Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHALUAN

Angka kejadian septum yang benar-benar lurus dan berada di tengah hanya
sedikit dijumpai, biasanya terdapat pembengkokkan minimal atau terdapat spina pada
septum. Diperkirakan 75%- 85% dari seluruh populasi mengalami kelainan bentuk
anatomi hidung, dan yang paling banyak adalah deviasi septum. Deviasi septum yang
tidak memberikan gangguan respirasi tidak dikategorikan sebagai abnormal. Deviasi
yang cukup berat dapat menyebabkan sumbatan hidung yang mengganggu fungsi
hidung dan menyebabkan komplikasi atau menimbulkan gangguan estetik wajah
karena tampilan hidung menjadi bengkok1

Deviasi septum merupakan keadaan yang sering terjadi, bervariasi dari ringan
yang tidak mengganggu, hingga deviasi septum berat yang dapat menyebabkan
penyempitan hidung sehingga mengganggu fungsi fisiologis hidung dan
menyebabkan komplikasi.1 Studi klinis menunjukkan bahwa prevalensi deviasi
septum meningkat seiring dengan usia. Van der Veken dalam Harar et al2
mendapatkan bahwa prevalensi deviasi septum pada anakanak meningkat dari 16%
sampai 72% secara linear dari usia 3 hingga 14 tahun, sedangkan Gray dalam Harar et
al2 melaporkan di antara 2112 orang dewasa, kejadian deviasi septum adalah 79%.2

Deviasi septum dapat mengakibatkan terjadinya kelainan pada hidung


maupun sinus paranasal. Gejala klinis yang dapat timbul berupa sumbatan hidung,
epistaksis, nyeri kepala, maupun gejala akibat terjadi rinosinusitis. Diagnosis deviasi
septum ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dengan melakukan
rinoskopi anterior maupun dengan nasoendoskopi. Pemeriksaan penunjang seperti
foto Rontgen dan tomografi komputer sinus paranasal lebih ditujukan untuk menilai
komplikasi maupun struktur anatomi hidung dan sinus paranasal lainnya dan tidak
penting untuk menegakkan diagnosis deviasi septum.1
Penatalaksanaan deviasi septum sangat tergantung dari keluhan maupun
komplikasi yang ditimbulkannya. Septoplasti dilakukan jika terdapat keluhan akibat
deviasi septum seperti hidung tersumbat, sakit kepala akibat contact point dengan
deviasi septum, epistaksis, atau untuk memperbesar akses ke meatus medius pada
saat melakukan bedah sinus endoskopi fungsional dan sebagai akses untuk
melakukan tindakan operasi tertentu dan alasan kosmetik.1

Septoplasti merupakan prosedur operasi yang dilakukan untuk koreksi


kelainan septum.9 Septoplasti dengan menggunakan lampu kepala mempunyai
keterbatasan visualisasi terutama kelainan septum di bagian posterior. Perkembangan
di bidang endoskopi telah memberikan visualisasi septoplasti yang lebih baik.
Penggunaan endoskopi dalam visualisasi septoplasti dikenal dengan septoplasti
endoskopik. Endoskopi juga memberikan pembesaran target oleh teleskop sehingga
meningkatkan ketepatan target operasi1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Sistem Nasi


Septum nasi merupakan dinding medial rongga hidung. Septum dibentuk
oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os
etmoid, vomer, krista nasalis os maksila dan krista nasalis os palatina.
Sedangkan bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis)
dan kolumela.

Gambar 1 Antomi sistem nasi


Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum
pada bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi o leh mukosa hidung. Septum nasi
adalah bagian paling menonjol pada wajah, paling mudah dan sering terkena trauma.
Kelainan septum lebih mudah terlihat pada ras Kaukasian dengan bentuk hidung yang
lebih tinggi dibandingkan ras Asia atau Afrika. Sedangkan pada anak kurang dari 5
tahun, kelainan septum tidak mudah terlihat karena hidung bukan bagian paling
menonjol pada wajah anak.3
Struktur dari septum nasi memungkinkannya bertindak sebagai “shock
absorber”. Di bagian posterior, septum berartikulasi dengan lamina perpendikularis os
etmoid, os nasal dan vomer. Artikulasi ini berbentuk panah dan tekanan yang
diarahkan pada ujung hidung melewati artikulasi ini dan ditransmisikan ke kranium
yang lebih tebal sehingga daerah kribiform akan terlindungi Ujung kaudal dari kartilago
kuadrilateral tertanam di perikondrium antara krura medial dari kartilago lateral
bawah. Trauma derajat ringan pada tip hidung mengakibatkan kartilago lateral bawah
bergeser melewati ujung kaudal kuadrilateral.3
Maksila di bagian anterior dan os palatum di bagian posterior membatasi
kartilago kuadrilateral di anterior dan vomer di bagian posterior. Pertemuan antara os
maksila dan palatina membentuk tonjolan, dimana kartilago kuadrilateral melekat
padanya oleh jaringan fibrosa. Pertemuan antara vomer dan os maksila, pada awal
perkembangannya dihubungkan oleh jaringan fibrosa, tetapi kemudian menjadi
jaringan tulang.
Ujung anterior dari lamina perpendikularis os etmoid adalah lekukan tempat
melekatnya prosesus nasalis os frontalis dan os nasal. Ujung bawah terletak dalam
lekukan pada permukaan superior dari vomer, ketika bergabung dengan septum
adalah tempat paling tebal dan tidak ada lekukan. Septum nasi diperdarahi oleh arteri
etmoidalis anterior dan posterior, arteri sfenopalatina, arteri palatina mayor dan arteri
labialis superior. Arteri sfenopalatina mendarahi bagian posterior septum nasi dan
dinding lateral hidung bagian posterior. Arteri etmoidalis anterior dan posterior adalah
cabang dari arteri oftalmika yang berasal dari arteri karotis interna. Arteri ethmoidalis
anterior adalah pembuluh darah terbesar kedua yang mendarahi hidung bagian dalam,
yang mendarahi kedua bagian antero-superior dari septum dan dinding lateral
hidung.2,6 Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan
dengan arteri.3
B. DEVIASI SEPTUM NASI
Bentuk septum normal ialah lurus di tengah rongga hidung, tetapi pada orang
dewasa biasanya tidak lurus sempurna di garis tengah. Deviasi septum yang
ringan tidak akan mengganggu, akan tetapi bila deviasi itu cukup berat akan
menyebabkan penyempitan pada satu sisi hidung. Dengan demikian dapat terjadi
gangguan fungsi hidung dan menyebabkan komplikasi.4

a. Definisi dan Klasifikasi

Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi


septum nasi dari letaknya yang berada di garis medial tubuh. Deviasi septum
menurut Mladina dibagi atas beberapa klasifikasi berdasarkan letak deviasi,
yaitu :
1. Tipe I : benjolan unilateral yang belum mengganggu aliran udara.
2. Tipe II : benjolan unilateral yang sudah mengganggu aliran udara,
namun masih belum menunjukkan gejala klinis yang bermakna.
3. Tipe III : deviasi pada konka media (area osteomeatal dan meatus
media).
4. Tipe IV : “S” septum (posterior ke sisi lain, dan anterior ke sisi lainnya).
5. Tipe V : tonjolan besar unilateral pada dasar septum, sementara di sisi
lain masih normal.
6. Tipe VI :tipe V ditambah sulkus unilateral dari kaudal-ventral, sehingga
menunjukkan rongga yang asimetri.
7. Tipe VII : kombinasi lebih dari satu tipe, yaitu tipe I-tipe VI.3
Gambar 2. Klasifikasi Deviasi Septum Nasi Menurut Mladina
Bentuk-bentuk dari deformitas septum nasi berdasarkan lokasinya, yaitu :

1) Spina dan Krista


Merupakan penonjolan tajam tulang atau tulang rawan septum yang dapat
terjadi pada pertemuan vomer di bawah dengan kartilago septum dan atau os
ethmoid di atasnya. Bila memanjang dari depan ke belakang disebut krista,
dan bila sangat runcing dan pipih disebut spina. Tipe deformitas ini biasanya
merupakan hasil dari kekuatan kompresi vertikal.

2) Deviasi
Lesi ini lebih karakteristik dengan penonjolan berbentuk ‘C’ atau ‘S’ yang
dapat terjadi pada bidang horisontal atau vertikal dan biasanya mengenai
kartilago maupun tulang.

3) Dislokasi
Batas bawah kartilago septum bergeser dari posisi medialnya dan menonjol ke
salah satu lubang hidung. Septum deviasi sering disertai dengan kelainan pada
struktur sekitarnya.

4) Sinekia
Bila deviasi atau krista septum bertemu dan melekat dengan konka di
hadapannya. Bentuk ini akan menambah beratnya obstruksi.1,2

Kelainan struktur akibat deviasi septum nasi dapat berupa :

1) Dinding Lateral Hidung


Terdapat hipertrofi konka dan bula ethmoidalis. Ini merupakan kompensasi
yang terjadi pada sisi konka septum.

2) Maksila
Daya kompresi yang menyebabkan deviasi septum biasanya asimetri dan juga
dapat mempengaruhi maksila sehingga pipi menjadi datar, pengangkatan
lantai kavum nasi, distorsi palatum dan abnormalitas ortodonti. Sinus
maksilaris sedikit lebih kecil pada sisi yang sakit.

3) Piramid Hidung
Deviasi septum nasi bagian anterior sering berhubungan dengan deviasi pada
piramid hidung.

4) Perubahan Mukosa
Udara inspirasi menjadi terkonsentrasi pada daerah yang sempit menyebabkan
efek kering sehingga terjadi pembentukan krusta. Pengangkatan krusta dapat
menyebabkan ulserasi dan perdarahan. Lapisan proteksi mukosa akan hilang
dan berkurangnya resistensi terhadap infeksi. Mukosa sekitar deviasi akan
menjadi edema sebagai akibat fenomena Bernouili yang kemudian menambah
derajat obstruksi.5

Jin RH dkk membagi deviasi septum berdasarkan berat atau ringannya


keluhan :
1) Ringan
Deviasi kurang dari setengah rongga hidung dan belum ada bagian
septum yang menyentuh dinding lateral hidung.
2) Sedang
Deviasi kurang dari setangah rongga hidung tetapi ada sedikit bagian
septum yang menyentuh dinding lateral hidung.
3) Berat
Deviasi septum sebagian besar sudah menyentuh dinding lateral hidung.

Jin RH dkk juga mengklasifikasikan deviasi septum menjadi 4, yaitu :


1) Deviasi lokal termasuk spina, krista dan dislokasi bagian kaudal
2) Lengkungan deviasi tanpa deviasi yang terlokalisir
3) Lengkungan deviasi dengan deviasi lokal
4) Lengkungan deviasi yang berhubungan dengan deviasi hidung luar.6

Gambar 3. Klasifikasi Deviasi Septum Menurut Jin RH dkk

b. Etiologi

Deviasi septum umumnya disebabkan oleh trauma langsung dan


biasanya berhubungan dengan kerusakan pada bagian lain hidung, seperti
fraktur os nasal. Pada sebagian pasien, tidak didapatkan riwayat trauma,
sehingga Gray (1972) menerangkannya dengan teori birth Moulding. Posisi
intrauterin yang abnormal dapat menyebabkan tekanan pada hidung dan
rahang atas, sehingga dapat terjadi pergeseran septum. Demikian pula tekanan
torsi pada hidung saat kelahiran (partus) dapat menambah trauma pada
septum.1,2

Faktor risiko deviasi septum lebih besar ketika persalinan. Setelah


lahir, resiko terbesar ialah dari olahraga, misalnya olahraga kontak langsung
(tinju, karate, judo) dan tidak menggunakan helm atau sabuk pengaman ketika
berkendara.1,3

Penyebab lainnya ialah ketidakseimbangan pertumbuhan. Tulang


rawan septum nasi terus tumbuh, meskipun batas superior dan inferior telah
menetap, juga karena perbedaan pertumbuhan antara septum dan palatum.
Dengan demikian terjadilah deviasi septum.4
c. Gejala Klinis

Gejala yang sering timbul biasanya adalah sumbatan hidung yang


unilateral atau juga bilateral. Hal ini terjadi karena pada sisi hidung yang
mengalami deviasi terdapat konka yang hipotrofi, sedangkan pada sisi
sebelahnya terjadi konka yang hipertrofi sebagai akibat mekanisme
kompensasi. Keluhan lainnya ialah rasa nyeri di kepala dan di sekitar mata.
Selain itu, penciuman juga bisa terganggu apabila terdapat deviasi pada
bagian atas septum. Deviasi septum juga dapat menyumbat ostium sinus
sehingga merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis.4

Jadi deviasi septum dapat menyebabkan satu atau lebih dari gejala
berikut ini :
 Sumbatan pada salah satu atau kedua nostril
 Kongesti nasalis biasanya pada salah satu sisi
 Perdarahan hidung (epistaksis)
 Infeksi sinus (sinusitis)
 Kadang-kadang juga nyeri pada wajah, sakit kepala, dan postnasal drip.
 Mengorok saat tidur (noisy breathing during sleep), terutama pada bayi
dan anak.7

Pada beberapa kasus, seseorang dengan deviasi septum yang ringan


hanya menunjukkan gejala ketika mengalami infeksi saluran pernapasan atas,
seperti common cold. Dalam hal ini, adanya infeksi respiratori akan
mencetuskan terjadinya inflamasi pada hidung dan secara perlahan-lahan
menyebabkan gangguan aliran udara di dalam hidung. Kemudian terjadilah
sumbatan/obstruksi yang juga terkait dengan deviasi septum nasi. Namun,
apabila common cold telah sembuh dan proses inflamasi mereda, maka gejala
obstruksi dari deviasi septum nasi juga akan menghilang.8
d. Diagnosis
Diagnosis deviasi septum ditegakkan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.5
pada anamnesa, jika deviasi septum ringan hanya menunjukkan gejala
seperti common cold, pada deviasi septum yangh bermakna pasien biasa
mengeluh terjadi sumbatan pada salah satu atau kedua hidung, ada perdarahan
pada hidung (epistaxis), nyeri kepala dan sekitar mata yang biasanya dialami
sudah lama. Adanya post nasal drip, dan pasien juga mengeluh menggorok
saat tidur yang terutama dialami pada anak dan bayi.
Pada pemeriksaan fisik, inspeksi langsung pada batang hidung tanpa
menggunakan spekulum terlebih dahulu, karena ujung spekulum dapat
menutupi deviasi bagian kaudal. Inspeksi termasuk pada vestibulum, piramida
hidung, palatum dan gigi karena struktur ini sering terjadi gangguan yang
berhubungan dengan deformitas septum. Pada deviasi septum yang berat
tampak penonjolan septum ke arah deviasai.5
Pada pemeriksaan dengan menggunakan rhinoskopi anterior dapat
dilihat penonjolan septum ke arah deviasi, tetapi pada deviasi yang ringan
hasil pemeriksaan bisa normal.5
Pemeriksaan radiologi untuk memastikan diagnosisnya. Pada
pemeriksaan Rontgen kepala posisi antero-posterior tampak septum nasi yang
bengkok. Pemeriksaan nasoendoskopi dilakukan bila memungkinkan untuk
menilai deviasi septum bagian posterior atau untuk melihat robekan mukosa.
Bila dicurigai terdapat komplikasi sinus paranasal, dilakukan pemeriksaan X-
ray sinus paranasal.5
e. Penatalaksanaan
 Bila gejala tidak ada atau keluhan sangat ringan, tidak perlu dilakukan
tindakan koreksi septum.
 Analgesik, digunakan untuk mengurangi rasa sakit.
 Dekongestan, digunakan untuk mengurangi sekresi cairan hidung.
 Pembedahan :
 Septoplasty (Reposisi Septum)
Septoplasty merupakan operasi pilihan (i) pada anak-anak, (ii) dapat
dikombinasi dengan rhinoplasty, dan (iii) dilakukan bila terjadi
dislokasi pada bagian caudal dari kartilago septum. Operasi ini juga
dapat dikerjakan bersama dengan reseksi septum bagian tengah atau
posterior. Pada operasi ini, tulang rawan yang bengkok direposisi.
Hanya bagian yang berlebihan saja yang dikeluarkan. Dengan cara
operasi ini dapat dicegah komplikasi yang mungkin timbul pada
operasi reseksi submukosa, seperti terjadinya perforasi septum dan
saddle nose. Operasi ini juga tidak berpengaruh banyak terhadap
pertumbuhan wajah pada anak-anak.
Gambar 4. Teknik operasi septoplasty

 SMR (Sub-Mucous Resection)


Pada operasi ini, muko-perikondrium dan muko-periosteum kedua
sisi dilepaskan dari tulang rawan dan tulang septum. Bagian
tulang atau tulang rawan dari septum kemudian diangkat,
sehingga muko-perikondrium dan muko-periosteum sisi kiri dan
kanan akan langsung bertemu di garis tengah.Reseksi submukosa
dapat menyebabkan komplikasi, seperti terjadinya hidung pelana
(saddle nose) akibat turunnya puncak hidung, oleh karena bagian
atas tulang rawan septum terlalu banyak diangkat. Tindakan
operasi ini sebaiknya tidak dilakukan pada anak-anak karena dapat
mempengaruhi pertumbuhan wajah dan menyebabkan runtuhnya
dorsum nasi.
Gambar 5. Teknik operasi SMR (submucosa resection)
f. Komplikasi

Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan


faktor predisposisi terjadinya sinusitis. Selain itu, deviasi septum juga
menyebabkan ruang hidung sempit, yang dapat membentuk polip. Sedangkan
komplikasi post-operasi, diantaranya :
1) Uncontrolled Bleeding. Hal ini biasanya terjadi akibat insisi pada
hidung atau berasal dari perdarahan pada membran mukosa.
2) Septal Hematoma. Terjadi sebagai akibat trauma saat operasi sehingga
menyebabkan pembuluh darah submukosa pecah dan terjadilah
pengumpulan darah. Hal ini umumnya terjadi segera setelah operasi
dilakukan.
3) Nasal Septal Perforation. Terjadi apabila terbentuk rongga yang
menghubungkan antara kedua sisi hidung. Hal ini terjadi karena trauma
dan perdarahan pada kedua sisi membran di hidung selama operasi.
4) Saddle Deformity. Terjadi apabila kartilago septum terlalu banyak
diangkat dari dalam hidung.
5) Recurrence of The Deviation. Biasanya terjadi pada pasien yang
memiliki deviasi septum yang berat yang sulit untuk dilakukan
perbaikan.10

g. Prognosis

Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi


dari septum nasi dari letaknya yang berada di garis medial tubuh. Prognosis
pada pasien deviasi septum setelah menjalani operasi cukup baik dan pasien
dalam 10-20 hari dapat melakukan aktivitas sebagaimana biasanya. Hanya
saja pasien harus memperhatikan perawatan setelah operasi dilakukan.
Termasuk juga pasien harus juga menghindari trauma pada daerah hidung.5
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiman, Bestari Jaka. Pulungan, Muhammad Rusli. Penatalaksanaan Deviasi
Septum Dengan Septoplasti Endoskopik Metode Open Book. 2012. Vol 42 No.1
2. Toluhulu, Tanty Tanagi. Punangi Abdul Qadar. dkk. Hubungan Tipe deviasi
Septum Nasi Klasifikasi Mladina Dengan Kejadian Rinosinusitis dan Fungsi
Tuba Eustatius. 2013. Vol. 43 No. 2
3. Budiman, Bestari J. Asyari Ade. Pengukuran Sumbatan Hidung Pada Deviasi
Septum Nasi. 2012. 1 (1)
4. Nizar NW, Mangunkusumo E. Kelainan Septum. Dalam : Soepardi EA, Iskandar
N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Cetakan Keempat. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. 2010 : hlm 126-127.

5. Goldenberg D, Goldstein B. Handbook of otolaryngology head and neck surgery.


New-York: Thieme, 2013. p.211-214
6. Hingler PA. Hidung : Anatomi da Fisiologi Terapan. Dalam : Adams GI, Boies
LR, Hingler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Cetakan ketiga.
Jakarta:Balai Penerbit FKUI.2020: Hlm 118-122
7. Widjoseno-Gardjito, editor. Kepala dan Leher. Dalam : Sjamsuhidayat R, Win
de Jong, editor. Buku Ajar. Edisi2.Cetakan 1 jakarta : EGC.2005 : hlm 365-366
REFARAT Desember 2019

“DEVIASI SEPTUM NASI”

Nama : Nur Evayanti


No. Stambuk : N111 17 140
Pembimbing : dr. Densy Tete, M.Kes, Sp.THT.KL

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2019

Anda mungkin juga menyukai