Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Kesehatan jiwa adalah kemampuan seseorang dalam

mengendalikan diri dalam keselarasan tanpa adanya tekanan fisik dan

psikologis, baik secara internal maupun eksternal yang mengarah pada

kestabilan emosional (Nasir dan Muhith, 2017). Kesehatan jiwa

merupakan sebagai suatu kondisi sehat emosional, psikologis dan sosial

yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan

koping yang efektif, kondisi diri yang positif, serta kestabilan emosional

(Direja, 2014).

Kesehatan jiwa di Indonesia masih menjadi tantangan yang sangat

berat karena memiliki perspektif yang berbeda-beda terutama dalam

konteks kesehatan. Kesehatan didefinisikan sebagai keadaan yang sehat,

baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan

orang untuk hidup produktif. (WHO, 2019).

Riset kesehatan dasar tahun 2018, menunjukkan pravelansi rumah

tangga dengan anggota yang menderita skizofrenia/psokosis sebesar

7/1000 dengan cakupan pengobatan 84,9%. Sementara itu pravelensi

gangguan mental emosional pada remaja umur >15 tahun sebesar 9,8%.

Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2013 yaitu sebesar 6%. Pada

Akper “Yakpermas” Banyumas


tahun 2017 pada umumnya gangguan mental yang terjadi adalah

gangguan kecemasan dan gangguan depresi. Diperkirakan 4,4% dari

populasi global menderita gangguan depresi, dan 3,6% dari gangguan

kecemasan. Jumlah gangguan depresi meningkat lebih dari 18% antara

tahun 2005 dan 2015. Depresi merupakan penyebab terbesar kecacatan

diseluruh Dunia. Lebih dari 80% penyakit ini dialami orang-orang yang

tinggal di negara yang berpenghasilan rendah dan menengah. (WHO,

2017).

Menurut Wahyuni (2015), salah satu gejala positif yang sering

pada klien skizofrenia adalah halusinasi. Pada penilitan Wahyuni (2015)

juga menunjukan 90% klien halusinasi mengalami delusi, sedang pada

klien delusi hanya 35% yang mengalami halusinasi. Diperkirakan lebih

dari 90% klien skizofrenia mengalami halusinasi. Meskipun jenisnya

bervariasi, tetapi sebagian besar klien dengan halusinasi 70%nya

mengalami halusinasi pendengaran (Yosep, 2011). Menurut Trimelia

(2011), klien yang mengalami halusinasi pendengaran sumber suara dapat

berasal dari dalam individu sendiri atau dari luar individu. Suara yang

didengar klien dapat dikenalinya, suara dapat tunggal ataupun multiple

atau bisa juga semacam bunyi bukan suara yang mengandung arti. Isi

suara dapat berupa suatu perintah tentang perilaku klien sendiri dan klien

sendiri merasa yakin bahwa suara ini ada (Rabba, 2014). Klien yang

mengalami halusinasi pendengaran seperti ini disebabkan oleh

ketidakmampuan klien dalam menghadapi suatu stressor dan kurangnya

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


kemampuan klien dalam mengenal dan mengontrol halusinasi

pendengaran tersebut (Maramis, 2009).

Pengontrolan halusinasi pendengaran dapat dilakukan dengan

empat cara, yaitu menghardik halusinasi, mengkonsumsi obat dengan

teratur, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktivitas secara

terjadwal (Muhith, 2015). Terapi menghardik halusinasi merupakan cara

mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi

yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi

yang muncul atau tidak memedulikan (Budi Anna Keliat, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni, K., &

Nugroho, A (2013) tentang “Pengaruh Menghardik Terhadap Penurunan

Tingkat Halusinasi Dengar Pada Pasien Skizofrenia Di Rsjd Dr.

Aminogondohutomo Semarang”. Desain penelitian ini adalah Quasi

Experimen dengan menggunakan pendekatan One Group Pretest-Postest,

dengan jumlah sampel yang diambil sebanyak 73 responden dengan teknik

purposive sampling. Data dianalisis dengan uji wilcoxon. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada pengaruh menghardik terhadap penurunan

tingkat halusinasi dengar, degan p-value 0,000.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik membuat

proposal karya tulis ilmiah yang berjudul “Gambaran Kemampuan

Penerapan Teknik Menghardik Pada Pasien Halusinasi Pendengaran”.

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya

adalah “Bagaimana Gambaran Kemampuan Penerapan Teknik

Menghardik Pada Pasien Halusinasi Pendengaran?”

C. Tujuan studi kasus

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak

dicapai dalam penelitian ini adalah menggambarkan pemberian terapi

teknik menghardik pada pasien gangguan jiwa dengan halusinasi

pendengaran terhadap penurunan frekuensi halusinasi.

D. Manfaat studi kasus

1. Bagi masyarakat

Agar masyarakat lebih mengerti tentang salah satu cara penanganan

dan perawatan pada pasien halusinasi dengan menghardik.

2. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan

Diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam memberikan

informasi mengenai penerapan terapi teknik menghardik pada pasien

halusinasi.

3. Bagi penulis

Untuk menambah pengetahuan bagi penulis dan pengalaman dalam

mengaplikasikan mengenai terapi menghardik pada pasien gangguan

jiwa dengan halusinasi pendengaran.

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Terapi menghardik pada halusinasi pendengaran

1. Pengertian teknik menghardik pada halusinasi pendengaran

Teknik menghardik pada halusinasi pendengaran adalah cara

mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak

halusinasi yang muncul (Keliat, 2009).

2. Prosedur terapi menghardik

Prosedur pada pasien halusinasi pendengaran menurut Dermawan,

Daden & Rusdi

1) Pengertian halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa

dimana pasien mengalami perubahan persepsi sensori seperti

merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,

perabaan atau pengindraan.

2) Tujuan intervensi pada pasien :

a. Mengenali halusinasi yang dialami

b. Dapat mengontrol halusinasi

c. Dapat mengikuti program pengobatan secara optimal

d. Menilai kemampuan yang dapat digunakan

3) Peralatan

a. Buku data pasien jiwa

b. Buku catatan

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


4) Langkah-langkah

a. Tindakan keperawatan pada pasien

1) Membina hubungan saling percaya

(selamat pagi/siang bapak/ibu....saya perawat....bagaiamana

perasaaannya hari ini ?....apakah ada keluhan ?)

2) Perawat membantu pasien untuk mengenal halusinasi

3) Perawat mengkaji isi, waktu, frekuensi dan situasi

munculnya halusinasi

(apakah bapak/ibu mendengar atau melihat sesuatu ?

apakah terus menerus terjadi atau sewaktu-waktu saja ?

kapan dan berapa kali sehari bapak/ibu mendengarnya ?

apakah pada saat sendiri ?)

4) Perawat melatih pasien untuk mengontrol halusinasinya

dengan cara yaitu menghardik halusinasi,.

5) Menanyakan perasaan pasien setelah brcakap-cakap

6) Melakukan rencana tindak lanjut

7) Dokumentasi : catat hasil pada buku catatan

b. Hal-hal yang perlu diperhatikan : keadaan pasien dan tempat

ruang konseling

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


3. Hasil penelitian

Nama Peneliti Judul Penelitian Jenis Hasil Penelitian


Penelitian

1. Anggraini Pengaruh Termasuk Hasil dari penelitian


(2013) menghardik terhadap penelitian dengan menghardik
penurunan tingkat kualitatif yang melibatkan 40
halusinasi deskriptif yang responden yaitu
pendengaran menggunakan kategori sedang
pendekatan sebanyak 18(54.5%)
studi kasus kategori berat
dengan 14(42.4%) dan
menghardik kategori ringan
sebanyak 1(13.0%).
2. Relian, Pelaksanaan teknik Termasuk Hasil dari penelitian
Uman menghardik untuk penelitian dengan menghardik
(2015) mengontrol kualitatif yang melibatkan 12
halusinasi deskriptif yang responden yaitu
menggunakan 3(25%) dalam
pendekatan klasifikasi kurang,
studi kasus 5(42%) dalam
dengan klasifikasi cukup dan
menghardik 4(33%) dalam
klasifikasi baik.
3. Agustina, Tingkat pengetahuan Termasuk Berdasarkan variable
Marisca pasien dengan penelitian penelitian didapat
(2017) halusinasi kualitatif data 21 orang dari 50
pendengaran deskriptif yang (42.0%) cara
menggunakan mengontrol kurang
pendekatan baik, 29 dari 50
cross sectional. (58%) cara
mengontrol baik.

B. Halusinasi

1. Pengertian halusinasi

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien

mengalami perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penciuman tanpa stimulus

yang nyata (Direja, 2015).

2. Jenis-jenis halusinasi

Menurut Dermawan, Daden & Rusdi, (2013) ada 2 yaitu :

1) Halusinasi non patologis

Halusinasi yang terjadi pada seseorang yang bukan penderita

gangguan jiwa hanya pada seseorang yang mengalami stres yang

berlebih atau kelelahan.

2) Halusinasi patologis

Halusinasi ini ada 5 macam yaitu :

a) Halusinasi pendengaran

Klien mendengar suara dan bunyi tidak berhubungan dengan

stimulus nyata dan orang lain tidak mendengarnya.

Penyebab seseorang mendengar yang tidak didengar orang lain.

Jenis-jenis suara yang didenger seperti :

(1) Suara marah

(2) Suara netral

(3) Suara lantunan musik

(4) Percakapan

(5) Suara tawa

(6) Suara langkah kaki, seperti ada seseorang berjalan diloteng,

padahal tidak ada siapa-siapa.

b) Halusinasi penglihatan

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


Klien melihat gambaran yang jelas atau samar tanpa stimulus

yang nyata dan orang lain tidak melihat.

c) Halusinasi penciuman

Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa

stimulus yang nyata dan orang lain tidak mencium.

d) Halusinasi pengecapan

Klien merasakan makan sesuatu yang tidak nyata. Biasa

merasakan makanan yang tidak enak.

e) Halusinasi perabaan

Klien merasakan sesuatu pada kulit tanpa stimulus yang nyata.

3. Fase halusinasi

Menurut Dermawan, Daden & Rusdi (2013) fase halusinasi yaitu :

1) Fase conforting

Fase dimana memberikan rasa nyaman atau menyenangkan, tingkat

ansietas sedang secara umum halusinasi merupakan kesenangan.

2) Fase condemming

Klien merasakan halusinasi menjadi menjijikan, tingkat kecemasan

berat secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipati.

3) Fase controlling

Tingkat kecemasan klien menjadi berat, halusinasi tidak dapat

ditolak lagi.

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


4) Fase conquering

Klien mengalami kepanikan, ketakutan dan klien sudah dikuasai

oleh halusinasi.

4. Tanda dan gejala halusinasi pendengaran

1) Bicara, senyum dan tertawa sendiri

2) Menarik diri dan menghindar dari orang lain

3) Tidak dapat membedakan nyata atau tidak nyata

4) Tidak dapat memusatkan perhatian konsentrasi

5) Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, dan menghidu

dan merasakan sesuatu yang tidak nyata.

5. Penyebab halusinasi pendengaran

a. Gangguan kejiwaan, seperti skizofrenia, demensia dan depresi

berat dengan gejala psikosis. Psiokosis adalah kumpulan gejala

gangguan mental dimana seseorang merasa terpisah dari kenyataan

yang sebenarnya, ditandai dengan gangguan emosional dan

pikiran. Penderita psikosis akan sulit membedakan hal yang nyata

dan tidak.

b. Gangguan saraf dan otak, seperti penyakit parkinson, migren dan

penyakit alzeimer.

c. Terlalu banyak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang,

seperti kokain, amfetamin dan heroin.

d. Gangguan tidur, seperti narkolepsi.

e. Cedera kepala berat.

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


f. Gangguan elektrolit, misalnya rendahnya kadar natrium darah

(hiponatrema) dan rendahnya kadar magnesium (hipomagnesium).

Masalah keperawatan yang terdapat pada klien dengan gangguan

persepsi sensori halusinasi adalah sebagai berikut (Dalami, 2014) :

a. Gangguan persepsi sensori halusinasi

Menurut Prabowo (2014), menjelaskan mengacu pada

inentifikasi dan interprestasi awal dari suatu stimulus

berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera.

Respon neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar

dari adaptif fikiran logis, presepsi akurat, emosi konsisten dan

perilaku sesuai sampai dengan respon maladaptif meliputi

delusi, halusinasi dan isolasi sosial.

Respon adaptif Respon maladaptif

1. Pikiran logis 1. Distorsi pikiran 1. Gangguan


2. Persepsi ilusi pikir/delusi
akurat 2. Reaki emosi 2. Halusinasi
3. Emosi berlebihan 3. Sulit merespon
konaiaten 3. Perilaku anrh emosi
dengan atau tidak biasa 4. Perilaku
pengalaman 4. Menarik diri disorganisasi
4. Perilaku sesuai 5. Isolaso sosial
5. Berhubungan
sosial

Gambar 2.1 Rentang respon halusinasi


Sumber : Muhith, 2015

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


Keterangan :

a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh

norma-norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain

individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi

suatu akan dapat memecahkan masalah tersebut. Respon

adaptif meliputi :

1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada

kenyataan

2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada

kenyaataan

3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan

yang timbul dari pengalaman ahli

4) Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang

masih dalam batas kewajaran

5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan

orang lain dan lingkungan

b. Respon psikososial meliputi :

1) Proses pikir terganggu yang menimbulkan gangguan

2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah

tentang yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena

gangguan panca indra

3) Emosi berlebihan atau berkurang

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang

melebihi batas untuk menghindari interaksi dengan

orang lain

5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari

interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan

dengan orang lain

c. Respon maladaptif adalah respon indikasi dalam

menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-

norma sosial dan budaya dan lingkungan

C. Asuhan keperawatan dengan pasien halusinasi pendengaran

1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari

proses keperawatan terdiri dari pengumpulan data dan perumusan

kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data

biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokan data

pengkajian kesehatan jiwa, dapat berupa faktor presipitasi, penilaian

terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan yang dimiliki

(Afnuhazi, 2015) :

a. Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian, tanggal

dirawat, nomor rekam medis.

b. Alasan masuk rumah sakit jiwa

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


Alasan klien masuk RSJ, biasanya klien sering berbicara sendiri,

mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa tujuan,

membanting peralatan dirumah, menarik diri.

c. Faktor predisposisi

1) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang

berhasil dalam pengobatan.

2) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan

dalam keluarga.

3) Klien dengan gangguan orientasi bersifat herediter.

4) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat mengganggu.

d. Faktor presipitasi

Stressor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemuan adanya

riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur

otak, kekerasan dalam rumah tangga, atau adanya kegagalan

dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dalam

keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan klien

serta konflik antar masyarakat.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pertanyaan yang menjelaskan

respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) diri

individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat

mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan

merubah (Dermawan, Daden & Rusdi, 2013).

3. Intervensi

Intervensi pada pasien halusinasi menurut Dermawan, Daden &

Rusdi, 2013, dengan diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori

halusinasi yaitu sebagai berikut :

Tujuan halusinasi meliputi :

a. Klien mengenali halusinasi yang dialaminya

b. Klien dapat mengontrol halusinasinya

Menurut Keliat (2009) tindakan keperawatan yang dilakukan :

1) Membantu klien mengenali halusinasi

Membantu klien mengenali halusinasi dapat melakukan

dengan cara berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi

(apa yang didengar atau dilihat), waktu terjadi halusinasi,

frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan

halusinasi muncul dan respon klien saat halusinasi muncul.

2) Melatih klien mengontrol halusinasi

a) Strategi pelaksana 1 : menghardik halusinasi

Upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan

cara menolak halusinasi yang muncul. Klien dilatih

untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul

atau tidak memperdulikan halusinasinya, ini dapat

dilakukan klien dan mampu mengendalikan diri dan

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


tidak mengikuti halusinasi yang muncul, mungkin

halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini klien

tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam

halusinasinya.

Tahapan tindakan meliputi : menjelaskan cara

menghardik halusinasi , memperagakan cara

menghardik, meminta klien memperagakan ulang,

memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku

klien.

b) Strategi pelaksana 2 : menggunakan obat secara teratur

Mampu mengontrol halusinasi klien juga harus dilatih

untuk menggunakan obat secara teratur sesuai dengan

program. Klien gangguan jiwa yang dirawat dirumah

seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya

klien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi

maka untuk itu klien perlu dilatih menggunakan obat

sesuai program dan berkelanjutan.

c) Stratregi pelaksana 3 : bercakap-cakap dengan orang lain

Mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap

dengan orang lain. Ketika klien bercakap-cakap dengan

orang lain maka terjadi distraksi fokus perhatian klien

akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang

dilakukan orang lain tersebut, sehingga salah satu cara

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan

bercakap-cakap dengan orang lain.

d) Strategi pelaksana 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal

Mengurangi resiko halusinasi mucul lagi adalah dengan

menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur.

Beraktvitas secara terjadwal klien tidak akan mengalami

banyak waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan

halusinasi. Untuk itu klien yang mengalami halusinasi

bisa dibantu untuk mengatasi halusinasi dengan cara

beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur

malam, tujuh hari dalam seminggu.

3) Tindakan keperawatan untuk keluarga klien halusinasi

Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak

hanya ditunjukkan untuk klien tetapi juga diberikan kepada

keluarga, sehingga keluarga mampu mengarahkan klien

dalam mengontrol halusinasi. Tujuan keluarga mampu :

a) Merawat masalah halusinasi dan masalah yang dirasakan

dalam merawat klien

b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses

terjadinya halusinasi

c) Merawat klien halusinasi

d) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan untuk

mengontrol halusinasi

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


e) Mengenal tanda dan gejala kekambuhan yang

memerlukan rujuan segera ke fasilitas kesehatan

f) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk

rencana tindak lanjut yang diperlukan klien.

Tindakan keperawatan :

4) Strategi pelaksana keluarga 1 : mengenal masalah dalam

merawat klien halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi

klien dengan menghardik. Tahapan sebagai berikut :

a) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien

b) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya

halusinasi

c) Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan melatih cara

menghardik

d) Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan beri pujian

5) Strategi pelaksana 2 keluarga : melatih keluarga merawat

klien halusinasi dengan enam benar obat.

Tahapan tindakan sebagai berikut :

a) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala

halusinasi klien, merawat klien dalam mengontrol

halusinasi dengan menghardik.

b) Berikan pujian

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


c) Jelaskan 6 benar cara pemberian obat : benar pasien,

benar obat, benar dosis, benar cara/rute, benar waktu,

benar dokumentasi

d) Latih cara memberikan/membimbing minum obat

e) Anjurkan membantu klien sesuai jadwal

6) Strategi pelaksana 3 keluarga : melatih keluarga merawat

klien halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan

kegiatan. Tahapan tindakan keperawatan :

a) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasikan

halusinasi klien dan merawat/melatih klien menghardik

dan memberikan obat

b) Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga

c) Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan

untuk mengontrol halusinasi

d) Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan klien

terutama saat halusinasi

e) Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan mmberikan

pujian

7) Strategi pelaksana 7 keluarga : melatih keluarga

memanfaatkan fasilitas kesehatn untuk follow up klien

halusinasi. Tahapan tindakan sebagai berikut :

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


a) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasikan

gejala halusinasi pasien, merawat/ melatih pasien

menghardik, memberikan obat, bercakap-cakap

b) Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga

c) Jelaskan follow up ke pelayanan kesehatan, tanda

kekambuhan, rujukan

d) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan

memberikan pujian.

4. Evaluasi

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan sesuai dengan

tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi

dua yaitu evaluasi proses dan evaluasi formatif, dilakukan setiap

selesai melaksanakan tindakan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan

dengan membandingkan respon klien pada tujuan yang telah

ditentukan (Alnuhazi, 2015).

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Desain studi kasus

Desain penelitian adalah suatu rencana, struktur dan strategi yang

dipilih oleh peneliti dalam upaya menjawab masalah penelitian. Desain

penelitian yang dipilih harus dapat menjawab tujuan penelitian,

meminimalkan kesalahan dengan memaksimalkan reliabilitas

(kepercayaan) dan validitas hasil penelitian (Mardalis, 2010). Dalam

penelitian ini design penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian

deskritptif yang berbentuk studi kasus. Penelitian deskriptif merupakan

penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterprestasikan

sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang

berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang

terjadi, atau tentang kecerendungan yang tengah berlangsung (Budiman,

2013).

Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskriptif,

gambaran, secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,

sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki, dalam

penelitian ini dilakukan dengan tujuan menggambarkan penerapan teknik

menghardik pada klien halusinasi pendengaran.

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


B. Subjek studi kasus

Subjek dalam studi kasus karya tulis ilmiah ini yaitu 2 (dua) pasien

halusinasi pendengaran dengan menerapkan teknik menghardik. Adapun

kriteria inkulis dan kriteria ekslusi dari peneliti ini yaitu :

1. Kriteria inklusi

a) Klien kooperatif mampu berkomunikasi dengan baik dan benar

b) Klien dirawat inap untuk pengobatan

c) Klien dengan halusinasi pendengaran lebih dari 1 minggu

2. Kriteria ekslusi

a) Klien terdapat gangguan komunikasi

b) Klien dengan fase halusinasi condemming, fase halusinasi

controlling, dan fase halusinasi conquering.

C. Fokus studi

Fokus studi kasus dalam penelitian ini adalah pemberian teknik

menghardik untuk mengurangi halusinasi pendengaran pada klien di

Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas.

D. Definisi operation fokus studi

1. Halusinasi adalah terjadinya persepsi ketika seseorang dalam kondisi

sadar tanpa adanya suatu rangsangan nyata terhadap indra

(penglihatan, pendengaran, penciuman, dll).

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


2. Halusinasi pendengaran adalah seseorang mendengar suara seperti

alunan musik, langkah kaki, percakapan, tawa, jeritan dan suara

lainnya, tetapi orang lain tidak mengalaminya.

3. Teknik menghardik adalah cara mengendalikan diri terhadap

halusinasi pendengaran dengan cara menolak halusinasi yang muncul

dan pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang

muncul. Asuhan keperawatan dilakukan selama tiga hari dalam

seminggu dengan rincian hari pertama melakukan bina hubungan

saling percaya dengan klien serta membantu klien mengenal

halusinasi, hari kedua menjelaskan cara mengontrol halusinasi yaitu

dengan cara menghardik halusinasi, selanjutnya pada hari ketiga

mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, hari keempat

mengobservasi klien terhadap tindakan menghardik yang telah

diajarkan.

E. Instrumen studi kasus

1. Lembar kuesioner

Kuesioner ini terdiri dari beberapa pertanyaan untuk mengevaluasi

responden, terdiri dari 5 pertanyaan, dan cara penilaian dengan

memberi tanda centang.

2. Lembar wawancara

Lembar wawancara berisi pertanyaan seputar masalah yang dialami

oleh responden. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


wawancara dimana pewawancara mengajukan pertanyaan sesuai

dengan daftar pertanyaan yang sudah disiapkan bertujuan untuk

mengetahui secara mendalam mengenai kemampuan menghardik

untuk mengontrol halusinasi pendengaran.

3. Lembar observasi

Observasi adalah suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan

jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang

berlangsung. Tujuan dilakukan observasi adalah untuk dapat

mengamati dan mencatat kejadian yang muncul (Noor, 2011). Dalam

peneliti ini, peneliti melakukan observasi menggunakan lembar

observasi yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan pasien dalam

mengontrol halusinasi.

F. Metode pengumpulan data

1. Format pengkajian

Format pengkajian keperawatan terdiri dari : identitas klien, faktor

predisposisi, fisik, psikosial, status mental, mekanisme koping,

masalah psikosial dan lingkungan, pengetahuan, aspek medik, analisa

data, daftar masalah, diagnosa keperawatan.

2. Observasi

Walaupun sudah dilakukan wawancara, peneliti akan melakukan

observasi untuk memperoleh informasi-informasi mengenai perasaan-

perasaan subjek penelitian. Penelitian juga melakukan pencatatan

Politeknik “Yakpermas” Banyumas


tentang perasaan-perasaan subjektif dan sikap pribadi sebagai peneliti

atas tema-tema yang dibahas. Selain itu juga observasi adalah untuk

mendapat data tentang suatu masalah sehingga diperoleh pemahaman

atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh

sebelumnya (Moleong, 2010).

G. Tempat dan waktu studi kasus

Studi kasus dilakukan di PPSLU Dewanta Cilacap RPSDM

“Martani” Cilacap tahun 2019. Waktu penelitian akan dilakukan untuk

studi kasus yaitu 4 kali dalam satu minggu atau disesuaikan dengan target

keberhasilan dan tindakan yang dilakukan. Timdakan dilakukan 1 hari

sekali selama 4 hari dalam seminggu.

Politeknik “Yakpermas” Banyumas

Anda mungkin juga menyukai