Anda di halaman 1dari 22

BAB II

KAJIAN TEORI

A. DEFINISI CEREBRAL PALSY SPASTIK HEMIPLEGI

Cerebral palsy (CP) merupakan gabungan dari dua kata, yakni cerebral
berasal dari kata cerebrum yang berarti otak dan palsy yang berarti kekakuan.
Sehingga CP dapat diartikan sebagai kekakuan yang disebabkan oleh hal-hal yang
terletak di otak (Salim, 2007). Smith dan Tyler (2010) menyatakan bahwa CP
bukan suatu penyakit melainkan suatu kondisi non progresif dan tidak menular
yang berdampak pada gerakan tubuh dan koordinasi otot. Seseorang dengan CP
mengalami kelainan pada aspek motorik yang terkadang dapat disertai dengan
gangguan penyera seperti gangguan emosi, gangguan bicara, kecerdasan, maupun
gangguan sensorik (Efendi, 2006).
Taft (1995) mengklasifikasi CP berdasarkan deskripsi klinis disfungsi
neuromotor. Menurut disfungsi motorik, CP dibedakan menjadi 5 kelompok yaitu
(1) spastik (subkelompok : spastik hemiplegia, diplegia, quadriplegia), (2)
diskinetik termasuk sub-kelompok athetoid, distonik, chorea, ballismus, tremor,
(3) rigid, (4) ataxia dan (5) campuran (Pavone dan Testa, 2015).
CP spastik hemiplegi adalah spastik yang melibatkan traktus kortikospinal
unilateral yang biasanya menyerang ekstremitas atas/bawah, menyerang lengan
dan kaki pada salah satu sisi tubuh (Saputri, 2015).

B. ANATOMI FISIOLOGI OTAK


1. Anatomi otak

Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang saling
berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita. Otak
terdiri dari sel – sel otak yang disebut neuron (Leonard, 2008). Secara garis besar,
sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan saraf tepi. Sistem saraf
pusat terbentuk oleh otak dan medulla spinalis.
Pembagian otak terdiri dari kortek serebri, ganglia basalis, thalamus, serta
hipothalamu. Mesenphalon batang otak dan cerebellum merupakan landasan yang
utama untuk mempelajari lokalisasi otak ( gambar 2.1 ).

Gambar 2.1
Susunan saraf pusat ( Neil A. Campbell, 2001 )
Keterangan gambar 2.1
Susunan Saraf Pusat
1. Medulla Oblongata
2. Serebellum
3. Diensefalon
4. Lobus Oksipitaslis
5. Thalamus
6. Lobus Parietalis
7. Serebrum
8. Lobus Frontalis
9. Hipothalamus
10. Lobus Temporalis
11. Ponds Varolli
Salah satu bagian otak yaitu kortek serebri, dibagi menjadi 2, hemisperium
kiri dan kanan yang dihubungkan oleh korpus collasum (Chusid, 1990). Berikut
ini akan dibahas beberapa bagian otak antara lain :
a. Korteks serebri
Korteks serebri adalah struktur di dalam otak yang memainkan peran
kunci dalam ingatan, perhatian, persepsi kesadaran, berpikir, bahasa, dan
kesadaran secara sederhana dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu allokorteks
yang ditemukan predominan pada rhinenshepalon dan juga isokorteks
(neokorteks) yang merupakan tipe yang sebagian besar banyak dijumpai pada
hemisperium serebri dengan enam lapis (Chusid, 1990).
Korteks serebri dibagi menjadi empat lobus, yaitu :

1) Lobus frontalis

Pada lobus frontalis meluas dari ujung frontal yang berakhir pada sulcus
centralis dan di sisi samping pada fissure lateralis. Lobus frontalis terdiri dari
beberapa area yaitu daerah 4 Brodmann yang merupakan daerah motorik primer,
daerah 6 merupakan bagian dari sirkuit traktus ekstrapiramidalis, area 8 yang
berhubungan dengan pergerakan mata dan juga perubahan pupil, serta area 9, 10,
11, dan 12 yang merupakan daerah asosiasi frontalis (Chusid, 1997)
2) Lobus parietalis
Pada lobus parietalis meluas dari sulcus centralis sampai fissure parieto-
occipitalis dan ke lateral sampai setinggi fiissurra cerebri lateralis.
Lobusparietalis terdiri dari area 3, 1, dan 2 yang merupakan daerah sensorik
primer pasca sentralis. Serta area 5 dan 7 yang merupakan daerah asosiasi
sensorik (Chusid, 1997).
3) Lobus occipitalis
Lobus occipitalis merupakan lobus posterior yang berbentuk pyramid dan
terletak dibelakang fissura parieto occipitalis. Pada lobus occipitalis terdiri dari
area 17 yang merupakan korteks striata korteks visual yang utama, serta area 18
dan area 29 yang merupakan daerah asosiasi visual (Chussid, 1997)
4) Lobus temporalis
Bagian lobus temporalis dari hemispherium cerebri terletak dibawah
fissura lateralis serebri (sylvii) dan berjalan ke belakang sampai fissura-
occipitalis. dari hemisferium serebri terletak dibawah fissura lateralis serebri dan
berjalan ke belakang sampai fissura parieto-ossipitalis. Area 41 adalah daerah
auditorius primer. Area 42 merupakan korteks auditoris sekunder atau asosiasi.
Area 38, 40, 21, dan 22 adalah daerah asosiasi (Chusid, 1997).

b. Serebellum
Serebellum terletak di fossa cranii posterior dan di bagian superior
ditutupi oleh tentorium cerebelli merupakan bagian terbesar otak belakang
(rhombancephalon) dan terletak di posterior ventriculus quartus, pons, dan
medulla oblongata ( Snell, 2006). Serebellum merupakan pusat koordinasi untuk
keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunteer
secaraoptimal. Bagian-bagian dari serebellum adalah lobus anterior, lobus
medialis dan lobus fluccolonodularis (Purves, 2004).

2. Neurofisiologi
a. Area Brodmann
Beberapa daerah tertentu dari korteks serebri memiliki fungsi yang
spesifik, yang oleh ahli berkebangsaan Jerman bernama Brodmann dibagi menjadi
47 area berdasarkan struktur selularnya. Pembagian dan klasifikasi korteks serebri
berdasarkan arsitektur sel dan kesimpulan mengenai struktur serta fungsi kortek
serebri di mana salah satu sistem yang paling sering digunakan adalah sistem dari
Brodmann ( Chussid, 1993 ). (1) kortek proyeksi motorik primer atau area 4
berfungsi mengatur gerakan dibawah sadar. Lesi destruktif di daerah kortek area 4
akan menghasilkan paralisis flaccid ( Chussid, 1993), (2) area kortek premotorik
adalah area 6 dan 8, yang mewakili pusat kortikal dari sistem ekstrapiramidalis
(Duus, 1996). Area 6 bertanggung jawab atas gerakan terlatih dan lesi pada area 6
pada sisi dominan dapat mengakibatkan hilangnya kemampuan gerak terlatih.
Area 8 dinamakan lapangan pandang frontal dan bersama area 6
bertanggungjawab atas gerakan-gerakan menyidik volunter dan deviasi konjugat
dari mata dan kepala (Price dan Wilson, 1992). (3) area somatosensorik primer 1,
2, 3 terletak pada girus post sentralis yang berfungsi menerima sensasi nyeri,
suhu, raba, tekan dan proprioseptik. Lesi area ini mengakibatkan gangguan
sensorik kontralateral (Price dan Wilson, 1992), (4) lobus occipitalis
mengandung kortek penglihatan primer yaitu area 17, berfungsi
menerimainformasi penglihatan dan menyadari sensasi warna. Kerusakan area 17
mengakibatkan gangguan lapang pandang. Korteks visual primer (area 17)
dikelilingi kortek asosiasi visual yaitu 18 dan 19 di mana informasi-informasi
penglihatan menjadi lebih berarti (Price dan Wilson, 1992), (5) area 44 dan 45
area bicara motorik Brocca, area ini bertanggungjawab atas pelaksanaan motorik
berbicara, apabila terjadi lesi pada area ini akan mengakibatkan kesulitan dalam
artikulasi (Price dan Wilson, 1992), (6) area 41 disebut area auditori merupakan
daerah penerimaan rangsang pendengaran primer. Lesi pada daerah ini
menimbulkan ketulian yang ringan kecuali bila terjadi bilateral (Chusid, 1993),
(7) area 39 dan 40 disebut juga area asosiasi, kerusakan pada area asosiasi
menyebabkan ketidakmampuan mengintegrasikan informasi, mengorientasikan
diri sendiri dalam ruang 3 dimensi (Duus, 1996).
Gambar 2.2
Pembagian area Brodmann (Duss, 1996).

b. Homonkulus
Homunkulus adalah gambaran topografik yang terdapat pada daerah
sensorik dan motorik, pada kortek serebri sebagai bayangan cermin yang
berdampingan .Area pergerakan tubuh dipresentasikan dengan bentuk terbalik di
gyrus precentralis. Mulai dari bawah ke arah superior adalah struktur – struktur
yang berperan dalam proses menelan, lidah, rahang, bibir, laring , kelopak mata,
dan alis. Area berikutnya merupakan daerah luas untuk gerakan jari, tangan ,
pergelangan tangan, siku, bahu, dan badan. Gerakan – gerakan pinggul, lutut, dan
pergelangan kaki dipersentasikan di area gyrus precentralis paling tinggi, jari kaki
terletak di permukaan medial hemispherium cerebri di lobus paracentralis
(Snell,2006). Humunkulus menggambarkan area otak yang berfungsi untuk
menginervasi bagian tubuh tertentu secara kontralateral. Humunkulus motorik
berasal dari area motorik primer (area 4 brodman) yang merupakan area otak yang
berfungsi untuk mengeksekusi gerakan. Area ini akan membentuk sebuah jalur
desenden ke medulla spinalis atau yang biasa disebut traktus piramidalis.Semakin
luas area humunkulus, maka semakin komplek pula fungsi area tubuh yang
diinervasi. Apabila area motorik ini mengalami kerusakan, akan menyebabkan
kelainan pada bagian tubuh yang diinervasi oleh area otak tersebut.

Gambar 2.3
Humunkulus motorik (Cumming. Benjamin, 2006)

Selain humunkulus motorik, terdapat humunkulus sensorik. Humunkulus ini


terletak pada girus possentralis di lobus parietalis di area 1, 2, dan 3 menurut
topografi broadman. Area ini merupakan area somatosensorik yang bermanfaat
untuk menerima rangsang yang datang dari panca indera. Proses penerimaan
impuls oleh area somatosensorik dibagi menjadi 3 orde.

Orde pertama, stimulus atau rangsang yang diterima oleh reseptor-reseptor di


tingkat perifer dibawa menuju ke posterior horn cell (PHC) di medulla spinalis.
Orde kedua, membawa impuls dari medulla spinalis menuju thalamus yang
dibawa oleh traktus spinotalamikus. Selanjutnya impuls dari thalamus akan
dibawa menuju kortek sensorik melalui traktus thalamokortikalis.

Gambar 2.4
Humunkulus sensorik (Cumming, Benjamin, 2006).

c. Traktus piramidalis
Traktus piramidalis setelah meninggalkan kortek motorik akan
bergabung melalui corona substantia alba serebrum ke arah ekstremitas inferior
capsula interna. Kemudian turun melalui pusat setiap basal pons yang
dikelilingi oleh sejumlah saraf nuklei pontis, terlihat dari luar membentuk
juluran piramida, (Duus, 1996).

Gambar 2.5
Traktus pyramidalis (Duss, 1996)

d. Traktus ekstrapiramidalis
Sistem traktus ekstrapiramidalis merupakan serangkaian inti dan
bagian berbagai struktur, termasuk korteks serebri, ganglia basalis, mesensefalon,
medula oblongata dan medula spinalis. Sistem ekstrapiramdalis terdiri dari semua
serabut yang mengatar rangsang motor dari kortek ke spinal selain traktus dan
sistem serebrum yang berhubungan dengan gerak. Jalan tranmisi rangsang
ekstapiramidal yang terakhir ke spinal adalah traktus retikulospinal yang terletak
pada anterior dan lateral medulla spinalis, juga rubrospinal, tektospinal dan
vestibulospinal (Suryawan, 1990). Sistem ekstrapiramidalis menambah sistem
kortikal dari kerja volunter motorik, meningkatkan fungsinya ke tingkat yang
lebih tinggi, dimana setiap gerakan volunter penampilannya halus dan lembut
(Duss, 1996) walaupun peranan yang tepat untuk tiap nukleus pada sistem
ekstrapiramidal tidak diketahui. Akibat lesi pada kapsula interna tidak hanya
mengganggu traktus piramidalis tetapi juga traktus ekstrapiramidali ( gambar
2.6)
Gambar 2.6
Traktus ekstra piramidalis (Duss, 1996).
3. Vaskularisasi
Menurut Duss (1996) dan Chusid (1983), darah dialirkan ke otak oleh dua
pasang arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Keempat arteri tersebut bebas
satu sama lain memasuki kranium dan saling berhubungan melalui sistem
anastomosis yaitu Circulus arteri Willisi dan arteri basilaris. Circulus Willisi
pada dasar otak merupakan anastomose pembuluh darah arteri yang penting
dalam otak. Darah mencapai circullus willisi melalui arteri karotis interna dan
arteri vertebralis. Circullus willisi dibentuk oleh hubungan antara arteri carotis
interna, arteri basillaris, arteri serebri anterior, arteri komunikans serebri
anterior, arteri serebri posterior dan arteri komunikans posterior. Arteri karotis
interna berakhir pada arteri serebri posterior dan arteri serebri media. Pada akhir
arteri karotis interna keluar arteri komunikans posterior yang bersatu ke arah
kaudal dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri anterior saling berhubungan
melelui arteri komunikans posterior ( gambar 2.7 ).

Gambar 2.7
Sirkuit willisi ( Sobotta, 2006 ).
C. PATOFISIOLOGI CEREBRAL PALSY SPASTIK HEMIPLEGI
Hemiplegia pada bayi dan anak-anak adalah jenis Cerebral Palsy yang
dihasilkan dari kerusakan pada bagian (hemisfer) otak yang mengontrol
pergerakan otot. Kerusakan ini dapat terjadi sebelum, selama atau segera setelah
lahir. Dari seluruh anak cereberal palsy, 87% menyandang hemiplegia (Chasa,
2019). Cerebral palsy spastik, area otak yang paling terpengaruh adalah cerebral
cortex dan tract corticospinal. Dalam kondisi ini, kelenturan terjadi karena
hiperaktifitas refleks peregangan yang dihasilkan dari lesi pada saluran
kortikospinalis yang menyebabkan input fasilitatif yang tidak terkontrol pada
busur refleks tulang belakang (Norton, 2007).

D. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO CP SPASTIK HEMIPLEGI

Etiologi CP sangat beragam dan multifaktorial. Penyebabnya adalah


bawaan, genetik, inflamasi, infeksi, anoxic, trauma, danmetabolisme. Cedera yang
terjadi pada otak berkembang dapat terjadi pada masa prenatal, natal, atau
postnatal [40].Lebih dari30%, tidak ada faktor risiko atau dikenal etiologi, tetapi
beberapa faktor risiko telah berulang kali telahdiamati berkaitan dengan CP. CP
mungkin hasil dari satu atau lebih etiologi dan dapat terjadi pada setiap tahap
darisebelum konsepsi untuk bayi, dengan penyebab yang sebenarnya sulit untuk
menentukan dalam semua kasus.
a. Penyebab Prenatal
Di antara penyebab cerebral palsy adalah kelainan otak kongenital
termasuk malformasiperkembangan kortikal.Saat ini, masalah yang terjadi selama
perkembangan intrauterin,kelainan bawaan, asfiksia terjadipada setiap usia
kehamilan, dan kelahiran prematur diperkirakan penyebab dari sebagian besar
kasus.Etiologiperinatal atau neonatal pada bayiberat lahir rendah yang paling
sering adalahleukomalacia periventrikular (PVL), perdarahan periventrikular,
daninfark serebral, tetapi pada bayi berat lahir normal, alasan yang paling umum
adalah ensefalopati hypoxicischemic.Penyebab antenatal cerebral palsy lainnya
adalah kejadian vaskular ditunjukkan oleh pencitraan otak (misalnya, oklusi arteri
serebri), dan infeksi TORCH (toksoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, dan
herpes simplex) selama trimester pertama dan keduakehamilan adalah penyebab
cacat perkembangan saraf jangka panjang. Di negara-negara industri, proporsiCP
disebabkan infeksi TORCH diperkirakan hampir 5%. Penyebab kurang umum
dari cerebral palsy termasukgangguan metabolisme, konsumsi ibu racun, dan
sindrom genetik langka.
b. Penyebab Perinatal
Perdarahan antepartum, persalinan macet, atau prolaps tali pusat dapat
membahayakan janin menyebabkan hipoksia,tetapi kriteria penting harus dipenuhi
sebelum cerebral palsy dapat dikaitkan dengan periode akut intrapartum. Kriteria
tersebut adalah asidosis metabolik di tali pusat arteri, kulit kepala janin atau
sampel darah neonatal sangat awal, dan onset ensefalopati neonatal berat atau
sedang pada bayi dari> 34 minggu usia kehamilan.Anak-anak dengan cerebral
palsy, yang memiliki riwayat ensefalopati neonatal, lebih mungkin untuk
memiliki tanda-tanda intrapartum hipoksia seperti warna mekonium cairan
ketuban. Namun, mungkin tidak ada bukti asfiksiaperinatal dalam persentase yang
signifikan dari anak-anak dengan ensefalopati neonatal.
c. Penyebab Postnatal
Dengan pengenalan vaksin baru, meningitis dan gejala sisa neurologis
menurun disejumlah besar anak-anak. Accidental injury (kecelakaan kendaraan
bermotor) dan nonaccidental injuries mungkin penyebab dari cerebral palsy.
Alasan lain dari postneonatal cerebral palsy adalahcedera serebrovaskular, dan
post operasi malformasi congenital.Meningitis, septicemia, malaria, dan kondisi
lain adalah penyebab utama cerebral palsy di negara-negara berkembang.

Faktor-faktor risiko yang terkait dengan CP juga dapat terjadi karena


faktor ibu, ayah dan saudara, faktor prenatal,faktor perinatal, dan faktor postnatal.
a. Faktor ibu, ayah, dan saudara
Kondisi medis ibu berhubungan dengan cerebral palsy. Ini termasuk
cacat intelektual, kejang, trombofilia ibu,dan penyakit tiroid, kehamilan remaja
cenderung memiliki masa kehamilan yang rendah, berat lahir rendah, dan
traumakelahiran. Usia ibu> 35 tahun dilaporkan memiliki faktor-faktor risiko CP.
b. Factor risiko prenatal
Preeklamsia dikaitkan dengan peningkatan risiko cerebral palsy pada
bayi lahir cukup bulan tapi hubungan ini tampaknya tidak adadalam bayi
prematur. Preeklamsia dapat menyebabkan pelepasan katekolamin padabayi
prematur, yang mempercepat pematangan janin, tetapi perawatan diperlukan
dalam membandingkan tingkat padabayi dari usia kehamilan yang sama,
mengingat bahwa preeklampsia itu sendiri bisa langsung penyebab kelahiran
premature. Korioamnionitis dan infeksi intrauterin dan/atau peradangan
merupakan faktor risiko utama CP.
Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa demam berbahaya.
Mungkin ada produk-produk beracundari organisme menginfeksi yang diproduksi
oleh ibu, bayi, atau plasenta. Hal inimempertimbangkan bahwa sitokin atau
mediator inflamasi lainnya yang disebabkan kerusakan otak secaralangsung atau
tidak langsung. Perdarahan antepartum juga dikaitkan dengan kematian, CP, dan
kerusakanmateri putih pada bayi prematur.
Beberapa kehamilan, juga dilaporkan sebagai faktor risiko CP,
meningkat empat kali lipat pada anak kembar dan 18-fold in triplets. Ini terkait
dengan kelahiran prematur, pertumbuhan intrauterine rendah, cacat lahir, dan
komplikasi intrapartum.
c. Faktor risiko perinatal
Menurut hasil laporan kesehatan dunia, asfiksia perinatal dan
kehamilan berisiko tinggi merupakan faktor independen yangberhubungan dengan
CP bayi yang baru lahir. Menggunakan tanda-tanda tidak langsung dari asfiksia
lahir, studi terbaru menunjukkan bahwa asfiksia lahir mungkin tidak seperti
penyebab penting CP sepertiyang diasumsikan sebelumnya, tapi itu mungkin
kadang-kadang merupakan salah satu unsur penyebab multifactorial.
d. Faktor risiko postnatal
Surveilen Cerebral Palsy diEropa, dalam kelompok anak-anak dari
delapan negara yang lahir antara tahun 1976 dan 1990, melaporkan bahwa tingkat
anak-anak CP karena postneonatal adalah 7,8%.Komplikasi laininfeksi, cedera
serebrovaskular, trauma, hipoksia, gastroenteritis, dan penyebab lain dari
ensefalopati akut, neoplasmas, dan racun paparan alasan lainyang dilaporkan.
Infeksi, bagaimanapun, tetap merupakan penyebab penting dari CP yang diperoleh
meskipun penurunan angka keseluruhan lebih dari 30tahun penelitian. Dengan
diperkenalkannya vaksin baru, proporsi kasus akibat infeksi menurun.

E. ALAT UKUR
1. Skala Asworth
Asworth scale atau skala asworth digunakan untuk memeriksa atau menilai
tingkat spastisitas yang dimiliki oleh pasien. Berikut klasifikasi kriteria
asworth scale:
Nilai Keterangan
0 Tidak ada peningkatan tonus otot
1 Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terasanya
tahanan minimal (catch and release) pada akhir ROM pada waktu
sendi digerakkan fleksi atau ekstensi
2 Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan adanya
pemberhentian gerakan (catch) dan diikuti dengan adanya tahanan
minimal sepanjang sisa ROM, tetapi secara umum sendi tetap
mudah digerakkan
3 Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar
ROM, tapi sendi masih mudah digerakkan
4 Peningkatan tonus otot sangat nyata, gerak pasif sulit dilakukan
5 Sendi atau ekstremitas kaku/rigid pada gerakan fleksi atau
ekstensi

2. MMT
Manual muscle test (MMT) merupakan pengukuran kekuatan otot secara
manual menggunakan tangan tanpa alat khusus. Penilaian MMT terdiri
dari 6 skor yaitu skor 0 hingga skor 5. Dengan interpretasi skor yaitu :
Nilai Keterangan
5 adanya kontraksi otot, adanya pergerakan sendi full ROM,
mampu melawan gravitasi dan tahanan maksimal
4 adanya kontraksi otot, adanya pergerakan sendi full ROM
mampu melawan gravitasi dan tahanan minimal
4– Ada kontraksi otot, ada pergerakan sendi lebih dari
setengah ROM mampu melawan gravitasi dan tahanan
minimal
3+ Ada kontraksi otot, ada pergerakan sendi kurang dari
setengah ROM mampu melawan gravitasi dan tahanan
minimal
3 ada kontraksi otot, ada pergerakan sendi full ROM, mampu
melawan gravitasi
3– Ada kontraksi otot, ada pergerakan sendi lebih dari
setengah ROM, mampu melawan gravitasi
2+ Ada kontraksi otot, ada pergerakan sendi kurang dari
setengah ROM, mampu melawan gravitasi
2 ada kontraksi otot, ada pergerakan sendi full ROM , tidak
mampu melawan gravitasi
2– Ada kontraksi otot, ada pergerakan sendi lebih dari
setengah ROM tanpa melawan gravitasi
1+ Mampu menggerakan ekstremitas, tidak mampu melawan
gravitasi, pergerakan sendi hanya setengah ROM normal
1 ada kontraksi otot namun tidak ada pergerakan sendi
0 tidak ada kontraksi otot saat dipalpasi

3. Pediatric Balance Scale (PBS)


Pediatric Balance Scale atau PBS merupakan versi modifikasi dari Berg
Balance Scale yang digunakan untuk menilai kemampuan keseimbangan
fungsional pada anak usia sekolah. PBS terdiri dari 14 item yang dinilai
dari skor 0 (fungsi terendah) hingga skor 4 (fungsi tertinggi) dengan skor
maksimum 56 poin.
14 item pemeriksaan terdiri atas kemampuan duduk ke berdiri, berdiri ke
duduk, transfer, berdiri tanpa pegangan, duduk tanpa pegangan, berdiri
dengan mata tertutup, berdiri dengan satu kaki didepan, berdiri dengan
satu kaki, berputar 360 derajat, menoleh ke belakang, mengambil objek
dari lantai, menempatkan kaki dibangku kecil, meraih ke depan.

4. GMFM
Gross Motor Function Measurement (GMFM) merupakan suatu jenis
pengukuran klinis untuk mengevaluasi perubahan fungsi gross motor pada
penderita cerebral palsy. Terdiri dari 88 item pemeriksaan yang terdiri atas
5 dimensi yaitu dimensi A (aktivitas pada posisi berbaring dan berguling),
dimensi B (aktivitas pada posisi duduk), dimensi C (aktivitas pada posisi
merangkak dan kneeling), dimensi D (aktivitas dalam posisi berdiri) dan
dimensi E (aktivitas pada posisi berlari dan melompat). Dimensi A terdiri
atas 17 item pemeriksaan, dimensi B terdiri atas 20 item pemeriksaan,
dimensi C terdiri atas 14 item pemeriksaan, dimensi D terdiri atas 13 item
pemeriksaan, dan dimensi E terdiri atas 12 item pemeriksaan.
Penilaian GMFM ada 4 skor yaitu skor 0 hingga 3. Dengan interpretasi
skor yaitu :
SCORING KEY 0 = tidak dapat melakukan
1 = dapat melakukan namun awalnya saja
2 = dapat melakukan sebagian
3 = dapat melakukan semuanya

Tabel penilaian pemeriksaan Gross Motor Function Measurement (GMFM)


dilampirkan
5. GMFCs
Gross Motor Functional Classification System (GMFCS) pada kasus
Cerebral Palsy berdasarkan kemampuan pasien sendiri yang terdiri dari duduk
(keseimbangan tubuh) dan berjalan. Sistem klasifikasi ini terdiri dari lima level.
Setiap level memiliki kriteria klinis yang bermakna. Perbedaan antar level fungsi
motorik berdasarkan keterbatasan fungsi, kebutuhan akan menggunakan teknologi
alat bantu (assisted device), termasuk alat bantu mobilisasi (berupa walkers,
crutches, and canes) dan alat bantu beroda, dan kualitas dari gerakan. Fokus
penentuan level pada GMFCS adalah mewakili kemampuan dan keterbatasan
fungsi motorik pada anak. Penekanan penentuan ini berdasarkan pada performa
anak di rumah, sekolah, dan lingkungan. Tujuan dari penentuan level adalah untuk
mengklasifikasikan gross motor function, bukan untuk menentukan kualitas
gerakan atau potensi untuk perbaikan. Deskripsi lima level tersebut sangat luas,
sehingga tidak menggambarkan semua fungsi aspek pada fungsi tiap individu.
Penggunaan GMFCS ini sangat umum digunakan di kalangan praktisi,
seperti dokter spesialis,dokter umum, perawat, fisioterapi. Hal ini dikarenakan
penggunaan GMFCS ini mudah diterapkan, sederhana, hemat biaya, tidak
memerlukan alat khusus.
Klasifikasi Gross Motor Functional Classification System, yaitu:
 Derajat 1 : jalan tanpa hambatan, limitasi terhadap fungsi motorik lebih
lanjut
 Derajat 2 : jalan tanpa alat bantu, limitasi untuk jalan diluar rumah dan
dimasyarakat.
 Derajat 3 : jalan dengan alat bantu, limitasi untuk jalan di luar dan di
masyarakat
 Derajat 4 : menggunakan alat mobilitas di luar dan di masyarakat
 Derajat 5 : mobilisasi mandiri sangat terbatas walaupun menggunakan alat
bantu.
F. PROGNOSIS FISIOTERAPI CP SPASTIK HEMIPLEGI
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prognosis penderita cerebral
palsy seperti tipe klinis, keterlambatan dicapainya tahapan perkembangan bayi
(milestones), adanya reflek patoligi, adanya defisit intelegensi, sensoris dan
gangguan emosional dan asupan makan. Prognosis penderita dengan gejala
motorik yang ringan adalah baik; makin banyak gejala penyertanya (retardasi
mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran) dan makin
berat gejala motoriknya, makin buruk prognosisnya.

Anak dengan cerebral palsy hemiplegi sebagian besar dapat berjalan


sekitar usia 2 tahun, kadang diperlukan short leg brace yang sifatnya sementara.
Didapatkannya tangan dengan ukuran lebih kecil pada bagian yang hemiplegi,
bisa disebabkan adanya disfungsi sensoris di parietal dan bisa menyebabkan
gangguan motorik halus pada tangan tersebut.

Sebagian besar anak yang dapat duduk pada umur 2 tahun dapat belajar
berjalan, sebaliknya anak yang tetap didapatkan refleks moro, asimetri tonic neck
reflex, extensor trust dan tidak munculnya reflek parasut biasanya tidak dapat
berjalan. Hanya sedikit anak yang tidak dapat duduk pada umur 4 tahun akaan
belajar berjalan (steven et all, 2004)
Pada penderita cerebral palsy didapatkan memendeknya harapan hidup.
Pada umur 10 tahun angka kematian sekitar 10% dan pada umur 30 tahun angka
kematian sekitar 13%. Penelitian didaptkan harapan hidup 30 tahun pada
gangguan motorik berat 42%, gangguan kognitif berat 62% dan gangguan
penglihatan berat 28%. Hasil tersebut lebih buruk dibanding gangguan yang
ringan atau sedang.

Prognosis pada anak dengan cerebral palsy juga dapat dilihat dari masalah
makannya. Anak yang dapat makan sendiri jauh lebih mungkin untuk memiliki
prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang bergantung pada
orang lain untuk mendapatkan nutrisi. Anak-anak dengan CP yang tidak dapat
makan sendiri terkadang rentan terhadap kekurangan gizi. Selain itu, sebagian
besar anak-anak yang membutuhkan bantuan makan mengalami kesulitan
mengunyah dan menelan, yang menyebabkan tersedak, radang paru-paru,
pneumonia, dan serangkaian masalah kesehatan berbahaya lainnya.

G. PROBLEMATIKA CP SPASTIK HEMIPLEGI

Cerebral palsy hemiplegi adalah bentuk dari cerebral palsy dimana satu
lengan dan satu tungkai pada satu sisi tubuh yang lemah. Mayoritas anak dengan
cerebral palsy hemiplegi memiliki kecerdasan yang normal. Problem utama yang
dialami pasien cerebral palsy hemiplegi adalah problem ketidakmampuan berjalan
dengan pola jalan yang benar serta postur yang jelek. Program utama fisioterapi
adalah latihan postur untuk memperbaiki atau mengoreksi postur yang jelek pada
pasien. Problem lain yang menyertai yakni adanya spastisitas pada anggota gerak,
keterbatasan luas gerak sendi, serta penurunan kekuatan otot. Fisioterapi berperan
dalam mengurangi spastisitas, meningkatkan luas gerak sendi, meningkatkan
kekuatan otot, serta mengoreksi postur yang jelek. Tindakan fisioterapi yang
dilakukan adalah inhibisi spastik, stretching anggota gerak, latihan postur berupa
mobilisasi pelvis, bahu dan trunk, terapi pada lengan, activate trunk movement in
sitting, activate dynamic proximal stability, berdiri dari kneeling, berjalan.
a. Postural tonus : kelemahan pada otot leher satu sisi, hipotonus pada
otot proksimal satu sisi, hipertonus pada bagian dstal satu sisi.
b. Axis : leher lemah di satu sisi, axis mata tidak di tengah, stabilitas
proksimal buruk di satu sisi, rotasi segmental kepala buruk satu sisi,
orientasi garis tengah tubuh buruk, BOS buruk keluar dari axis lengan
dan kaki
c. Cortical level : visual problem, masalah pada tangan dan kaki satu
sisi, kognisi rendah, somatosensasi buruk di satu sisi
d. Associated problem : perbedaan pertumbuhan tulang, masalah
emosional, kejang

Anda mungkin juga menyukai