DISKUSI KELOMPOK
SKENARIO 2
Disusun Oleh :
2020
1
DAFTAR ISI
Cover ................................................................................................................ 1
Daftar Isi........................................................................................................... 2
BAB I Pendahuluan
BAB II Pembahasan
2
2.4. Penyakit sistemik dan herediter ......................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik.
Makalah ini merupakan hasil diskusi Tutorial 1 dengan skenario 2 pada blok 10
ini. Kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan yang terbaik
melalui makalah ini. Namun, sebagai manusia biasa yang tak luput dari
kesalahan, tentu masih terdapat kesalahan di dalam makalah ini dan kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik dan saran dari staf pengajar, dan teman-teman yang
membaca laporan ini.
Ucapan terima kasih kami ucapkan pada fasilitator kami Dr. drg. Cut
Soraya, M.Pd.,Sp.KG dan Dr. drg. Munifah Abdat, MARS. Ucapan terima kasih
juga kami ucapkan pada serta seluruh anggota tutorial 1 yang telah berkontribusi
secara maksimal dalam penyusunan makalah ini serta pihak-pihak lain yang telah
turut membantu dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata, kami mengharapkan laporan ini dapat bermanfaat dan dapat
digunakan sebagaimana mestinya.
Penyusun
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
Banyak anak-anak yang merasa kunjungan ke dokter gigi sebagai hal yang
menegangkan, ini karena didalamnya terdapat berbagai komponen yang
menyebabkan stres, seperti bertemu dengan beberapa orang dewasa yang tidak
dikenal, bertemu dokter gigi, suara dan rasa yang asing, keharusan untuk berbaring,
ketidaknyamanan, dan bahkan rasa sakit. Perilaku yang tidak kooperatif dan reaksi
ketakutan merupakan sebuah hal umum yang harus dihadapi dalam situasi klinis
sehari-hari (Klingberg et al., 2009).
6
8. Untuk mengetahui apa saja kelainan herediter yang mempengaruhi
perawatan gigi anak?
9. Untuk menjelaskan bagaiamana proses rujukan pada pasien?
7
BAB II
PEMBAHASAN
Kecemasan erat terjadi dengan sifat sifat temperamental seperti rasa malu, ada
kendala dan emosi negative.
Ketakutan merupakan reaksi normal bagi kecil, terutama dalam situasi asing
dimana mereka tidak memiliki control atau merasakan potensi rasa sakit.
Seiring bertambahnya usia anak, dengan meningkatnya kemampuan untuk
mengantisipasi, memahami dan mengendalikan implus, ketakutan dapat berkurang.
Tetapi, jika ketakutan/kecemasantidak sesuai dengan situasi, kemungkinan terjadi
pengalaman yang tidak menyenangkan dan mungkin jadi tidak kooperatif dan
menunjukkan perilaku yang menggangu.
Penelitian menunjukkan kolerasi yang signifikan antara kecemasan ibu dan
perilaku kooperatif anak pada kujungan gigi pertama. Kecemasan yang ringan pada
orang tua cenderung mempengaruhi perilaku anak secara negative. Anak dari segala
usia dapat dipengaruhi oleh kecemasan ibunya, terapi efek paling besar pada usia
kurang dari 4 tahun.
8
keyakinan orang tua tentang rasa sakit medis dimasa lampau/sebelumnya berkolerasi
signifikan pada kooperatif anak dilingkungan dental.
Kesalahan dental
Anak anak yang datang ke dokter gigi terkadang tahu bahwa mereka meiliki
masalah dental. masalah gigi dapat serius seperti abses kronis atau sederhana seperti
straining ekstrinsik pada dentition. Meskipun demikian, sikap negatif pada kunjungan
dental pertama ketika anak sadar bahwa masalah gigi itu ada. sehingga dokter gigi
perlu melakukan edukasi dan pentingnya motivasi orang tua agar merawat gigi
anaknya. Hal hal ini akan meningkatkan sikap positif pada kunjungan dental
berikutnya.
Anak yang mempunyai pengalaman buruk, terhadap kunjungan terakhir ke
rumah sakit atau perawat medis atau kunjungan dokter gigi. akan lebih cemas
terhadap perawatan gigi. ketika menganamnesis riwayat penyakit, penting untuk
bertanya kepada orang tua tentang bagaimana perawatan sebelumnya dan respon anak
terhadap perawatan tersebut. pertanyaan ini dapat mengidentifikasi timbulnya
kecemasan yang berhubungan dengan perilaku dan memberikan dokter gigi untuk
menggunakan strategi perilaku yang tepat.
Pengalaman medis dan dental pada anak dalam beberpa kasus mencerminkan
kunjugan yang tidak memuaskan yang menghasilkan masalah manajemen pada anak.
menurut wright (1973) menunjukkan bahwa keterlibatan emosional yang ditimbulkan
dari pengalaman medis dan sikap anak yang umumnya buruk tentang pertolongan
medis jelas dapat membentuk dan memoengaruhi yang tidak diinginkan anak.
Dalam studi yang sama hal tersebut dapat menunjukkan bahwa perilaku
negatif secara signifikan dapat timbul dari pengalaman medis dan dental sebelumnya
atau dapat timbul dengan adanya kecemasan dari ibunya yang dapt menunjukkan
perilaku tidak kooperatif dari anaknya. kecemasan yang tinggi pada orang tua
cenderung mempengaruhi perilaku anak-anak mereka. Meskipun analisis data ilmiah
meyatakan bahwa anak anak dari segala usia dapat dipengaruhi oleh kecemasan ibu
mereka dan memberi pengaruh paling besar pada mereka yang berusia kurang dari 4
tahun.
9
2.1.3. Cara Mengatasi Takut dan Cemas pada Anak2
Berikut ini merupakan beberapa teknik manajemen perilaku yang umum
dilakukan untuk mengatasi rasa takut pada anak. Dokter gigi akan memilih teknik
yang paling tepat tergantung pada kebutuhan pasien. Teknik mungkin dapat
digunakan dengan kombinasi.
1. Desensitisasi
Yaitu teknik manajemen perilaku berdasarkan pemahaman bahwa relaksasi
dan kecemasan tidak dapat ada pada individu di saat yang bersamaan.
Desensitisasi sistemik membantu individu untuk mengatasi ketakutan atau
fobia tertentu melaui kontak yang berulang. Dalam praktiknya, untuk
manajemen kecemasan dental, stimulus penghasil rasa takut dibangun,
dilakukan dalan bentuk urutan peningkatan kecemasan, dan dilanjutkan
dengan stimulus yang lebih tinggi ketika anak tersebut dapat menerima
stimulus yang sebelumnya dalam keadaan rileks.
2. Tell-Show-Do
Teknik yang digunakan untuk memperkenalkan pasien anak-anak dengan
prosedur perawatan secara bertahap, sambil meminimalkan rasa takut. Dokter
gigi menjelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan dengan Bahasa yang
mudah dipahami dan dimengerti oleh anak, lalu dokter gigi menunjukkan alat
yang akan digunakan dan dilakukan perawatan. Tujuan dari tell-show-do ini
adalah untuk menunjukkan anak belajar memahami prosedur perawatan gigi.
3. Pembentukan Perilaku
Teknik ini merupakan bentuk modifikasi perilaku yang didasarkan pada
prinsip-prinsip pembelajaran social. Prosedur ini secara bertahap akan
mengembangkan perilaku dengan memperkuat perilaku social. Pembentukan
perilaku dilakukan dengan cara perhatikan tingkat pemahaman anak dengan
menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh anak.
4. Distraction
Distraction bertujuan untuk mengalihkan perhatian anak menjauh dari
prosedur dental. Pengalihan bisa berupa dalam bentuk musik, kartun, atau
10
cerita. Metode lain yang dikenal baik yaitu ketika dokter gigi berbicara
kepada pasien saat mereka bekerja sehingga pasien mendengarkan dokter gigi
bicara daripada berfokus pada perawatan.
Salah satu yang pertama dijelaskan oleh Wilson (1993), yang mendata empat
kelas perilaku, normal atau berani, malu-malu, histeris, dan memberontak. Pada tahun
yang sama, Sands menuliskan ada lima tipe, hipersensitif atau waspada, gelisah,
takut, tidak sehat secara fisik, dan keras kepala. Sistem ini mengidentifikasi perilaku
selama prosedur gigi yang terutama membatasi keberhasilan perawatan.
Salah satu sistem yang paling banyak digunakan dikenalkan oleh Frankl et al
(1962), disebut sebagai “skala penilaian perilaku Frankl”. Merupakan gold standard
dalam skala penilaian klinis, terutama sebagai hasil dari penggunaan yang luas dan
penerimaan dalam penelitian kedokteran gigi anak.
11
Peringkat 4: Pasti positif (++)
Hubungan dengan dokter gigi selama prosedur baik, tertarik pada prosedur
gigi, tertawa dan menikmati situasi.
12
Jika seorang anak sadar bahwa ada masalah pada giginya, maka ada
kemungkinan lebih besar bahwa kecemasan anak tersebut akan meningkat.
Yang dan rekannya pada tahun 2011 meneliti 195 anak-anak usia 3-7 tahun,
merasa menemukan korelasi yang signifikan antara anak dan karies gigi
dengan perilaku tidak kooperatif. Setelah ada pemahaman tentang faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi perilaku anak, barulah membuat rencana
perawatan. Beberapa pasien anak mungkin perlu waktu extra dalam
mempersiakan diri mereka untuk apa yang akan terjadi, terutama mereka yang
memiliki ketakutan dan kecemasan kronis. Pasien yang berperilaku agresif
membutuhkan penjelasan yang jelas dan pendekatan yang sangat terstruktur
selama kunjungan ke dokter gigi. Memahami kebutuhan anak dalam rencana
perawatan kemungkinan akan meningkatkan kesuksesan hasil.
a. Membangun Komunikasi
Melibatkan anak dalam percakapan tidak hanya memungkinkan dokter gigi
mempelajari pasiennya, namun juga membantu menenangkan pasien. Ada
banyak cara memulai komunikasi verbal, dan efektivitas pendekatan ini
berbeda sesuai dengan usia anak. Apapun taktik verbal yang digunakan untuk
komunikasi verbal, sebaiknya hindari pertanyaan yang hanya menghasilkan
jawaban “iya” dan “tidak”.
b. Kejelasan Pesan
Pesan yang disampaikan oleh dokter gigi harus jelas dan mudah dipahami
oleh anak. Dokter gigi sering menggunakan eufisme untuk menjelaskan
prosedur ataupun alat. Eufisme seperti bahasa kedua untuk meningkatkan
kejelasan saat berkomunikasi dengan anak. Hal ini merupakan syarat penting
bagi dokter gigi untuk membangun komunikasi yang baik dengan anak.
c. Komunikasi Multisensor
Pesan nonverbal juga daoat membangun komunikasi yang baik antara dokter
gigi dengan anak. Kontak tubuh dapat menjadi bentuk komunikasi nonverbal.
13
Membelai tangan anak, kontak mata dan senyum mengomunikasikan perasaan
hangat. Tindakan lainnya seperti menempatkan tangan di bahu anak sambal
duduk di samping juga membantu membuat anak menjadi lebih rileks,
terutama pada anak berusia 7-10 tahun. Media seperti desain ruangan dan
music latar belakang juga menjadi bagian dari komunikasi nonverbal.
d. Kontrol Suara
Kontrol suara dibutuhkan untuk mendapatkan perhatian anak. Perintah yang
tegas dan tiba-tiba digunakan untuk mendapat perhatian atau menghentikan
perilaku anak yang tidak diinginkan. Bentuk lain dari kontrol suara yaitu
irama suara yang lambat dan direndahkan dapat berfungsi seperti musik untuk
menenangkan hati anak. Teori Chambers menyatakan kontrol suara
merupakan hal yang efektif untuk berkomunikasi dengan baik.
e. Komunikasi yang Meyakinkan
Dokter gigi harus yakin dengan segala sesuatu yang disampaikan kepada
pasien. Berbicara dengan percaya diri dapat meyakinkan anak dan membuat
anak menjadi kooperatif.
f. Aktif Mendengar
Mendengar penting dalam perawatan semua anak. Mendengar aktif atau
reflektif mendengar memiliki efek positif meyakinkan anak. Mendengar aktif
mencerminkan emosi yang dikomunikasikan. Dengan demikian anak merasa
diperhatikan dan menjadi percaya diri sehingga menjadi kooperatif.
Sensitivitas terhadap emosi yang diungkapkan juga dapat meyakinkan anak
dan mendorong komunikasi yang tulus.
g. Masalah pada Diri
Dalam situasi yang sulit dikendalikan, terkadang dokter gigi lupa bahwa
mereka membimbing perilaku anak sehingga menjadi tidak terkontrol. Kata-
kata menyudutkan seperti “Kamu harus segera berhenti menangis!” akan
menyebabkan anak menjadi tidak percaya diri dan akan menjadi hambatan
dalam berkomunikasi. Nash menyebutkan bahwa kalimat perintah dengan
14
kata “kamu” itu merusak karakter anak dan membuat anak memiliki perilaku
pemberontak.
Sebagai alternatif, penggunaan kata “saya” mencerminkan focus masalah ada
pada diri praktisi. Penggunaan kata “saya” tidak mengevaluasi negatif bagu
anak, namun mengidentifikasi masalah pada anak. Kalimat “saya tidak bisa
mengobati gigi kamu jika kamu menangis” menggambarkan situasu yang
perlu diubah dari anak sehingga anak akan sadar dan mengikuti instruksi
untuk mendukung perawatan dari dokter gigi.
h. Respon yang Tepat
Respon yang diberikan dalam berkomunikasi harus sesuai denga situasi.
Ketepatan respon bergantung pada tingkat dan hubungan dengan anak, usia
anak, dan evaluasi perilaku anak.
15
lingkaran social. Dampak sosial terbesar pada kedokteran gigi anak adalah
persetujuan.
16
tindakan untuk ketika dimakan Berdiri sendiri
mendapatkan perhatian Mengikuti gesture
Meletakkan kaki / orang lain
lengan untuk Memasukkan &
membantu berpakaian mengeluarkan
barang dari wadah
Mengikuti orang lain, Menemukan Berdiri tegak
terutama orang dewasa sesuatu yang Menendang
Tertarik & senang disembunyikan bola
dengan anak kecil Membedakan Memanjat tanpa
lainnya bentuk dan warna bantuan
Menunjukkan Memainkan game Melangkah
24
kebiasaannya sederhana Melempar bola
Bulan
Menunjukkan perilaku Membangun yang keras
menentang menara
Bermain dengan anak Mengikuti intruksi
lain dua langkah
Menyebutkan item
yang sering dilihat
Menyalin orang Dapat mengerjakan Memanjat
dewasa dan teman mainan dengan dengan baik
Menunjukkan kasih tombol, tuas, dan Berjalan dengan
sayang kepada teman komponen bergerak mudah
36 tanpa disuruh Bermain dengan Mengayuh
bulan Bergantian dalam boneka, binatang, pedal roda tiga
permainan dan orang-orang (sepeda 3-roda)
Menunjukkan melakukan puzzle Berjalan naik
kepedulian terhadap dengan 3 atau 4 dan turun
teman yang menangis buah tangga, satu
17
Memahami gagasan Memahami dua kaki di setiap
"milikku" dan makna langkah
"miliknya" atau Menyalin lingkaran
"miliknya" dengan pensil atau
Menunjukkan berbagai krayon
macam emosi Mengubah halaman
Mudah dipisahkan dari buku satu per satu
ibu dan ayah Membangun
Dapat marah dengan menara lebih dari 6
perubahan besar dalam blok
rutinitas Sekrup dan tutup
Berpakaian dan botol terbuka atau
membuka pakaian memutar pegangan
sendiri pintu
48 Menikmati melakukan Mengetahui warna Melompat dan
bulan hal baru dan angka berdiri dengan
Bermain rumah- Mengerti hitungan satu kaki
rumahan Mulai memahami Menangkap
Semakin kreatif waktu bola yang
Lebih sering bermain Mengingat cerita dilempar
dengan orang lain Memahami “sama” Makan sendiri
Kooperatif dengan dan “beda”
anak lain Mengatur apa yang
dibayangkan.
60 Ingin menyenangkan Menghitung 10 hal Berdiri dengan
bulan teman atau lebih satu kaki selama
Ingin seperti teman Dapat menggambar 10 detik atau
Lebih cenderung seseorang dengan lebih
setuju dengan aturan setidaknya 6 bagian Hop; mungkin
18
Suka menyanyi, tubuh bisa melewati
menari, dan berakting Dapat mencetak Dapat
Menyadari gender beberapa huruf atau melakukan
Dapat mengetahui apa angka jungkir balik
yang nyata dan apa Menyalin segitiga Menggunakan
yang dipercaya dan bentuk garpu dan
Menunjukkan lebih geometris lainnya sendok dan
banyak kemandirian Tahu tentang hal- kadang-kadang
(misalnya, dapat hal yang digunakan pisau meja
mengunjungi tetangga setiap hari, seperti Dapat
sebelah sendiri uang dan makanan menggunakan
[pengawasan orang toilet sendiri
dewasa masih Ayunan dan
diperlukan) tanjakan
Terkadang menuntut
dan terkadang sangat
kooperatif
19
radiografi.
B. Hepatitis
Hepatitis merupakan penyakit yang menyebabkan kerusakan hati. Bagi para
penderitanya. Penyakit ini dapat menyebar melalui udara sehingga penting
bagi dokter gigi untuk memakai proteksi diri.
Gejala: letargy, nausea, sakit di perut, mual, dan kehilangan nafsu makan.
20
Gejala-gejala ini tidak dapat mematikan Hepatitis sebelum dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
C. Penyakit Saluran Pernapasan
1. Asma
Gejala klinis: tingginya tingkat karies, kurangnya laju Saliva, perubahan
karakteristik oral mukosa, dan meningkatnya level gingivitis, adanya
peningkatan kemungkinan Cross bite, overjet dan perubahan panjang
muka.
Tindakan dokter gigi:
a. Mencegah pasien terpapar hal yang dapat memicu asmanya
b. Perlunya evaluasi status imun, fungsi paru-paru, dan status adrenalin
sebelum dilakukan tindakan dental.
2. Cystic Fibrosis
Adanya perubahan pada mukus paru-paru yang meningkatkan risiko
infeksi.
Gejala klinis: perubahan warna gigi karena penggunaan tetrasiklin selama
proses penentuan gigi, kemungkinan karies rendah, kapasitas buffer yang
banyak kalsium di Saliva, dan maloklusi open bite.
Perawatan dental: menghindari bahan sedatif yang dapat mempengaruhi
fungsi paru-paru.
D. Cerebral Palsy
Kerusakan otak pada penderitanya dapat menimbulkan:
3. Gangguan intelektual;
4. Kelainan seizures;
5. Kelainan atau terbatasnya fungsi sensorik;
6. Kelainan fungsi bicara;
7. Keterbatasan gerak.
Gambaran klinis mulut penderita: adanya penyakit periodontal, karies,
maloklusi, bruxism, Dan trauma (umumnya pada Gigi anterior maksila).
21
E. Herpes
Gambaran klinis: kemerahan pada gingiva, rasa tidak enak badan, pusing, adanya
vesikel putih atau kekuningan, ulser yang sakit dan ditutupi membran abu-abu pada
mukosa.
Penanganan: pemberian antiviral systemik spesifik dan analgesik sistemik (seperti
ibuprofen).
Gambaran klinis: adanya ulser pada permukaan mukosa labial penderita (kiri) dan
gigiva penderita udem dan hiperemi (kanan).
F. Diabetes Dependent Insuline
a. Disabilitas mental
Perkembangan intelektual individu secara signifikan di bawah rata-rata dan
kemampuannya dalam beradaptasi dengan lingkungan terbatas.
22
Prosedur menghadapi kecemasan pasien:
23
menerima perawatan gigi dan tidak menyebabkan masalah manajemen yang
tidak biasa untuk dokter gigi.
d. Sindrom X Fragile
Gen abnormal pada bagian terminal kromosom X. Perawatan gigi tergantung
pada tingkat keterlambatan perkembangan, kemampuan kognitif, dan tingkat
hiperaktif. Mereka yang memiliki kasus ringan dapat diobati dengan
menjadwalkan janji temu yang singkat dan menggunakan imobilisasi dan/atau
sedasi sadar. Individu yang terkena dampak parah harus dirawat di ruang
operasi dengan anestesi umum.
e. Fetal alcohol syndrome
Konsumsi 1-3 minuman sehari selama 2 bulan pertama kehamilan dapat
mengakibatkan kerusakan yang signifikan pada bayi yang sedang
berkembang. Terdapat maloklusi gigi dan skeletal. <5 tahun cenderung
hiperaktif. Seiring bertambah usia, anak-anak biasanya bersikap kooperatif
dan relatif mudah dirawat
f. Penyakit jantung kongenital
Penyebab cacat jantung bawaan tidak jelas. Umumnya hasil dari
perkembangan embrio menyimpang dan struktur normal atau kegagalan
struktur dalam melampaui tahap awal perkembangan embrionik. Jika orang
tua atau saudara kandung memiliki kelainan jantung bawaan, kemungkinan
anak akan dilahirkan dengan kelainan jantung sekitar 5-10 x lebih besar.
Dokter gigi harus mendapatkan riwayat medis dan gigi yang menyeluruh,
melakukan pemeriksaan fisik, merumuskan rencana perawatan lengkap dan
mendiskusikan perawatan dengan dokter anak atau ahli jantung.
2.5.1. Definisi
24
ahli, rujukan operasional, rujukan kasus, rujukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
dan rujukan bahan pemeriksaan laboratorium. (PERMENKES No.V, 2012)
25
Rujukan spesimen untuk pemeriksaan penunjang
Rujukan IPTEK dengan mendatangkan / mengirim tenaga ahli yang
kompeten di bidangnya
B. Rujukan Kesehatan Gigi
Bantuan teknologi tepat guna dan sederhana, yang mudah di
aplikasikan serta terjangkau di masyarakat
Bantuan sarana berupa alat-alat, buku, brosur, leaflet, poster.
Bantuan dana operasional dan pemeliharaan peralatan kesehatan gigi
dan mulut pada Unit Pelayanan Kesehatan di poli gigi puskesmas
26
Rujukan Spesimen
Semua kelainan yang membutuhkan pemeriksaan penunjang
diagnostik / laboratorium berhubungan dengan kelainan rongga mulut.
27
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Dean JA. McDonald and Avery’s Dentistry for the Child and Adolescent. 10th
ed. Elsevier; 2016. p. 291–292
2. Wright GZ, Kupietzky A. Behavior Management in Dentistry for Children.
2nd ed. Wiley; 2014. p. 75-80
3. Wright GZ, Kupietzky A. Behavior Management in Dentistry for Children.
2nd ed. Wiley; 2014. p. 23–24
4. Wright GZ, Kupietzky A. Behavior Management in Dentistry for Children.
2nd ed. Wiley; 2014. p. 30-32
5. Wright GZ, Kupietzky A. Behavior Management in Dentistry for Children.
2nd ed. Wiley; 2014. p. 69-71
6. Wright GZ, Kupietzky A. Behavior Management in Dentistry for Children.
2nd ed. Wiley; 2014. p. 5
7. Dean JA. McDonald and Avery’s Dentistry for the Child and Adolescent. 10th
ed. Elsevier; 2016. p. 288-290
8. Dean JA. McDonald and Avery’s Dentistry for the Child and Adolescent. 10th
ed. Elsevier; 2016. p. 528-535,555
9. Dean JA. McDonald and Avery’s Dentistry for the Child and Adolescent. 10th
ed. Elsevier; 2016. p. 527-531
10. Direktorat Kesehatan Gigi, Dirjen Pelayanan Medik, Depkes RI, Pedoman
Rujukan Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut. Jakarta. 1994. p. 2-3
29