Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau
ketidakseimbangan protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi
pada tubuh. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.
Menurut Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita
kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk
(8,3%). WHO (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4
kelompok yaitu: rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%), tinggi (20-29%), sangat tinggi
(30%).1,2
Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah Indonesia telah
berupaya untuk menanggulanginya. Data Dusenas menunjukkan bahwa jumlah balita yang BB/U
< -3 SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningkatkan dari 6,3 % menjadi 7,2 % tahun
1992 dan mencapai puncaknya 11,6% pada tahun 1995.1,3
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk dan faktor tersebut
saling berkaitan. Secara langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu anak kurang
mendapatasupan gizi seimbang dalam waktu cukup lama dan anak menderita penyakit infeksi.
Anak yang sakit, asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimalkarena
adanya gangguan penyerapan akibat penyakit infeksi. Secara tidak langsung penyebab terjadinya
gizi buruk yaitu tidak cukupnya persediaan pangan di rumahtangga, pola asuh kurang memadai,
dan sanitasi / kesehatan lingkungan kurang baik,serta akses pelayanan kesehatan terbatas. Akar
masalah tersebut berkaitan erat denganrendahnya tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan
kemiskinan keluarga.4
Mengingat banyaknya masalah serta tingginya angka morbiditas anak dengan gizi buruk, tujuan
penulisan referat ini adalah untuk memahami perjalanan penykit gizi buruk, cara penegakan
diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi, pencegahan penyakit serta untuk menambah
pengetahuan penulis
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Malnutrisi merupakan suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau ketidakseimbangan protein energi
dan nutrien lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pada tubuh Malnutrisi Energi Protein
(MEP) merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari-hari atau disebabkan oleh penyakit tertentu, sehingga tidak
mencukupi angka kecukupan gizi. Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi dan
protein, malnutrisi energi-protein diklasifkasikan menjadi MEP derajat ringan-sedang (gizi
kurang) dan MEP derajat berat (gizi buruk). 1,4
Gizi kurang belum menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya dijumpai gangguan
pertumbuhan dan anak tampak kurus. Gizi buruk ditandai dengan satu atau lebih tanda gizi
buruk. Kriteria anak gizi buruk dapat dibedakan berdasarkan komplikasi yang terjadi. 1. Gizi
buruk tanpa komplikasi apabila BB/TB:<-3 SD dan atau; terlihat sangat kurus dan atau adanya
edema minimal pada kedua punggung kaki dan atau LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan. 2
Gizi buruk dengan komplikasi apabila ditemukan tanda-tanda gizi buruk disertai salah satu atau
lebih dari tanda komplikasi medis seperti: anoreksia, pneumonia berat, anamia berat, dehidrasi
berat, demam sangat tinggi dan penurunan kesadaran.1,2,5
2.1.2 Epidemiologi
Diperkirakan sekitar 825 juta orang di dunia menderita gizi buruk pada tahun 2000–2002, dan
815 juta diantaranya hidup di negara berkembang. Malnutrisi energi protein (MEP) merupakan
salah satu dari empat masalah gizi utama di Indonesia. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak
di bawah umur 5 tahun (balita) serta pada ibu hamil dan menyusui. Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2018 jumlah
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 3
penderita gizi buruk pada balita mengalami penurunan dari tahun 2007 sebesar 5,7% menjadi
3,9% pada tahun 2018 dan di provinsi NTT angka kejadian gizi buruk tersering sebesar 29,5% 2,8
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dan Laporan Survei Departemen Kesehatan-
UNICEF tahun 2005, dari 343 kabupaten/kota di Indonesia penderita gizi buruk sebanyak 169
kabupaten/kota tergolong prevalensi sangat tinggi dan 257 kabupaten/kota lainnya prevalensi
tinggi.3
Tahun 2015 di Kabupaten Pati balita dengan gizi buruk menurut indeks BB/TB sebanyak
71 orang ( 0,08 % ) di tangani 100 %. Kasus ini turun dibandingkan 2014 sebanyak 85 orang (
0,10 % ).9
2.1.3 Etiologi
Etiologi gizi buruk dibedakan menjadi primer dan sekunder. Penyebab primer malnutrisi energi
protein adalah kekurangan nutrien yang diakibatkan oleh kurang adeakuatnya intake makanan
Pada anak anak MEP kronik primer terbagi menjadi marasmus dan kwasiokor. Marasmus atau
MEP kering disebabkan oleh deplesi lemak dan otot yang sering terjadi pada Negara
berkembabg. Sedangkan kwasikor biasanya merupakan hasil dari perjalaan penyakit kronis.
Etiologi sekunder dari MEP paling sering disebabkan oleh kelainan yang mempengaruhi sitem
pencernaan dan kondisi yang meningkatkan metabolisme.9
Pada anak balita di Negara berkembang seringkali resiko dari malnutrisi disebabkan oleh
peningkatan kebutuhan energi dan protein, ketergantungan kepada orang lain untuk mendapatkan
makanan dan imaturitas sistem imunitas menyebabkan resiko untuk terkena infeksi lebih besar
dan paparan terhadap kondisi nonhigenis serta jenis makanan pokok seperti singkong, kentang
daan pisang hijau menjadi salah satu penyebab gizi buruk karena jenis makanan ini mengandung
karbohidrat yang tinggi dan protein yang rendah.17
Pada Negara kurangnya adekuatnya intake makanan pada gizi buruk lebih jarang
ditemukan. Gizi buruk lebih sering ditemukan akibat menurunya absorbsi atau abnormalitas dari
metabolisme, contohnya pada penyakit gagal ginjal kronik, keganasan pada anak, penyakit
Faktor resiko, malnutrisi dapat dibagi menjadi (1) terkait penyakit (infeksi dapat memperparah
kondisi dari pasien) atau (2) disebabkan oleh faktor lingkungan / perilaku yang terkait dengan
penurunan asupan. Faktor-faktor lingkungan yang mengakibatkan kekurangan gizi sering
melibatkan kondisi sosial ekonomi yang terkait dengan ketersediaan makanan yang tidak
memadai atau gangguan perilaku seperti anoreksia.11 Banyak hal yang dapat menyebabkan
keadaan malnutrisi sehingga penyakit ini sering disebut kausa multifaktorial, seperti:
2.1.5 Patofisiologi
Secara umum, marasmus adalah asupan energi yang tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan tubuh. Akibatnya, tubuh menarik cadangannya sendiri. Pada kwashiorkor, konsumsi
karbohidrat yang cukup namun penurunan asupan protein menyebabkan penurunan sintesis
protein visceral. Hipoalbuminemia yang dihasilkan berkontribusi terhadap akumulasi cairan
ekstravaskuler. dan gangguan sintesis B-lipoprotein menyebabkan perlemakan hati.9
Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini
dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu: tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab),
environment (lingkungan). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh akan berusaha untuk
mempertahankan kondisi dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh
untuk menggunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan dimana glukosa dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai
sumber energi, namun kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit.
Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino
yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama kurangnya asupan makanan,
jaringan lemak akan dipecah jadi asam lemak, gliserol dan badan keton. Setelah lemak tidak
dapat mencukupi kebutuhan energi, maka otot dapat menggunakan asam lemak dan badan keton
sebagai sumber energi apabila tubuh kekurangan asupan. Pada saat semua tidak dapat memenuhi
kebutuhan akan energi lagi, protein akan dipecah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal
tubuh. Proses ini berjalan kronis, dan merupakan respon adaptasi terhadap ketidakcukupan
asupan energi dan proteinSetelah beberapa waktu defisiensi nutrien berlangsung maka akan
terjadi deplesi cadangan nutrien pada jaringan tubuh dan selanjutnya kadar dalam darah akan
menurun. Hal ini akan mengakibatkan tidak cukupnya nutrien tersebut di tingkat seluler sehingga
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 7
fungsi sel terganggu misalnya sintesis protein, pembentukan dan penggunaan energi, proteksi
terhadap oksidasi atau tidak mampu menjalankan fungsi normal lainnya. Bila berlangsung terus
maka gangguan fungsi sel ini akan menimbulkan masalah pada fungsi jaringan atau organ yang
bermanifestasi secara fisik seperti gangguan pertumbuhan, serta kemunculan tanda dan gejala
klinis spesifik yang berkaitan dengan nutrient tertentu misal edema, xeroftalmia, dermatosis, dan
lain-lain yang kadang-kadang ireversibel .9,10
2.1.6 Klasifikasi
Berdasarkan tanda klinis gizi buruk dapat diklasifikasikan menjadi : 3 tipe gizi buruk yaitu
marasmus, kwashiorkor, dan marasmuskwashiorkor.
1. Marasmus
Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet yang tidak
cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang hubungan orangtua-anak
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan ototototnya,
tinggal tulang terbungkus kulit
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya
mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya
terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua
punggung kaki sampai seluruh tubuh. Walaupun defisiensi kalori dan nutrien lain mempersulit
gambaran klinik dan kimia, gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein
tidak cukup bernilai biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu, seperti pada
keadaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pada proteinuria (nefrosis), infeksi,
perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti pada penyakit hati kronik.
Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan kalori
tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan
angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik, akibat defisiensi vitamin dan mineral
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk
pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60%
dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema,kelainan rambut, kelainan
kulit12
Berdasarkan beratnya malnutrisi. Salah satu klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi
MEP menurut Departemen Kesehatan RI yang berdasarkan pada berat badan menurut tinggi atau
panjang badan.5
Klasifikasi lainnya adalah klasifikasi Gomez yang berdasarkan berat badan individu
dibandingkan dengan median berat badan menurut usia tertentu pada anak sehat.3
Selain itu, terdapat klasfikasi lain yang dikemukakan oleh Waterlow membedakan antara
MEP yang terjadi akut dan kronis. Menurut Waterlow, defisit berat terhadap tinggi
mencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting (kurus kering).
Sedangkan defisit tinggi menurut umur merupakan akibat kekurangan gizi yang berlangsung
lama atau kronis. Akibatnya laju tinggi badan akan terganggu, hingga anak akan menjadi pendek
(stunting) untuk seusianya.3
Pada anamnesis, keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang, anak
kurus, atau berat badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak kurang/tidak mau makan, sering
menderita sakit yang berulang atau timbulnya bengkak pada kedua kaki, kadang sampai seluruh
tubuh.
Pada MEP berat (gizi buruk), pemeriksaan fisik MEP tipe kwashiorkor akan ditemukan:
perubahan mental sampai apatis, anemia, perubahan warna dan tekstur rambut menjadi mudah
dicabut / rontok, gangguan sistem gastrointestinal, pembesaran hati, perubahan kulit
(dermatosis), atrofi otot, edema simetris pada kedua punggung kaki hingga sampai seluruh
tubuh, Sedangkan pada pemeriksaan fisik MEP tipe marasmus dapat muncul gejala sebagai
berikut:
penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus
, perubahan mental, cengeng,
kulit kering, dingin dan mengendor, keriput, lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit
berkurang, otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas, kadang-kadang terdapat bradikardi,
Lokasi Tanda
Wajah Wajah bulan, wajah simlan (marasmus)
Mata Mata kering, congjungtiva anemis, tanda bitots
(vitamin A), edema periorbital
Mulut Stomatitis angular, cheilitis, glossitis,
perdarahan gusi (vitamin C), pembesaran
parotis
Gigi Kerusakan enamel, erupsi tertunda
Rambut Rambut kering, jarang dan rapuh,
hipopigmentasi, bulu mata sapu, alopecia
Kulit Longgar dan berkerut (marasmus) berkilau
dan edematous (kwashiorkor), kering,
hyperkeratosis folikular, hipopigmentasi/
hiperpigmentasi, penyembuhan luka yang
lama,erosi.
Kuku Kolonicia, tipis dan rapuh
Otot Otot lemah, hypocalcemia
Kerangka Deformitas, biasanya hasil dari defisiensi
calcium, vitamin D atau vitamin C.
Perut Distensi: pembesaran hepar dengan fatty liver,
asites mungkin tampak.
Cardiovascular Bradikardi, hipotensi, penurunan cardiac
output, vaskulopathy pembuluh kecil.
2.1.8 Diagnosis
Kriteria diagnosis gizi buruk menurut Panduan Pelayanan Medik Ikatan Dokter Anak Indonesia
meliputi: tubuh terlihat sangat kurus, edema nutrisional dan simetris, BB/TB < -3 SD, dan
Lingkar Lengan Atas <11,5 cm.2
Secara umum, diagnosis untuk MEP dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan penunjang, dan antropometrik.10
1. Gejala klinis: anamnesis; Kejadian mata cekung yang baru saja muncul, lama dan
frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan diare
(encer/darah/lendir). Kapan terakhir berkemih, sejak kapan tangan dan kaki teraba
dingin. Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi
dan/atau syok, serta harus diatasi segera.
Anamnesis lanjutan dilakukan untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana
selanjutnya, dilakukan setelah kedaruratan ditangani diet (pola makan)/kebiasaan makan
sebelum sakit, riwayat pemberian ASI, asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi
beberapa hari terakhir, hilangnya nafsu makan, kontak dengan pasien tuberkulosis paru,
batuk kronik, berat badan lahir, riwayat tumbuh kembang: duduk, berdiri, bicara dan
lain-lain riwayat imunisasi, apakah ditimbang setiap bulan, lingkungan keluarga (untuk
memahami latar belakang sosial anak), diketahui atau tersangka infeksi HIV. Pada
pemeriksaan fisik: anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung kaki.
Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB, tanda dehidrasi: tampak haus,
mata cekung, turgor buruk, demam (suhu aksilar ≥ 37.5° C) atau hipotermi (suhu aksilar
< 35.5° C). frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung, sangat pucat
2.1.9 Tatalaksana
MEP berat ditatalaksana melalui 3 fase (stabilisasi, transisi dan rehabilitasi) dengan 10 langkah
tindakan seperti pada gambar 2.3.5,6
2.1.9.1 Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah < 3 mmol/L atau < 54
mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau larutan glukosa/gula pasir 10%
segera setelah masuk rumah sakit. Pemberian makan yang sering sangat penting dilakukan pada
anak gizi buruk. Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa kadar gula darah,
maka semua anak gizi buruk harus dianggap menderita hipoglikemia dan segera ditangani sesuai
panduan.5
Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya memungkinkan. Bila F-
75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan glukosa atau gula
10% (1 sendok teh munjung gula dalam 50 ml air) secara oral atau melalui NGT.
Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2–3 jam, siang dan malam selama minimal dua
hari.Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian F-75.
Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara intravena (bolus)
sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml dengan NGT. Beri
antibiotik.
Pemantauan:
Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah 30 menit.
Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian larutan glukosa
atau gula 10%.
Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia
disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar gula darah dan tangani sesuai
keadaan (hipotermia dan hipoglikemia).
Pencegahan:
Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika perlu, lakukan
rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-3 jam siang malam.5,6
2.1.9.2 Hipotermia
Hipotermia didiagnosis melalui suhu aksilar < 35.5° C Tatalaksana hipotermia adalah dengan
segera memberikan makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu).Pastikan bahwa anak
berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan selimut hangat dan letakkan pemanas (tidak
mengarah langsung kepada anak) atau lampu di dekatnya, atau letakkan anak langsung pada dada
atau perut ibunya (dari kulit ke kulit: metode kanguru). Bila menggunakan lampu listrik,
letakkan lampu pijar 40 W dengan jarak 50 cm dari tubuh anak. Beri antibiotik sesuai pedoman.5
Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36.5° C atau lebih.
Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam. Hentikan pemanasan bila suhu
mencapai 36.5° C.
Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada malam hari.
Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia.
Pencegahan:
Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang bebas angin dan
pastikan anak selalu tertutup pakaian/selimut.
Ganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat tidur tetap kering.
Hindarkan anak dari suasana dingin (misalnya: sewaktu dan setelah mandi, atau selama
pemeriksaan medis).
Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat, terutama di malam
hari.
Beri makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin sepanjang
hari, siang dan malam.
2.1.9.3 Dehidrasi
Pada saat mendiagnosis dehidrasi, cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan
estimasi yang berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk. Hal ini
disebabkan oleh sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak dengan gizi buruk,
hanya dengan menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi buruk dengan diare cair, bila gejala
dehidrasi tidak jelas, anggap dehidrasi ringan.5
Tatalaksana:
Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat dengan syok.
Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat dibanding jika
melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 19
o Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama .
o Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5–10 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75
dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam. Jumlah yang pasti
tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang keluar dan apakah anak
muntah. Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam. Jika masih diare,
beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 tahun: 50-100 ml setiap buang air
besar, usia ≥ 1 th: 100-200 ml setiap buang air besar.6,12
Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan magnesium yang mungkin
membutuhkan waktu 2 minggu atau lebih untuk memperbaikin- ya. Terdapat kelebihan natrium
total dalam tubuh, walaupun kadar natrium se- rum mungkin rendah. Edema dapat diakibatkan
oleh keadaan ini. Jangan obati edema dengan diuretikum. Pemberian natrium berlebihan dapat
menyebabkan kematian.
Tatalaksana:5
Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan Magnesium, yang sudah
terkandung di dalam larutan Mineral-Mix yang ditambahkan ke dalam F-75, F-100 atau
ReSoMal.
Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi
Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).
2.1.9.5 Infeksi
Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam, seringkali tidak ada,
padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi. Oleh karena itu, anggaplah semua anak
dengan gizi buruk mengalami infeksi saat mereka datang ke rumah sakit dan segera tangani
dengan antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia merupakan tanda infeksi berat. 12
Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri Kotrimoksazol per oral (25 mg SMZ
+ 5 mg TMP/kgBB setiap 12 jam selama 5 hari.
Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia,
atau anak terlihat letargis atau tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:
Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan dengan
Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) atau, jika tidak tersedia
amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap 6 jam selama 5 hari) sehingga
total selama 7 hari, ditambah:
Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari. Catatan: Jika anak
anuria/oliguria, tunda pemberian gentamisin dosis ke-2 sampai ada diuresis untuk
mencegah efek samping/toksik gentamisinJika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam,
tambahkan Kloramfenikol (25 mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari.
Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan obati dengan
Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari. Jika ditemukan infeksi spesifik lainnya
(seperti pneumonia, tuberkulosis, malaria, disentri, infeksi kulit atau jaringan lunak), beri
antibiotik yang sesuai. Beri obat antimalaria bila pada apusan darah tepi ditemukan parasit
malaria. Walaupun tuberkulosis merupakan penyakit yang umum terdapat, obat anti tuberkulosis
hanya diberikan bila anak terbukti atau sangat diduga menderita tuberkulosis. Jika terdapat bukti
adanya infestasi cacing, beri mebendazol (100 mg/kgBB) selama 3 hari atau albendazol (20
mg/kgBB dosis tunggal). Beri mebendazol setelah 7 hari perawatan, walaupun belum terbukti
adanya infestasi cacing. Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan
pengobatan sampai seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum membaik, lakukan
penilaian ulang menyeluruh pada anak.5
Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering ditemukan
anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu sampai anak mempunyai nafsu makan
yang baik dan mulai bertambah berat badannya (biasanya pada minggu kedua, mulai fase
rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah infeksi. Berikan setiap hari paling sedikit dalam
2 minggu:5
Pada fase awal, pemberian makan (formula) harus diberikan secara hati-hati sebab keadaan
fisiologis anak masih rapuh. Sifat utama yang menonjol dari pemberian makan awal adalah:6
Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas maupun rendah
laktosa.
Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral.
Energi: 100 kkal/kgBB/hari.
Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari.
Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari).
Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah F-75 yang
ditentukan harus dipenuhi.
Tanda yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah kembalinya nafsu makan
dan edema minimal atau hilang.6
Tatalaksana:
Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke formula tumbuh-kejar (F-
100) (fase transisi): Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan F-
75 selama 2 hari berturutan. Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap
kali pemberian sampai anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit. Biasanya
hal ini terjadi ketika pemberian formula mencapai 200 ml/kgBB/hari. Dapat pula
digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang dimodifikasi sehingga kandungan
energi dan proteinnya sebanding dengan F-100.Setelah transisi bertahap, beri anak:
o pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuai kemampuan
anak)
o energi: 150-220 kkal/kgBB/hari
o protein: 4-6 g/kgBB/hari.
o Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi pastikan anak
sudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI tidak mengandung cukup
energi untuk menunjang tumbuh-kejar.6,12
2.1.9.9 Stimulasi Sensorik dan Emosional
Hal yang perlu diperhatikan dalam stimulasi sensorik dan emosional adalah ungkapan kasih
sayang, lingkungan yang ceria, terapi bermain terstruktur selama 15–30 menit per hari, aktivitas
fisik segera setelah anak cukup sehat, dan keterlibatan ibu sesering mungkin (misalnya
menghibur, memberi makan, memandikan, bermain). 6,12
Bila telah tercapai BB/TB > -2 SD (setara dengan >80%) dapat dianggap anak telah sembuh.
Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah. Berikan contoh
kepada orang tua bagaimana menu dan cara membuat makanan kaya energi dan padat gizi serta
2.1.10 Pencegahan
Malnutrisi energi protein merupakan masalah gizi yang multifaktorial. Tindakan pencegahan
bertujuan untuk mengurangi insidens dan menurunkan angka kematian. Oleh karena ada
beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut, maka untuk mencegahnya
dapat dilakukan beberapa langkah, antara lain:2
2.1.11 Komplikasi
Pada keadaan gizi buruk akut komplikasi terseringnya adalah anoreksia dikarenakan
penderita tidak mampu/ tidak mau makan dan minum, hipertermia/ hipotermia,hipoglikemia,
Pada penderita gizi seringkali terdapat gangguan asupan mikro dan makro nutrien seperti
vitamin dan mineral. Sehingga dapat menimbulkan komplikasi yang luas sesuai dengan zat gizi
yang kurang sepeti. Kurangnya vitamin A sehingga dapat menyebabkan komplikasi di mata
seperti munculnya bitot spot dan xeropthalmia., kekurangan vitamin D yang berpengaruh ke
pertumbuhan tulang. Kekurangan vitamin E yang mempengaruhi imunitas, neuropati dan ataxia
dan kekurangan vitamin K dapat menyebabkan pendarahan dan kekurangan vitamin B9 (asam
folat) dan vitamin B12 (cobalamin) dapat menyebabkan anemia megaloblastik. Kekurangan
vitamin B1 (tiamin) dapat menyebabkan beri-beri dan bahkan gagal jantung. Kekurangan
vitamin B2 (riboflavin) dapat menyebabkan glosittis dan dermatitis seborik, kekurangan vitamin
B3 (niasin) dapat memicu dermatitis, diare dan kelelahan dan kekurangan vitamin B6
(piridoksin) dapat menyebabkan neuropati, iritabilitas dan kehilangan berat badan. 9
Mineral dan elemen penting seperti fosor, besi dan zink dapat terjadi defisit pada
malnutrisi energi protein, jika kekurangan berat fosfat dapat menyebabkan rhabomiolisis,
osteomalasia dan defisiensi besi dapat mengakibatkan anemia mikrositik dan jika menjadi berat
maka dapat menyebabkan letargi, kardiomegali, gangguan perkembangan mental dan
psikomotor, dan kekurangan zink dapat meyebabkan gagal tumbuh, peningkatan infeksi dan
disfungsi kognitif.9
Sedangkan untuk komplikasi jangka panjang, anak-anak dengan gizi buruk memiliki
peluang tinggi untuk mengalami retadasi pertumbuhan fisik jangka panjang, perkembangan
mental suboptimal serta mempengaruhi fungsi intelegensi. Keadaan kekurangan gizi saat dalam
kandungan dan bayi akan menyebabkan perkembangan intelektual rendah dan retradasi
pertumbuhan fisik yang erta kaitannya dengan resiko kematian. Mortalitas atau kejadian
kematian dapat terjadi pada penderita gizi buruk. Kematian seringkali terjadi karena penyakit
infeksi seperti tuberkulosis, radang paru, infeksi saluran cerna atau gangguan jantung mendadak.
Infeksi berat sering terjadi karena gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Gizi buruk akan
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 5 Agustus – 13 Oktober 2019 25
menimbulkan infeksi dan sebalikanya penyakitinfeksi dapat memperburuk kondisi keadaan gizi,
hal ini dapat menjadi sangat buruk apabila terjadi secara bersamaan. Infeksi berat pada akhirnya
akan mengancam jiwa. 16
2.1.12 Prognosis
MEP berat (gizi buruk) mempunyai angka kematian yang tinggi. Kematian sering tidak
dapat dibedakan apakah karena infeksi atau karena malnutrisi itu sendiri. Prognosis tergantung
dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa kasus, meskipun pengobatan
terlihat adekuat, bila penyakitnya progesif, maka kematian tidak dapat dihindari. Hal ini dapat
terjadi karena perubahan yang sudah irreversibel dari sel-sel tubuh akibat undernutrition maupun
overnutrition.3 Pada anak yang malnutrisi pada usia yang lebih muda, akan terjadi penurunan
tingkat kecerdasan yang lebih besar dan irreversibel dibanding dengan anak yang mendapat
keadaan malnutrisi pada usia yang lebih dewasa. Hal ini berbanding terbalik dengan psikomotor
anak yang mendapat penanganan malnutrisi lebih cepat menurut umurnya, anak yang lebih muda
saat mendapat perbaikan keadaan gizinya akan cenderung mendapatkan kesembuhan
psikomotornya lebih sempurna dibandingkan dengan anak yang lebih tua, sekalipun telah
mendapatkan penanganan yang sama. Hanya saja pertumbuhan dan perkembangan anak yang
pernah mengalami kondisi marasmus ini cenderung lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam
hal pertumbuhan tinggi badan anak dan pertambahan berat anak, walaupun jika dilihat secara
ratio berat dan tinggi anak berada dalam batas yang normal.3
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap : An. AF
Tempat/Tanggal lahir : Pati, 16 Juni 2015
Usia : 4 tahun 1 bulan
Alamat : Ngagel 6/6 Dukuhseti, Pati, Jawa tengah
Suku Bangsa : Jawa
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pendidikan :-
Agama : Islam
II. ANAMNESIS
Dilakukan Alloanamnesis dengan ibu pasien di bangsal Cempaka RSUD RAA Soewondo
Pati perawatan hari ke 2 dengan nomor RM 244476
Keluhan Utama : Diare
Riwayat Penyakit Sekarang:
Seorang pasien laki laki 4 tahun datang rujukan dari RSI Pati ke IGD RSUD RAA
sowewondo Pati pada tanggal 7 agustus 2017 pukul 20.30 WIB dengan keluhan diare sejak 7
hari yang lalu. Diare sebanyak > dari 10x, diare berupa cairan dengan ampas bewarna kuning
kecoklatan, lender (+) darah (-) dengan ukuran kurang lebih ½ gelas belimbing setiap bab.
Keluhan lain: demam, demam dirasakan sepanjang hari, naik turun tidak menentu. Namun
suhu tidak diukur saat dirumah. Nenek pasien mengatakan suhu cucunya berbeda dari
biasanya. Keluhan lain seperti mual, muntah disangkal. Pasien juga lemas dan kurang aktif
dalam bermain. Terdapat keluhan batuk sejak 3 hari yang lalu, batuk tidak berdahak, dahak (-
), keluhan disertai dengan pilek. Keluhan sempat diobati di RSI Pati dan dirawat inap 1 hari.
Pasien BAK 3-4x/hari dan bewarna kuning pekat. Darah (-) nyeri BAK (-). Semenjak sakit
nafsu makan pasien menurun. Pasien makan 2-3x/hari , setiap makan 1-2 sendok makan saja.
- Hepatitis B : 0 bulan
- BCG : 1 bulan
- Polio : 1, 2, 3, 4 bulan
- DPT & Hib : 2, 3, 4, 18 bulan
- Campak : 9,18 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
Riwayat Asupan Nutrisi
0-3 bulan : asi eksklusif
3-6 bulan : susu formula
6-9 bulan : susu formula + bubur bayi (makanan lumat 2-3x/hari .1/4-1/2 mangkok) (250ml)
9-12 bulan: susu formula+ makanan lembek ( bubur nasi, nasi lembek ) 3-4x/hari,1/2-1
mangkok (250ml)
12 bulan – sekarang: makanan keluarga 2-3x/hari, 1-2 sendok setiap kali makan ( naisputih ,
lauk pauk ), namun semenjak sakit hanya 1-2 sendok setiap makan.+ susu formula
+500ml/hari/
Kesan : kualitas dan kuantitas kurang.
Widal : (6/8/19)
Typi O :1/80
Typi H : - (negative)
Skor : 5
Gizi buruk
Berdasarkan dari kurva WHO status gizi pasien Berat badan kurang, perawakan pendek dan
gizi buruk.
Edukasi
-Menjelaskan penyakit yang diderita pasien , komplikasi , penatalaksanaan, prognosis dan
cara penularan.
-kontrol setiap bulan, setelah pengobatan TB dilanjutkan pengobatan ARV
-Mengunjungi klinik fasilitas kesehatan tingkat pertama minimal 2x/ tahun untuk memantau
kondisi klinis, pertumbuhan, asupan gizi, status imunisasi dan dukungan psikososial.
KESIMPULAN
Telah diperiksa seorang laki – laki usia 4 tahun, berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, pasien mengalami dan menderita HIV (+) dengan diagnosis tambahan
Gizi buruk, Suspect TB Paru.
ANALISIS KASUS
KASUS
TEORI
Definisi
Keadaaan kurang zat gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya asupan energi dan
protein dalam waktu cukup lama ditandai dengan satu atau lebih gejala:
1. BB/PB atau BB/TB:<-3 SD dan atau; terlihat sangat kurus dan atau adanya edema
minimal pada kedua punggung kaki dan atau LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan.
Dinytakan gizi buruk dengan komplikas apabila ditemukan tanda-tanda gizi buruk disertai
salah satu/ lebih dari tanda komplikasi medis seperti: anoreksia, pneumona berat, anamia
berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi dan penurunan kesadaran
Epidemiologi
Sekitar 825 juta orang di dunia menderita Pasien merupakan seorang anak laki – laki 4
gizi buruk pada tahun 2000–2002, dan 815 tahun 1 bulan tinggal di Ngagel 6/6 Dukuh
juta diantaranya hidup di negara Seti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah
berkembang. Prevalensi yang tinggi terdapat
pada anak di bawah umur 5 tahun (balita)
serta pada ibu hamil dan menyusui.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2018 jumlah
penderita gizi buruk pada balita pada tahun
2018 sebesar 3,9% dan di provinsi NTT
angka kejadian gizi buruk tersering sebesar
29,5%.Tahun 2015 di Kabupaten Pati balita
dengan gizi buruk menurut indeks BB/TB
sebanyak 71 orang ( 0,08 % ) di tangani
100%.
Penyebab primer malnutrisi energi Pasien memiliki riwayat asupan nutrisi yang
protein adalah kekurangan nutrien yang kurang karena tidak nafsu makan. Hal ini
diakibatkan oleh kurang adeakuatnya intake menyebabkan pasien sering tidak mau
makanan dan etiologi sekunder dari MEP makan dan pasien makan 2-3 x/ hari dan
disebabkan oleh kelainan yang setiap kali makan hanya 1-2 sendok makan
mempengaruhi sitem pencernaan dan dan minum susu kurang lebih 500ml/hari.
kondisi yang meningkatkan metabolisme Serta pasien diare sejak 7 hari yang lalu.
seperti penyakit infeksi dan penyakit kronis.
Faktor Risiko
Penyebab gizi buruk multifaktorial yaitu, Pasien memiliki riwayat penyakit HIV (+),
Berdasarkan faktor resiko , (1) terkait dan 7 hari yang lalu pasien diare. Diare
penyakit (satu atau lebih penyakit / cedera 10x/hari, pasien memiliki alergi terhadap
ayam dan telur dan sering tidak nafsu
secara langsung mengakibatkan
makan, Pasien tinggal di rawat oleh
ketidakseimbangan nutrisi seperti gizi buruk neneknya, ibu pasien meninggal 2 tahun
yang berikatan dengan infeksi dapat yang lalu terkait dengan HIV(+)
memperparah kondisi dari pasien) atau (2)
disebabkan oleh faktor lingkungan / perilaku
yang terkait dengan penurunan asupan.
Faktor-faktor lingkungan yang
mengakibatkan kekurangan gizi sering
melibatkan kondisi sosial ekonomi yang
terkait dengan ketersediaan makanan yang
tidak memadai atau gangguan perilaku
seperti anoreksia dan faktor kemudahan
akses pelayanan kesehatan
Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Fisik
manifestasi klinis yang terjadi pada gizi - Anamnesis : pasien merupakan anak di
buruk berdasarkan pertumbuhan status gizi bawah garis merah selama 2 kali
adalah: BB/PB atau BB/TB:<-3 SD dan penimbangan berturut turut, Pasien sulit
atau; terlihat sangat kurus dan atau adanya makan, dan tidak suka dengan lauk yang
3. Marasmik-Kwasikor
Yaitu gejala campuran antara marasmus dan
kwasiokor
Tatalaksana
PENUTUP
Keadaaan kurang zat gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya asupan energi dan
protein dalam waktu cukup lama ditandai dengan satu atau lebih gejala: BB/PB atau BB/TB:<-3
SD dan atau; terlihat sangat kurus dan atau adanya edema minimal pada kedua punggung kaki
dan atau LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan.
Berdasarkan data epidemiologi WHO Sekitar 825 juta orang di dunia menderita gizi buruk pada
tahun 2000–2002, dan 815 juta diantaranya hidup di negara berkembang. Prevalensi yang tinggi
terdapat pada anak di bawah umur 5 tahun (balita) serta pada ibu hamil dan menyusui.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2018 jumlah penderita gizi buruk pada balita pada tahun 2018 sebesar 3,9% dan
di provinsi NTT angka kejadian gizi buruk tersering sebesar 29,5%.Tahun 2015 di Kabupaten
Pati balita dengan gizi buruk menurut indeks BB/TB sebanyak 71 orang ( 0,08 % ) di tangani
100%.
Manifestasi klinis yang terjadi pada gizi buruk berdasarkan pertumbuhan status gizi
BB/PB atau BB/TB:<-3 SD dan gizi buruk dibedakan berdasarkan manifestasi klinis yaitu tipe
marasmus, kwasikor dan marasmus-kwasiokor.1. Marasmus: Anak tampak sangat kurus karena
hilangnya sebagian besar lemak dan ototototnya, tinggal tulang terbungkus kulit, wajah seperti
orang tua,. iga gambang dan perut cekung, otot paha mengendor (baggy pant), cengeng dan
rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar. Tipe yang ke 2. Kwasiokor: Perubahan
status mental : cengeng, rewel, kadang apatis rambut tipis kemerahan seperti warna rambut
jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala
kusam, wajah membulat dan sembab, pandangan mata anak sayu pembesaran hati, hati yang
membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan
pinggir yang tajam, kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjad
Penegakan diagnosis gizi buruk didasakan gejala klinis yang didapatkan dari anamnesis;
dilakukan untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya, yaitu diet (pola
makan)/kebiasaan makan sebelum sakit, riwayat pemberian ASI, asupan makanan dan minuman
yang dikonsumsi beberapa hari terakhir, hilangnya nafsu makan, kontak dengan pasien
tuberkulosis paru, batuk kronik, berat badan lahir, riwayat tumbuh kembang. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan: manifestasi klinis gizi buruk seperti anak tampak sangat kurus, adakah edema
pada kedua punggung kaki. Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB, tanda
dehidrasi: tampak haus, mata cekung, turgor buruk, demam (suhu aksilar ≥ 37.5° C) atau
hipotermi (suhu aksilar < 35.5° C). frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung,
sangat pucat Pembesaran hati dan icterus, perut kembung, bising usus melemah/meninggi, tanda
asites, atau adanya suara seperti pukulan pada permukaan air (abdominal splash).
5.2 Saran
saran yang diberikan dalam referat ini terkait dengan kasus adalah: