Anda di halaman 1dari 3

ATURAN HUKUM UJARAN KEBENCIAN

Assalamu’alaikum Pak/Bu, saya adek dari Padang, saya mengalami teror melalui pesan
singkat/SMS dari orang yang saya kenal. Isi pesan singkat/SMS sudah menghina saya
dan keluarga dengan ujaran kebencian bahkan menyebutkan kata-kata seperti “Anjing”,
“Mati lah” dan sebagainya. Hal ini telah meresahkan saya dan keluarga. Apakah hal
seperti ini termasuk delik aduan? Apa langkah hukum yang dapat saya lakukan?

Terima kasih atas pertanyaannya Saudara Adek,

Sehubungan dengan ujaran kebencian yang Saudara alami memang saat ini marak
terjadi seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi. Ujaran kebencian ini bisa menimpa
siapa saja. Peraturan perundang-undangan memang tidak mengatur secara eksplisit tentang
ujaran kebencian. Secara umum, ujaran kebencian adalah perkataan, perilaku, tulisan,
ataupun pertunjukan suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan ataupun
hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna
kulit, etnis, gender, cacat, kewarganegaraan, orientasi seksual, agama dan lain-lain.

Berdasarkan Surat Edaran Kepolisian Republik Indonesia Nomor: SE/6/X/2016 tentang


Penanganan Ujaran Kebencian, menjelaskan bahwa ujaran kebencian dapat berupa tindak
pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbentuk
antara lain:

1) Penghinaan
2) Pencemaran nama baik
3) Perbuatan tidak menyenangkan
4) Memprovokasi
5) Menghasut
6) Penyebaran berita bohong

Apabila merujuk pada aturan umum dalam KUHP, maka ujaran kebencian yang
Saudara alami merupakan salah satu bentuk delik penghinaan ringan sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 315 KUHP. Penghinaan ringan adalah penghinaan tertulis maupun lisan
dilakukan di tempat umum atau di muka orang itu sendiri, atau dengan mengirimkan surat
ditujukan kepada orang itu sendiri yang berupa kata-kata makian yang sifatnya menghina,
maupun berupa perbuatan. Kata makian tersebut di antaranya yaitu “Anjing”, “Bajingan” dan
sebagainya. Penghinaan ringan juga dapat dilakukan dengan perbuatan seperti meludahi
muka orang lain, menghina dan menempelkan telunjuknya pada keningnya sendiri dengan
maksud menyatakan bahwa orang tersebut gila.
Selain diatur dalam KUHP, ujaran kebencian diatur lebih khusus (lex specialis) dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE).

Pertama, untuk penghinaan dan/atau pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 27 ayat 3 UU
ITE yang berbunyi:

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau


menstransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama
baik.”

Kedua, UU ITE juga mengatur mengenai ujaran kebencian mengandung unsur SARA yakni
diatur dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE sebagai berikut:

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan
untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”

Pelanggaran atas perbuatan yang dimaksud Pasal 28 ayat (2) UU ITE ini diancam dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang dimaksud dalam UU ITE merupakan
delik aduan. Begitupun pasal-pasal penghinaan yang diatur dalam KUHP. Hal ini dipertegas
dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 yang pada intinya
menjelaskan bahwa keberlakukan Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari
norma hukum pokok delik penghinaan dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP.
Berdasarkan penjelasan di atas, penghinaan/pencemaran nama baik terhadap individu
menggunakan media atau sistem elektronik seperti pesan singkat/SMS, sosial media
(Instagram/Facebook/Whatsapp) dan sejenisnya merupakan salah satu bentuk ujaran
kebencian. Pelanggar pasal tersebut dapat dijerat dengan aturan khusus (lex specialis)
sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE dengan ancaman pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh
ratus lima puluh juta rupiah) .
Langkah hukum yang dapat ditempuh bilamana menerima ujaran kebencian adalah
dengan melaporkan kasus tersebut kepada pihak yang berwenang yaitu kepolisian, karena
kasus seperti ujaran kebencian ataupun penghinaan hanya dapat diproses bilamana korban
yang melaporkan kepada polisi setempat.

Demikian penjelasan dari kami, semoga bermanfaat.

Wassalam,

Tim Rubrik Hukum Miko Kamal & Associates

Anda mungkin juga menyukai