Anda di halaman 1dari 18

‘BANGKIT’

Cerpen Karangan: Alfred Pandie

Pandanganku pada langit tua. Cahaya bintang berkelap kelip mulai hilang oleh kesunyian
malam. Aku berjalan menyusuri lorong malam sepi nan gelap. Cahaya bulan malam ini begitu
indahnya. Hari ini benar-benar hari yang melelahkan. Konflik dengan orang tua karena tidak
lulus sekolah. Hari ulang tahun yang gagal di rayakan. Dan hadiah sepeda motor yang terpaksa
di kubur dalam-dalam karena tak lulus, belum lagi si adik yang menyebalkan. Teman-teman
yang konvoi merayakan kemenangan, sedang aku?

Hari-hari yang keras kisah cinta yang pedas. Angin malam berhembus menebarkan
senyumku walau sakit dalam hati mulai mengiris. Sesekali aku menghapus air mataku yang
jatuh tanpa permisi. Sakit memang putus cinta.

Rasanya beberapa saat lalu, aku masih bisa mendengar kata-kata terakhirnya yang tergiang-
ngiang merobek otak ku.

“sudah sana… Kejarlah keinginanmu itu!, kamu kira aku tak laku, jadi begini sajakah caramu,
oke aku ikuti.. Semoga kamu tidak menyesal menghianati cinta suci ini.” beberapa kata yang
sempat masuk ke hpku, di ikuti telpon yang sengaja ku matikan karena kesal atau muak.

Aku termenung di pinggir jalan, memegang kepalaku yang sakit.

“selamat malam..? Sorii mba kayanya lagi sedih banget boleh aku minta duitnya..” seorang
pemabuk dengan botol bir di tangan kiri dengan jalan yang tak beraturan,

Ia mengeluarkan sebilah pisau lipat dan mengancamku. Aku hanya terdiam tak berkata,
membuatnya sedikit binggung. Aku meraih tas di sampingku dan menyerahkan padanya. “ini
ambil semua.. Aku tak butuh semua ini. Aku hanya ingin mati…!” Aku melemparkan tas ke
hadapannya yang di sambut dengan senyum picik dan iapun menghilang di gelapnya malam.

18
Aku bangkit berdiri dan berjalan menyusuri malam, berdiri menatap air suangai yang mengalir
airnya deras.Di sini di atas jembatan tua ini. Angin sepoi-sepoi menyerang tubuh ku. Aku berdiri
menatap langit yang bertabur bintang, rasanya tak ada yang penting bagiku sekarang.
Perlahan-lahan aku berjalan menaiki jembatan dan berdiri bebas. Menutup mata dan tinggal
beberpa senti lagi aku akan terjatuh. Aku perlahan mengangkat kaki kananku dan…?

Tiba-tiba sosok pemabuk yang menodong pisau padaku ku tadi, menarik baju ku dan
menampar pipiku kuat, keras sekali tamparannya

“ini uang dan tas mu…!! Aku tak butuh..! Aku lebih baik mati kelaparan dari pada melihat wanita
lemah sepertimu” ia menarik ku turun dan melemparkan tasku di atas tanah

Dan ia berlalu pergi. Aku bangkit dan meraih tas ku kembali menyusuri tangga turun. Sosok
yang tadi, pria mabok yang ternyata seumuran denganku, di sekujur tubuhnya penuh tato dan
tubuhnya kurus sekali. Ia berdiri termenung pada tangga jalan. Sesekali menatap langit dan
menghapus air matanya.

“boleh aku berdiri disini bersamamu? Aku menyapanya tapi ia hanya terdiam membisu”. Aku
berdiri di sampingnya menunggu sampai kapan ia akan berdiri pergi dari sini.

“kenapa kamu menamparku..?

Kenapa kamu menolongku?

Aku sudah tak berarti lagi. Pria yang aku cintai bertahun-tahun mencapakanku dengan tuduhan
yang tak jelas, aku memulai pembicaraan”.

Dengan sesekali menghapus air mata akibat dari gejolak di hatiku. “apa kamu akan
terdiam atau aku telah mengusikmu?”. Aku melihatnya dan ia balik menatapku tajam. Aroma
alkohol dari mulutnya jelas tercium saat ia bicara “maafkan aku..? Sungguh aku minta maaf,
menurut ku kamu terlalu lemah, masalah apapun jangan berhenti untuk bangkit, bukankah
setiap hari kita merasakan hal yang sama? Ia berkata sembari mengulurkan tangannya yang
ternyata cuma 2 jari yang utuh, Aku mulai merinding karena sedikit takut. Sehingga aku tak

18
membalas uluran tangannya. “kaget ya mbak?. Jari ku yang lain di potong oleh preman karena
persaingan. Hidup di jalan seperti ku ini, hawanya sangat dingin dan penuh nyali besar, bahkan
untuk tertidur saja itu sulit. Harus rela kedinginan, Di gigit nyamuk dan tempat ku tertidur hanya
di emperan toko, Dan kalau sudah penuh oleh gembel lain, terpaksa aku harus mencari tempat
lain yang menurutku layak. Maaf bila aku mengambil tas mu. Aku butuh makan, sudah 3 hari
aku tidak makan, sisa makanan di tong sampah sudah membusuk karena hujan kemarin,
Biasanya aku mencari secerca kenikmatan disana yang masih bisa layak ku telan, rasa lapar
tak akan bisa membuatmu jijik. Setiap hari saat membuka mata yang anda ingat hanya perut
dan perut.”Ia terdiam dan mengalihkan pandanganya luas menembus angkasa, langit malam
ini. Aku hanya terdiam terpaku dengan mulut terbuka, betapa aku tak percaya setengah mati.
Bagaimana mungkin seandainya sekarang aku berada di posisi ini? Aku yang terlahir dari
keluar sederhana namun penuh kehangatan, uang bukan masalah, aku hanya meminta tanpa
pernah tahu bagaimana orang tuaku mendapatkannya, semuanya cukup, tapi ternyata itu
bukan kebahagian, itu nafsu sesaat, Aku memang memiliki segalanya tapi tidak dengan cinta,
selalu ada yang kurang setiap hari. Tanpa kebersaman kita mati. Terutama pentingnya
mensyukuri apa yang ada. Aku menarik tangan dan menjabat tangannya kuat-kuat yang tinggal
dua jari meski sedikit risih karena aneh menurutku. Aku memberinya sedikit pelukan hangat. Ia
tersenyum memamerkan mulutnya yang bau alkohol dan bau wc umum. Aku menyerahkan tas
ku padanya. “ambil lah.. Aku tak mengenalmu tapi kamu memberi ku banyak alasan hari ini,
kenapa aku harus kuat menghadapi hidupku sekarang dan nanti, bukankah hidup harus tetap di
jalani. Aku sadar masih punya segalanya, bodoh sekali cuma karena cinta semangatku hilang,
belum tentu ia jodohku, belum tentu ia juga memikirkan hal yang sama, rasa sakitku”. Aku
berlari menuruni tangga meninggalkan ia sendiri yang masih terdiam menatap kembali langit
yang menampakan bintang-bintang kecil yang berkelip dengan jenaka, seakan hari ini tak akan
berlalu.

Ketika aku akan menapaki jalan. Kekasihku sedang berdiri di depanku dengan bunga
mawar banyak sekali di tangannya, sementara di belakangnya orang tua dan adikku yang
berdiri di samping mobil, kami saling terdiam untuk beberapa saat ia memulai.“maafkan aku
sayang, ternyata aku yang salah menilaimu, makasih ya?, sudah membuat hidupku lebih
berharga karena ini. Ia menyerahkan bunga dengan sebuah diary usang punyaku, yang entah
dari mana ia mendapatkannya. Tapi disinilah aku bisa menulis menitikan setiap masalah, rasa
banggaku atas kekasihku ini. Aku memeluk erat tubuhnya lama kami terdiam di iringi tangis dan
canda menghiasi malam, sementara kedua orang tuaku tersenyum senang. Aku mengajak
kekasihku menaiki tangga untuk mengenalkan pada orang yang mengajarkanku banyak hal.
Khususnya arti bersyukur.Kami menapaki jalan tangga dan melirik sekeliling dan mencari
namun sosok itu hilang tak berbekas? Kami turun dan kami pergi ke mall bersama orang tua
dan adik ku untuk merayakan ulang tahunku.

Walaupun tetap aku tak dapat sepeda motor karena tak lulus tapi bukan berarti kehangatan ini
harus berakhir

-TAMAT-

18
Unsur Intrinsik cerpen ‘‘Bangkit’’

1. Tema: Jangan mudah putus asa / kehidupan

2. .Latar:

 Waktu : Malam hari

Bukti : Cahaya bulan malam ini begitu indahnya.

 Tempat : di pinggir jalan dan di atas jembatan

Bukti : ‘Aku termenung di pinggir jalan, memegang kepalaku yang sakit. ‘

‘ Di sini di atas jembatan tua ini angin sepoi-sepoi menyerang tubuh ku’.

 Suasana : Sunyi sepi

Bukti : ‘Aku berjalan menyusuri lorong malam sepi nan gelap.’

3. Alur : Maju

 Karena jalan cerita dijelaskan secara runtut mulai dari pengenalan latar dan masalah
sampai ke konflik dan di akhir cerita terdapat penyelesaian konflik.

4. Penokohan :

 Aku : mudah putus asa, kurang bersyukur dan selalu mengeluh

Bukti : ‘Kenapa kamu menolongku? Aku sudah tak berarti lagi.’

‘Aku hanya meminta tanpa pernah tahu bagaimana orang tuaku


mendapatkannya.’

 Pria pemabuk : pemabuk dan kuat menghadapi beratnya hidup

Bukti :‘seorang pemabuk dengan botol bir di tangan kiri dengan jalan yang tak beraturan’

‘Hidup di jalan seperti ku ini, hawanya sangat dingin dan penuh nyali besar,
bahkan untuk tertidur saja itu sulit.’

18
5. Sudut pandang :

 orang pertama sebagai pelaku utama.

Bukti : Cerpen bangkit menggunakan kata ganti “aku” sebagai tokoh utama dan
mengisahkan tentang dirinya sendiri.

6. Nilai :

 Nilai Moral : Saat tokoh ‘aku’ menyadari selama ini hanya meminta tanpa pernah tahu
bagaimana orang tuanya mendapatkannya.Kita seharusnya bersyukur dengan apa yang
telah kita miliki tidak hanya menuntut sesuatu karna diluar sana masih banyak orang
yang kekurangan.

 Nilai Perjuangan = Pria pemabuk berjuang bertahan hidup di jalanan yang keras. Di
kehidupan nyata banyak orang yang melakukan apapun untuk berjung hidup. Kita harus
berjuang mempertahankan hidup di dunia yang keras ini.

 Nilai Kepedulian = Saat Pria pemabuk menyelamatkan tokoh ‘aku’ yang akan terjun dari
jembatan. Banyak orang yang membutuhakan bantuan kita saat menghadapi masalah
kita seharusnya membantu mereka tidak membiarkannya.

7. Amanat :

 Jangan mudah putus asa dalam menjalani kerasnya hidup.

 Bersyukurlah atas apa yang telah dimiliki.

 Hidup tidaklah sempurna kadang manusia diatas dan kadang dibawah.

 Jangan lari dari permasalahan.

 Kegagalan adalah awal dari keberhasilan.

 Masalah apapun jangan berhenti untuk bangkit

18
Unsur Ekstrinsik cerpen “Bangkit”

Latar Kepengarangan Penulis : Penulis menjumpai berbagai reaksi masyarakatt saat mereka
gagal dan berputus asa. Dalam cerpen ini penulis ingin menginspirasi/memotivasi orang-orang
dalam menghadapi kerasnya hidup melalui ceritanya.

Keyakinan Penulis : Penulis yakin bahwa kejadian ini banyak ditemui di masyarakat. Banyak
orang yang bunuh diri karena putus asa maka penulis menggambarkan situasi tersebut dalam
sebuah cerpen.

Masyarakat pembaca : Pembaca dapat mengambil hikmah dari cerpen ini karena cerpen ini
mengandung masalah-masalah yang ada di masyarakat dan masih banyak orang yang memiliki
masalah yang sama dengan cerpen ini.

18
‘SEKOLAH BARU YANG INDAH’
Sumber : http://sdirj.sch.id/tips-kembali-ke-sekolah-dengan-semangat/

Udara masih begitu dingin ketika akhirnya aku mulai menghabiskan masa liburan panjang
kemarin. Hari ini adalah hari dimana aku harus mulai lagi rutinitas seperti biasa sebagai
seorang pelajar.

Tahun ini aku lulus dari sekolah menengah pertama atau yang sering disingkat SMP.
Lulus dengan hasil memuaskan aku akhirnya menghabiskan masa liburan panjang yang
bertepatan dengan libur hari raya dengan hati yang sangat gembira. Lama, aku sampai lupa
berapa hari tapi yang jelas libur telah usai dan aku harus melanjutkan sekolah.

Lulus SMP aku melanjutkan ke SMA terdekat di daerahku dengan beberapa teman lain.
Aku termasuk beruntung bisa masuk di sekolah tersebut. Banyak teman –teman lain yang tidak
terima.

Setelah berbagai persiapan yang dilakukan akhirnya hari ini dalah hari pertama masuk
sekolah. Hari ini aku mulai mengikuti acara mos atau orientasi siswa. Aku sangat senang,
sekolahku sangat indah berbeda dengan sekolah yang dulu.

Bangunan sekolahnya banyak dan bagus, di bagian depan ada tingkat untuk ruang
laboratorium bahaca dan perpustakaan. Lapangan basketnya ada, halaman sekolahnya asri
dengan taman yang dipenuhi bunga mengelilingi bagian depat kelas.

Tiga hari mengikuti mos aku tidak banyak bicara selain menikmati suasana sekolah yang
nyaman. “Hei, jangan melamun terus,nanti bukunya diambil orang loh.”,ucap salah satu teman
menyapaku.

“Eh,iya....kamu siapa?’

“Aku satu kelas dengan kamu, mask kamu lupa.....”

“Iya aku ingat tapi maksudku kita belum kenalan, aku Dewi”

“Oh,iya kau Ratna....aku mau kekantin kamu mau ikut tidak ?’

“Oh iya,aku ikut....”

18
Senang rasanya mendapat banyak teman baru, Ratna adalah salah satu teman
sekelasku. Ada banyak teman lain yang baru aku kenal, mereka kebanyakkan baik – baik,
cakntik , dan ganteng lagi.

Setelah masa mos selesai kami mulai mendapatkan pelajaran seperti biasa di sekolah.
Hari itu hari senin ketika kita pertama kali kita mulai belajar di SMA. Mata pelajaran pertama,
tiba – tiba kau merasa takut, “kok gurunya seperti itu ya...” bisikku kepada teman sebangku.

“ Memang kenapa sih?” jawab Ratna.

“ Itu, seram, sepertinya bapak itu galak...” ucapku lagi.

Aku sempat takuk sekali melihat penampilan guru pertama itu. Bayangkan saja, badanya tinggi
besar, hitam, matanya tajam dan yang paling memebuat aku takut adalah kumisnya yang
sangat tebal.

Karena sangat takut aku bahkan sampai merinding dan gemetar, “aduh bbagaimana
ini...”,ucapku lirih.

“Sudah, diam jangan ribut dulu, belum tentu bapak itu galak.” Jawab Ratna sambil melotot ke
aku.

Akhirnya kau serius memperhatikan bapak itu. Ternyata benar, setelah berkenalan dan
memberikan pelajaran bapak itu tidak galak. Suaranya lembut dan erlihat sabar. Akhirnya, pelan
– pelan rasa takut ku pun hilang.

Begitulah hari pertama yang menegangkan ternyata tidak seperti yang aku takutkan
sebelumnya. Pengalaman hari ini pertama masuk sekolah itu membuatku tidak takut lagi ketika
melihat guru lain yang tampak galak.

-TAMAT-

18
Unsur Intrinsik Cerpen “ Sekolah Baru yang Indah “

1. Tema : Persahabatan

2. Latar

a. Tempat : Sekolah

b. Suasana :

 Bahagia (Lulus dengan hasil memuaskan aku akhirnya menghabiskan masa liburan
panjang yang bertepatan dengan libur hari raya dengan hati yang sangat gembira.).

 Khawatir /Takut (Aku sempat takuk sekali melihat penampilan guru pertama itu).

c. Waktu :

 Pagi (Udara masih begitu dingin ketika akhirnya aku mulai menghabiskan masa liburan
panjang kemarin).

3. Alur : Maju

4. Tokoh

a. Dewi ( Protagonis )

b. Ratna ( Protagonis )

5. Penokohan

a. Arin : Ceria, Penakut, suka berteman.

b. Ratna : Ceria, Bijak.

6. Sudut Pandang

 Sudut pandang orang pelaku utama

18
7. Gaya Bahasa : Pengaran gmenggunakan bahsa yang mudah dimengerti pembaca

8. Moral value : Jangan menilai seseorang dari penampilanya.

18
Unsur Ekstrinsik Cerpen “ Sekolah Baru yang Indah “

1. Latar belakang masyarakat : Penulis menjumpai beberapa fenomena di masyarakat


tentang hari pertama di sekolah, sehingga ia merasa terinspirasi untuk membuat cerpen
ini.

2. Latar belakang penulis : Fenomena ini diadaptasi penulis dari pengalaman penulis
saat memasukki sekolah baru, sehingga ia termotivasi unutk membuat cerpen ini.

3. Nilai – nilai yang terkandung di dalam cerpen

a. Agama : kita harus bersyukur dengan apa yang kita peroleh.

b. Sosial : kita harus saling mengingatkan.

c. Moral : kita tidak boleh menilai seseorang dari penampilanya.

d. Budaya : kita harus saling menyapa.

18
MARTINI
Oleh: Kurniawan Lastanto

Wanita itu bernama Martini. Kini ia kembali menginjakkan kakinya di lndonesa, setelah tiga
tahun ia meninggalkan kampung halamannya yang berjarak tiga kilometer dari arah selatan
Wonosari Gunung Kidul.
Didalam benak Martini berbaur rasa senang, rindu dan haru. Beberapa jam lagi ia akan
berjumpa
kembali dengan suaminya, mas Koko dan putranya Andra Mardianto, yang ketika ia tinggalkan
masih berusia tiga tahun. Ia membayangkan putranya kini telah duduk dibangku sekolah dasar
mengenakan seragam putih – merah dan menmpati rumahnya yang baru, yang dibangun oleh
suaminya dengan uang yang ia kirimkan dari arab Saudi, Negara dimana selama ini ia bekerja.

Martini adalah seorang tenaga kerja wanita yang berhasil diantara banyak kisah mengenai
tenaga kerja wanita yang nasibnya kurang beruntung. Tidak jarang seorang TKW pulang
ketanah airnya dalam keadaan hamil tanpa jelas siapa ayah sang janin yang dikandungnya.
Atau disiksa, digilas dibawah setrikaan bersuhu lebih dari 110 derajat celcius, atau tiba – tiba
menjadi bahan pemberitaan di media massa tanah air karena sisa hidupnya yang sudah
ditentukan oleh vonis hakim untuk bersiap menghadapi tiang gantungan atau tajamnya logam
pancung yang kemudian membuat kedubes RI, Deplu dan Depnaker kelimpungan dan tampak
lebih sibuk.
Sangatlah beruntung bagi Martini mempunyai majikan yang sangat baik, bahkan dalam tiga
tahun ia bekerja, ia telah dua kali melaksanakan umroh dengan biaya sang majikan. Majikannya
adalah seorang karyawan disalah satu perusahaan minyak disana. Ia bekerja sebagai seorang
pembantu rumah tangga di El Riyadh dengan tugas khusus mengasuh putra sang majikan yang
sebaya dengan Andra, putranya. Hal ini membuatnya selalu teringat putranya sendiri dan
menambah semangat dalam bekerja.
Dengan cermat Martini memperhatikan sekeliling, akan tetapi ia tidak melihat seorang saudara
atau kerabatpun yang ia kenal. Sempat terbersit rasa iri dan kecewa ketika ia menyaksikan
beberapa rekanannya yang dijemput dan disambut kedatangannya oleh orang tua, anak atau
suami mereka. Namun dengan segera ia membuang jauh – jauh pikiran tersebut. Ia tidak ingin
suuzon dengan suaminya.
“mungkin hal ini disebabkan karena kedatanganku yang memang terlambat tiga hari dari
jadwalkepulangan yang direncanakan sebelumnya,” pikirnya huznuzon.

18
Dan pikiran ini malah membuatnya merasa bersalah, karena ia tidak memberitahukan
kedatangannya melalui telepon sebelumnya.
Akhirnya ia memutuskan untuk menuju terminal pulogadung dengan taksi bandara. Oleh karena
ia tidak tahu dimana pool bus maju lancar terdekat dari bandara soekarno-hatta, ia berharap
diterminal pulogadung ia bisa langsung menemukan bus tersebut dan membawanya ke
wonosari dengan nyaman, karena badannya sekarang sudah terlalu letihuntuk perjalanan
panjangyang ditempuh dari arab Saudi.
Tanpa ia sadari, martini telah sampai didepan rumahnya, rumah yang merupakan warisan
ayahnya, yang ia huni bersama mas koko, andra dan ibunyayang telah renta. Namun bingung
dan pertanyaan muncul dalam benaknya. Yang ia lihat hanyalah rumah tua tanpa berubahan
sedikitpun, kecuali kandang sapi didekat rumahnyayang kini telah kosong. Sama keadaanya
dengan tiga tahun lalutatkala ia meninggalkan rumah tersebut.
“ mana rumah baru yang mas koko bangun seperti yang ada difoto yang mas koko kirimkan tiga
bulan yang lalu. Apakah ia membeli tanah ditempat lain dan membangunnya disana. Kalau
begitu syukurlah,” pikirnya mencoba huznuzon.
Ia ketuk perlahan – lahanpintu rumahnya. Namun tidak ada seorangpun yang muncul
membukakan pintu “kulo nuwun, mas…! Andra…! Mbok…!”
Beberapa saat kemudian barulah pintu yang terbuat dari kayu glugu tersebut terbuka.” Madosi
sinten mbak?” Tanya seorang bocah berusia 6 tahun yang tak lain adalah andra yang muncul
dari balik pintu.
“Andra aku ini ibumu, sudah lupa ya. Apakah bapakmu tidak menceritakan ihwal
kedatanganku?” ucap martini balik bertanya.
“Ayah? Kedatanagn ibu? Oh mari masuk. Sebentar ya, andra bangunkan mbah dulu,” ujar
Andra sambil berlari menuju kearah kamar neneknya.
Martini masuk kedalam rumah dan duduk diatas amben yang terletak disudut ruangan depan,
seraya memperhatikan keadaan didalam rumah yang ia huni sejak kecil tersebut. Keadaan
dalam rumahpun tidak tampak ada perubahan yang berarti.
“Martini ya. Wah – wah anakku sudah datangdari perantauan,” terdengar suara tua khas ibu
martini sedang setengah berlari keluar dari kamarnya, menyambut kedatangan anaknya, diikuti
oleh andra , membawakan segelas the hangat.
“bagaimana keadaan simbok disini?”, Tanya martini.
“oh, anakku simbok di sini baik – baik saja, kamu sendiri bagaimana, tini?” “saya baik – baik
saja mbok, ngomong – ngomong mas koko dimana mbok?” Tanya martini. Mendengar
pertanyaan itu, tiba – tiba air muka ibu martini berubah, ia tampak berpikir – piker sejenak.
“ oh mengenai suamimu, nanti akan simbok ceritakan, sebaiknya kamu ngaso dulu. Kau pasti
capek setelah melakukan perjalanan jauh. Jangan lupa the hangatnya diminum dulu,” saran ibu

18
martini.
Martini menurut saja apa yang dikatakan ibunya. Setelah menikmati segelas the hangat, ia
mengangkat kaki dan tiduran di atas amben. Namun tetap saja ia tidak dapat memejamkan
matanya. Pikirannya tetap melayang memikirkan suaminya ; dimana dia, apakah dia merantau
ke Jakarta untuk turut mencari nafkah diperantauan, dimana letak rumah barunya, atau apakah
mas koko malah meninggalkan dirinya dan menikah dengan wanita lain?”
“ah tidak mungkin,” pikirnya kembali berusaha untuk tetap huznuzon.
Ia mencoba bangkit lalu menemui ibunya yang sedang memasak dipawon.
“maaf Mbok, dimana mas koko, tini sudah kangen dan ingin berbicara dengannya,” ujar martini
membuka kembali percakapan. Ibu martini tampak kembali berfikir sejenak, lalu berdiri dan
mengambil segelas air putih dingin dari kendi.
“ minumlah air putih ini agar kamu lebih tenang, Tini, nanti simbok ceritakan di mana suamimu
berada, kalau kamu memang sudah tidak sabar.”
Sementara itu martini bersiap untuk mendengarkan dengan seksama penuturan ibunya.
“ tiga bulan lalu rumah yang dibuat suamimu atas biaya dari kamu sudah jadi. Letaknya didusun
sebelah sana, namun sejak itu pula kesengsem sama seorang wanita. Wanita itu adalah
tetangga barunya. Dua bulan lalu mereka menikah dan meninggalkan andra bersama simbok.
Tentu saja simbok marah besar kepadanya. Namum apa daya, simbok hanyalah wanita yang
sudah renta, sedang ayahmu sudah tiada, dan uang yang simbok pegangpun pas – pasan. Mau
mengirim surat kepadamu simbok tidak bisa, kamu tahukan simbok buta huruf. Mau minta
tolong kepada siapa lagi, sedangkan kamu adalah anakku satu – satunya. Kamu tidak
mempunyai saudara yang bisa simbok mintai tolong untuk mengirimkan surat kepadamu,
sedangkan anakmu, andra masih kelas 1 SD”.
Mendengar penuturan ibunya, martini langsuung menangis, ia sedih marah dan kalut.
“mengapa simbok tidak melaporkannya ke pak kadus dan pak kades, dan beliaupun sudah
berjanji untuk membantu simbok. Namun sampai saat ini simbok belum mendapatkan
jawabannya. Sedangkan suamimu sendiri dan istri barunya , tampak tak peduli denagn suara –
suara miring para tetangga. Dan untuk lapor ke KUA, simbok tidak berfikir sampai kesitu,
maafkan simbok,” tambah ibunya dengan suara yang terdengar bergetar.
“Duh Gusti...., paringono sabar...,." terdengar Martini terisak, berusaha untuk tetap ingat kepada
Yang Maha Kuasa. Bagaimana bisa, suami yang begitu ia cintai dan ia percaya, dapat berbuat
begitu kejam terhadapnya. Apalagi ia sekarang tinggal bersama istri barunya, di rumah hasil
jerih payahnya selama tiga tahun merantau di Arab Saudi.
"Mbok, di mana rumah baru itu berada?”
wajah ibunya terlihat ketakutan, ia tidak tahu apa yang akan dilakukan anaknya dalam keadaan
kalut di sana apabila ia tahu letak rumah tersebut.

18
"Mbok,d i mana Mbok,” Suara Martini semakin tinggi, namun ibunya tetap diam.
,”Kenapa simbok tidak mau membertihu. Apakah Simbok merestuinya?_Apakah simbok
mendukungnya? Apakah Simbok membela bajingan itu dari pada saya anakmu sendiri?
Apakah.....”
“Diam Tini, teganya kamu menuduh ibumu seperti itu. Kamu mau menjadi anak durhaka?
Ingatlah kamu kepada Tuhan,Nak, ingatlah kepada Gusti Allah,N ak"
Kalimat itu muncul dari mulut ibunya, yang kemudian terduduk menangis mendengar ucapan
pedas anaknya tersebut.
“ya sudah kalau Simbok tidak mau memberitahu. Tini akan cari sendiri rumah itu,” teriak Martini
seraya meninggalkan ibunya yang sangat bersedih, yang berusaha mengejarnya namun
kemudian jatuh tersungkur di halam depan rumahnya karena tidak mampu lagi mengeiarnya.
“Hei , mana Koko, bajingan sialan,"teriak Martini sambil berjalan membabi buta, menyusuri jalan
dengan muka merah Padam.
Pikrannya kacau balau.
“Buat apa aku bekerja jauh-jauh mencari uang di Arab Saudi demi kamu dan.Andra tetapi
mengapa kau tega memanfaatkanku, menggunakan uangku untuk membuat rumah dan tinggal
di sana bersama istri barumu,
Kurang apa aku?”
Mendengar teriakan Martini, kontan para tetangga di sekitar situ segera berhamburan ke luar
rumah. Mereka kebingungan menyaksikan ulah Tini yang sudah tidak mereka lihat selama tiga
tahun, tiba – tiba muncul kembali di dusun itu dengan tingkah laku yang berubah 180 derajat.
Martini yang dulunya lembut, penurut, kini kasar dan beringasan. Apakah ia telah gila? Apakah
yang telah terjadi terhadap dirinya di Arab saudi? Apakah ia
Dianiaya sebagaimana sering terdengar berita di media massa mengenai TKW yang disiksa?.
Namun kemudian mereka segera menyadari. Hal ini pasti karena Martini telah mengetahui
perbuatan suaminya. Segera saja mereka mengejar dan mencoba menenangkan Martini.
Namun dengan kuat Martini mencoba melepaskan tangannya dari dekapan tetangganva itu.
Dan saat itu pula ia melihat suaminya, ya Koko bajingan itu, keluar dari rumahnya. Koko
tampaknya tidak menghiraukan kedatangannya. Bahkan istri barunya itu
terlihat dengan mesranya berdiri disamping koko yang meletakkan keduavtangannya
dipinggang koko.
,,” hei, siapa kamu. Tini ya. Kenapa kamu kesini? Ini rumahku bersama mas koko. Bukannya
kamu sudah mati, kalau belum mendingan kamu mati saja sekarang. Itu lebih baik, dari pada
mau merusak kebahagiaan kami. Bukan begitu mas koko?” ujar wanita yang ada disebelah
koko sambil mengalungkan tangan kanannya dileher koko dengan lembutnya.
Hal ini jelas membuat tini makin marah.

18
“hai , dasar kau, wanita murahan, tidak tahu diri. Koko adalah suamiku. Dan kau koko,
mengapa kau tega menipuku, meninggalkanku hanya untuk menikahi wanita keparat ini. Dasar
bajingan.”
Dekapan tetangga yang memegang Martini akhirnya lepas. Dengan cepat Martini meraih
sebuah bamboo yang tergeletak di bawah pohon nangka dan berlari menuju kearah koko dan
istri barunya. Dengan tidak hati-hati ia menaiki anak tangga yang menuju kedalam rumah baru
itu. Secepat kilat ia mengayunkanbambu itu ke arah mereka berdua. Namun malang, belum
sampai bamboo itu mengenai sasaran, ia kehilangan keseimbangan. Ia terpeleset dari dua
anak tangga dan jatuh terjerembab tak sadarkan diri.

”Mbak – Mbak bangun Mbak. Mau turun di mana Mbak. Ini sudah sampai di wonosari,"
terdengar sayup-sayup suara pemuda yang duduk di dekat Martini.
"Astaghiirullaahaladzlm .Ha...apa...?.. W onosari," Tanya M artini.
“ Ya Mbak sepertinya dari tadi Mbak gelisah tidurnya" ujar pemuda itu
”Apakah benar ini wonosari?" Tanya Martini memastikan seraya mengarahkan pandangannya
keluar jendela.
Ya ini adalah daerah yang telah tiga tahun ia tinggalkan.
"Alhamdulillah ya. ,Allah terima kasih," batin Martini bahagia.

18
UNSUR INTRINSIK

1. Tema : percayalah pada niat baikmu

2. Latar :
 Tempat : dalam bis(dalam perjalanan) dan di kampung
 Waktu : tiga tahun setelah kepergian martini ke Arab Saudi
 Suasana : diawal cerita suasana yang timbul basa saja, tetapi pada
pertengahan cerita suasana yang timbul
Menegangkan karena adanya konflik yang timbul ketika tokoh utma
bermimpi.

3. Plot/alur : maju(episode)
 karena jalan cerita dijelaskan secara runtut. Pada awal cerita
diawali dengan pengenalan tokoh, kemudian si tokoh bermimpi, pada mimpinya timbul
suatu
 pertentangan yang berlanjut ke konflik(klimaks) dilanjutkan dengan antiklimaks dan
pada akhir ceritaterdapat penyelesaian.

4. Perwatakan :
 Tokoh utama(martini) : wataknya yang sabar,lembut ,pekerja keras, bertanggung jawab
terhadap keluarga, hal ini di tunjukan dari penjelasan tokoh,penggambaran fisik tokoh
serta tanggapan tokoh lain terhadap tokoh utama
 Tokoh pembantu :
Mbok : sabar
Andra : patuh terhadap orang tua
Mas koko : tidak bertanggung jawab terhadap keluarga

5. Sudut pandang : orang ketiga

6. Mood/suasana hati : kecurigaan,kesabaran,kecemburuan,penyesalan,kebahagiaan

7. Amanat :
 Seharusnya suami bertanggungjawab untuk mencari nafkah bagi anak dan istrinya
 Jangan dulu bersikap su’udzon kepada seseorang bila belum ada buktinya
 Keuletan dan kesabaran dalam bekerja akan membuahkan hasil yang baik
 Selalu berniat baik untuk mendapatkan ridho Allah swt

18
UNSUR EKSTRINSIK

1. Nilai moral :
Dalam cerpen tersebut terdapat kandungan nilai moral yaitu seseorang haruslah bersikap
huznudzon terhadap sesama manusia, karena husnudzon mencerminkan akhlak serta budi
pekerti yang baik.

2. Nilai Sosial-budaya :
Cerita pada cerpen tadi mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kehidupan kita sehari-
hari. Bahwa kebanyakan orang yaitu wanita pergi merantau ke negeri orang demi membantu
perekonomian keluarga seperti menjadi TKW, sedangkan suaminya menunggu dirumah, untuk
dikirimi uang dari istrinya tanpa berpikir , susahnya mencari uang dinegeri orang, sedangkan dia
sendiri tidak bekerja. Namun, hal ini bertolakbelakang dengan budaya serta tradisi, bahwa yang
wajib mencari nafkah untuk keluarganya adalah suami. Karena suami adalah pemimpin dalam
rumah tangga, jadi ia harus bertanggungjawab terhadap keluarganya. Tetapi, hal ini rupanya
sudah banyak terjadi di masyarakat, sehingga tidak jarang pula orang-orang yang menjumpai
hal tersebut.

18

Anda mungkin juga menyukai