Anda di halaman 1dari 4

Kritik Sosial; Pengertian dan Latar Belakang

Kritik sosial terdiri dari dua istilah yakni dari kata kritik dan sosial. Kritik, dalam kamus besar Bahasa
Indonesia di jelaskan bahwa kritik berarti kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian
dan pertimbangan baik buruk suatu hasil karya, pendapat dan sebagainya. Sedangkan sosial memiliki
arti berteman, bersama, berserikat, bermaksud untuk mengerti kejadian-kejadian dalam masyarakat
yaitu persekutuan manusia, untuk dapat berusaha mendatangkan perbaikan dalam kehidupan
bersama.

Dalam kehidupan bersama terdapat ilmu masyarakat atau ilmu kemasyarakatan yang mempelajari
manusia sebagai anggota golongan atau masyarakat (tidak sebagai individu yang terlepas dari
golongan dan masyarakat), dengan ikatan adat, kebiasaan, kepercayaan atau agamanya, tingkah laku
serta keseniannya atau yang disebut sebagai kebudayaan yang meliputi segala segi kehidupannya,
istilah ini sering juga disebut sebagai sosiologi.

Sifat sosial dulunya hanya terkenal sebagai sifat perseorangan, namun, sosial sekarang berkembang
lebih sebagai sifat golongan dalam usaha untuk kepentingan masyarakat atas jalan kebenaran.
Namun, usaha untuk kepentingan masyarakat atas jalan kebenaran itu, sering kali terhalangi oleh
pertikaian, pertikaian yang muncul karena adanya persaingan, baik pertikaian yang sifatnya antar
individu maupun pertikaian yang bersifat kelompok, atau pertikaian yang muncul karena adanya
perbedaan emosi antara orang-orang dalam suatu proses interaksi sosial, dan perbedaan emosi
boleh jadi timbul karena adanya kepentingan sosial.

Dalam hal ini, menurut pendapat Soejono Dirdjosisworo, bahwa suatu masalah timbul karena
kepentingan sosial yang berbeda pada setiap bentuk masyarakat (maksud masyarakat disini adalah
masyarakat Indonesia), keadaan ini terasa adanya pada masyarakat modern, masyarakat massa,
masyarakat berlapis, maka penafsiran tentang keadilan relative lebih bersifat subyektif, bahwa apa
yang menurut kelompok sosial itu adil, bisa merupakan perkosaan kepentingan mutlak kepentingan
lain atau pihak lain. Dikataan pula hal ini terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan kepentingan
yang sangat erat hubungannya dengan hajat hidup manusia.

Pendapat tersebut menggambarkan bahwa perbedaan kepentingan, baik bersifat perorangan atau
kelompok merupakan sumber timbulnya pertikaian. Faktor lain yang menyebabkan pertikaian
adalah: 1) Pokok persoalan yang dipertentangkan; 2) Perbandingan antara struktur sosial dan tujuan;
3) Nilai-nilai atau kepentingan.

Dari konflik diatas, muncullah bentuk pertentangan secara khusus dalam masyarakat adalah sebagai
berikut: 1) Pertentangan individu; 2) Pertentangan kesukuan; 3) Pertentangan sosial. Bentuk-bentuk
seperti itulah, yang merupakan masalah sosial, yang pada dasarnya disebabkan oleh adanya
gangguan atau goncangan yang menyangkut ketidak seimbangan antara interpretasi-interpretasi
tentang nilai-nilai social dan moral.

Beberapa faktor dan bentuk pertikaian sebagai masalah sosial menjadi gangguan di masyarakat,
sehingga gangguan lainpun muncul, seperti: kejahatan muncul karena tidak adanya keadilan atau
aturan yang jelas dalam masyarakat baik dalam bidang pembangunan, ekonomi, maupun pendidikan
dan sebagainya, kejahatan muncul karena tidak tegaknya hak asasi manusia, karena kemiskinan
akibat sulitnya mencari lapangan pekerjaan dan angka pengangguranpun semakin bertambah),
kejahatan dapat berupa pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, dan sebagainya.

Uraian tersebut merupakan gambaran masyarakat, paling tidak dapat mewakili seperti apa
masyarakat saat ini dan sebelumnya, Karena menurut Melvil Le Y. Herskovit unsur kebudayaan
terdiri dari; alat-alat teknologi, sistem ekonomi, masyarakat (keluarga), kekuasaan politik. C Klok
Hohn menambahkan Bahasa (lisan maupun tulisan), sistem pengetahuan, religi, dan kesenian.

Hal itulah yang kemudian menimbulkan protes keras atau kritik, mengkritik ketidak benaran dalam
masyarakat, kritik dapat dilakukan oleh siapa saja, kritik yang dilakukan oleh para ilmuan, baik
ilmuan dibidang sosial, politik, ekonomi, agama, serta dibidang pendidikan, kritik tidak harus
dilakukan para ilmuwan, tetapi mengkritik dapat pula dilakukan oleh ahli seni atau sering juga
disebut sebagai seniman.

Referensi Makalah®

Kepustakaan:

D. S Moelyanto, Prahara Budaya Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI dkk, (Mizan, Bandung, 1995). F.X.
Suhardjo Parto, Musik Seni Barat dan Sumber Daya Manusia, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996).
Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai
Pustaka, Jakarta, 1990). Hassan Shadliy, Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, (Bina Aksara, Jakarta,
1983). Abdulsyani, Sosiologi Kelompok Dan Masalah Sosial, (Fajar Agung, Jakarta, 1987).

Sosial

Pembangunan sosial dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat


baik melalui kebijakan pada aspek sosial maupun aspek lainnya seperti sumber daya ekonomi dan
teknologi.

a. Sarana Sosial Sepeti Panti Asuhan, Panti Jompo dan Panti Rehabilitasi

Penanganan Penyadang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), salah satunya, dikaitkan dengan panti
sosial. Panti ini kepemilikannya dapat dimiliki oleh pemerintah daerah maupun swasta. Selama
kurun waktu 2010-2014, panti yang ada di Kota Pekalongan tidak mengalami penambahan. Status
kepemilikan pun tidak berubah. 1 panti milik pemerintah dan 7 panti milik swasta. Jumlah anak yang
diasuh setiap tahunnya berfluktuasi. Kondisi ini disebabkan jumlah kondisi lapangan penanganan
PMKS yang juga selalu berfluktuasi. Jumlah PMKS yang diasuh terbanyak adalah 827 anak pada
tahun 2012 dan 2013. Secara detail kondisi ini terlihat pada tabel di bawah.

Tabel 2.77 Jumlah Panti Asuhan dan Anak Yang Diasuh di Kota
Pekalongan Tahun 2010-2014

b. Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

Dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial yang dimaksud
kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga
negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan
fungsi sosialnya. Penyelenggaraan Kesejahteraan sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan
berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk
pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial,
pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) merupakan istilah yang dipakai untuk orang-
orang yang memiliki masalah dalam pemenuhan kebutuhan material, spiritual dan sosial untuk
hidup layak. Jumlah PMKS tertinggi adalah 31.274 yaitu pada tahun 2010.

Tabel 2.78 Kategori dan Jumlah PMKS di Kota Pekalongan

Tahun 2010 – 2014

Penanganan PMKS di Kota Pekalongan juga melibatkan partisipasi masyarakat dan dunia usaha.
Jumlah partisipasi masyarakat dalam bentuk organisasi/yayasan sampai dengan tahun 2011 untuk
organisasi sosial berjumlah 37 unit, karang taruna berjumlah 47 unit, WPKS sebanyak 90 orang dan
jumlah PSM (Pekerja Sosial Masyarakat) sebanyak 333 orang. Selanjutnya dapat dilihat secara
lengkap pada tabel di bawah.

Tabel 2.79 Jumlah PSKS di Kota Pekalongan Tahun 2010-2013

Salah satu bentuk penanganan PMKS dilakukan melalui penyediaan sarana dan prasarana. Salah satu
sarana prasarana yang ada yaitu panti asuhan. Jumlah panti asuhan sampai dengan tahun 2011
berjumlah 8 unit. Dengan jumlah anak asuh mencapai 1.511 anak. Dari 8 panti tersebut, 1
diantaranya milik pemerintah dan sisanya yaitu 7 panti milik swasta.
3. Kebudayaan

Pembangunan kebudayaan pada hakekatnya diarahkan pada upaya untuk mewujudkan ketahanan
budaya. Ketahanan budaya sangat diperlukan, mengingat semakin pesatnya arus globalisasi akan
membawa konsekuensi terjadinya ekspansi seni dan budaya global yang dapat mempengaruhi
kelestarian budaya daerah, yang pada akhirnya akan berimplikasi kepada budaya nasional.

Guna mewujudkan ketahanan budaya, pada kurun waktu 2010-2014 telah dilaksanakan berbagai
kegiatan antara lain berupa penyelenggaraan festival seni dan budaya berkisar antara 16 hingga 23
kali penyelenggaraan setiap tahunnya, dengan jumlah sarana penyelenggaraan seni dan budaya
relatif sama untuk setiap tahunnya.

Meskipun pengelolaan cagar budaya merupakan kewenangan pemerintah pusat namun Pemerintah
Kota Pekalongan telah memberikan kontribusi positif dengan melakukan identifikasi dan upaya
pelestarian cagar budaya, seperti ditunjukkan dalam tabel berikut.

Anda mungkin juga menyukai