 5 pasien dengan sugestif apendisitis , dari 21 pasien dengan hasil
PAS resiko sederhana didapatkan 5 pasien dengan sugestif apendisitis, dan dari 5
pasien dengan hasi PAS resiko tinggi didapatkan 3 pasien dengan sugestif apendisitis
hubungan yang signifikan antara skor PAS dengan hasil pemeriksaan USG dengan
nilai p >0.05 (p = 0.076). Alat USG yang digunakan, mencakup macam USG
linear frekuensi tinggi 5-12 MHz, transducer konveks frekuensi rendah 2-4 MHz
untuk pasien obese atau posisi apendiks yang dalam) .Ketrampilan pemeriksa,
penelitian ini adalah dari keseluruhan sampel yang diperoleh pada hasil pemeriksaan
USG pada penelitian ini dilakukan oleh lebih dari satu orang operator.
68
6.1 Kesimpulan
dengan median usia 13 tahun. Hasil dari perhitungan skor PAS menunjukkan
2. Penelitian ini diikuti 33 orang pasien dengan rerata usia 13 tahun dimana
sugestif apendisitis dan lima orang pasien (15,2%) non apendisitis. Sehingga
dari hasil penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara skor
6. 2. Saran
data rekam medis sehingga data-data tersebut tidak hanya digunakan guna
kepentingan pasien tetapi juga sebagai informasi yang dapat diolah guna
69
70
Chen chun yu. 2016. Different urinalisis apperence in children with simple and
perforated appendicitis.American journal of emergency medicine. Elsevier,
vol 31 1560-1563. [serial online]. www.elsevier.com/locate/ajem.
71
Emily E.K. 2016. Loren,,clinical evaluation of acute appendicitis, Elsevier vol 15.
[serial online]. www.elsevier.com/locate/ajem.
Eylin. 2009. Karakteristik pasien dan diagnosis histologi pada kasus apendisitis
berdasarkan data registrasi depatremen patologi anatomi FKUI RSUPN
Cipto Mangunkusumo pada tahun 2003-2007. Jakarta [Skripsi].FK
Universitas Indonesia.
72
Huckins, David S, Simon, et al. 2013. A novel biomarker panel to rule out acute
appendicitis in pediatric patients with abdominal pain.The Am J of Emerg
Med.31(9):1368-1375.
http://search.proquest.com/docview/1430634945?accountid=50257
Hwa Lee, J, Ki Jeong, Hwang ,J.C, Ham, S.Y and Yang, S.O. 2002.Graded
Compression Sonography with Adjuvant Use of a posterior Manual
Compression Technique in the Sonographic Diagnosis of Akute
Appendicitis.AJR178: 863-868
Hwa Lee, J, Ki Joeng, Y, Bo Park, J, Kang Park, J, Jeong, A.K, et al. 2005.
Operator Dependent Technique for Graded Compression Sonography to
Detect the Appendix and Diagnose Acute Appendicitis.AJR184: 91-97
Ivan CP. 2013. Karakteristik penderita apendisitis di RSUP Haji Adam Malik
Medan pada tahun 2009.[serial online].
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21908. [27 November 2013]
Jangra, Babita, Jangra, et al. 2013. Seasonal and day of weak variations in acute
appendicitis in north Indian children. J of Indian Association of Pediatr
Surg. 18(1):42-43. [serial
online]http://search.proquest.com/docview/1317919106?accountid=50257
73
Kim D, Shim D, and Cho K. 2016. Use of the Paediatric appendicitis score in a
community hospital.Ind Pediatric. 53(3):217-20.
Koo H, Kim H, Yang D Kim S, Park S, and Ryu J. 2013. Does computed
tomography have any additional value after sonography in patients with
suspected acute appendicitis?.J Ultrasound Med. 32(8);1397-403.
Lim, K.H, J.Lee, W, J.Lee, S, Namgung, S, and Lim, J.H. 1996. Focal Appendicitis
Confined to the Tip Diagnosis at US. Radiology 200: 799-801
Obinna O, Adibe, Oliver J, et al. 2011. Severity of appendicitis corelates with the
Pediatric Appendicitis Score. Pediatr Surg Int.27:655-658. Doi
10.1007/s00383-010-2744-9
Parveen KZ, Avabratha SK, and Shetty K. 2017. Int J Contemp Pediatr. (6):2196-
2199
74
75
Schwartz SI. 2009. Appendix, in Principles of Surgery, 8th ed. New York. Mc Graw
Hill Inc. 1307-30
Shogilev DJ, Duus N, Odom SR, and Shapiro NI. 2014. Diagnosing
Appendicitis: Evidence Based Review of the Diagnostic Approach in
2014.J West of Emergency Medicine.15(7): 859-71
Wesson DE, Singer JI, and Wiley JF. 2014.Acute appendicitis in children.[serial
online]. http://www.uptodate.com/contents/acute-appendicitis-in-children-
cli.Updated July 25, 2014.[7 Agustus 2014].
76
77