Sumber : Kompas.com
I. Pendahuluan
Frederich Silaban lahir di Bonandolok, Tapanuli, Sumatera Utara, pada 16 Desember 1912 sebagai
anak dari seorang pendeta yang menganut agama Kristen. Pada tahun 1927 - 1933, ia menuntut ilmu
dengan jurusan bangunan di Konongin Wilegemina School. Kemudian ia melanjutkan studinya dan
mengambil ujian arsitektur di Academie voor Bouwkunst di Amsterdam pada tahun 1949 - 1950,
setelah melihat Pasar Gambir di Koningsplein, Batavia pada tahun 1929 yang dirancang oleh JH
Antonisse.
Seusai tamat pendidikan, ia bekerja di kantor Antonisse sebagai pegawai di Departemen Umum, di
bawah pemerintahan kolonial. Perlahan - lahan, karirnya meningkat hingga ia menjabat sebagai
Direktur Pemerintahan Umum pada tahun 1947 - 1965. Menjadi seorang Direktur Pemerintahan
Umum, membuka kesempatan pada Silaban untuk Keliling Dunia. Ia menuntut ilmu ke Belanda di
Academie voor Boukunst selama setahun untuk mendalami arsitektur kincir angin secara langsung.
Tidak hanya di Belanda, ia juga menuntut ilmu di 30 Kota Besar di seluruh dunia.
https://travel.kompas.com/read/2017/11/20/170400727/7-fakta-menarik-tentang-friedrich-silaban-
dan-masjid-istiqlal?page=all.
https://www.idntimes.com/news/indonesia/rizal/cerita-di-balik-friedrich-silaban-anak-pendeta-
yang-rancang-masjid-istiqlal/full
Menurut Beliau, ketahanan bangunan merupakan hal yang penting agar biaya pemeliharaan dapat
ditekan seminimal mungkin sehingga dipilihlah keawetan bahan dan konstruksi yang lebih tinggi
akan lebih ekonomis dibandingkan dengan bahan konstruksi yang lebih murah dengan biaya yang
lebih kecil.
“Lewat karya-karya Silaban dengan idealisme arsitektur yang beliau miliki menyatakan dengan
gamblang tentang kemurnian arsitektur. Kemurnian arsitektur adalah arsitektur yang mempunyai
arti sesungguhnya, yaitu arsitektur yang baik. Arsitektur yang baik merupakan perwujudan
idealism arsitektur yang sederhana, ringkas dan jelas. “…bagi saya arsitektur yang baik adalah
arsitektur yang sesederhana mungkin, seringkas mungkin dan sejelas mungkin” (Budiharjo, Eko,
1983).”
Fungsionalitas arsitektur menurut Silaban “Semua hal-hal yang tidak mutlak dibutuhkan oleh suatu
gedung untuk berfungsi sebaik-baiknya, sebaiknya jangan diadakan, demi kesederhanaan dan
kejelasan perhiasan itu apabila tidak bisa dihindari tetap sebaiknya menggaris bawahi fungsi
gedung yang bersangkutan” (Budiharjo, Eko, 1983).
https://semestagumilang.wordpress.com/2018/11/04/tinjauan-prinsip-berarsitektur-dan-respon-
iklim-pada-karya-arsitektur-frederich-silaban-pada-rancangan-Masjid-istiqlal-dan-gedung-pola-
jakarta/
Masjid Istiqlal
Pada Masjid Istiqlal dengan fungsi peribadatan yang luas dan monumental, memiliki teras dan
emperan raksasa mengungkapkan fungsi kontrol fisik terhadap pengaruh iklim (tropis). Begitu pula
pada emperan pintu masuk (entrance) di Gedung Pola yang luas. Masjid Istiqlal dengan kubah
berkolom, Gedung Pola dengan perpaduan kolom dan balok serta peletakan bangunannya sebagai
filter lingkungan.
Dalam segi fungsional, karya Silaban mengungkapkan fungsi konstruktivisme, geometris dan daya
guna. Masjid Istiqlal menggunakan struktur dan bahan yang jelas dan jujur, yang menunjukkan
kekokohan bahan dan kekuatan unsur-unsur konstruksinya. Masjid Istiqlal pada masanya
mendobrak batas teknologi bangunan dan material arsitektur. Kolom beton kubah kecil di atas ring
dan pembuatan kubah baja polyhedron merupakan hal baru dalam dunia konstruksi dan arsitektur
di Indonesia. Komponen material struktur dengan menggunakan teknologi beton dan material
rooster dari almunium yang berkesan awet dan mahal.
Fasad Beton dan rooster almunium Beton, roster beton dan jendela kaca
Pada Masjid Istiqlal, vertikalitas sangat terasa dengan skala monumentalnya. Kolom struktur beton
yang besar yang menopang struktur bentang lebar serta kolom-kolom dengan konfigurasi melingkar
untuk menopang kubah polyhedron yang terbuat dari material baja. Kolom ini juga berfungsi
sebagai vertical shading devices dan pemisah antara ruang dalam dan ruang luar. Kolom pada
Masjid Istiqlal memiliki dua tipe, tipe pertama berpenampang segi empat yang dilapisi oleh marmer
dan tipe kedua berpenampang tabung yang menahan kubah utama yang dilapisi oleh alumunium
bergelombang.
Pada Gedung Pola, kolom yang digunakan cenderung lebih modular dan repetitif. Pada pertemuan
antara balok dan kolom diberi aksentual busur sederhana untuk melembutkan sambungan antara
kolom dan balok. Pada satu sisi balok-balok dibiarkan keluar menjorok dari kolom, untuk membuat
arsitektur yang estetis.
Penggunaan lantai marmer pada Masjid Istiqlal dan penggunaan lantai keramik pada Gedung Pola
menunjukan suatu modernisasi dan industrialisasi. Pemilihan material ini juga tidak terlepas dari
pertimbangan sifat marmer dan keramik yang bersifat mengabsorbsi panas, sehingga suhu di dalam
ruangan cenderung lebih sejuk dibandingkan suhu di luar ruangan.
Gelora Bung Karno
Pada masa awalnya, Gelora Bung Karno kerap disapa dengan Kompleks Asian Games, mengingat tujuan
utamanya adalah sebagai wadah bagi memajukan Indonesia ke jenjang internasional. Dan hal ini berhasil
diwujudkan dengan sebuah kepastian yang muncul pada tahun 1958 bahwa Indonesia menjadi tuan rumah
bagi penyelenggaraan Asian Games ke - 4 (1962), oleh Federasi Asian Games (FAG).
Dengan luas total awal 279 hektar, yang kini hanya 136 hektar, dan memiliki delapan fasilitas olahraga
utama dengan beberapa fasilitas penunjang, Gelora Bung Karno berhasil menjadi salah satu bangunan
bersejarah dari era Soekarno yang banyak dielu - elukan oleh masyarakat Indonesia, dan penggunaannya
semakin beragam di zaman milenial ini, seperti selaku tempat konser musik, gelanggang olahraga, atau
sebagai area berkumpul.
Dalam sebuah buku yang ditulis oleh Julius Pour, berjudul Dari Gelora Bung Karno ke Gelora Bung Karno,
beliau banyak mengisahkan mengenai latar belakang kesulitan dari penyatuan pemikiran dalam proses
pembuatan Gelora Bung Karno sendiri, mengingat sang presiden memiliki visualisasi yang cukup dominan
dan latar belakang kuat dalam dunia arsitektur, serta dalam proses pembangunan Gelora Bung Karno sendiri,
yang saat itu cukup morat - marit mengingat kondisi ekonomi Indonesia belum sebaik sekarang.
Istana Olahraga, yang memiliki fungsi sebagai area pertandingan bulu tangkis, memiliki struktur dengan atap pelat
lipat berstruktur baja, dan ditopang oleh sepasang balok kembar yang terbuat dari beton bertulang. Eksterior dari
bangunan itu sendiri juga didominasi oleh barisan kolom beton ramping yang menyangga kedua balok tersebut,
yang dimana rangka tersebut juga berfungsi untuk menopang tribun area penonton dan lantai beton di atasnya.
Fasilitas ini terletak di sebelah tenggara dari Stadion Utama.
Terdapat Stadion Renang yang terletak di sisi timur laut dari Stadion Utama, yang eksteriornya banyak didominasi
oleh dua tribun yang saling berhadapan di bagian dalam, yang dimana masing - masing tribun ditopang oleh dua
barisan kolom, dengan kolom terluar menjorok ke bagian atas tribun, yang berfungsi menopang struktur atap
beton. Dan di antara kedua tribun tersebut, terdapat kolam renang untuk pertandingan terbuka, kolam lompat
indah, kolam renang latihan, dan area kering. Kolam untuk pertandingan utama didampingi dengan papan skor
dan sebuah menara lompat indah. Masih banyak pula detail - detail lain pada arsitektur Gelora Bung Karno dengan
struktur yang beragam.
Gelora Bung Karno memberi sumbangsih penting bagi kekayaan arsitektur di Indonesia. Pendekatan perancangan
yang mengutamakan ekspresi konstruksi merupakan buah hasil kolaborasi dengan negara Uni Soviet, yang
memang menjadi pusat tumbuhnya pendekatan konstruktivisme dalam membangun. Transfer teknologi dan
pengetahuan membangun dari pakar Uni Soviet kepada para ahli dan teknisi Indonesia juga tak kalah penting,
seperti misalnya teknologi beton pracetak, yang ketika itu masih baru. Di samping itu, berkat monumentalitasnya,
Gelora Bung Karno pun akhirnya menjadi penanda kota yang baru. Gelora Bung Karno menjadi salah satu
ekspresi Frederich Silaban dalam mendesain, yang sangat menunjukkan sisi vernakular dan Beliau juga sangat
memperhatikan dampak dari arsitektur tersebut terhadap lingkungan sekitarnya, yang sangat patut dicontoh oleh
arsitek muda saat ini.
Beberapa hasil dokumentasi pada saat proses pembangunan Gelora Bung Karno, tahun 1960 - 1962. (Sumber : Google)
https://archinesia.com/mochammad-nanda-widyarta-how-gelora-bung-karno-significantly-influence-jakarta/
http://www.arsitekturindonesia.org/museum/arsitektur-gelora-bung-karno
https://www.google.com/url?q=https://properti.kompas.com/jeo/jeo-stadion-bung-karno-mahakarya-yang-
diakui-dunia&sa=D&ust=1569863054853000&usg=AFQjCNFt4tQ1_ADfEQBLKgMKa3QKfK_7Og
Hal - hal ini menunjukkan perhatian beliau kepada detail - detail yang sama sekali tidak
diperhatikan oleh orang lain. Beliau sangat cermat dalam mendesain dan detail yang beliau
masukkan ke dalam desainnya sangat vernakular dan membela kepentingan semua pihak, tidak
hanya si bangunan saja. Hal ini menunjukkan selaku arsitek era modern, beliau sudah mulai
memperhatikan mengenai fungsi dan kenyamanan penggunanya, yang belum banyak
diperhatikan oleh arsitek era tersebut.