Anda di halaman 1dari 18

BAB I

KONSEP TEORITIS

1. Defenisi
Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis dan kaliks ginjal pada salah satu atau
kedua ginjal akibat adanya obstruksi. (Brunner & Suddarth, 2002).
Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis renalis dan calycas, serta atrofi
progresif dan pembesaran kristik ginjal, dapat pula disertai pelebaran ureter
(hidroureter) (Patologi UI).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan hidronefrosis adalah
dilatasi pelvis renalis dan calycas dan atrofi yang disertai dengan dilatasi ureter.

2. Etiologi
a. Obstruksi
1) Oleh sebab-sebab di dalam saluran kemih (intraluminal, misalnya katup
kongenital pada ureter posterior, batu, tumor pelvis renalis, ureter, vasica
urinaria dan urethra).
2) Sebab-sebab yang terletak pada dinding saluran air kemih misalnya
hipertrofi otot dinding setempat, striktur ureter atau urethra.
3) Sebab-sebab dari luar, yang menekan pada saluran kemih, misalnya oleh
tumor sekitar saluran kemih, hiperplasi atau karsinoma prostat, arteria
renalis yang menekan ureter, fibrosis retroperitoneal, dsb.
b. Kelainan neuromuskuler, misalnya akibat spina bifida, paraplegi, tabes
dorsalis, sklerosis multipel.
c. Kehamilan
Pada kehamilan, terutama lebih jelas pada primipara, terjadi pelebaran
fisiologik pada ureter dan pelvis, kelainan ini reversibel dan segera
menghilang setelah partus. Selain disebabkan oleh tekanan mekanik akibat
pengaruh endokrin yang menyebabkan pgendunan otot polos seluruh tubuh.
Kelainan ini sering lebih jelas di sebelah kanan.

Ni Putu Suarnadi, S.kep Page 1


d. Sebab-sebab yang tidak diketahui
Misalnya pada hidronefrosis idiopatik kongenital tidak ditemukan
kelainan (Brunner & Suddarth, 2002).

3. Patofisiologi
Ginjal yag hidronefrotik mudah terkena infeksi, sehingga dapat berubah
menjadi pyanephrosis/ pyelonephiritis. Makroskopik ginjal tampak membesar
dan pelvis serta calyces melebar. Papil-papil mendatar dan akhirnya menjadi
berbentuk cangkir serta membentuk bangunan kristik kecil-kecil, multilokuler
dan berhubungan dengan calyces dan pelvis melalui lubang-lubang yang lebar.
Kortek lambat laun menipis dan atrofik, hingga akhirnya hanya berupa
pita tipis. Mikroskopik pada tingkat permulaan tampak dilatasi pada saluran
tubulus dengan sel epitel tubulus yang menjadi gepeng, tanpa kelainan pad
aglomerulus. Dilatasi ini terutama mengenai tubuli resti.
Pada tingkat lebih lanjut tubulus menjadi atrofik dan diganti oleh jaringan
ikat, kemudian juga glomerolus menjadi atrofik dan akhirnya menghilang. Pada
bentuk yang murni sabukan radang hanya sedikit sekali, akan tetapi sebagaimana
telah disebutkan diatas, ginjal hidronefrotik mudah kena infeksi, sehingga terjadi
pyelonephritis dan/ atau pyonephrosis serta pyoureter (Brunner & Suddarth,
2002).

Ni Putu Suarnadi, S.kep Page 2


4. Pathway

Kelainan neuromuskuler
Kehamilan obstruksi

saluran kemih

Aliran urin terhambat


Oliguria, anuria Endapan kristal
Urine reflek ke atas

Gangguan eliminasi Retensi urin


Mendesak ginjal

Gangguan nyaman nyeri


Hidronefrosis

Infeksi Pembedahan Gagal ginjal

Pyelonephritis/ Fungsi ginjal ↓


Kurang pengetahuan

pyonephrosis
Edema anasarko

Resti penyebaran
infeksi Kelebihan volume

Ni Putu Suarnadi, S.kep Page 3


5. Manifestasi Klinik
Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap.
Obstruksi akut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan punggung. Jika
terjadi infeksi, maka disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta piuria akan
terjadi. Hamaturia dan piuria mungkin juga ada. Jika kedua ginjal terkena, tanda
dan gejala gagal kronik muncul.
Tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi penyumbatan serta
lamanya penyumbatan. Jika penyumbatan timbul dengan cepat (hidronefrosis
akut), biasanya akan menyebabkan kolik renalis (nyeri yang luar biasa di daerah
antara tulang rusuk dan tulang panggul) pada sisi ginjal yang terkena. Jika
penyumbatan berkembang secara perlahan (hidronefrosis kronis). Bisa tidak
menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang
pinggul).
Sering ditemukan infeksi saluran kemih (terdapat nanah di dalam air
kemih), demam dan rasa nyeri di daerah kandung kemih atau ginjal.
Hidronefrosis juga bisa menimbulkan gejala saluran pencernaan yang samar-
samar seperti : mual, muntah dan nyeri perut (Brunner & Suddarth, 2002).

6. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa prosedur digunakan untuk mendiagnosa hidronefrosis :
a. USG memberikan gambaran ginjal, ureter dan kandung kemih
b. Urografi intravena, bisa menunjukkan aliran air kemih melalui ginjal
c. Sistoskopi, bisa melihat kandung kemih secara langsung

7. Penatalaksanaan
1) Pada hidronefrosis akut
a. Jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi menetap atau nyeri yang hebat,
maka air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan segera dikeluarkan
(biasanya melalui sebuah jarum yang dimasukkan melalui kulit).
b. Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat batu,
maka bisa dipasang kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu.

Ni Putu Suarnadi, S.kep Page 4


2) Pada hidronefrosis kronis
Diatasi dengan mengobati penyebab dan mengurangi penyumbatan
air kemih. Ureter yang menyempit atau abnormal bisa diangkat melalui
pembedahan dan ujung-ujungnya disambungkan kembali.
Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk membebaskan ureter dari
jaringan fibrosa. Jika sambungan ureter tersumbat maka pengobatannya
melalui :
a. Terapi hormonal untuk kanker prostat
b. Pembedahan
c. Melebarkan uretra dengan dilator
Untuk mengurangi obstruksi, urin harus dialihkan melalui tindakan
nefrostomi atau tipe diversi lainnya. Infeksi ditangani dengan agent
antimikrobial karena sisa urine dalam kaliks menyebabkan infeksi dan
pielonefritis. Pasien disiapkan untuk pembedahan untuk mengangkat lesi
obstruktif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu ginjal rusak parah
dan fungsinya hancur, nefroktomi (pengangkatan ginjal) dapat dilakukan.
(Brunner & Suddarth, 2002).

8. Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan antara lain sumbatan akibat batu yang
pecah, infeksi dan kerusakan fungsi ginjal yang disebabkan oleh adanya
sumbatan yang sebelum dilakukan tindakan pengobatan atau pengangkatan batu
ginjal.

9. Diagnosa Banding
1) Ureterolithiasis sepertiga bagian distal
2) Tumor buli-buli
3) Nephrolithiasis

Ni Putu Suarnadi, S.kep Page 5


BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala :
Pekerjaan mononton, pekerjaan di masa terpajan pada lingkungan,
Keterbatsan aktivitas/imobilitas sehubungan dengan kondisi sebelumnya
(contoh penyakit tak sembuh-sembuh medulla spinalis)
b. Sirkulasi
Tanda :
Peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal ). Kulit hangat dan
kemerahan : pucat
c. Eliminasi
Gejala:
Riwayat adanya/ISK kronis, obstruksi kalkulus ), penurunan haluaran
urine, kandung kemih penuh, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.
Tanda :
Oliguria, hematuria, perubahan pola berkemih
d. Makanan / Cairan
Gejala :
Mual/muntah, nyeri tekan abdomen. Diet tinggi purin, kalsium oksalat,
dan/atau fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air
dengan cukup
Tanda :
Distensi abdominal, penurunan/tak adanya bising usus, muntah.
e. Nyeri Kenyamanan
Gejala :
Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Nyeri dangkal konstan
menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri dapat

Ni Putu Suarnadi, S.kep Page 6


digambarkan sebagai akut hebat tidak hilang dengan posisi atau tindakan
lain.
Tanda :
Melindungi, perilaku distriksi, nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi
f. Keamanan
Gejala :
Penggunaan alcohol, dernam, menggigil
g. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala :
Riwayat kalkulus dalam keluarga penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK
kronis, riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya
hiperparatiroidisnie. Penggunaan antibiotik, antihipertensi, natrium
bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kaslium atau
vitamin.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Pre Operasi
a. Pengetahuan kurang b.d kurang paparan sumber informasi
Tujuan dan Kriteria hasil:
Pengetahuan tentang penyakit, setelah diberikan penjelasan selama 2 x
pasien mengerti proses penyakitnya dan program perawatan serta therapi
yg diberikan dengan kriteria hasil pasien mampu:
 Menjelaskan kembali tentang penyakit,
 Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas
Intervensi :
1) Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
2) Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi
kemungkinan penyebab. Jelaskan kondisi tentang klien
3) Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan
4) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk
mencegah komplikasi

Ni Putu Suarnadi, S.kep Page 7


5) Diskusikan tentang terapi dan pilihannya
6) Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa digunakan/ mendukung
7) Instruksikan kapan harus ke pelayanan
8) Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur
operasi

Teaching
1) Informasikan klien waktu pelaksanaan prosedur operasi/perawatan
2) Informasikan klien lama waktu pelaksanaan prosedur
operasi/perawatan
3) Kaji pengalaman klien dan tingkat pengetahuan klien tentang
prosedur operasi yang akan dilakukan
4) Jelaskan tujuan prosedur operasi/perawatan
5) Instruksikan klien utnuk berpartisipasi selama prosedur
operasi/perawatan
6) Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan setelah prosedur
operasi/perawatan
7) Instruksikan klien menggunakan tehnik koping untuk mengontrol
beberapa aspek selama prosedur operasi/perawatan (relaksasi da
imagery)
8) Pastikan persetujuan operasi telah ditandatangani
9) Lengkapi ceklist operasi

b. Kecemasan b.d perubahan status kesehatan


Tujuan dan Kriteria hasil:
Kontrol kecemasan dan coping, setelah dilakukan perawatan selama
2x24 jam cemas pasien hilang atau berkurang dengan criteria hasil
pasien mampu:
 Mengungkapkan cara mengatasi cemas
 Mampu menggunakan coping
 Dapat tidur

Ni Putu Suarnadi, S.kep Page 8


 Mengungkapkan tidak ada penyebab fisik yang dapat menyebabkn
cemas
Intervensi:
1) Bina hubungan saling percaya
2) Libatkan keluarga
3) Jelaskan semua Prosedur
4) Hargai pengetahuan pasien tentang penyakitnya
5) Bantu ps untuk mengefektifkan sumber support
6) Berikan reinfocement untuk menggunakan Sumber Coping yang
efektif

2) Intra operasi
a. Resiko infeksi, dengan faktor resiko: Prosedur invasif: pembedahan,
infus, DC
Tujuan dan Kriteria hasil:
Selama dilakukan tindakan operasi tidak terjadi transmisi agent infeksi
dengan criteria hasil:
 Alat dan bahan yang dipakai tidak terkontaminasi
Intervensi:
1) gunakan pakaian khusus ruang operasi
2) Pertahankan prinsip aseptic dan antiseptik
b. Resiko hipotermi dengan faktor resiko: berada diruangan yang dingin
Tujuan dan Kriteria hasil:
Control temperature, dengan criteria hasil:
 Temperature ruangan nyaman
 Tidak terjadi hipotermi
Intervensi:
1) Atur suhu ruangan yang nyaman
2) Lindungi area diluar wilayah operasi
c. Resiko cedera dengan faktor resiko: Gangguan persepsi sensori karena
anestesi.

Ni Putu Suarnadi, S.kep Page 9


Tujuan dan Kriteria hasil:
Control resiko, dengan criteria hasil:
 Tidak terjadi injuri NIC: surgical precousen
Intervensi:
1) Tidurkan klien pada meja operasi dengan posisi sesuai kebutuhan
2) Monitor penggunaan instrumen, jarum dan kasa
3) Pastikan tidak ada instrumen, jarum atau kasa yang tertinggal dalam
tubuh klien.

3. Post Operasi
a. Gangguan pertukaran gas b.d spasme bronkus, ketidakseimbangan
perfusi ventilasi, perubahan membran kapiler-alveolar
Tujuan dan Kriteria hasil:
Respiratory Status : Gas exchange, Respiratory Status : ventilation, Vital
Sign Status dengan Kriteria Hasil :
 Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat
 Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda
distress pernafasan
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
 Tanda tanda vital dalam rentang normal
Intervensi:
Airway Management
1) Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
4) Pasang mayo bila perlu
5) Lakukan fisioterapi dada jika perlu

Ni Putu Suarnadi, S.kep Page 10


6) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
8) Lakukan suction pada mayo
9) Berika bronkodilator bial perlu
10) Barikan pelembab udara
11) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
12) Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
1) Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
2) Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostals
3) Monitor suara nafas, seperti dengkur
4) Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5) Catat lokasi trakea
6) Monitor kelelahan otot diagfragma ( gerakan paradoksis )
7) Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
8) Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan
ronkhi pada jalan napas utama
9) Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya

b. Kerusakan integritas kulit b.d Faktor mekanik (misalnya : alat yang


dapat menimbulkan luka, tekanan, restraint)
Tujuan dan Kriteria hasil:
Tissue Integrity : Skin and Mucous Membrane dengan Kriteria Hasil :
 Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
 Tidak ada luka/lesi pada kulit
 Perfusi jaringan baik

Ni Putu Suarnadi, S.kep Page 11


 Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya sedera berulang
 Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
Pressure Management
1) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
2) Hindari kerutan padaa tempat tidur
3) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
4) Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
5) Monitor kulit akan adanya kemerahan
6) Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
7) Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
8) Monitor status nutrisi pasien
9) Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

c. Nyeri akut b.d agen injury (biologi, kimia, fisik, psikologis)


Tujuan dan Kriteria hasil:
Pain Level, Pain control, Comfort level dengan Kriteria Hasil:
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
 Tanda vital dalam rentang normal
Pain Management
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

Ni Putu Suarnadi, S.kep Page 12


3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
4) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
7) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
8) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
9) Kurangi faktor presipitasi nyeri
10) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan inter personal)
11) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
12) Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
14) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15) Tingkatkan istirahat
16) Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
17) Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
1) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2) Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
3) Cek riwayat alergi
4) Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
5) Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
6) Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal

Ni Putu Suarnadi, S.kep Page 13


Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur
7) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali
8) Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
9) Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

d. Risiko injury b.d kejang tonik klonik, disorientasi


Tujuan dan Kriteria Hasil:
Risk Kontrol, dengan Kriteria Hasil :
 Klien terbebas dari cedera
 Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah
injury/cedera
 Klien mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/perilaku
personal
 Mampumemodifikasi gaya hidup untukmencegah injury
 Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
 Mampu mengenali perubahan status kesehatan
Intervensi
1) Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
2) Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik
dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
3) Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan
perabotan)
4) Memasang side rail tempat tidur
5) Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
6) Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.
7) Membatasi pengunjung
8) Memberikan penerangan yang cukup
9) Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
10) Mengontrol lingkungan dari kebisingan

Ni Putu Suarnadi, S.kep Page 14


11) Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
12) Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.

e. Defisit volume cairan b.d kehilangan cairan secara aktif, kurangnya


intake cairan
Tujuan dan Kriteria hasil:
Fluid balance, Hydration, Nutritional Status : Food and Fluid Intake
dengan Kriteria Hasil :
 Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine
normal, HT normal
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
 Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik,
membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
Intervensi:
Fluid management
1) Timbang popok/pembalut jika diperlukan
2) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
3) Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi
adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
4) Monitor vital sign
5) Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
6) Lakukan terapi IV
7) Monitor status nutrisi
8) Berikan cairan
9) Berikan cairan IV pada suhu ruangan
10) Dorong masukan oral
11) Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
12) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
13) Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
14) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk

Ni Putu Suarnadi, S.kep Page 15


15) Atur kemungkinan tranfusi
16) Persiapan untuk tranfusi

f. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d disfungsi neuromuskuler.


Tujuan dan Kriteria hasil:
Respiratory status : Ventilation, Respiratory status : Airway patency,
Aspiration Control dengan Kriteria Hasil :
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
 Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat
menghambat jalan nafas NIC :
Airway suction
1) Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
2) Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
3) Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
4) Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
5) Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi
suksion nasotrakeal
6) Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
7) Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter
dikeluarkan dari nasotrakeal
8) Monitor status oksigen pasien
9) Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
10) Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.

Ni Putu Suarnadi, S.kep Page 16


Airway Management
1) Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
4) Pasang mayo bila perlu
5) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
8) Lakukan suction pada mayo
9) Berikan bronkodilator bila perlu
10) Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
11) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
12) Monitor respirasi dan status O2

Ni Putu Suarnadi, S.kep Page 17


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I


(terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan


Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Guyton, Arthur C, Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit, EGC Penerbit buku
kedokteran, Jakarta, 1987.

Johnson., Mass. 1997. Nursing Outcomes Classification, Availabel on:


www.Minurse.com, 14 Mei 2004

McCloskey, Joanne C,. Bulecheck, Gloria M. 1996. Nursing Intervention Classsification


(NIC). Mosby, St. Louise.

NANDA, 2002. Nursing Diagnosis : Definition and Classification (2001-2002),


Philadelphia.

Ni Putu Suarnadi, S.kep Page 18

Anda mungkin juga menyukai