Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nutrisi yang tepat merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan normal anak. Namun, jika nutrisi yang
dibutuhkan oleh anak justru kurang dari kebutuhan anak, pertumbuhan dan
perkembangan anak pun juga akan terganggu. Anak yang tidak terpenuhi
kebutuhan nutrisinya sangat berisiko paling besar untuk mengalami kurang
gizi. Kurang gizi ini akan berdampak pada anak, dikarenakan kurang gizi dapat
menghambat pertumbuhan, anak rentan terhadap penyakit terutama penyakit
infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan (Almatsier, 2009).
Kurang gizi yaitu suatu kondisi dimana penderita mengalami penurunan berat
badan lebih dari 10% dari berat badan sebelumnya dalam 3 bulan terkhir. Kriteria
lain yang digunakan adalah apabila saat pengukuran berat badan kurang dari 90%
berat badan ideal berdasarkan tinggi badan (Rani, 2011). Tubuh memerlukan
energi untuk fungsi-fungsi organ tubuh, pergerakan tubuh, mempertahankan suhu,
fungsi enzim, pertumbuhan dan pergantian sel yang rusak. Metabolisme
merupakan semua proses biokimia pada sel tubuh. Proses metabolisme berupa
anabolisme (membangun) dan katabolisme (pemecahan).
Masalah nutrisi erat kaitannya dengan intake makanan dan metabolisme tubuh
serta faktor-faktor mempengaruhinya. Terhadap perkembangan anak, dampak
jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak menurut (Nency & Arifin,
2005). Diantaranya menjadikan anak apatis, gangguan bicara dan gangguan
perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan
skor intelligence quotient (IQ), penurunan perkembangan kognitif, penurunan
integritas sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa
percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi akademik di sekolah.

Kurang gizi berpotensi menjadi penyebab kemiskinan melalui rendahnya kualitas


sumber daya manusia dan produktivitas. Tidak heran jika gizi buruk yang tidak

1
dikelola dengan baik, pada jangka panjang akan menjadi ancaman hilangnya
sebuah generasi penerus bangsa. Menurut perkiraan WHO, sebanyak 54%
penyebab kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi anak yang buruk.
Resiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan
anak yang normal. (World Universitas Sumatera Utara Bank, 2010). Di Indonesia
masalah malnutrisi atau gizi buruk masih menjadi salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama. Menurut Riskesdas tahun 2013 tercatat sekitar 4,6 juta
diantara 23 juta anak di Indonesia mengalami gizi buruk dan kurang (Riskesdas,
2013). Dengan dukungan Uni Eropa, UNICEF akan bekerja sama dengan
pemerintah dan mitra lainnya di Indonesia untuk berusaha menolong sekitar 3,8
juta anak dan 800 ribu ibu hamil menyelesaikan persoalan tersebut (UNICEF,
2011). Data dari MDGS 2015, didapatkan data perkiraan jumlah balita yang
mengalami gizi kurang atau gizi buruk sebanyak 30 % anak Indonesian
mengalami gangguan dalam pemenuhan gizi.

Pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan untuk meningkatkan status gizi


balita menuju gizi baik, yaitu melalui penyuluhan gizi, penimbangan balita di
posyandu, pemantauan status gizi dan survei, Pemberian Makanan Tambahan
(PMT) pada balita gizi kurang (Rencana kerja pembinaan gizi masyarakat
2013). Selain itu dibutuhkan peranan perawat dalam upaya promotif
melalui penyuluhan tentang gizi secara luas perlu digerakkan bagi masyarakat
guna perubahan perilaku untuk meningkatkan kurang gizi dan mencegah
bertambahnya jumlah anak yang mengalami malnutrisi, sedangkan upaya
preventif bertujuan untuk meningkatkan kemandirian orang tua akan
pentingnya memeriksakan pertumbuhan balita rutin di pusat pelayanan
kesehatan/posyandu

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Dapat diketahuinya konsep dan asuhan keperawatan anak dengan gizi buruk.

1.2.2 Tujuan Khusus

2
1. Penulis mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada anak
dengan gizi buruk
2. Penulis mampu melakukan perumusan diagnosa asuhan keperawatan pada
anak dengan gizi buruk
3. Penulis mampu membuat intervensi keperawatan asuhan keperawatan pada
anak dengan gizi buruk
4. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada anak dengan
gizi buruk
5. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada anak dengan gizi
buruk
6. Penulis mampu menganalisa hasil asuhan keperawatan pada anak dengan
gizi buruk

3
BAB 2

RINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gizi kurang merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam
waktu yang cukup lama (Sodikin, 2013). Menurut WHO salah satu masalah gizi
buruk terjadi akibat konsumsi makanan yang tidak cukup mengandung energi dan
protein serta karena adanya gangguan kesehatan. Anak disebut gizi buruk apabila
berat badannya kurang dari berat badan normal. Sedangkan menurut Depkes RI
(2005), gizi buruk adalah status gizi menurut berat badan (BB) dan tinggi badan
(TB) dengan Z-score <-3 dan atau dengan tanda-tanda klinis (marasmus,
kwasiorkor dan marasmus-kwasiorkor). Gizi buruk juga diartikan seseorang yang
kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam
makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu (Supariasa et al, 2002).

Suhardjo (2003) berpendapat bahwa gizi kurang atau gizi buruk adalah kurangnya
pemasukan energi dan protein sehingga mengakibatkan kelainan yang sulit atau
tidak disembuhkan dan menghambat dalam perkembangan selanjutnya. Menurut
Almatsier (2004), kurang gizi adalah penyakit yang disebabkan kekurangan
makanan sumber energi secara umum dan kekurangan sumber protein. Gizi buruk
adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan
Gizi (AKG) dan biasanya juga disertai adanya kekurangan dari beberapa zat gizi
lainnya.

2.2 Etiologi
Banyak faktor yang yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Penyebab
gizi buruk terdiri dari penyebab langsung dan tidak langsung menurut Sodikin
(2012) yaitu:

4
Penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu:
a. Kurangnya asupan gizi dari makanan.
Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau
makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial
dan ekonomi yaitu kemiskinan. Bayi dan balita tidak mendapat makanan yang
bergizi, dalam hal ini makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu air susu ibu, dan
sesudah usia enam bulan anak tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-
ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya. MP-ASI yang baik tidak hanya
cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi,
vitamin A, asam folat, vitamin B, serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI
yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan
tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah sering kali anaknya harus puas
dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena
ketidaktahuan.
b. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi.
Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak
bisa menyerap zat-zat makanan secara baik. Terjadinya kejadian infeksi penyakit
ternyata mempunyai hubungan timbal balik dengan gizi buruk. Anak yang
menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan sehingga anak
rentan terhadap penyakit infeksi. Disisi lain anak yang menderita sakit infeksi
akan cenderung menderita gizi buruk cakupan pelayanan kesehatan dasar
terutama imunisasi, penanganan diare, tindakan cepat pada balita yang tidak naik
berat badan, pendidikan, penyuluhan kesehatan dan gizi, dukungan pelayanan di
posyandu, penyediaan air bersih, kebersihan lingkungan akan menentukan tinggi
rendahnya kejadian penyakit infeksi. Mewabahnya berbagai penyakit menular
akhir-akhir ini seperti demam berdarah, diare, polio, malaria, dan sebagainya
secara hampir bersamaan dimana-mana, menggambarkan melemahnya
pelayanan kesehatan yang ada di daerah. Berbagai penelitian membuktikan lebih

5
dari separuh kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek.
Resiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan
anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi
dan balita didasari oleh keaadaan gizi anak yang jelek.

Ada berbagai penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang


diantaranya yaitu:
a. Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai.
Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan
seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun
mutu gizinya. Namun kemiskinan kadang menjadikan hambatan dalam
penyediaan pangan bagi keluarga.
b. Pola pengasuhan anak kurang memadai.
Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu,
perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan
baik baik fisik, mental dan sosial. Di masa modern ini pengasuhan anak
kadang kita serahkan kepada pembantu yang belum tentu tahu perkembangan
dan kebutuhan makan anak.
c. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai.
Sistem pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan
air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap
keluarga yang membutuhkan. Berbagai kesulitan air bersih dan akses sarana
pelayanan kesehatan menyebabkan kurangnya jaminan bagi keluarga. Pokok
masalah gizi buruk di masyarakat yaitu kurangnya pemberdayaan keluarga
dan kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan dengan
berbagai faktor langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat ditanggulangi
dengan adanya berbagai kegiatan yang ada di masyarakat seperti posyandu,
pos kesehatan.

6
2.3 Tipe Gizi Buruk

Ada beberapa tipe gizi buruk yaitu sebagai berikut:

1. Marasmus
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat
kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun
pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. Yang
mencolok pada keadaan nutritional marasmus ialah pertumbuhan yang
berkurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak bawah
kulit. Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat
terjadi karena diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat, karena
kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Marasmus dapat terjadi pada
segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat
cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang
diare (Nelson, 2009).
Tanda dan gejala yang timbul pada marasmus:
a. Perubahan mental (mudah menangis/cengeng dan rewel).
b. Sering disertai penyakit infeksi (diare, umumnya kronis berulang, TBC).
c. Badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit.
d. Perut cekung.
e. Iga gambang.
f. Pertumbuhan berkurang atau terhenti, otot-otot atrofi.
g. Sering diare, warna hijau tua, terdiri dari lendir dengan sedikit tinja.
h. Turgor kulit menurun, tampak keriput karena kehilangan jaringan lemak
bawah kulit.
i. Pada keadaan marasmik yang berat, lemak pipi juga hilang sehingga wajah
tampak lebih tua, tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol.
j. Vena superfisial tampak lebih jelas.

7
2.5 Pencegahan Gizi Buruk
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak:
1. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan.
Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai
pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah
berumur 2 tahun.
2. Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandunganprotein,
lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak
minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan
sisanya karbohidrat.
3. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program
Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas.
Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.
4. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan
kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang
dari rumah sakit.
5. Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori
yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk
proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat
mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan
vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang
baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan
meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan
meninggalkan sisa Universitas Sumatera Utara gejala kelainan fisik yang
permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.

2.6 Komplikasi

Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan
mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang

8
terganggu dan begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka
jenis gangguannya sangat banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ
sistem tubuh.
Beberapaorgan tubuh yang sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan t
ulang, hati, pancreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal.

Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang disebabkan
karena kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala yang bisa terj
adi adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya.
Pengaruhsistem hormonal yang terjadi adalah gangguan hormon kortisol, ins
ulin, Growht hormon (hormon pertumbuhan) Thyroid Stimulating Hormon
meninggi tetapi fungsi tiroid menurun. Hormon-hormon tersebut
berperanan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan tersering mengakibatkan
kematian (Sadewa, 2008).

Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP, khususnya
pada KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko
kematian cukup besar, adalah sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi karena
penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau
karena gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi karena pada
KEP sering
mengalami gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Sehingga mudah terjadi
infeksiatau bila terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang lebih berat
hingga mengancam jiwa (Nelson, 2007).

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Indeks berat badan menurut umur (BB/U)
Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator
dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan anatara
Antara intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan
gambaran tentang massa tubuh otot dan lemak. Massa tubuh sangat snesitif
terhdap perubahan keadaan yang mendadak, misalnya terserang infeksi,
kurang nafsu makan dan menurunnnya jumlah mkanan yang dikonsumsi.

9
BB/U lebih mengambarkan status gizi sekarang. Berat badan stabil,
menyebabkan indeks ini lebih mengambarkan status gizi seseorang saat ini
(Cureent Nutional Status).
2. Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)
Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga
lebih erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan Bengoa (1973)
dalam.
3. Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan
tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa, dkk 2002).
4. Melakukan pemeriksaan darah untuk melihat ketidaknormalan Melakukan
pemeriksaan X-Ray untuk memeriksa apakah ada kelainan pada tulang dan
organ tubuh lain Memeriksa penyakit atau kondisi lain yang dapat
menyebabkan terjadinya gizi buruk.

2.6 Penatalaksanaan

Dalam proses pengobatan gizi buruk terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi,
fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih
mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada
penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor menurut
Ngastiyah (2005) adalah sebagai berikut:

1. Tahap Penyesuaian
Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan
hingga mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). 2
minggu atau lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien unutk menerima
dan mencerna makanan. Jika berat bdan pasien kurang dari 7 kg, makanan
yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang
dimodifikasi. Contog susu rendah laktosa +2,5-5Z%, glukosa +2%. Secara
berangsur ditambahkan makanan linak dan makanan lembek, jika ada berikan
ASI.Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti

10
makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan
makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.
b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap de
ngan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-
3 hari. Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan
Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari
tiap 2-3 jam. Bila konsumsi per-
oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan lewat pipa (per-
sonde) (RSCM, 2003).
2. Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secar
a berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi
mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat
badan sehari.
3. Tahap Lanjutan
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh
makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua
hendaknyadiberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang m
engatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan
kemampuan daya belinya.

Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah:

a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda


hipoglikemia.
b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.
c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdap
at hipomagnesimia.

11
d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI perora
l atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin
A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis
maksimal 400.000 SI.
e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat
besi (Fe)
dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyert
ai KKP berat

2.7 Kebutuhan Nutrisi Berdasarkan Usia Tumbuh Kembang

Kebutuhan nutrisi pada setiap anak berbeda, mengingat kebutuhan untuk


pertumbuhan dan perkembangan sel atau organ pada anak berbeda, dan perbedaan
ini yang menyebabkan jumlah dan komponen zat gizi berlainan. Menurut Hidayat
(2012), kebutuhan nutrisi yang dikelompokkan berdasar usia anak (terutama anak
berumur kurang dari 5 tahun):

1. Umur 0-4 Bulan


Pada umur ini kebutuhan nutrisi bayi semuanya melalui air susu ibu yang
terdapat komponen yang paling seimbang, akan tetapi apabila terjadi
ganggguan dalam air susu ibu maka dapat menggunakan susu formula dan
nilai kegunaan atau manfaat jauh lebih baik dari menggunakan Air Susu Ibu
(ASI). ASI mempunyai peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan
bagi anak mengingat zat gizi yang ideal terdapat di dalamnya, di antaranya:
Imunoglobulin (Ig A, Ig G, Ig M, Ig D, Ig E) merupakan protein yang dapat
bergabung dengan bakteri dan menghasilkan imunitas pada tubuh, lisozim
merupakan satu enzim yang tinggi jumlahnya dan berfungsi sebagai
bakteriostatik (penghentian atau penghambatan pertumbuhan bakteri) terhadap
enterobakteria dan kuman gram negatif dan sebagai pelindung terhadap
berbagai macam virus, kemudian laktoperoksidase enzim yang berfungsi
membunuh strepkokus dan lain-lain. Pemberian ASI Ekslusif adalah sampai
empat bulan tanpa makanan yang lain, sebab kebutuhannya sesuai dengan

12
jumlah yang dibutuhkan pada bayi, dan proses pemberian ASI ini dapat
dilakukan melalui proses menyusui.
2. Umur 4-6 Bulan
Pada usia ini kebutuhan nutrisi pada anak tetap yang utama adalah Air Susu
Ibu (ASI) kemudian ditambah lagi dengan bubur susu dan sari buah.
3. Umur 6-9 Bulan
Kebutuhan nutrisi pada anak usia ini adalah tetap diteruskan kebutuhan nutrisi
dari ASI kemudian ditambah dengan bubur susu, bubur tim saring dan buah.
4. Umur 10-12 Bulan
Pada usia ini anak tetap diberikan Air Susu Ibu (ASI) dengan penambahan
pada bubur susu, bubur tim kasar dan buah, bentuk makanan yang disediakan
dapat lebih padat dan bertambah jumlahnya mengingat pertumbuhan gigi dan
kemampuan fungsi pencernaan sudah bertambah. Pada usia ini anak senang
makan sendiri dengan sendok atau suka makan dengan tangan, pada anak
seusia ini adalah merupakan usaha yang baik dalam menuntun ketangkasan
dan merasakan bentuk makanan.
5. Usia Todler dan Prasekolah (3-6 Tahun)
Pada usia ini kemampuan kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi
sudah mulai muncul, sehingga segala peralatan yang berhubungan dengan
makan seperti garpu, piring, sendok dan gelas semuanya harus dijelaskan pada
anak atau diperkenalkan dan dilatih tentang penggunaannya, sehingga dapat
mengikuti aturan yang ada. Dalam pemenuhan nutrisi pada usia ini sebaiknya
penyediaan bervariasi menunya untuk mencegah kebosanan, berikan susu dan
makanan yang dianjurkan, antara lain: daging, sup, sayuran dan buah-buahan.
Pada anak usia ini juga perlu makanan padat sebab kemampuan mengunyah
sudah mulai kuat.
2.8 Konsep hiponatremia
1. Definisi
Cairan dalam tubuh manusia memiliki beberapa fungsi, antara lain adalah sebagai
alat transportasi berbagai nutrisi, elektrolit dan sisa hasil metabolisme serta
sebagai pengatur suhu tubuh. Jumlah cairan dalam tubuh manusia adalah sekitar

13
60% dari rata-rata berat badan. Cairan ditambahkan ke dalam tubuh melalui dua
jalur, yang pertama adalah melalui konsumsi air dan cairan dalam makanan yang
menyumbang cairan tubuh sebanyak 2100 ml/hari. Selain itu juga dari sintesis
cairan oleh tubuh sendiri melalui hasil oksidasi karbohidrat sebesar 200 ml/hari.
Cairan tubuh terdiri dari air dan elektrolit. Cairan tubuh dibedakan menjadi cairan
intrasel dan cairan ekstrasel. Cairan ekstrasel terdiri dari cairan intersisial dan
plasma.
Elektrolit merupakan senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi partikel
yang bermuatan (ion) positif yang disebut kation atau bermuatan negatif yang
disebut dengan anion. Keseimbangan keduanya disebut sebagai elektronetralitas.
Elektrolit terdistribusi dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Kation dan anion utama
dalam cairan ekstraseluler adalah natrium dan klorida, sedangkan di cairan
intraseluler kation utamanya adalah kalium dan anionnya paling banyak adalah
fosfat.Cairan dan elektrolit sangat penting untuk fungsi tubuh baik dalam proses
metabolik maupun proses seluler. Cairan dan elektrolit juga sangat penting untuk
memelihara homeostasis tubuh untuk menjaga kelangsungan hidup organisme,
maka dari itu sangat penting untuk menjaga asupan nutrisi yang mengandung
cairan dan elektrolit. Tubuh memperoleh kebutuhan cairan dan elektrolit sehari-
hari melalui penyerapan dari saluran pencernaan, dengan jumlah yang berbeda-
beda tergantung dari kualitas diet dan cairan yang diterimanya

2.9 Konsep tibi paru


1. Definisi
Tuberkulosis paru atau TB Paru adalah suatu penyakit infeksi kronik yang
disebabkan M. tuberculosis, yang sebagian besar menyerang paru, tetapi dapat
mengenai organ lainnya (Suharyo, 2013). Basil Mycobacterium tuberculois
mempunyai ukuran cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dan bentuk
dari basil ini yaitu batang, tipis, lurus atau agak bengkok, bergranul, tidak
mempunyai selubung tetapi kuman ini mempunyai lapisan luar yang tebal yang
terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Sifat dari basil ini agak istimewa,
karena dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol
sehingga sering disebut dengan basil tahan asam (BTA). Selain itu basil ini juga

14
tahan terhadap suasana kering dan dingin. Basil ini dapat bertahan pada kondisi
rumah atau lingkungan yang lembab dan gelap bisa sampai berbulan-bulan namun
basil ini tidak tahan atau dapat mati apabila terkena sinar, matahari atau aliran
udara (Widoyono,2011).
2. Gejala
Gejala penyakit TB Paru dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang
timbul sesuai dengan organ yang terkena. Gambaran secara klinis tidak terlalu
khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosis
secara klinik. Gejala sistemik atau umum antara lain batuk-batuk selama lebih dari
3 minggu (dapat disertai dengan darah), demam tidak terlalu tinggi yang
berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat dingin saat
malam hari. Serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul,
penurunan nafsu makan dan berat badan, perasaan tidak enak (malaise), dan
lemah. Gejala khusus tergantung organ tubuh yang terkena, bila terjadi
sumbatansebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjargetah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara
nafas melemah disertai sesak. Cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru),
dapat disertai dengan keluhan sakit dada. Apabila mengenai tulang, maka terjadi
gejala seperti infeksi tulang yang dapat membentuk saluran dan bermuara pada
kulit di atasnya, sehingga keluar cairan nanah.
3. Cara penularan
Sumber penularan penyakit adalah penderita TB Paru positif, pada waktu batuk
atau bersin, bakteri menyebar ke udara lewat percikan sputum (droplet nuclei).
Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya
penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang
lama. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan gelap dan
lembab (Anton, 2008). Daya penularan ditentukan banyaknya bakteri yang
dikeluarkan dari paru-paru penderita dan lamanya menghirup udara yang
terinfeksi. Penyebab yang memungkinkan seseorang terinfeksi bakteri TB
ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara

15
tersebut, daya tahan tubuh yang rendah, misalnya karena status gizi yang buruk
atau terinfeksi oleh HIV atau
AIDS (Kemenkes, 2014). Kebersihan lingkungan dapat mempengaruhi
penyebaran bakteri, misalnya
rumah yang kurang baik dalam pengaturan ventilasi. Kondisi lembab akibat
kurang lancarnya pergantian udara dan sinar matahari dapat membantu
berkembangbiaknya bakteri, oleh karena itu orang sehat yang serumah dengan
penderita TB Paru merupakan kelompok sangat rentan terhadap penularan
penyakit tersebut. Lingkungan rumah, lama kontak serumah dan perilaku
pencegahan baik oleh penderita maupun orang yang rentan sangat mempengaruhi
proses penularan penyakit TB Paru (Randy, 2011).

2.10 Asuhan keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan melalui kegiatan


pengumpulan data atau perolehan data yang akurat dari pasien guna mengetahui
berbagai permasalahan yang ada (Hidayat, 2009).

a. Anamnesa
1) Data biografi
Sering terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun. Tidak ada perbedaan
jenis kelamin, ras, tradisi dan kebiasaan turun temurun terutama mengenai
makanan, dan lingkungan fisik.
2) Riwayat penyakit sebelum sakit
Pernah menderita BBLR/penyakit infeksi/trauma/kanker. Kebiasaan
berobat ke Puskesmas/RS, dan adanya alergi.
3) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama biasanya nafsu makan menurun. Proses terjadinya sakit
diawali pemberian asupan makanan yang kadar proteinnya kurang dalam
waktu cukup lama/ adanya riwayat BBLR, penyakit infeksi, trauma, dan
kanker.

16
4) Riwayat kesehatan keluarga
Ada tidaknya penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga
maupun penyakit yang sedang diderita oleh anggota keluarga.
5) Riwayat kehamilan
Menjelaskan ada tidaknya kelainan pada waktu kehamilan, seperti
pendarahan pervagina, trauma, penyakit serta minum obat-obatan dan
kebiasaan makan.
6) Riwayat kelahiran
Adanya riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
7) Riwayat perkembangan dan pertumbuhan
a) Pertumbuhan
- BB saat lahir: Normalnya pada bayi lahir cukup bulan adalah 3280
sampai 3400 gram.
- BB dan TB pada usia 6 bulan: Normalnya BB 7,4 kg dengan TB 66
cm.
- BB dan TB pada usia 12 bulan: Normalnya BB 9,9 kg dengan TB
74,5 cm.

b) Perkembangan motoric
- Dapat menghisap pada usia: normalnya umur 0-4 bulan.
- Dapat menggenggam pada usia: normalnya sekitar 1 bulan.
- Dapat tengkurap pada usia: normalnya pada usia 5 bulan.
- Dapat duduk pada usia: Normalnya usia 7-8 bulan.
- Dapat berdiri dengan bantuan pada usia: Normalnya pada usia 9
bulan.
- Dapat berdiri sendiri pada usia: Normalnya pada usia 10 bulan.
8) Riwayat makanan

a) ASI: Normal pada usia 0-12 bulan.


b) Makanan tambahan: ya/tidak. Jenisnya berupa bubur/bubur susu dan
lain lain.
c) Pemberian vitamin: ya/tidak.

17
9) Riwayat imunisasi

a) BCG pada umur: Pemberian imunisasi BCG satu kali pada umur bayi
umur 2 atau 3 bulan.
b) Polio pada umur: Frekuensi pemberian imunisasi Polio adalah empat
kali antara umur 0-11 bulan dengan interval pemberian 4 minggu.
c) DPT pada umur: Frekuensi pemberian imunisasi DPT adalah 3 kali
antara umur 2-11 bulan dengan interval 4 minggu.
d) Hepatitis B pada umur: Frekuensi pemberian imunisasi Hepatitis B
adalah tiga kali pada usia antara 0-11 bulan.
e) Lain-lain: Imunisasi Campak, Tiphus abdominalis, dan lain-lain.
b. Observasi
1) Keadaan umum: kurus.
2) Tanda-tanda vital: TD, nadi, dan pernafasan menurun (pada marasmus)
dan takikardi, tekanan darah meningkat (pada kwasiokor).
c. Pemeriksaan fisik
1) Rambut: berwarna kusam, kering, tipis, mudah dicabut.
2) Wajah: membengkak, sembab (pada kwasiokor), wajah seperti orang tua
(pada marasmus), terdapat flek hitam di bawah mata, pembesaran
kelenjar parotis, pembengkakan kelenjar gondok dan kelenjar parotis.
3) Mata: koncjungtiva pucat dan kering, kornea kering.
4) Bibir: kering.
5) Lidah: membengkak, kemerahan, kasar, papila atrofi.
6) Gigi: tanggal/ berlubang.
7) Gusi: mudah berdarah.
8) Kulit: kering, jaringan lemak bawah kulit berkurang/ hilang, pelagra
(kulit kasar), edema (pada kwasiokor).
9) Kuku: rapuh.
10) Ektremitas: adanya atropi tonus otot dan tidak dapat berjalan dengan baik,
dapat terjadi edema pada kwasiokor.
11) Jantung: ritme tak normal, adanya pembesaran jantung.
12) Perut: terdapat pembesaran hepar/ hepatomegali (biasanya ada penyakit
lain).
d. Pola fungsi kesehatan
1) Kebutuhan nutrisi
Adanya mual, muntah, rasa haus, sakit mulut, kesukaran makan, masalah
pencernaan, berat badan menurun dan lain-lain.
2) Istirahat dan tidur:

18
Anak cengeng dan rewel dan kesulitan tidur.
3) Persepsi diri-konsep diri
Anak gelisah.
4) Aktifitas
Anak lemas dan malas beraktifitas.
5) Personal Hygiene:
Karena anak lemas dan beraktifitas, sehingga untuk kebersihannya juga
tidak terpenuhi secara optimal.
e. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaaan Antropometri
Meliputi tinggi badan, berat badan, tebal lipatan kulit dan lengan.
a) Tinggi badan
Nilai tinggi badan normalnya pada anak: usia 0-6 bulan: 60 cm, usia 6-
12 bulan: 71 cm, usia 1-3 tahun: 90 cm, usia 4-6 tahun: 112 cm
b) Berat badan
c) Tebal lipatan kulit

Salah satu teknik pengukuran komposisi lemak tubuh adalah dengan


menggunakan Skinfold Caliper. Bagian-bagian tubuh yang umumnya
diukur adalah tricep, bicep, subscapula dan suprailliac.
d) Lingkar lengan
e) Pemeriksaan laboratorium
f) Terapi diit
- Pemberian diet dengan protein.
- Karbohidrat, vitamin dan mineral kualitas tinggi
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b Kekurangan volume cairan
c Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
d Hipertermi
e Resiko gangguan integritas kulit
f Ansietas
g Resiko infeksi

19
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Kasus
Seorang anak laki2 berusia 7 bulan datang ke IGD RSUD Arifin Achmad
dengan keluahan muntah badan lemas dan muntah bila dikasi susu ibu anak
mengtakan anak sudah mulai sakit kurang lebih 1 bulan, ibu juga mebtakan
bb anak menurun didapatkan hasil pemerikasaan fisik BB 4,7, TB 60 cm dan
hasil pemeriksaan lab didapakan hasil Hb 10,6g/dl, Leokosit 20,83, Trobisit
263.

Nama Mahasiswa : Resy Haryanti Tanggal praktik : 04/10/2019


NIM : 19.19.10.31 Ruangan : Lili

A. IDENTITAS KLIEN
Nama Inisial : An. R
Umur : 7 bulan
Jenis Kelamin : laki2
Nama ayah : Tn. G
Pendidikan ayah : SMP
Nama ibu : Ny. E
Pendidikan ibu : SMP
Pekerjaan ayah : Wiraswasta
Alamat : Kualu
Pekerjaan ibu : IRT
Agama : islam
Suku/bangsa : Melayu
Dx Medis : GB + Hipontremia+ TB

B. KELUHAN UTAMA

20
Ibu pasien mengtakan anak badan lemas sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu dan
anak terasa tidak berdaya dan muntah jika diberi minum susu, ibu juga
mengatakan anaknya mencret dan batuk sekali kali
C. RIWAYAT PENYAKIT YANG DIDERITA SAAT INI
Terjadi penurunan BB, badan lemas dan muntah bila dikasi susu
D. RIWAYAT KESEHATAN SEBELUMNYA
Ibu mengatakan anak sejak kecil tidak pernah sakit dan tidak ada mengalami
seperti sekarang dan tidak ada keluhan apapun sejak kecil .

E. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


1. Masa Prenatal : selama kehamilan ibu tidak mengalami sakit yang serius
2. Masa intranatal : ibu melahirkan di klinik dengan lahiran normal dan cukup
bulan
3. Masa postnatal : anak lahir dengan BB: 2,7 kg
F. RIWAYAT ALERGI
Anak memiliki alergi telor dan ikan laut
G. RIWAYAT OPERASI
Tidak ada
H. RIWAYAT IMUNISASI
Anak imunisasai sampai imunisasi DPT 1
I. RIWAYAT SOSIAL
1. Yang mengasuh : orang tua
2. Hubungan dengan anggota keluarga : baik
3. Hubungan dengan teman sebaya : baik
4. Pembawaan sifat :-
5. Lingkungan rumah;-
masalah keperawatan

J. KEBUTUHAN DASAR
1. Makanan yang disukai/tidak disukai
alat makan yang digunakan: sendok

21
Pola makan/jam :anak diberi susu formula setiap 3 jam sekali
Kebiasaan waktu makan:-
2. Pola tidur/jam
Kebiasaan sebelum tidur :anak tidak bisa jauh dari orang tua
Kebiasaan sewaktu tidur :-
3. Mandi :anak mandi hanya mandi lap saja
4. Aktivitas bermain : bermain hanya ditempat tidur saja, karena anak
lemah
5. Eliminasi : anak memakai pampers. BAB, BAK lancar.
Masalah keperawatan
K. KEADAAN KESEHATAN
1. Status nutrisi
BB : 4,7 kg
TB : 60 cm
LP (lingkar perut): 29 cm
LILA : 8 cm
BB/TB : <-3 SD (sangat kurus)
2. Status cairan : anak terpasang IVFD , anak minum menggunakan botol
susu
3. Obat-obatan :
4. Pemeriksaan penunjang
a. Hasil laboratorium
Hb; 10,6 gr/dl (11,5- 13,5) turun
leokosit : 20,83 (6,00-17,50) tinggi
trombosit : 263 (150-450) normal
b. Hasil X ray
Digfragma dan sinus kostoprenikus normal
Corakan bronkovaskular normal
Infiltrst pada kedua perihilar
c. Data tambahan :-
Masalah keperawatan

22
L. PEMERIKSAAN FISIK
keadaan umum : compos mentis
tanda tanda vital : RR; 22x/menit, N; 98 x/menit, S. 36,4 c
masalah keperawatan:
1. Integumen
a. Warna dan pigmen kulit : kuning langsat
b. Kelembapan dan tekstur : lurang lembab, ekstur tidak baik
c. Turgor kulit : kurang elastis
d. Edama :-
e. Lesi, pruritas :-
f. Tanda lahir :-
g. Kuku, rambut : rambut pirang
Masalah keperawatan
2. Kepala dan leher
a. Bentuk dan simetris : simetris
b. ROM leher : baik
c. Palpasi trakkea : tidak ada pembengkakan
d. Palpasi kelenjer tiroid : tidak ada pembengkakan
Masalah keperawatan
3. Mata:
a. Simetris : simetris kiri dan kanan
b. Alis dan kelopak mata : simetris, mata tampak cekung
c. Konjungtiva dan sklera : anemis, tidak ikterik
d. Refleks pupil : isokor
e. Reflek kornea : positif
4. Muka, hidung dan rongga mulut
a. Bentuk dan ekspresi : simetris, anak tampak lemah
b. Kesimetrisan lipatan nasolabia :
c. Ukuran dan bentuk hidung : simetris
d. Nares eksternal :baik
e. Ketajaman penciuman :baik

23
f. Palpasi sinus : tidak ada nyeri
g. Rongga mulut, lidah, bau : tidak terdampak luka atau lesi
h. Gigi : tidak terda[at karies
i. Tonsil :-
j. Kualitas suara : baik
Masalah keperawatab
5. Torax dan paru- paru
a. Kesimetrisan dada : simetris
b. Abnormalitas : ada
c. Retraksi dinding dada : positif
d. Jenis pernafasan, kedalaman : baik
e. Taktil premitus :
f. Hasil perkusi dinding dada : sonor
g. Hasil asukultasi : vesikuler
Masalah keperawata
6. Sistem kardiovaskuler
a. Inspeksi : distensi abdomen
b. Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
c. Perkusi : Pekak
d. Auskultasi : S1 s2 terdengar regular, Irama jantung : regular

Masalah keperawatan

7. Abdomen
a. Kontur abdomen : abdomen supel, terdapat abdomen mulai
membuncut
b. Wana dan keadaan kulit abdomen : kuning langsat
c. Bising usus : 18 x/i
d. Hepar : tidak ada pembesaran
e. Limpa : tidak ada pembesaran

Masalah keperawatan

24
8. System reproduksi : anak memakai pampers
9. System limpatik: tidak ada pembengkakan
10. System musculoskeletal
a. Cara berjalan : baik
b. Lengkuk tulang belakang : tidal ada kelainan
c. Mobilitas tulang belakang : baik
d. ROM ekstremitas : baikgenu varum dan genu valgum clubfoot
e. Iritasi meningel: tidak terkaji
f. Dislokasi panggul kongenital:tidak terkaji
g. Squ atting test: tidak terkaji
h. Stretching tes: tidak terkaji

Masalah keperawatan

11. System persyarafan


a. System motorik : anak tampak rewel
b. Fungsi motorik : baik
c. Uji Romberg

Masakah keperawatab

M. PENGKAJIAN FUNGSI SYARAF CRANIAL


No Saraf Kranial Hasil
1 Olfaktorius (+) pasien dapat mencium bau sesuatu
2 Optikus (+) persepsi penglihatan pasien bagus
(+) pasien dapat menggerakkan otot
3 Okulomotor
bola mata
(+) pasien dapat menggerakkan
4 Troklear
beberapa otot bola mata
(+) pasien dapat merasakan sentuhan
5 Trigeminus
diwajah hingga rahang
6 Abdusen (+) obduksi bola mata pasien baik
7 Fasial (+) pasien dapat merasakan makanan

25
dan mengekspresikannya
8 Vestibulokoklear (+) pendengaran pasien baik
(+) pasien dapat merasakan sensasi rasa
9 Glosofaringeus
makanan
10 Vagus (+) pasie mencium dengan baik
11 Aksesorius (+) pasien dapat menggerakkan bahu
(+) pasien dapat menggerakkan lidah
12 Hipoglosus
kekiri dan kekanan

N. PEMERIKSAANREFLEK
a. Biseps: -
b. Triseps: -
c. Brakioradialis: -
d. Patella: -
e. Achiles: -
f. Babinski: -

M. PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN


1. Kemandirian dan bergaul
Anak sudah bisa menandai mana orang tuanya
2. Motoric halus
Anak sudah mempu menggoayngkan ibu jari
3. Kognitif dan bahasa
Anak sudah mengerti bahasa, dan sudah mulai bicara goceh
4. Motoric kasar
Anak sudah mulai bisa di dudukan

26
27
ANALISA MASALAH
Masalah
No Data Etiologi Keperawatan

Do : i. 1 penyebab gizi buruk kekuarangan


volume cairan
- Pasien tampak lemah
intake kurang dari
- Kulit kurang elastis
kebutuhan tubuh
Ds :

- Ibu mengatakan anak sudah mulai defisiensi protein


badan lemas lebih kurang 1 bulan dan kaori
- Ibu mengatakan anak mencret
- Ibu mengatakan anak bila kasi susu daya tahan tbuh
muntah menurun

lemah

resiko infeksi
saluran cerna

diare

frekuensi BAB
meningkat

dehidrasi

tubuh kehilangan
cairan

penuruan volume

28
cairan

urgor kuliat
menurun

kekuarangan volume
cairan
Do : ii. 2 penyebab gizi buruk nutrsi kurang
2 dari kebutuhan
- Pasien tampak lemah
2 intake kurang dari tubuh
- Turgor kulit kurang elastis
2 kebutuhan tubuh
- BB: 4,7 kg
2
- TB; 60 cm
defisiensi protein
Ds:
2 dan kaori
- Ibu mengatakan terjadi penurunan
berat badan pada anak
daya tahan tbuh
- Ibu mengatakan anak sudah mulai
menurun
badan lemas lebih kurang 1 bulan
- Ibu mengatakan anak mencret
lemah
- Ibu mengatakan anak bila kasi susu
muntah
resiko infeksi
saluran cerna

anoreksia, diare

nutrsi kurang dari


kebutuhan tubuh

29
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
3. Kurang pengetahuan
4. Resiko infeksi

FORMAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Nursing Outcome Classification Nursing Intervention Clasification


No
Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Kekurangan volume Tujuan : hidrasi Manajemen cairan
cairan KH: setelah dilakukan tindakan Aktivitas:
keperawatan 2x24 jam - monitor TTv
- monitor status dehidrasi (
- Turgor kulit
membran mukosa lembab)
- Membrane mukosa
- monitor makanan/minuman
- Intake cairan
yang dikonsumsi dan
- Output urin
hitung asupan kalori
- Bola mata cekung
- timbang BB setiap hari dan
- Kehilangan BB
monitor status ps
- diare
- hitung dan timbang popok
dengan baik
- jaga intake dan asupan yang
akurat
- berikan terapi IV
- berikan cairan dengan tepat
- dukung ps dan keluarga
unutk membantu dalam
pemberian makan dengan
baik

30
- tawari makanan ringan
- konsultasi dengan dokter
jika tanda hidrasi
memburuk
manajemen diare
aktivitas:
- tentukan riwayat diare
- ambil tinja untuk
pemeriksaan kultur bila
diare berlanjut
- berikan makanan dalalm
porsi kecil tapi sering
- amati turgor kulit secara
berkala
- konsultasi dkter jika diare
menetap dan memburuk
2. Ketidaksimbangan Status nutrisi: Manajemen nutrisi:
nutrisi kurang dari KH: setelah dilakukan tindakan Aktivitas:
kebutuhan tubuh keperawatan 2x24 jam - Kaji tanda dan gejala nafsu
makan menurun (makan
- Meningatkan nafsu makan.
bubur tim 1 kali/hari
- Meningkatkan berat badan.
dengen porsi kecil tidak
- Mengkonsusi diet yang
habis, hanya ingin
seimbang
mengkonsumsi susu
- Mukosa dan turgor kuliat
formula dan berat badan
baik
menurun).
- Kaji riwayat nutrisi,
termasuk makanan yang
disukai dan yang tidak
disukai.
- Observasi masukan

31
makanan dan timbang berat
badan.
- Monitor tanda-tanda vital.
- Anjurkan selingi makan
dengan minum.
- Kolaborasi dengan anggota
keluarga memberian makan
sedikit tapi sering.
- Memberitahukan informasi
kepada keluarga tentang
pentingnya kebutuhan
nutrisi dan makan dalam
tumbuh kembang anak
berhubungan penyakitnya.

32
BAB 4
PEMBAHASAN

Setelah membaca dan memahami tinjau teori terkait gizi buruk, dapat disimpulkan bahwa pasien
dalam kasus mengalami masalah kekurangan volume cairan juga ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh. Hal ini dibuktikan dengan pengkajian yang telah dilakukan dan
diperoleh. Dari hasil pemeriksaan didapatkan kesadaran pasien compos mentis, pasien tampak
lemah rewel, dan pasien mengalami diare yang cukup lama yang membuat pasien mnegalami
kekurangan volume caiaran dan terjadi penurunan BB pada pasien. Sama halnya dengan teori
bahwa salah satu penyebab gizi buruk adalah penyakit yaitu diare.

Dari segi diagnosa keperawatan penulis mengangkat diagnosa utama yaitu kekuarangan volume
caiaran dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan DO DS yang ada
pada analisa data. Hal ini dilakukan berdasarkan gejala – gejala yang di alami pasien pada pasien
setelah dilakukannya pengkajian. Tanda dan gejala yang nyata tampak pada pasien adalah terjadi
penurunan BB, anak tampak lemah, rewel dan sering menangis, bola mata cekung, retraksi
dinding dada dan terjadi atrofi otot. Hal ini sesuai dengan teori yang ada.

33
BAB 5

PENUTUP
2.11 Kesimpulan

Gizi kurang merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama
(Sodikin, 2013). Menurut WHO salah satu masalah gizi buruk terjadi akibat konsumsi makanan
yang tidak cukup mengandung energi dan protein serta karena adanya gangguan kesehatan. Anak
disebut gizi buruk apabila berat badannya kurang dari berat badan normal. Almatsier (2004),
kurang gizi adalah penyakit yang disebabkan kekurangan makanan sumber energi secara umum
dan kekurangan sumber protein. Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi
Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan biasanya juga disertai adanya kekurangan dari beberapa zat
gizi lainnya.

Dari segi diagnosa keperawatan penulis mengangkat diagnosa utama yaitu kekuarngan volume
caiaran dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan DO DS yang ada
pada analisa data dan dengan tanda dan gejala yang ditemukan pada psaien. Untuk intervensi nya
dilakuakan manajemen cairan dan manajemen diare untuk memperbaiki ststua cairan dan hidrasi
pasien dan mengatasi diare yang dilamai oleh pasien.

34
Daftar pustaka

Sodikin. 2012. Keperawatan anak gangguan pencernaan. Jakarta: EGC.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

35

Anda mungkin juga menyukai