DISUSUN OLEH :
1. JEPER REJER (1820702019)
2. MUHAMMAD RAFIQ AFDIANTAMA (1820702020)
3. REYNALDI BACASNA (1820702021)
DOSEN PEMBIMBING :
YULION ZALPA, M.A
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak
lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW,
keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik, yang berjudul “Dewan Perwakilan Daerah”.
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
bapak dosen kami yaitu yang terhormat Yulion Zalpa, M.A.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua
kalangan yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap agar
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
i
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Lembaga legislatif yang baru belakangan muncul ini merupakan amanat dari
perubahan ketiga UUD 1945, yaitu dalam Pasal 22C, 22D dan 22E UUD 1945.
Selanjutnya, dalam perubahan keempat UUD, posisi DPR ini diatur lebih lanjut dalam
konteksnya sebagai bagian dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dalam Pasal
2 ayat (1) dikatakan bahwa MPR terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan
undang-undang.
Perbedaan lainnya, jika DPR merupakan orang-orang yang muncul dari partai,
DPD adalah individu-individu non-partisan yang akan menyuarakan suara provinsinya.
Ini berarti, idealnya seorang anggota DPD akan lebih independen daripada anggota DPR
yang sedikit banyak akan mendapat intervensi dari partai dari mana ia berasal.
1
Konsep baru ini merupakan reaksi terhadap konsep perwakilan yang semu yang
dianut negara ini selama 32 tahun selama masa Orde Baru. Dengan konsep ini,
diharapkan bisa terbentuk mekanisme checks and balances antar-lembaga-lembaga
negara secara lebih baik.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DPD
Dewan Perwakilan Daerah merupakan lembaga kedaulatan rakyat yang terdiri
atas wakil-wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum. Anggota DPD
dari setiap provinsi ditetapkan sebanyak empat orang. Jumlah seluruh anggota DPD
tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR. Keanggotaan DPD diresmikan dengan
keputusan presiden. Masa jabatan anggota DPD adalah lima tahun dan berakhir
bersamaan pada saat anggota DPD baru mengucapkan sumpah/janji.
Atau lebih spesifiknya DPD yaitu salah satu lembaga tinggi negar yang dalam
cakupannya sistem kenegaraan Indonesia untuk menjadi wakil aspirasi masyarakat
dalam mengambil keputusan. Sebelum memangku jabatannya, anggota DPD
mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh ketua Mahkamah
Agung dalam Sidang Paripurna DPD.
B. SEJARAH DPD
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) lahir pada tanggal 1 Oktober 2004, ketika 128
anggota DPD yang terpilih untuk pertama kalinya dilantik dan diambil sumpahnya.
Pada awal pembentukannya, masih banyak tantangan yang dihadapi oleh DPD.
Tantangan tersebut mulai dari wewenangnya yang dianggap jauh dari memadai untuk
menjadi kamar kedua yang efektif dalam sebuah parlemen bikameral, sampai dengan
persoalan kelembagaannya yang juga jauh dari memadai. 1
Tantangan-tantangan tersebut timbul terutama karena tidak banyak dukungan
politik yang diberikan kepada lembaga baru ini. Keberadaan lembaga seperti DPD, yang
1
Jimmly Asshiddiqie, 2005, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan
Dalam UUD 1945, UII Press, Yogyakarta, hlm. 160.
3
mewakili daerah di parlemen nasional, sesungguhnya sudah terpikirkan dan dapat
dilacak sejak sebelum masa kemerdekaan. Gagsan tersebut dikemukakan oleh Moh.
Yamin dalam rapat perumusan UUD 1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Gagasan-gagasan akan pentingnya keberadaan perwakilan daerah di parlemen,
pada awalnya diakomodasi dalam konstitusi pertama Indonesia, UUD 1945, dengan
konsep “utusan daerah” di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang
bersanding dengan “utusan golongan” dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Hal tersebut diatur dalam Pasal 2 UUD 1945, yang menyatakan bahwa “MPR terdiri
atas anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-
golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.” Pengaturan yang
longgar dalam UUD 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam berbagai
peraturan perundang-undangan. Dalam periode konstitusi berikutnya, UUD Republik
Indonesia Serikat (RIS), gagasan tersebut diwujudkan dalam bentuk Senat Republik
Indonesia Serikat yang mewakili negara bagian dan bekerja bersisian dengan DPR-RIS.
C. FUNGSI DPD
Fungsi dari DPD atau Dewan Perwakilan Daerah adalah sebagai berikut:
Pada Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV, ditekankan bahwa kedudukan DPD
RI adalah sebagai lembaga perwakilan bersama DPR RI yang mempunyai fungsi
legislasi, pengawasan dan penganggaran.
4
seluru anggota DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota dari DPR 2. Keanggotaan dari
DPD diresmikan oleh keputusan dari presiden. Anggota DPD berdomisili pada daerah
yang pemilihannya dan selama sidang bertempat tinggal di ibu kota negara Republik
Indonesia. Masa jabatan dari anggota DPD ialah lima tahun dan berakhir bersamaan
pada saat anggota DPD baru mengucapkan sumpah/janji. Sebelum memangku
jabatannya, anggota DPD mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang
dipandu oleh ketua Mahkamah Agung dalam Sidang Paripurna DPD.
E. KEDUDUKAN DPD
DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai
lembaga negara. DPD mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut:
1.Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang
berkaitan dengan bidang legislasi tertentu.
2.Pengawasan atas pelaksanaan dalam undang-undang tertentu.
2
Saldi Isra, Masa Depan Dewan Perwakilan Daerah, Harian Kompas, 6 April 2017.
5
4. DPD memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota Badan
Pemeriksa Keuangan. Pertimbangan tersebut disampaikan secara tertulis sebelum
pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
5. DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang
mengenai otonomi daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah;
hubungan pusat dan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya; pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama. Pengawasan tersebut
merupakan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang yang hasilnya disampaikan
kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
6. DPD menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari Badan Pemeriksa
Keuangan untuk dijadikan bahan membuat pertimbangan bagi DPR tentang rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan APBN.
G. HAK DPD
Sebagai sebuah lembaga negara, DPD memiliki hak, antara lain mengajukan
rancangan undang-undang, dan ikut membahas rancangan undang-undang. Sebaliknya,
setiap anggota DPD juga memiliki hak, antara lain menyampaikan usul dan pendapat;
memilih dan dipilih; dan membela diri.
6
Memang, bisa dibilang bahwa secara legal formal para calon DPD tidak
diperintahkan untuk memperkenalkan lembaga mereka nantinya. Namun, ketika mereka
berkampanye untuk dipilih tanpa menjelaskan kenapa mereka patut dipilih dengan
membawa embel-embel DPD, mengakibatkan kebingungan dari masyarakat. Kampanye
calon DPD, dengan spanduk-spanduk dan poster, seakan tidak terlihat berbeda dengan
kampanye anggota DPR yang dengan sistem pemilihan daftar setengah terbuka saat ini
yang juga dapat dipilih namanya, tidak partainya saja. Situasi ini menempatkan mereka,
seolah-olah, hanya menjadi salah satu caleg dari partai politik yang ada dan
menenggelamkan kampanye calon anggota DPD di bawah riuhnya kampanye partai
politik.
Dampak lanjutan dari cara berkampanye dan minimnya sosialisasi seperti ini
adalah terpilihnya mereka yang selama ini memang sudah dikenal masyarakat, entah
karena ia seorang pengusaha terkenal, mantan pejabat terkenal, atau bahkan koruptor
terkenal tanpa melihat kompetensi personal setiap calon. Sehingga, alih-alih sebuah
lembaga independen yang berisikan orang-orang yang berkompeten, DPD hanya akan
menjadi sarang berkumpulnya para mantan/pensiunan pejabat yang sudah tidak energik,
pengusaha kotor, atau bahkan para koruptor. Meskipun demikian, tidak bisa dinafikan
pula bahwa di beberapa daerah, dapat ditemukan para calon anggota DPD yang
berkampanye secara “menarik” untuk memperkenalkan dirinya maupun calon
lembaganya (DPD) ketimbang kampanye yang dilakukan oleh partai politik ataupun
caleg dari partai politik. Diskusi langsung dengan masyarakat dilakukan dengan tentu
saja memperkenalkan apa itu lembaga DPD sebelumnya.
3
Soerjono Soekanto,1986, loc cit, hlm 66.
7
Kedua, mekanisme konsultasi publik secara reguler ke daerah pemilihan untuk
berdialog dengan para konstituen sangat perlu dikembangkan. Sebab, perbedaan yang
cukup signifikan antara DPD dan DPR adalah kejelasan konstituennya. Jika DPR sering
kali rancu dengan konstituennya karena belum tentu dipilih langsung, DPD memiliki
batas wilayah dan konstituen yang sangat jelas. Untuk itu penjadwalan kunjungan ke
daerah pemilihan guna memperoleh aspirasi rakyat perlu mendapat prioritas utama pada
saat mulai bekerja.
Ketiga, perlu ada usaha dari para anggota DPD untuk merevisi UU Susduk
mengingat UU ini dapat dibilang mengebiri kewenangan ideal sebuah lembaga DPD.
Pada saat UU Susduk dibuat, pembahasnya adalah DPR yang notabene sebuah lembaga
yang bisa dibilang sedang tidak dalam keadaan obyektif dalam membuat keputusan
karena isu pembentukan DPD merupakan “ancaman” bagi kewenangan yang mereka
miliki. Hasilnya, tentu saja, keputusan-keputusan yang memberikan kewenangan sedikit
mungkin kewenangan terhadap lembaga saingannya tersebut. Jika terjadi revisi di mana
para anggota DPD terlibat di dalamnya, maka diharapkan distribusi kewenangan
ketatanegaraan yang ideal dapat terwujud. DPD yang kuat, mandiri, aspiratif dan dekat
dengan rakyat menjadi mimpi yang tidak mustahil diwujudkan jika ada keinginan dari
orang-orang yang ada di dalamnya untuk melakukan perubahan bagi negara ini.
8
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
DPD (Dewan Perwakilan Daerah) memiliki fungsi, tugas dan wewenang yang
sesuai dengan susunan dari keanggotaan DPD. Apa itu DPD ?.. DPD adalah lembaga
tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum dari perwakilan setiap provinsi. Anggota Dewan Perwakilan Daerah
dari setiap provinsi yang jumlahnya sama dan jumlah dari seluruh anggota Dewan
Perwakilan Daerah tidak lebih dari sepertiga dari jumlah anggota Dewan Perwakilan
Rakyat. DPD (Dewan Perwakilan Daerah) paling sedikit bersidang sekali dalam satu
tahun. Dalam Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) diatur dalam
undang-undang pada Pasal 22C Ayat (1), (2), (3), dan (4) UUD Negara RI Tahun 1945.
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) lahir pada tanggal 1 Oktober 2004, ketika 128
anggota DPD yang terpilih untuk pertama kalinya dilantik dan diambil sumpahnya.
Pada awal pembentukannya, masih banyak tantangan yang dihadapi oleh DPD.
Tantangan tersebut mulai dari wewenangnya yang dianggap jauh dari memadai untuk
menjadi kamar kedua yang efektif dalam sebuah parlemen bikameral, sampai dengan
persoalan kelembagaannya yang juga jauh dari memadai. Tantangan-tantangan tersebut
timbul terutama karena tidak banyak dukungan politik yang diberikan kepada lembaga
baru ini.
9
DAFTAR PUSTAKA
http://www.lintasjari.com/533/fungsi-tugas-dan-wewenang-dewan-perwakilan-daerah-dpd
https://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Perwakilan_Daerah_Republik_Indonesia
http://parlemen.net/2004/03/29/dewan-perwakilan-daerah-lembaga-baru-dalam-proses-
legislasi
https://materikita.com/dewan-perwakilan-daerah/
https://www.seputarpengetahuan.co.id/2018/03/pengertiaan-dpd-fungsi-tugas-wewenang-
hak-dan-kewajiban-struktur.html
10