Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau
ketidakseimbangan protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi
pada tubuh. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.
Menurut Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita
kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk
(8,3%). WHO (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4
kelompok yaitu: rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%), tinggi (20-29%), sangat tinggi
(30%).1,2

Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah Indonesia telah
berupaya untuk menanggulanginya. Data Dusenas menunjukkan bahwa jumlah balita yang BB/U
< -3 SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningkatkan dari 6,3 % menjadi 7,2 % tahun
1992 dan mencapai puncaknya 11,6% pada tahun 1995.1,3

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk dan faktor tersebut
saling berkaitan. Secara langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu anak kurang
mendapatasupan gizi seimbang dalam waktu cukup lama dan anak menderita penyakit infeksi.
Anak yang sakit, asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimalkarena
adanya gangguan penyerapan akibat penyakit infeksi. Secara tidak langsung penyebab terjadinya
gizi buruk yaitu tidak cukupnya persediaan pangan di rumahtangga, pola asuh kurang memadai,
dan sanitasi / kesehatan lingkungan kurang baik,serta akses pelayanan kesehatan terbatas. Akar
masalah tersebut berkaitan erat denganrendahnya tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan
kemiskinan keluarga.4

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 1
1.1 Tujuan

Mengingat banyaknya masalah serta tingginya angka morbiditas anak dengan gizi buruk, tujuan
penulisan referat ini adalah untuk memahami perjalanan penykit gizi buruk, cara penegakan
diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi, pencegahan penyakit serta untuk menambah
pengetahuan penulis

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gizi Buruk

2.1.1 Definisi

Malnutrisi merupakan suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau ketidakseimbangan protein energi
dan nutrien lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pada tubuh Malnutrisi Energi Protein
(MEP) merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari-hari atau disebabkan oleh penyakit tertentu, sehingga tidak
mencukupi angka kecukupan gizi. Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi dan
protein, malnutrisi energi-protein diklasifkasikan menjadi MEP derajat ringan-sedang (gizi
kurang) dan MEP derajat berat (gizi buruk). 1,4

Gizi kurang belum menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya dijumpai gangguan
pertumbuhan dan anak tampak kurus. Gizi buruk ditandai dengan satu atau lebih tanda gizi
buruk. Kriteria anak gizi buruk dapat dibedakan berdasarkan komplikasi yang terjadi. 1. Gizi
buruk tanpa komplikasi apabila BB/TB:<-3 SD dan atau; terlihat sangat kurus dan atau adanya
edema minimal pada kedua punggung kaki dan atau LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan. 2
Gizi buruk dengan komplikasi apabila ditemukan tanda-tanda gizi buruk disertai salah satu atau
lebih dari tanda komplikasi medis seperti: anoreksia, pneumonia berat, anamia berat, dehidrasi
berat, demam sangat tinggi dan penurunan kesadaran.1,2,5

2.1.2 Epidemiologi

Diperkirakan sekitar 825 juta orang di dunia menderita gizi buruk pada tahun 2000–2002, dan
815 juta diantaranya hidup di negara berkembang. Malnutrisi energi protein (MEP) merupakan
salah satu dari empat masalah gizi utama di Indonesia. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak
di bawah umur 5 tahun (balita) serta pada ibu hamil dan menyusui. Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2018 jumlah
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 3
penderita gizi buruk pada balita mengalami penurunan dari tahun 2007 sebesar 5,7% menjadi
3,9% pada tahun 2018 dan di provinsi NTT angka kejadian gizi buruk tersering sebesar 29,5% 2,8

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dan Laporan Survei Departemen Kesehatan-
UNICEF tahun 2005, dari 343 kabupaten/kota di Indonesia penderita gizi buruk sebanyak 169
kabupaten/kota tergolong prevalensi sangat tinggi dan 257 kabupaten/kota lainnya prevalensi
tinggi.3

Tahun 2015 di Kabupaten Pati balita dengan gizi buruk menurut indeks BB/TB sebanyak
71 orang ( 0,08 % ) di tangani 100 %. Kasus ini turun dibandingkan 2014 sebanyak 85 orang (
0,10 % ).9

2.1.3 Etiologi

Etiologi gizi buruk dibedakan menjadi primer dan sekunder. Penyebab primer malnutrisi energi
protein adalah kekurangan nutrien yang diakibatkan oleh kurang adeakuatnya intake makanan
Pada anak anak MEP kronik primer terbagi menjadi marasmus dan kwasiokor. Marasmus atau
MEP kering disebabkan oleh deplesi lemak dan otot yang sering terjadi pada Negara
berkembabg. Sedangkan kwasikor biasanya merupakan hasil dari perjalaan penyakit kronis.
Etiologi sekunder dari MEP paling sering disebabkan oleh kelainan yang mempengaruhi sitem
pencernaan dan kondisi yang meningkatkan metabolisme.9

Pada anak balita di Negara berkembang seringkali resiko dari malnutrisi disebabkan oleh
peningkatan kebutuhan energi dan protein, ketergantungan kepada orang lain untuk mendapatkan
makanan dan imaturitas sistem imunitas menyebabkan resiko untuk terkena infeksi lebih besar
dan paparan terhadap kondisi nonhigenis serta jenis makanan pokok seperti singkong, kentang
daan pisang hijau menjadi salah satu penyebab gizi buruk karena jenis makanan ini mengandung
karbohidrat yang tinggi dan protein yang rendah.17

Pada Negara kurangnya adekuatnya intake makanan pada gizi buruk lebih jarang
ditemukan. Gizi buruk lebih sering ditemukan akibat menurunya absorbsi atau abnormalitas dari
metabolisme, contohnya pada penyakit gagal ginjal kronik, keganasan pada anak, penyakit

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 4
jantung kongenital, penyakit neomuskular, kelainan endokrin dan penyakit kronis lainnya
menrupakan penyebab dari malnutrisi pada Negara maju.

2.1.4 Faktor Resiko

Faktor resiko, malnutrisi dapat dibagi menjadi (1) terkait penyakit (infeksi dapat memperparah
kondisi dari pasien) atau (2) disebabkan oleh faktor lingkungan / perilaku yang terkait dengan
penurunan asupan. Faktor-faktor lingkungan yang mengakibatkan kekurangan gizi sering
melibatkan kondisi sosial ekonomi yang terkait dengan ketersediaan makanan yang tidak
memadai atau gangguan perilaku seperti anoreksia.11 Banyak hal yang dapat menyebabkan
keadaan malnutrisi sehingga penyakit ini sering disebut kausa multifaktorial, seperti:

a. Tingkat Pendapatan Keluarga.


Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang disediakan untuk konsumsi
balita serta kuantitas ketersediaannya. Pengaruh peningkatan penghasilan terhadap perbaikan
kesehatan dan kondisi keluarga lain yang mengadakan interaksi dengan status gizi yang
berlawanan hampir universal. Selain itu diupayakan menanamkan pengertian kepada para
orang tua dalam hal memberikan makanan anak dengan cara yang tepat dan dalam kondisi
yang higienis. Faktor kondisi sosial ekonomi dan kemiskinan juga mempengaruhi terjadinya
malnutrisi. Data di negara-negara berkembang menujukkan adanya hubungan timbal balik
antara kurang gizi dengan masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat terutama
masalah kemiskinan yang pada akhirnya mempengaruhi ketersedian makanan serta
keragaman makanan yang dikonsumsi.

b. Tingkata Pendidikan dan Pengetahuan Ibu tentang Gizi.


Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan
ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap perawatan kesehatan. Sedangkan
tingkat pengetahuan ibu terhadap gizi seperti :
• Status gizi cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.
•Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan
zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 5
•Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar
menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi. 11,17
Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang baik
untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang,maka ia akan semakin
memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi.
Pengetahuan gizi yang dimaksud disini termasuk pengetahuan tentang penilaian status gizi
balita. Dengan demikian ibu bias lebih bijak menanggapi tentang masalah yang berkaitan
dengan gangguan status gizi balita.
c. Akses Pelayanan Kesehatan.
Sistem akses kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical service) dan
pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Secara umum akses kesehatan
masyarakat adalah merupakan subsistem akses kesehatan, yang tujuan utamanya adalah
pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran
masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa akses kesehatan masyarakat tidak
melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan). Upaya akses
kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan kesehatan danstatus gizi pada golongan
rawan gizi seperti pada wanita hamil, ibu menyusui, bayi dan anakanak kecil, sehingga
dapat menurunkan angka kematian. Pusat kesehatan yang paling sering melayani
masyarakat, membantu mengatasi dan mencegah gizi kurang melalui program-program
pendidikan gizi dalam masyarakat. Akses kesehatan yang selalu siap dan dekat dengan
masyarakat akan sangat membantu meningkatkan derajat kesehatan. Dengan akses
kesehatan masyarakat yang optimal kebutuhan kesehatan dan pengetahuan gizi
masyarakat akan terpenuhi. Anak sering tidak mendapatkan makanan bergizi seimbang
yang cukup terutama dalam segi protein dan karbohidrat. Diet yang mengandung cukup
energi tetapi kurang protein menyebabkan anak menjadi penderita kwashiokor,
sedangkan diet kurang energi walaupun zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan
anak menjadi penderita marasmus.10,11
d. Penyakit atau infeksi penyerta
menjadi penyebab terbesar kedua setelah asupan makanan yang tidak seimbang.
Terdapat hubungan yang erat antara malnutrisi dan penyakit infeksi terutama di negara

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 6
tertinggal maupun di negara berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan
kebersihan diri masih kurang, dan adanya penyakit infeksi kronik seperti Tuberkulosis
dan cacingan pada anak-anak. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan gizi anak
menjadi kurang yang pada akhirnya memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan
tubuh sehingga memudahkan terjadinya infeksi baru pada anak.3,11

2.1.5 Patofisiologi

Secara umum, marasmus adalah asupan energi yang tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan tubuh. Akibatnya, tubuh menarik cadangannya sendiri. Pada kwashiorkor, konsumsi
karbohidrat yang cukup namun penurunan asupan protein menyebabkan penurunan sintesis
protein visceral. Hipoalbuminemia yang dihasilkan berkontribusi terhadap akumulasi cairan
ekstravaskuler. dan gangguan sintesis B-lipoprotein menyebabkan perlemakan hati.9

Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini
dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu: tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab),
environment (lingkungan). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh akan berusaha untuk
mempertahankan kondisi dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh
untuk menggunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan dimana glukosa dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai
sumber energi, namun kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit.
Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino
yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama kurangnya asupan makanan,
jaringan lemak akan dipecah jadi asam lemak, gliserol dan badan keton. Setelah lemak tidak
dapat mencukupi kebutuhan energi, maka otot dapat menggunakan asam lemak dan badan keton
sebagai sumber energi apabila tubuh kekurangan asupan. Pada saat semua tidak dapat memenuhi
kebutuhan akan energi lagi, protein akan dipecah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal
tubuh. Proses ini berjalan kronis, dan merupakan respon adaptasi terhadap ketidakcukupan
asupan energi dan proteinSetelah beberapa waktu defisiensi nutrien berlangsung maka akan
terjadi deplesi cadangan nutrien pada jaringan tubuh dan selanjutnya kadar dalam darah akan
menurun. Hal ini akan mengakibatkan tidak cukupnya nutrien tersebut di tingkat seluler sehingga
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 7
fungsi sel terganggu misalnya sintesis protein, pembentukan dan penggunaan energi, proteksi
terhadap oksidasi atau tidak mampu menjalankan fungsi normal lainnya. Bila berlangsung terus
maka gangguan fungsi sel ini akan menimbulkan masalah pada fungsi jaringan atau organ yang
bermanifestasi secara fisik seperti gangguan pertumbuhan, serta kemunculan tanda dan gejala
klinis spesifik yang berkaitan dengan nutrient tertentu misal edema, xeroftalmia, dermatosis, dan
lain-lain yang kadang-kadang ireversibel .9,10

Gambar 2.1 Mekanisme terjadinya malnutrisi9

2.1.6 Klasifikasi
Berdasarkan tanda klinis gizi buruk dapat diklasifikasikan menjadi : 3 tipe gizi buruk yaitu
marasmus, kwashiorkor, dan marasmuskwashiorkor.

1. Marasmus

Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet yang tidak
cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang hubungan orangtua-anak

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 8
terganggu, atau karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Gangguan berat setiap
system tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi. Marasmus adalah gangguan gizi karena
kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak
terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan
sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena
masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah :

a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan ototototnya,
tinggal tulang terbungkus kulit

b. Wajah seperti orang tua

c. Iga gambang dan perut cekung

d. Otot paha mengendor (baggy pant)

e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar

2. Kwashiorkor

Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya
mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya
terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua
punggung kaki sampai seluruh tubuh. Walaupun defisiensi kalori dan nutrien lain mempersulit
gambaran klinik dan kimia, gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein
tidak cukup bernilai biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu, seperti pada
keadaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pada proteinuria (nefrosis), infeksi,
perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti pada penyakit hati kronik.
Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan kalori
tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan
angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik, akibat defisiensi vitamin dan mineral

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 9
dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling
serius dan paling menonjol di dunia saat ini terutama berada di daerah industri belum
bekembang.12 Bentuk klinik awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis atau
iritabilitas. Bila terus berlanjut, mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang stamina,
kehilangan jaringan muskuler, meningkatnya kerentanan terhadap infeksi, dan udem.
Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari manifestasi yang paling serius dan konstan.
Pada anak dapat terjadi anoreksia, kekenduran jaringan subkutan dan kehilangan tonus otot. Hati
membesar dapat terjadi awal atau lambat, sering terdapat infiltrasi lemak. Udem biasanya terjadi
awal, penurunan berat badan mungkin ditutupi oleh udem, yang sering ada dalam organ dalam
sebelum dapat dikenali pada muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal, laju filtrasi glomerulus, dan
fungsi tubuler ginjal menurun. Jantung mungkin kecil pada awal stadium penyakit tetapi
biasanya kemudian membesar. Pada kasus ini sering terdapat dermatitis. Penggelapan kulit
tampak pada daerah yang teriritasi tetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar matahari.
Dispigmentasi dapat terjadi pada daerah ini sesudah deskuamasi atau dapat generalisata. Rambut
sering jarang dan tipis dan kehilangan sifat elastisnya. Pada anak yang berambut hitam,
dispigmentasi menghasilkan corak merah atau abu-abu pada warna rambut (hipokromotrichia)
Infeksi dan infestasi parasit sering ada, sebagaimana halnya anoreksia, mual, muntah, dan diare
terus menerus.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 10
Otot menjadi lemah, tiois, dan atrofi, tetapi kadangkadang mungkin ada kelebihan lemak
subkutan. Perubahan mental, terutama iritabilitas dan apati sering ada. Stupor, koma dan
meninggal dapat menyertai.12

Berikut ciri-ciri dari kwashiorkor secara garis besar adalah :

- Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis


- Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata anak sayu
- Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal
pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas
3. Marasmus - Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk
pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60%
dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema,kelainan rambut, kelainan
kulit12

Berdasarkan beratnya malnutrisi. Salah satu klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi
MEP menurut Departemen Kesehatan RI yang berdasarkan pada berat badan menurut tinggi atau
panjang badan.5

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 11
Tabel 2.1 Klasifikasi MEP menurut Departemen Kesehatan RI5

Status Gizi Klinis BB/TB-PB


Gizi buruk Tampak sangat kurus dan atau <-3SD
edema pada kedua punggung
kaki sampai seluruh tubuh
Gizi kurang Tampak kurus -3 - <-2SD
Gizi baik Tampak sehat -2—2SD
Gizi Lebih Tampak gemuk >2SD

Klasifikasi lainnya adalah klasifikasi Gomez yang berdasarkan berat badan individu
dibandingkan dengan median berat badan menurut usia tertentu pada anak sehat.3

Tabel 2.2 Klasifikasi MEP menurut Gomez3

Derajat KEP Berat badan % dari baku*


0 (normal) >90%
1 (ringan) 89-75%
2 (sedang) 74-60%
3 (berat) <60%

Selain itu, terdapat klasfikasi lain yang dikemukakan oleh Waterlow membedakan antara
MEP yang terjadi akut dan kronis. Menurut Waterlow, defisit berat terhadap tinggi
mencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting (kurus kering).
Sedangkan defisit tinggi menurut umur merupakan akibat kekurangan gizi yang berlangsung
lama atau kronis. Akibatnya laju tinggi badan akan terganggu, hingga anak akan menjadi pendek
(stunting) untuk seusianya.3

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 12
Tabel 2.3 Klasifikasi MEP menurut Waterlow3

Gangguan derajat Stunting (BB/U) Wasting(BB/TB)


0 >95% >90%
1 95-90% 90-80%
2 89-85% 80-70%
3 <85% <70%

2.1.7 Manifestasi Klinis

Pada anamnesis, keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang, anak
kurus, atau berat badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak kurang/tidak mau makan, sering
menderita sakit yang berulang atau timbulnya bengkak pada kedua kaki, kadang sampai seluruh
tubuh.

Pada pemeriksaan fisik MEP ringan, sering ditemukan gangguan pertumbuhan,


diantaranya: anak tampak kurus, pertumbuhan linier berkurang atau terhenti, berat badan tidak
bertambah dan adakalanya bahkan turun, ukuran lingkar lengan atas lebih kecil dari normal,
maturasi tulang terlambat, rasio berat badan terhadap tinggi badan normal/menurun, tebal lipatan
kulit normal atau berkurang, anemia ringan, aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingkan
dengan anak sehat.

Pada MEP berat (gizi buruk), pemeriksaan fisik MEP tipe kwashiorkor akan ditemukan:
perubahan mental sampai apatis, anemia, perubahan warna dan tekstur rambut menjadi mudah
dicabut / rontok, gangguan sistem gastrointestinal, pembesaran hati, perubahan kulit
(dermatosis), atrofi otot, edema simetris pada kedua punggung kaki hingga sampai seluruh
tubuh, Sedangkan pada pemeriksaan fisik MEP tipe marasmus dapat muncul gejala sebagai
berikut:
penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus
, perubahan mental, cengeng,
kulit kering, dingin dan mengendor, keriput, lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit
berkurang, otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas, kadang-kadang terdapat bradikardi,

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 13
serta tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya. Pada marasmik-
kwashiorkor akan terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan kwashiorkor secara bersamaan.2
Rangkuman gejala klinis pada MEP berat dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Gejala klinis pada Gizi buruk.9

Lokasi Tanda
Wajah Wajah bulan, wajah simlan (marasmus)
Mata Mata kering, congjungtiva anemis, tanda bitots
(vitamin A), edema periorbital
Mulut Stomatitis angular, cheilitis, glossitis,
perdarahan gusi (vitamin C), pembesaran
parotis
Gigi Kerusakan enamel, erupsi tertunda
Rambut Rambut kering, jarang dan rapuh,
hipopigmentasi, bulu mata sapu, alopecia
Kulit Longgar dan berkerut (marasmus) berkilau
dan edematous (kwashiorkor), kering,
hyperkeratosis folikular, hipopigmentasi/
hiperpigmentasi, penyembuhan luka yang
lama,erosi.
Kuku Kolonicia, tipis dan rapuh
Otot Otot lemah, hypocalcemia
Kerangka Deformitas, biasanya hasil dari defisiensi
calcium, vitamin D atau vitamin C.
Perut Distensi: pembesaran hepar dengan fatty liver,
asites mungkin tampak.
Cardiovascular Bradikardi, hipotensi, penurunan cardiac
output, vaskulopathy pembuluh kecil.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 14
Neurologic Keterlambatan perkembangan global,
kehilangan reflex lutut dan ankle, gangguan
memori.
Hematologi Pucat, petechia, perdarahan
Tingkah laku Letargi, apatis, mudah tersinggung.

2.1.8 Diagnosis

Kriteria diagnosis gizi buruk menurut Panduan Pelayanan Medik Ikatan Dokter Anak Indonesia
meliputi: tubuh terlihat sangat kurus, edema nutrisional dan simetris, BB/TB < -3 SD, dan
Lingkar Lengan Atas <11,5 cm.2

Secara umum, diagnosis untuk MEP dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan penunjang, dan antropometrik.10

1. Gejala klinis: anamnesis; Kejadian mata cekung yang baru saja muncul, lama dan
frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan diare
(encer/darah/lendir). Kapan terakhir berkemih, sejak kapan tangan dan kaki teraba
dingin. Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi
dan/atau syok, serta harus diatasi segera.
Anamnesis lanjutan dilakukan untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana
selanjutnya, dilakukan setelah kedaruratan ditangani diet (pola makan)/kebiasaan makan
sebelum sakit, riwayat pemberian ASI, asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi
beberapa hari terakhir, hilangnya nafsu makan, kontak dengan pasien tuberkulosis paru,
batuk kronik, berat badan lahir, riwayat tumbuh kembang: duduk, berdiri, bicara dan
lain-lain riwayat imunisasi, apakah ditimbang setiap bulan, lingkungan keluarga (untuk
memahami latar belakang sosial anak), diketahui atau tersangka infeksi HIV. Pada
pemeriksaan fisik: anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung kaki.
Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB, tanda dehidrasi: tampak haus,
mata cekung, turgor buruk, demam (suhu aksilar ≥ 37.5° C) atau hipotermi (suhu aksilar
< 35.5° C). frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung, sangat pucat

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 15
Pembesaran hati dan icterus, perut kembung, bising usus melemah/meninggi, tanda
asites, atau adanya suara seperti pukulan pada permukaan air (abdominal
splash).ditemukan tanda defisiensi vitamin A pada mata: Konjungtiva atau kornea yang
kering, bercak bitot, ulkus kornea, keratomalasia, ulkus pada mulut, Fokus infeksi:
telinga, tenggorokan, paru, kulit lesi kulit pada kwashiorkor: hipo- atau hiper-
pigmentasi,deskuamasi ulserasi (kaki, paha, genital, lipatan paha, belakang telinga) lesi
eksudatif (menyerupai luka bakar), seringkali dengan infeksi sekunder (termasuk jamur).
Tampilan tinja (konsistensi, darah, lendir). Tanda dan gejala infeksi HIV Gejala yang
biasanya timbul adalah gagal tumbuh kembang. Selain itu terdapat satu atau lebih gejala
klinis marasmus dan kwashiorkor lainnya.12,16
2. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan laboratorium darah tepi yaitu Hb memperlihatkan
anemia. Pada pemeriksaan fungsi hepar, kadar albumin serum menurun. Kadar elektrolit
seperti kalium dan magnesium rendah, sedangkan kadar natrium, zinc, dan cuprum bisa
normal atau menurun. Kadar glukosa darah umumnya rendah, asam lemak bebas meninggi,
nilai β-lipoprotein dapat rendah ataupun tinggi, dan kolesterol serum rendah. Kadar asam
amino esensial plasma menurun. Kadar hormon insulin umumnya menurun, tetapi hormon
pertumbuhan dapat normal, rendah, maupun tinggi. Pada biopsi hati bisa tampak perlemakan.
Pada pemeriksaan radiologi tulang tampak pertumbuhan tulang yang terlambat dan terdapat
osteoporosis ringan. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan feses lengkap, tes mantoux,
radiologi thorax, dan EKG untuk mengetahui adanya penyakit atau infeksi penyerta.12,16
3. Antropometrik: ukuran yang sering dipakai adalah berat badan, panjang / tinggi badan,
lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan lipaan kulit. Diagnosis ditegakkan dengan adanya data
antropometrik dan kemudian dapat diklasifikasikan menurut Depkes RI, Gomez, Waterlow,
dan lain-lain.
Bila dalam pemeriksaan pada anak didapatkan satu atau lebih tanda berikut: tampak sangat
kurus, edema minimal pada kedua punggung kaki atau tanpa edema, BB/PB atau BB/TB < -3
SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan), nafsu makan baik, maka anak dikategorikan
gizi buruk tanpa komplikasi dan perlu diberikan penanganan secara rawat jalan. Bila hasil
pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: tampak sangat kurus, edema pada
seluruh tubuh, BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan) dan

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 16
disertai dari salah satu atau lebih tanda komplikasi medis sebagai berikut: anoreksia, pneumonia
berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan kesadaran, maka anak
dikategorikan gizi buruk dengan komplikasi sehingga perlu penanganan secara rawat inap.12

2.1.9 Tatalaksana

MEP berat ditatalaksana melalui 3 fase (stabilisasi, transisi dan rehabilitasi) dengan 10 langkah
tindakan seperti pada gambar 2.3.5,6

Gambar 2.3 Tatalaksana gizi buruk5

2.1.9.1 Hipoglikemia

Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah < 3 mmol/L atau < 54
mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau larutan glukosa/gula pasir 10%
segera setelah masuk rumah sakit. Pemberian makan yang sering sangat penting dilakukan pada
anak gizi buruk. Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa kadar gula darah,
maka semua anak gizi buruk harus dianggap menderita hipoglikemia dan segera ditangani sesuai
panduan.5

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 17
Tatalaksana:

 Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya memungkinkan. Bila F-
75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan glukosa atau gula
10% (1 sendok teh munjung gula dalam 50 ml air) secara oral atau melalui NGT.
 Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2–3 jam, siang dan malam selama minimal dua
hari.Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian F-75.
 Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara intravena (bolus)
sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml dengan NGT. Beri
antibiotik.
Pemantauan:

 Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah 30 menit.
 Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian larutan glukosa
atau gula 10%.
 Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia
disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar gula darah dan tangani sesuai
keadaan (hipotermia dan hipoglikemia).
Pencegahan:

 Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika perlu, lakukan
rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-3 jam siang malam.5,6

2.1.9.2 Hipotermia

Hipotermia didiagnosis melalui suhu aksilar < 35.5° C Tatalaksana hipotermia adalah dengan
segera memberikan makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu).Pastikan bahwa anak
berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan selimut hangat dan letakkan pemanas (tidak
mengarah langsung kepada anak) atau lampu di dekatnya, atau letakkan anak langsung pada dada
atau perut ibunya (dari kulit ke kulit: metode kanguru). Bila menggunakan lampu listrik,
letakkan lampu pijar 40 W dengan jarak 50 cm dari tubuh anak. Beri antibiotik sesuai pedoman.5

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 18
Pemantauan:

 Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36.5° C atau lebih.
Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam. Hentikan pemanasan bila suhu
mencapai 36.5° C.
 Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada malam hari.
 Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia.
Pencegahan:

 Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang bebas angin dan
pastikan anak selalu tertutup pakaian/selimut.
 Ganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat tidur tetap kering.
 Hindarkan anak dari suasana dingin (misalnya: sewaktu dan setelah mandi, atau selama
pemeriksaan medis).
 Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat, terutama di malam
hari.
 Beri makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin sepanjang
hari, siang dan malam.

2.1.9.3 Dehidrasi

Pada saat mendiagnosis dehidrasi, cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan
estimasi yang berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk. Hal ini
disebabkan oleh sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak dengan gizi buruk,
hanya dengan menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi buruk dengan diare cair, bila gejala
dehidrasi tidak jelas, anggap dehidrasi ringan.5

Tatalaksana:

 Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat dengan syok.
 Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat dibanding jika
melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 19
o Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama .
o Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5–10 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75
dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam. Jumlah yang pasti
tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang keluar dan apakah anak
muntah. Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam. Jika masih diare,
beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 tahun: 50-100 ml setiap buang air
besar, usia ≥ 1 th: 100-200 ml setiap buang air besar.6,12

2.1.9.4 Gangguan Keseimbangan Elektrolit

Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan magnesium yang mungkin
membutuhkan waktu 2 minggu atau lebih untuk memperbaikin- ya. Terdapat kelebihan natrium
total dalam tubuh, walaupun kadar natrium se- rum mungkin rendah. Edema dapat diakibatkan
oleh keadaan ini. Jangan obati edema dengan diuretikum. Pemberian natrium berlebihan dapat
menyebabkan kematian.

Tatalaksana:5

 Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan Magnesium, yang sudah
terkandung di dalam larutan Mineral-Mix yang ditambahkan ke dalam F-75, F-100 atau
ReSoMal.
 Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi
 Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).
2.1.9.5 Infeksi
Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam, seringkali tidak ada,
padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi. Oleh karena itu, anggaplah semua anak
dengan gizi buruk mengalami infeksi saat mereka datang ke rumah sakit dan segera tangani
dengan antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia merupakan tanda infeksi berat. 12

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 20
Tatalaksana:

 Antibiotik spektrum luas.


 Vaksin campak jika anak berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah mendapat- kannya, atau
jika anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi vaksin sebelum berumur 9 bulan.
Tunda imunisasi jika anak syok.
Pilihan antibiotik spektrum luas:

Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri Kotrimoksazol per oral (25 mg SMZ
+ 5 mg TMP/kgBB setiap 12 jam selama 5 hari.
Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia,
atau anak terlihat letargis atau tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:

 Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan dengan
Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) atau, jika tidak tersedia
amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap 6 jam selama 5 hari) sehingga
total selama 7 hari, ditambah:
 Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari. Catatan: Jika anak
anuria/oliguria, tunda pemberian gentamisin dosis ke-2 sampai ada diuresis untuk
mencegah efek samping/toksik gentamisinJika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam,
tambahkan Kloramfenikol (25 mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari.
Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan obati dengan
Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari. Jika ditemukan infeksi spesifik lainnya
(seperti pneumonia, tuberkulosis, malaria, disentri, infeksi kulit atau jaringan lunak), beri
antibiotik yang sesuai. Beri obat antimalaria bila pada apusan darah tepi ditemukan parasit
malaria. Walaupun tuberkulosis merupakan penyakit yang umum terdapat, obat anti tuberkulosis
hanya diberikan bila anak terbukti atau sangat diduga menderita tuberkulosis. Jika terdapat bukti
adanya infestasi cacing, beri mebendazol (100 mg/kgBB) selama 3 hari atau albendazol (20
mg/kgBB dosis tunggal). Beri mebendazol setelah 7 hari perawatan, walaupun belum terbukti
adanya infestasi cacing. Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan
pengobatan sampai seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum membaik, lakukan
penilaian ulang menyeluruh pada anak.5

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 21
2.1.9.6 Defisiensi Zat Gizi Mikro

Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering ditemukan
anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu sampai anak mempunyai nafsu makan
yang baik dan mulai bertambah berat badannya (biasanya pada minggu kedua, mulai fase
rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah infeksi. Berikan setiap hari paling sedikit dalam
2 minggu:5

 Multivitamin
Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)


 Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
 Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
 Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabili- tasi)

 Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1. Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau
pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir, beri vitamin
A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15.

2.1.9.7 Pemberian Makanan Awal (Initial Refeeding)

Pada fase awal, pemberian makan (formula) harus diberikan secara hati-hati sebab keadaan
fisiologis anak masih rapuh. Sifat utama yang menonjol dari pemberian makan awal adalah:6

 Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas maupun rendah
laktosa.
 Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral.
 Energi: 100 kkal/kgBB/hari.
 Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari.
 Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari).
 Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah F-75 yang
ditentukan harus dipenuhi.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 22
2.1.9.8 Tumbuh Kejar

Tanda yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah kembalinya nafsu makan
dan edema minimal atau hilang.6

Tatalaksana:

 Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke formula tumbuh-kejar (F-
100) (fase transisi): Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan F-
75 selama 2 hari berturutan. Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap
kali pemberian sampai anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit. Biasanya
hal ini terjadi ketika pemberian formula mencapai 200 ml/kgBB/hari. Dapat pula
digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang dimodifikasi sehingga kandungan
energi dan proteinnya sebanding dengan F-100.Setelah transisi bertahap, beri anak:
o pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuai kemampuan
anak)
o energi: 150-220 kkal/kgBB/hari
o protein: 4-6 g/kgBB/hari.
o Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi pastikan anak
sudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI tidak mengandung cukup
energi untuk menunjang tumbuh-kejar.6,12
2.1.9.9 Stimulasi Sensorik dan Emosional

Hal yang perlu diperhatikan dalam stimulasi sensorik dan emosional adalah ungkapan kasih
sayang, lingkungan yang ceria, terapi bermain terstruktur selama 15–30 menit per hari, aktivitas
fisik segera setelah anak cukup sehat, dan keterlibatan ibu sesering mungkin (misalnya
menghibur, memberi makan, memandikan, bermain). 6,12

2.1.9.10 Pemulangan dan Tindak Lanjut

Bila telah tercapai BB/TB > -2 SD (setara dengan >80%) dapat dianggap anak telah sembuh.
Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah. Berikan contoh
kepada orang tua bagaimana menu dan cara membuat makanan kaya energi dan padat gizi serta

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 23
frekuensi pemberian makan yang sering. Selain itu juga perlu terapi bermain yang terstruktur dan
sarankan untuk melengkapi imunisasi dasar dan/atau ulangan, serta mengikuti program
pemberian vitamin A (Februari dan Agustus).6

2.1.10 Pencegahan

Malnutrisi energi protein merupakan masalah gizi yang multifaktorial. Tindakan pencegahan
bertujuan untuk mengurangi insidens dan menurunkan angka kematian. Oleh karena ada
beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut, maka untuk mencegahnya
dapat dilakukan beberapa langkah, antara lain:2

 Pola makan. Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang (perbandingan


jumlah karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral berdasarkan umur dan berat
badan).
 Pemantauan tumbuh kembang dan penentuan status gizi secara berkala (sebulan sekali
pada tahun pertama).
 Faktor sosial. Mencari kemungkinan adanya pantangan untuk menggunakan bahan
makanan tertentu yang sudah berlangsung secara turun-temurun dan dapat menyebabkan
terjadinya MEP.
 Faktor ekonomi.Dalam World Food Conference di Roma tahun 1974 telah dikemukakan
bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan
bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan sebab
utama krisis pangan, sedangkan kemiskinan penduduk merupakan akibat lanjutannya.
Ditekankan pula perlunya bahan makanan yang bergizi baik di samping kuantitasnya.
 Faktor infeksi.Telah lama diketahui adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi.
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan status gizi. MEP, walaupun dalam
derajat ringan, menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.

2.1.11 Komplikasi

Pada keadaan gizi buruk akut komplikasi terseringnya adalah anoreksia dikarenakan
penderita tidak mampu/ tidak mau makan dan minum, hipertermia/ hipotermia,hipoglikemia,

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 24
infeksi saluran nafas bagian bawah dimana penderita batuk disertai dengan kesulitan bernafas
ataupun nafas cepat, anemia berat seringkali menjadi komplikasi dari gizi buruk. Komplikasi
dapat terjadi pada kulit sehingga timbul lesi seperti fisura dan kulit terkelupas, dehidrasi berat,
letargi dan bahkan hingga kejang.

Pada penderita gizi seringkali terdapat gangguan asupan mikro dan makro nutrien seperti
vitamin dan mineral. Sehingga dapat menimbulkan komplikasi yang luas sesuai dengan zat gizi
yang kurang sepeti. Kurangnya vitamin A sehingga dapat menyebabkan komplikasi di mata
seperti munculnya bitot spot dan xeropthalmia., kekurangan vitamin D yang berpengaruh ke
pertumbuhan tulang. Kekurangan vitamin E yang mempengaruhi imunitas, neuropati dan ataxia
dan kekurangan vitamin K dapat menyebabkan pendarahan dan kekurangan vitamin B9 (asam
folat) dan vitamin B12 (cobalamin) dapat menyebabkan anemia megaloblastik. Kekurangan
vitamin B1 (tiamin) dapat menyebabkan beri-beri dan bahkan gagal jantung. Kekurangan
vitamin B2 (riboflavin) dapat menyebabkan glosittis dan dermatitis seborik, kekurangan vitamin
B3 (niasin) dapat memicu dermatitis, diare dan kelelahan dan kekurangan vitamin B6
(piridoksin) dapat menyebabkan neuropati, iritabilitas dan kehilangan berat badan. 9

Mineral dan elemen penting seperti fosor, besi dan zink dapat terjadi defisit pada
malnutrisi energi protein, jika kekurangan berat fosfat dapat menyebabkan rhabomiolisis,
osteomalasia dan defisiensi besi dapat mengakibatkan anemia mikrositik dan jika menjadi berat
maka dapat menyebabkan letargi, kardiomegali, gangguan perkembangan mental dan
psikomotor, dan kekurangan zink dapat meyebabkan gagal tumbuh, peningkatan infeksi dan
disfungsi kognitif.9

Sedangkan untuk komplikasi jangka panjang, anak-anak dengan gizi buruk memiliki
peluang tinggi untuk mengalami retadasi pertumbuhan fisik jangka panjang, perkembangan
mental suboptimal serta mempengaruhi fungsi intelegensi. Keadaan kekurangan gizi saat dalam
kandungan dan bayi akan menyebabkan perkembangan intelektual rendah dan retradasi
pertumbuhan fisik yang erta kaitannya dengan resiko kematian. Mortalitas atau kejadian
kematian dapat terjadi pada penderita gizi buruk. Kematian seringkali terjadi karena penyakit
infeksi seperti tuberkulosis, radang paru, infeksi saluran cerna atau gangguan jantung mendadak.
Infeksi berat sering terjadi karena gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Gizi buruk akan
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 25
menimbulkan infeksi dan sebalikanya penyakitinfeksi dapat memperburuk kondisi keadaan gizi,
hal ini dapat menjadi sangat buruk apabila terjadi secara bersamaan. Infeksi berat pada akhirnya
akan mengancam jiwa. 16

2.1.12 Prognosis

MEP berat (gizi buruk) mempunyai angka kematian yang tinggi. Kematian sering tidak
dapat dibedakan apakah karena infeksi atau karena malnutrisi itu sendiri. Prognosis tergantung
dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa kasus, meskipun pengobatan
terlihat adekuat, bila penyakitnya progesif, maka kematian tidak dapat dihindari. Hal ini dapat
terjadi karena perubahan yang sudah irreversibel dari sel-sel tubuh akibat undernutrition maupun
overnutrition.3 Pada anak yang malnutrisi pada usia yang lebih muda, akan terjadi penurunan
tingkat kecerdasan yang lebih besar dan irreversibel dibanding dengan anak yang mendapat
keadaan malnutrisi pada usia yang lebih dewasa. Hal ini berbanding terbalik dengan psikomotor
anak yang mendapat penanganan malnutrisi lebih cepat menurut umurnya, anak yang lebih muda
saat mendapat perbaikan keadaan gizinya akan cenderung mendapatkan kesembuhan
psikomotornya lebih sempurna dibandingkan dengan anak yang lebih tua, sekalipun telah
mendapatkan penanganan yang sama. Hanya saja pertumbuhan dan perkembangan anak yang
pernah mengalami kondisi marasmus ini cenderung lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam
hal pertumbuhan tinggi badan anak dan pertambahan berat anak, walaupun jika dilihat secara
ratio berat dan tinggi anak berada dalam batas yang normal.3

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 26
BAB III

REKAM MEDIS KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap : An. AF
Tempat/Tanggal lahir : Pati, 16 Juni 2015
Usia : 4 tahun 1 bulan
Alamat : Ngagel 6/6 Dukuhseti, Pati, Jawa tengah
Suku Bangsa : Jawa
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pendidikan :-
Agama : Islam
II. ANAMNESIS
Dilakukan Alloanamnesis dengan ibu pasien di bangsal Cempaka RSUD RAA Soewondo
Pati perawatan hari ke 2 dengan nomor RM 244476
Keluhan Utama : Diare
Riwayat Penyakit Sekarang:
Seorang pasien laki laki 4 tahun datang rujukan dari RSI Pati ke IGD RSUD RAA
sowewondo Pati pada tanggal 7 agustus 2017 pukul 20.30 WIB dengan keluhan diare sejak 7
hari yang lalu. Diare sebanyak > dari 10x, diare berupa cairan dengan ampas bewarna kuning
kecoklatan, lender (+) darah (-) dengan ukuran kurang lebih ½ gelas belimbing setiap bab.
Keluhan lain: demam, demam dirasakan sepanjang hari, naik turun tidak menentu. Namun
suhu tidak diukur saat dirumah. Nenek pasien mengatakan suhu cucunya berbeda dari
biasanya. Keluhan lain seperti mual, muntah disangkal. Pasien juga lemas dan kurang aktif
dalam bermain. Terdapat keluhan batuk sejak 3 hari yang lalu, batuk tidak berdahak, dahak (-
), keluhan disertai dengan pilek. Keluhan sempat diobati di RSI Pati dan dirawat inap 1 hari.
Pasien BAK 3-4x/hari dan bewarna kuning pekat. Darah (-) nyeri BAK (-). Semenjak sakit
nafsu makan pasien menurun. Pasien makan 2-3x/hari , setiap makan 1-2 sendok makan saja.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 27
Pasien minum air putih kurang lebih 600 ml/hari dan minum susu 500ml/hari. Menurut
neneknya pasien semakin lama semakin kurus, namun tidak diketahui berat badan
sebelumnya. Nenek pasien mengatakan bahwa saat ini dirumah tidak ada yang mengalami
keluhan serupa. Namun, Ibu pasien meninggal kurang lebih 2 tahun yang lalu dengan
keluhan diare dengan keterangan HIV (+) dan adanya penyakit paru (+)
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa (+)
Riwayat alergi makanan (+) berupa ayam dan telur
Riwayat HIV (+)
Riwayat TB (-)
Riwayat Asma (-)
Riwayat rawat inap di RS : (+) saat usia 3 bulan dengan keluhan diare (rawat inap selama 10
hari) (+) 1 hari yang lalu di RSI Pati.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat alergi obat dan makanan (-)
Riwayat TBC (+) Ibu Pasien
Riwayat HIV (+) Ibu Pasien
Riwayat Asma (-)
Riwayat Perinatal
Antenatal: selama hamil ibu pasien rutin memeriksakan kandungan, riwayat kehamilan
dengan penyulit disangkal.
Natal: pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara, namun dari ayah yang berbeda. Lahir
spontan di puskesmas dibantu bidan dengan usia kehamilan 39 minggu, BB lahir 3500 gram.
Post natal : riwayat di rawat dirumah sakit disangkal.
Riwayat Pertumbuhan
BB: 8 kg
TB: 88 cm
Lk: 48 cm
Lila: 13 cm

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 28
Pertumbuhan WHO (zscores)
BB/U: < - 3 (gizi buruk )  -7.13z
TB/U: < - 3 (perawakan pendek)  -3.99z
BB/TB: < - 3 (sangat kurus) -7.23z
Riwayat Perkembangan
Denver II :
Personal sosial pasien sesuai dengan usianya 4 tahun.
Adaptif – Motorik halus pasien sesuai dengan usianya 4 tahun
Bahasa – sesuai dengan anak usia 3 tahun
Motorik kasar : sesuai dengan anak usia 3 tahun
Riwayat Imunisasi

- Hepatitis B : 0 bulan
- BCG : 1 bulan
- Polio : 1, 2, 3, 4 bulan
- DPT & Hib : 2, 3, 4, 18 bulan
- Campak : 9,18 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
Riwayat Asupan Nutrisi
0-3 bulan : asi eksklusif
3-6 bulan : susu formula
6-9 bulan : susu formula + bubur bayi (makanan lumat 2-3x/hari .1/4-1/2 mangkok) (250ml)
9-12 bulan: susu formula+ makanan lembek ( bubur nasi, nasi lembek ) 3-4x/hari,1/2-1
mangkok (250ml)
12 bulan – sekarang: makanan keluarga 2-3x/hari, 1-2 sendok setiap kali makan ( naisputih ,
lauk pauk ), namun semenjak sakit hanya 1-2 sendok setiap makan.+ susu formula
+500ml/hari/
Kesan : kualitas dan kuantitas kurang.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 29
III. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan di bangsal cempaka RSUD RAA Soewondo Pati

Tanggal : 8 Agustus 2019 pukul 15.30 WIB


Pemeriksaan umum:
Keadaan umum: tampak lemas
Kesadaran: composmentis, GCS 15
 Tanda Vital
Tekanan darah : -
Frekuensi nadi : 114 x/menit, reguler, isi cukup
Frekuensi napas : 26 x/menit, reguler
Suhu tubuh : 37,2oC
Data antropometri : BB:8 kg, TB: 88cm, LK: 48 cm, LILA: 13 cm
 Pemeriksaan Sistem
Kepala : Normosefal, rambut hitam terdistribusi merata, tipis, rapuh (+), mudah
dicabut, benjolan (-), kelainan kulit kepala (-).
Mata : Bentuk normal, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+, pupil
bulat isokor +/+, diameter 3 mm, konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, edema
palpebra -/- mata cekung +/+
Telinga : Bentuk & ukuran normal, sekret (-/-), serumen (-/-), nyeri tekan & nyeri
tarik (-), pembesaran kelenjar pre dan retro aurikel (-)
Hidung : Bentuk normal, ragaden (-), frognose(-), deviasi septum (-), sekret (-)
bening
Mulut : Mulut kering (+), sianosis (-), mukosa merah muda, lidah kotor (-),
stomatitis (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tidak hiperemis
Leher : Letak trakea di tengah, tidak ada pembesaran dan nyeri tekan pada KGB
Cor
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra
Perkusi : Redup, batas jantung dalam batas normal

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 30
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Retraksi dinding dada (-), simetris kanan dan kiri
Palpasi : Stem fremitus sama kuat kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru, batas paru hepar di ICS V sinistra
Auskultasi : SDV (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : tampak sedikit cekung, tulang iga gambang (+)
Auskultasi : Bising usus 20x/menit, bruit aorta (-)
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen (+)
Palpasi : Defans muscular (-), nyeri tekan seluruh kuadran abdomen (-), shifting
dullnes (-), lien dan hepar tidak teraba membesar
Extremitas : Akral hangat (+), edema (-), CRT < 2 detik
T. Belakang : Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), gibus (-)
Kulit : turgor menurun, kulit kering (-) jaringan lemak subkutis sedikit, krusta
pada kaki (+)
KGB : Tidak teraba pembesaran KGB
Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Pemeriksaan Neurologis
I. Rangsang Meningeal
Kaku kudu (-), Burdzinsky I – IV (-), laseque (-), kernig (-)
II. Refleks Fisiologis
Biceps (++/++) normal, Triceps (++/++) normal, Patella (++/++) normal, Achilles
(++/++) normal
III. Refleks Patologis
Babinski (-), hoffman-tromer (-), chaddock (-), gordon (-), schaeffer (-),
oppenheim (-), klonus paha (-), klonus kaki (-)
IV. Motorik
Eutrofi,

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 31
V. N. Kranialis
N. II : Refleks Cahaya langsung +/+ Refleks Cahaya Tidak langsung +/+
N.III,IV,VI : kedudukan bola mata simetris, strabismus(-), enopthalmus (-),
exopthalmus (-), pupil bulat, isokor +/+ ukuran ± 2 mm

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium

tanggal 6/8/19 7/8/19


Jumlah lekosit 4400 6.6
Jumlah eritrosit 4.62 3.84 (↓)
Hemoglobin 11 9.3 (↓)
Hematocrit 34.7 2.67 (↓)
MCV 7.52 69.5 (↓)
MCH 23.8 24.2 (↓)
MCHC 31.7 34.8
Jumlah trombosit 12.000 286.000

Widal : (6/8/19)

Typi O :1/80

Typi H : - (negative)

Imunologi anti HIVL (7/8/19)

Anti HIV (+) reaktif

Imunologi CD4 (8/8/19)

CD4:39.0 sel/ml (normal 400-1800) (↓)

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 32
Radiologi

Cor: CRT < 50%, bentuk dan letak normal


Pulmo:
Corakan vaskuler meningkat
Tampak bercak perihiler kana kiri
Hilus kanan kiri menebal
Diafragma kanan kiri normal
Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip
Kesan:
COR tidak membesar.
Pulmo infiltrate dengan penebalan hilus  mengarah TB Paru.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 33
V. RESUME
Telah diperiksa seorang anak laki laki usia 4 tahun dengan keluhan diare sejak 7 hari yang
lalu, konsistensi cair sebanyak 10x, lender (+) dengan ampas bewarna kuning kecoklatan,
volume +150cc/BAB. Demam (+) naik turun tidak menentu. Pasien mengeluhkan batuk (+)
pilek (+) sejak 3 hari yang lalu. Keluhan sempat diobatin dan dirawat inap di RSI Pati. BAK
dalam batas normal, nafsu makan selama sakit berkurang, 1-2 sendok setiap kali makan
berupa bubur/ nasi. Terdapat riwayat keluhan serupa sewaktu pasien berusia 3 bulan, riwayat
keluarga: ibu pasien meninggal terkait dengan diare dan HIV (+) dan penyakit paru +2 tahun
yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan BB:8kg, Pb:88cm dengan status gizi buruk dan
perawakan pendek. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan: penurunan
hb,ht,mcv,mch,hipokalemi dan anti HIV(+), CD4 menurun, pada foto thorax didapatkan
infiltrate dan penebalan hilus pada pulmo mengarah ke TB Paru.
VI. DAFTAR MASALAH / DIAGNOSA
Diagnosa Kerja: HIV grade 3
Diagnosis tambahan: Gizi buruk, suspect Tb Paru,Anemia
VII. PENGKAJIAN
Clinical Reasoning:
HIV:
Diare lebih dari 7 hari dan sebanyak 10x/hari. Riwayat ibu pasien HIV (+) riwayat diare (+)
pada usia 3 bulan dan dirawat di RS.
TB Paru:
Terdapat keluhan batuk (+) dan berdasarkan hasil foto thorax: terdapat infiltrat dengan
penebalan hilus.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 34
Kontak TB dewasa
Berdasarkan skoring TB Anak:

Skor : 5

Gizi buruk
Berdasarkan dari kurva WHO status gizi pasien Berat badan kurang, perawakan pendek dan
gizi buruk.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 35
Rencana Diagnostik
Uji tuberkulin
Pemeriksaan mikrobiologi bakteri tahan asam (BTA)
Rencana Terapi Farmakologis
Infus D5%12 tpm
Ij cefotaxime 2x400mg
Paracetamol syrup 120mg/5ml, 3x1 cth prn demam >37,5
Kotrimoksazol 2x1/2 tab, 6 mg
Zinc tab 1x20mg
Rifampisin 1x100mg
INH 1x50mg
Pirazinamid 1x200mg
Etambutol 1x200mg
Vitamin B6 1x5 mg
Rencana Terapi Non-farmakologis
Tirah baring
Asupan cairan dan nutrisi yang cukup dan seimbang
Rencana Evaluasi
evaluasi keadaan umum dan TTV
evaluasi tanda dehidrasi
evaluasi status gizi
pemantauan terapi OAT

Edukasi
-Menjelaskan penyakit yang diderita pasien , komplikasi , penatalaksanaan, prognosis dan
cara penularan.
-kontrol setiap bulan, setelah pengobatan TB dilanjutkan pengobatan ARV
-Mengunjungi klinik fasilitas kesehatan tingkat pertama minimal 2x/ tahun untuk memantau
kondisi klinis, pertumbuhan, asupan gizi, status imunisasi dan dukungan psikososial.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 36
VIII. PROGNOSIS
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia
 Ad functionam : dubia ad bonam

KESIMPULAN

Telah diperiksa seorang laki – laki usia 4 tahun, berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, pasien mengalami dan menderita HIV (+) dengan diagnosis tambahan
Gizi buruk, Suspect TB Paru.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 37
BAB IV

ANALISIS KASUS

KASUS
TEORI

Definisi

Keadaaan kurang zat gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya asupan energi dan
protein dalam waktu cukup lama ditandai dengan satu atau lebih gejala:
1. BB/PB atau BB/TB:<-3 SD dan atau; terlihat sangat kurus dan atau adanya edema
minimal pada kedua punggung kaki dan atau LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan.
Dinytakan gizi buruk dengan komplikas apabila ditemukan tanda-tanda gizi buruk disertai
salah satu/ lebih dari tanda komplikasi medis seperti: anoreksia, pneumona berat, anamia
berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi dan penurunan kesadaran

Epidemiologi

Sekitar 825 juta orang di dunia menderita Pasien merupakan seorang anak laki – laki 4
gizi buruk pada tahun 2000–2002, dan 815 tahun 1 bulan tinggal di Ngagel 6/6 Dukuh
juta diantaranya hidup di negara Seti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah
berkembang. Prevalensi yang tinggi terdapat
pada anak di bawah umur 5 tahun (balita)
serta pada ibu hamil dan menyusui.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2018 jumlah
penderita gizi buruk pada balita pada tahun
2018 sebesar 3,9% dan di provinsi NTT
angka kejadian gizi buruk tersering sebesar
29,5%.Tahun 2015 di Kabupaten Pati balita
dengan gizi buruk menurut indeks BB/TB
sebanyak 71 orang ( 0,08 % ) di tangani
100%.

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 38
Etiologi

Penyebab primer malnutrisi energi Pasien memiliki riwayat asupan nutrisi yang
protein adalah kekurangan nutrien yang kurang karena tidak nafsu makan. Hal ini
diakibatkan oleh kurang adeakuatnya intake menyebabkan pasien sering tidak mau
makanan dan etiologi sekunder dari MEP makan dan pasien makan 2-3 x/ hari dan
disebabkan oleh kelainan yang setiap kali makan hanya 1-2 sendok makan
mempengaruhi sitem pencernaan dan dan minum susu kurang lebih 500ml/hari.
kondisi yang meningkatkan metabolisme Serta pasien diare sejak 7 hari yang lalu.
seperti penyakit infeksi dan penyakit kronis.

Faktor Risiko

Penyebab gizi buruk multifaktorial yaitu, Pasien memiliki riwayat penyakit HIV (+),
Berdasarkan faktor resiko , (1) terkait dan 7 hari yang lalu pasien diare. Diare
penyakit (satu atau lebih penyakit / cedera 10x/hari, pasien memiliki alergi terhadap
ayam dan telur dan sering tidak nafsu
secara langsung mengakibatkan
makan, Pasien tinggal di rawat oleh
ketidakseimbangan nutrisi seperti gizi buruk neneknya, ibu pasien meninggal 2 tahun
yang berikatan dengan infeksi dapat yang lalu terkait dengan HIV(+)
memperparah kondisi dari pasien) atau (2)
disebabkan oleh faktor lingkungan / perilaku
yang terkait dengan penurunan asupan.
Faktor-faktor lingkungan yang
mengakibatkan kekurangan gizi sering
melibatkan kondisi sosial ekonomi yang
terkait dengan ketersediaan makanan yang
tidak memadai atau gangguan perilaku
seperti anoreksia dan faktor kemudahan
akses pelayanan kesehatan
Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Fisik

manifestasi klinis yang terjadi pada gizi - Anamnesis : pasien merupakan anak di
buruk berdasarkan pertumbuhan status gizi bawah garis merah selama 2 kali
adalah: BB/PB atau BB/TB:<-3 SD dan penimbangan berturut turut, Pasien sulit
atau; terlihat sangat kurus dan atau adanya makan, dan tidak suka dengan lauk yang

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 39
edema minimal pada kedua punggung kaki diberikan hanya menyukai nasi putih sering
dan atau LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 melepeh makanan, sejak 7 hari yang lalu
bulan. pasien mengalami diare, diare 10x/hari
Sedangkan manifestasi klinis berdasarkan Pasien tampak sangat kurus dan tampak
tipe gizi buruk adalah: lemas.
1. Marasmus: kepala: rambut hitam kemerahan, tipis dan
a. Anak tampak sangat kurus karena terdistribusi tidak merata, rapuh dan mudah
hilangnya sebagian besar lemak dan dicabut .
ototototnya, tinggal tulang terbungkus kulit Wajah : pipi cekung (+)
b.Wajah seperti orang tua Abdomen: tampak sedikit cekung, tulang
c. Iga gambang dan perut cekung iga gambang (+)
d. Otot paha mengendor (baggy pant) Kulit : turgor menurun, kulit kering (-)
e.Cengeng dan rewel, setelah mendapat
jaringan lemak subkutis sedikit, krusta pada
makan anak masih terasa lapar
kaki (+)
2. Kwasiokor
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, BB = 8 kg, TB = 88 cm, LILA = 13cm,
kadang apatis LK:48cm
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna  BB/U = -7,16 Z (gizi buruk)
rambut jagung dan mudah dicabut, pada  TB/U = -3,15 (tinggi badan
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat sangat kurang / perawakan
terlihat rambut kepala kusam. pendek)
c. Wajah membulat dan sembab
 BB/TB = -3,00 (sangat kurus)
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar
dengan mudah dapat diraba dan terasa
kenyal pada rabaan permukaan yang licin
dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda
yang meluas dan berubah menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas

3. Marasmik-Kwasikor
Yaitu gejala campuran antara marasmus dan
kwasiokor

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 40
Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan darah tepi (termasuk (7/8/19)


elektrolit) Leukosit: 6.6
- Pemeriksaan glukosa darah Jumlah eritrosit: 3.84 (↓)
Hb: 9.3 (↓)
- Pemeriksaan fungsi
Ht: 2.67 (↓)
- Pemeriksaan radiologi x ray toraks dan Mcv: 69.5 (↓)
femur Mch: 24.2 (↓)
- Pemeriksaan feses lengkap Mchc: 34.8
- Tes mantoux Trombosit: 286.000
- EKG Widal : (6/8/19)
Typi O :1/80
Typi H : - (negative)
Imunologi anti HIVL (7/8/19)
Anti HIV (+) reaktif
Imunologi CD4 (8/8/19)
CD4:39.0 sel/ml (normal 400-1800) (↓)

Tatalaksana

- Pengobatan/ pencegahan hipoglikemia Tatalaksana Farmako


(makanan saring/cair 2-3 jam sekali) Rencana Terapi Farmakologis
- Pengobatan dan pencegahan Hipotermia
- Pengobatan dan pencegahan dehidrasi ( Infus D5%12 tpm
berikan ReSoMal 5 ml/kgBB setiap 30 Ij cefotaxime 2x400mg
menit untuk 2 jam pertama, berikutnya 5–10
ml/kgBB/jam) Paracetamol syrup 120mg/5ml, 3x1 cth
- Pemberian zat gizi mikro prn demam >37,5
• Multivitamin
Asam folat (5 mg
pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari) Kotrimoksazol 2x1/2 tab, 6 mg
• Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari) Zinc tab 1x20mg
• Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
• Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah Rifampisin 1x100mg
berat badan naik (mulai fase INH 1x50mg
rehabilitasi)

• Vitamin A Pirazinamid 1x200mg
- - Pemberian diet Etambutol 1x200mg
- Fase stabilisasi : formula WHO 75
- Fase Transisi : formula WHO 100 Vitamin B6 1x5 mg
- Fase Rehabilitasi : formula WHO F- 135 Rencana Terapi Non-farmakologis
- - Pemberian makanan awal
- Makanan dalam jumlah sedikit tetapi Tirah baring
sering dan rendah osmolaritas maupun Asupan cairan dan nutrisi yang cukup

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 41
rendah laktosa. dan seimbang.
- Berikan secara oral atau melalui NGT,
hindari penggunaan parenteral.
- Energi: 100 kkal/kgBB/hari.
- Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari.
- Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada
edema berat beri 100 ml/kgBB/hari).
- Jika anak masih mendapat ASI,
lanjutkan, tetapi pastikan bahwa
jumlah F-75 yang ditentukan harus
dipenuhi.
MEP berat (gizi buruk) mempunyai angka  Ad Vitam : Dubia ad bonam
kematian yang tinggi. Kematian sering tidak  Ad Sanationam : Dubia
dapat dibedakan apakah karena infeksi atau
 Ad Functionam : Dubia ad bonam
karena malnutrisi itu sendiri. Prognosis
tergantung dari stadium saat pengobatan
mulai dilaksanakan. Dalam beberapa kasus,
meskipun pengobatan terlihat adekuat, bila
penyakitnya progesif,

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 42
BAB V

PENUTUP

Keadaaan kurang zat gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya asupan energi dan
protein dalam waktu cukup lama ditandai dengan satu atau lebih gejala: BB/PB atau BB/TB:<-3
SD dan atau; terlihat sangat kurus dan atau adanya edema minimal pada kedua punggung kaki
dan atau LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan.

Berdasarkan data epidemiologi WHO Sekitar 825 juta orang di dunia menderita gizi buruk pada
tahun 2000–2002, dan 815 juta diantaranya hidup di negara berkembang. Prevalensi yang tinggi
terdapat pada anak di bawah umur 5 tahun (balita) serta pada ibu hamil dan menyusui.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2018 jumlah penderita gizi buruk pada balita pada tahun 2018 sebesar 3,9% dan
di provinsi NTT angka kejadian gizi buruk tersering sebesar 29,5%.Tahun 2015 di Kabupaten
Pati balita dengan gizi buruk menurut indeks BB/TB sebanyak 71 orang ( 0,08 % ) di tangani
100%.

Manifestasi klinis yang terjadi pada gizi buruk berdasarkan pertumbuhan status gizi
BB/PB atau BB/TB:<-3 SD dan gizi buruk dibedakan berdasarkan manifestasi klinis yaitu tipe
marasmus, kwasikor dan marasmus-kwasiokor.1. Marasmus: Anak tampak sangat kurus karena
hilangnya sebagian besar lemak dan ototototnya, tinggal tulang terbungkus kulit, wajah seperti
orang tua,. iga gambang dan perut cekung, otot paha mengendor (baggy pant), cengeng dan
rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar. Tipe yang ke 2. Kwasiokor: Perubahan
status mental : cengeng, rewel, kadang apatis rambut tipis kemerahan seperti warna rambut
jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala
kusam, wajah membulat dan sembab, pandangan mata anak sayu pembesaran hati, hati yang
membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan
pinggir yang tajam, kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjad

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 43
coklat kehitaman dan terkelupas dan terakhir tipe 3. Marasmik-Kwasikor yaitu terdapat gejala
campuran antara marasmus dan kwasiokor.

Penegakan diagnosis gizi buruk didasakan gejala klinis yang didapatkan dari anamnesis;
dilakukan untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya, yaitu diet (pola
makan)/kebiasaan makan sebelum sakit, riwayat pemberian ASI, asupan makanan dan minuman
yang dikonsumsi beberapa hari terakhir, hilangnya nafsu makan, kontak dengan pasien
tuberkulosis paru, batuk kronik, berat badan lahir, riwayat tumbuh kembang. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan: manifestasi klinis gizi buruk seperti anak tampak sangat kurus, adakah edema
pada kedua punggung kaki. Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB, tanda
dehidrasi: tampak haus, mata cekung, turgor buruk, demam (suhu aksilar ≥ 37.5° C) atau
hipotermi (suhu aksilar < 35.5° C). frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung,
sangat pucat Pembesaran hati dan icterus, perut kembung, bising usus melemah/meninggi, tanda
asites, atau adanya suara seperti pukulan pada permukaan air (abdominal splash).

5.2 Saran

saran yang diberikan dalam referat ini terkait dengan kasus adalah:

- mengevaluasi tanda-tanda perbaikan/perburukan klinis

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 44
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat


Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008.
2. Pudjiadi A (ed). Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009.
3. Pudjiadi S. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi Klinis pada Anak.
Edisi keempat. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2005: 95-
137
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Asuhan Nutrisi Pediatrik.Edisi pertama. Jakarta: IDAI,2011
5. Arodiwe I, Chinawa J, Ukoha M, Ujunwa F, Adiele D, Obidike E. Nutritional status of
congenital heart disease (CHD) patients: Burden and determinant of malnutrition at
university of Nigeria teaching hospital Ituku – Ozalla, Enugu. Pak J Med Sci
2015;31(5):1140-1145.
6. World Health Organization. Pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah sakit rujukan
tingkat pertama di kabupaten. Jakarta : WHO Indonesia; 2008
7. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Hasil Utama RISKESDAS 2018. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2018
8. Dinas Kesehatan Kabupaten Pati. Profil Kesehatan Kabupaten Pati Tahun 2015. Pati: Dinas
Kesehatan Pati; 2016
9. Atassi Hadi, Protein-Energy Malnutrition.America: Departement of Internal Medicine,
University of Lousiville Hospital; 2019
10. Van der kam Saskia. Effectiveness of Nutrition Suplementation in Preventing Malnutrition
children 6-59 months with infection. Beglia University Libre de Braxel; 2017.
11. Muller O. Malnutrition and health in developing countries. Canadian Medical Association
Journal. 2005 Feb;173(3):279–86.
12. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pendoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Jakarta:
Bakti Husada;2011.
13. Mehta NM, Corkins MR, Lyman B, Malone A, Goday PS, Carney L(N, et al. Defining
Pediatric Malnutrition. J Parenter Enteral Nutr. 2013;37(4):460–81.
14. Nurhayati, Soetjiningsih, Suandi IKG. Relationship Between Protein Energy Malnutrition
and Social Maturity in Children Aged 1-2 Years. Paediatrica Indonesiana. 2002
Dec;(42):261-266.
15. Kliegman R, Stanton B, St. Geme J, Schor N, Nelson W. Nelson textbook of pediatrics. 20th
ed. Philadelpha, PA: Elsevier; 2016. p.170-178.
16. Gulden, MHN. Malnutrition in Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition.
Abingdon: Taylor and Francis; 2004. p. 489-523.
17. Morley . E Jhon. Protein-Energy. USA Undernutrition. Saint Louis University School of
Medicine;2018

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 45
LAMPIRAN

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 46
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 47

Anda mungkin juga menyukai