“Pemeriksaan TPHA”
Kelompok 6 :
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis namun
menunujukkan hasil pemeriksaan serologis yang reaktif. Sifilis laten
merupakan stadium yang asimtomatik dan tidak didapat adanya gejala-gejala
sifilis primer ataupun sekunder. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil uji
serologi treponemal dan non treponemall yang reaktif (Saputri & Murtiastutik,
2019).
Sifilis disebabkan oleh Treponema pallidum, microaerophilic Spirochete.
Sifilis biasanya tampak dengan erupsi kulit dalam 2–10 minggu setelah infeksi
primer disertai keluhan sistemik (Indiarsa & Hutomo, 2010).
Sifilis ditandai dengan periode aktif (primer, sekunder dan tersier) diselingi
periode laten. Penyebab sifilis adalah Treponema pallidum, a motile,
corkscrewshaped, bakteri prokaryotic yang flexible, helically coiled cell wall.
Sifilis ditularkan melalui kontak intim dengan lesi yang terinfeksi atau tranfusi
darah, juga transplasental. Pada awal tahun 1990-an, 10% populasi di Amerika
Serikat dan Eropa terinfeksi sifilis. Terbanyak pada pria dengan usia 15–34
tahun. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskop lapangan
gelap dari serum lesi. Identifikasi serologi dapat dilakukan minimal 3 minggu
(Indiarsa & Hutomo, 2010).
Penularan sifilis melalui hubungan seksual. Penularan juga dapat terjadi
secara vertikal dari ibu kepada janin dalam kandungan atau saat kelahiran,
melalui produk darah atau transfer jaringan yang telah tercemar, kadang-kadang
dapat ditularkan melalui alat kesehatan (Depkes RI, 2011).
Angka kejadian sifilis mencapai 90% dinegara-negara berkembang. World
Health Organization (WHO) memperkirakan sebesar 12 juta kasus baru terjadi
di Afrika, Asia Selatan, Asia Tenggara, Amerika Latin dan Caribbean (Jesus et
al, 2013).
Tes serologi sifilis terdiri atas dua jenis, yaitu tes non-treponema yang
terdiri dari tes RPR (Rapid Plasma Reagin) dan VDRL (Venereal Disease
Research Laboratory), dan tes spesifik terhadap treponema terdiri dari tes
TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay), TP Rapid (Treponema
Pallidum Rapid), TP-PA (Treponema Pallidum Particle Agglutination Assay),
FTA-ABS (Fluorescent Treponemal Antibody Absorption) (Sinaga, 2019).
Tes Treponema Pallidum Hemagglutination (TPHA) Tes ini merupakan tes
hemagglutinasi indirek (pasif). Dalam tes ini dipakai sel darah merah domba
yang telah diolah dengan antigen Treponema. Ada juga yang menggunakan
butir-butir darah ayam Belanda, tetapi kurang sensitif. Antigen diperoleh
dengan cara ultrasonikasi kuman. Antigen ini akan diserap oleh permukaan sel
darah merah yang telah diobati dengan asam tanin. Selanjutnya sel darah merah
yang telah diolah dengan antigen ini diteteskan pada sederetan serum penderita
dengan berbagai pengenceran (untuk penentuan titer serum). Pada sifilis dini
dengan pengobatan yang efektif reaktivitas TPHA kadang-kadang baru
menghilang baru menghilang beberapa tahun sesudahnya. False negative dapat
terjadi pada awal penyakit karena belum terbentuk antibodi. False positive
jarang dijumpai (dapat mencapai 0,07%) dan biasanya disebabkan oleh
autoantibodi. Tes ini cukup mudah dan sensitif dapat dipakai untuk skrining
penyakit sifilis (Josodiwondo, 1998).
Keuntungan penggunaan tes TPHA ialah mempunyai spesifisitas terhadap
Treponema dan dapat dilakukan cara otomatisasi, reprodusibilitas yang baik
dan sensitifitasnya terhadap antibodi anti Treponema IgM (19S) spesifik
(Hutapea, 2001).
B. Dasar Teori
Treponema pallidum merupakan spesies Treponema dari famili
Spirochaeta, ordo Spirochaetales (Suryani & Sibero, 2014). Treponema
pallidum merupakan bakteri patogen pada manusia. Kebanyakan kasus infeksi
didapat dari kontak seksual langsung dengan orang yang menderita sifilis aktif
baik primer ataupun sekunder. Penelitian mengenai penyakit ini mengatakan
bahwa lebih dari 50% penularan sifilis melalui kontak seksual. Biasanya hanya
sedikit penularan melalui kontak non genital (contohnya bibir), pemakaian
jarum suntik intravena, atau penularan melalui transplasenta dari ibu yang
mengidap sifilis tiga tahun pertama ke janinnya. Prosedur skrining transfusi
darah yang modern telah mencegah terjadinya penularan sifilis (Sinaga, 2019).
Nama Treponema diambil dari bahasa Yunani yaitu trepo dan nema yang
artinya turning thread (benang bergulung). Treponema pallidum subspesies
(sekarang disebut dengan Treponema pallidum) merupakan salah satu bakteri
Spirochetes patogen dominan.Treponema pallidum sudah dikenal selama 500
tahun sebagai penyebab penyakit menular seksual yaitusifilis. Sejarah sifilis
sudah banyak dipelajari namun asal mula sifilis belum diketahui secara pasti.
Awalnya sifilis disebut dengan Italian disease (penyakit Italia), French disease
(penyakit Perancis), dan great fox membedakannya dengan Smallpox. Sampai
abad ke18 baru diketahui bahwa penyakit ini merupakan penyakit menular
seksual. Penggambaran karakteristik sifilis terhalangi karena menyamai gejala
gonorrhea (Efrida & Elvinawaty, 2014).
Filamen flagel memiliki sarung/ selubung dan struktur inti yang terdiri dari
sedikitnya empat polipeptida utama. Genus Treponema juga memiliki filamen
sitoplasmik, disebut juga dengan fibril sitoplasmik. Filamen bentuknya seperti
pita, lebarnya 7-7,5 nm. Partikel protein intramembran membran bagian luar
Treponema pallidum sedikit. Konsentrasi protein yang rendah ini diduga
menyebabkan Treponema pallidum dapat menghindar dari respons imun
pejamu (Efrida & Elvinawaty, 2014).
Penularan bakteri ini biasanya melalui hubungan seksual (membran mukosa
vagina dan uretra), kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi atau dari
ibu yang menderita sifilis ke janinnya melalui plasenta pada stadium akhir
kehamilan. Treponema pallidum masuk dengan cepat melalui membran
mukosa yang utuh dan kulit yang lecet, kemudian ke dalam kelenjar getah
bening, masuk aliran darah, kemudian menyebar ke seluruh organ tubuh.
Bergerak masuk ke ruang intersisial jaringan dengan cara gerakan cork-screw
(seperti membuka tutup botol) (Sinaga, 2019).
Treponema palidum masuk melalui selaput lendir yang utuh, atau kulit yang
mengalami abrasi, menuju kelenjar limfe, kemudian masuk ke dalam pembuluh
darah, dan diedarkan ke seluruh tubuh. Setelah beredar beberapa jam, infeksi
menjadi sistemik walaupun tanda-tanda klinis dan serolois belum jelas. Kisaran
satu minggu setelah terinfeksi Treponema palidum, ditempat masuk timbul lesi
primer berupa ulkus. Ulkus akan muncul selama satu hingga lima minggu,
kemudian menghilang (Sokolovskiy, 2009).
Uji serologis masih akan negatif ketika ulkus pertama kali muncul dan baru
akan reaktif setelah satu sampai empat minggu berikutnya. Enam minggu
kemudian, timbul erupsi seluruh tubuh pada sebagian kasus sifilis sekunder.
Ruam ini akan hilang kisaran dua sampai enam minggu, karena terjadi
penyembuhan spontan. Perjalanan penyakit menuju ke tingkat laten, dimana
tidak ditemukan tanda-tanda klinis, kecuali hasil pemeriksaan serologis yang
reaktif. Masa laten dapat berlangsung bertahun - tahun atau seumur hidup
(Klausner & Hook 2007).
1. Sifilis Primer
Manifestasi klinis awal sifilis adalah papul kecil soliter, kemudian
dalam satu sampai beberapa minggu, papul ini berkembang menjadi ulkus.
Lesi klasik dari sifilis primer disebut dengan chancre, ulkus yang keras
dengan dasar yang bersih, tunggal, tidak nyeri, merah, berbatas tegas,
dipenuhi oleh spirokaeta dan berlokasi pada sisi Treponema pallidum
pertama kali masuk. Chancre dapat ditemukan dimana saja tetapi paling
sering di penis, servik, dinding vagina rektum dan anus. Dasar chancre
banyak mengandung spirokaeta yang dapat dilihat dengan mikroskop
lapangan gelap atau imunofluresen pada sediaan kerokan chancre (Prince
& Wilson, 2006).
2. Sifilis Sekunder
Apabila tidak diobati, gejala sifilis sekunder akan mulai timbul
dalam 2 sampai 6 bulan setelah pajanan, 2 sampai 8 minggu setelah
chancre muncul. Sifilis sekunder adalah penyakit sistemik dengan
spirokaeta yang menyebar dari chancre dan kelenjar limfe ke dalam aliran
darah dan ke seluruh tubuh, dan menimbulkan beragam gejala yang jauh
dari lokasi infeksi semula. Sistem yang paling sering terkena adalah kulit,
limfe, saluran cerna, tulang, ginjal, mata, dan susunan saraf pusat (Prince
& Wilson, 2006).
3. Sifilis Laten
Sifilis laten atau asimtomatik adalah periode hilangnya gejala klinis
sifilis sekunder sampai diberikan terapi atau gejala klinik tersier muncul.
Sifilis laten dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu sifilis laten dini dan
lanjut. Pembagian berdasarkan waktu relaps infeksi mukokutaneus secara
spontan pada pasien yang tidak diobati. Sekitar 90% infeksi berulang
muncul dalam satu tahun, 94% muncul dalam dua tahun dan dorman
selama empat tahun. Sifilis laten dini terjadi kurang satu tahun setelah
infeksi sifilis sekunder, 25% diantaranya mengalami relaps sifilis sekunder
yang menular, sedangkan sifilis laten lanjut muncul setelah satu tahun.
Relaps ini dapat terus timbul sampai 5 tahun. Pasien dengan sifilis laten
dini dianggap lebih menular dari sifilis laten lanjut. Pemeriksaaan serologi
pada stadium laten lanjut adalah positif, tetapi penularan secara seksual
tidak (Prince & Wilson, 2006).
4. Sifilis Tersier
Sifilis tersier dapat muncul sekitar 3-15 tahun setelah infeksi awal
dan dapat dibagi dalam tiga bentuk yaitu; sifilis gumatous sebanyak 15%,
neurosifilis lanjut (6,5%) dan sifilis kardiovaskular sebanyak 10%.
Sepertiga pasien berkembang menjadi sifilis tersier tanpa pengobatan.
Pasien dengan sifilis tersier tidak menular. Sifilis gumatous atau sifilis
benigna lanjut biasanya muncul 1-46 tahun setelah infeksi awal, dengan
rerata 15 tahun. Karakteristik pada stadium ini ditandai dengan adanya
guma kronik, lembut, seperti tumor yang inflamasi dengan ukuran yang
berbeda-beda. Guma ini biasanya mengenai kulit, tulang dan hati tetapi
dapat juga muncul dibahagian lain (Pommerville, 2010)
Uji serologis sifilis pada sifilis meliputi Uji serologis non treponema seperti
pemeriksaan Rapid Plasma Reagen (RPR), pemeriksaan Venereal Disease
Research Laboratory (VDRL), dan pemeriksaan Automated Reagin Test
(ART), ketiganya merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi ”reagin” terhadap
antibodi dimana antigennya disebut cardiolipin. Antibodi cardiolipin dapat
dideteksi pada serum pasien dengan sifilis aktif dan dibeberapa kondisi lain.
Namun, pada beberapa individu yang memiliki riwayat sifilis dengan
kesuksesan terapi mempertahankan kadar antibodi cardiopilin rendah untuk
waktu yang lama, dengan demikian individu tersebut tergolong ”serofast”
(Suryani & Sibero, 2014).
Uji serologik Anti-T.Palidum IgM antibodi spesifik seperti EIA atau IgM,
19SIgM-FTA-abs test, IgM-immunoblot untuk T. Palidum. Sensivitas dari uji
tersebut rendah pada sifilis aktif. IgM tidak efektif dalam mengetahui stadium
dari sifilis maupun montitoring terapi. Uji serologis tersebut digunakan pada
penilaian sifilis pada bayi baru lahir dan CSF. Many rapid Point of Care (POC)
digunakan untuk mendeteksi antigen treponemal pada individu dengan riwayat
sifilis 20 tahun sebelumnya. Namun uji serologis ini tidak untuk mendeteksi
antibodi cardiopilin (pada pasien dengan sifilis aktif) (Janier et al, 2014).
BAB II
ISI
A. Metode Pemeriksaan
Adapun metode yang digunakan pada praktikum ini, yaitu metode
Hemaglutinasi secara kualitatif dan kuantitatif.
B. Prinsip Pemeriksaan
Adapun prinsip yang digunakan pada praktikum ini, yaitu dimana avian
eritrosit yang sudah dilapisi oleh komponen antigenic dari Treponema pallidum
yang pathogen (Nichol’s strain). Dimana sel-sel uji ini menggumpal dengan
adanya antibody spesifik untuk Treponema pallidum, dan menunjukkan pola
karakteristik pada pelat mikrotitrasi.
C. Reaksi Pemeriksaan
Adapun reaksi yang terjadi dalam praktikum ini, yaitu reaksi Hemaglutinasi.
D. Spesimen Pemeriksaan
Adapun sampel atau specimen yang digunakan pada praktikum ini adalah serum
atau plasma.
E. Alat Pemeriksaan
Adapun alat yang digunaka dalam praktikum ini, diantaranya :
1. Mikropipet 10 µL, 25 µL, 75 µL, dan 190 µL.
2. Tip Kuning
3. Well
4. Centrifuge
5. Gelas
F. Reagen Pemeriksaan
Adapun reagen yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu TPHA Tes Kit, yang
terdiri dari :
1. Test Cells
2. Control Cells
3. Diluent
4. Positive control serum
5. Negatif control serum
6. Insert Kit
G. Prosedur Pemeriksaan
1. Uji Kualitatif
(Setiap sampel memerlukan 3 sumur dari pelat mikrotitrasi)
a) Tambahkan 190 µL diluent pada sumur 1
b) Lalu tambahkan 10 µL serum pada sumur 1
c) Gunakan mikropipet untuk menghomogenkan campuran tersebut. Lalu
ambil masing-masing 25 µL kemudian dituangkan ke sumur 2 dan 3.
d) Pastikaan bahwa Test cells dan Control cells tersuspensi secara
menyeluruh. Tambahkan 75 µL Control cells pada sumur 2 dan
tambahkan 75 µL Test cells pada sumur 3.
e) Ketuk piring atau well dengan lembut untuk mencampur campuran
tersebut.
f) Inkubasi 45 – 60 menit pada suhu ruangan.
g) Perhatian! Jauhkan piring atau well dari panas, sinar matahari langsung,
dan sumber apapun yang menimbulkan getaran.
h) Baca hasil. Hasil stabil selama 24 jam. Jika pelat tertutup dan diatas
tindakan pencegahan diamati.
Catatan : Control kit dapat dijalankan secara parallel dan diencerkan
dan siap digunakan.
2. Uji Kuantitatif
(Setiap sampel memerlukan 8 sumur dengan label A – H)
a) Tambahkan 25 µL diluent pada sumur B – H secara inklusif.
b) Transfer 25 µL dari 1 : 20 pengenceran serum dari tes skrining ke sumur
A dan B.
c) Ambil 25 µL serum yang telah diencerkan secara serial dari sumur B
ke H dengan inklusif. Setelah diencerkan 25 µL campuran di sumur H
dibuang.
d) Pastikan bahwa sel-sel uji disuspensikan kembali secara menyeluruh.
Tambahkan 75 µL Test cells disetiap sumur. Ini akan memberikan
pengenceran serum dari 1/80 – 1/10240.
e) Homogenkan well dengan perlahan.
f) Inkubasi selama 45 – 60 menit pada suhu kamar.
Perhatian! Jauhkan piring dari panas, sinar matahari lansung, dan sumber
getaran apapun.
Baca hasil. Hasilnya stabil selama 24 jam. Jika piring atau well tertutup dan
diatas tindakan pencegahan diamati.
H. Nilai Normal
Adapun nilai normal pada pemeriksaan TPHA (Treponema pallidum Particle
Agglutination Assay), adalah Negatif (tidak terbentuknya hemaglutinasi).
I. Hasil Pemeriksaan
Identitas pasien
Nama : RAMA
Umur : 20 tahun
Jemis Kelamin : Laki laki
Hasil :
1. Uji Kualitatif
a. Test cells : Terbentuk Haemaglutinasi (+)
b. Control cells : Tidak terbentuk haemaglutinasi (-)
c. Sampel mahasiswa : Tidak terbentuk haemaglutinasi (-)
Gambar 1. Hasil Pemeriksaan TPHA
++
-
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sifilis adalah penyakit infeksi disebabkan oleh Treponema pallidum
subspesies pallidum (T. pallidum), merupakan penyakit kronis dan
bersifat sistemik. Treponema pallidum merupakan bakteri gram negatif,
berbentuk spiral yang ramping dengan lebar kira-kira 0,2 µm dan panjang
5-15 µm.
Dari praktikum yang telah dilakukan pada hari Senin, 1 Februari
2020 mengenai Pemeriksaan TPHA dengan sampel mahasiswa atas nama
Rama, umur 20 tahun dengan jenis kelamin laki-laki didapatkan negatif (-)
yang ditandai dengan tidak terbentuknya haemaglutinasi atau adanya
pengendapan sel pada dasar sumur seperti titik jika dibandingkan dengan
test cells (eritrosit avian yang telah disensitisasi dengan T. Pallidum) yaitu
terbentuk haemaglutinasi (positif) dan control cells (eritrosit avian) yaitu
tidak terbentuk haemaglutinasi (negatif). Sehingga hasil negatif
menunjukan bahwa pada serum pasien tidak terdapat antibodi T. Pallidum.
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING PRAKTIKUM
Holmes KX, Sparling PF, Stam WE, Piot P, Wasserheit J, Corey L, et al. (2008).
In: Sexually Transmitted Disease 4rd. New York: McGraw Hill. p661 –
84
Hutapea NO. (2001). Sifilis . Dalam : Daili SF, Makes WIB, Zubier F, Judanarso
J, editor. Penyakit Menular seksual, edisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 85-103.
Indiarsa, AL. & Hutomo, M. (2010). Sifilis Sekunder dengan Manifestasi Klinis
Kondilomata Lata. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin. 22(3), 211-
215.
Jesus MBD, Ehlers MM, Dreyer W, Kock NM. (2013). Mini Riview: Syphilis. J
FORTAMex. p1787-1798
Klausner, JD & Hook, EW. (2007). Current Diagnosis & Treatment Sexually
Transmitted Disease. New York:McGraw Hill Companies
Lafond, RE & Lukehart, SA. (2006). biological basis for syphilis. Clin. Microbiol.
(19)29.
Mutmainnah E, Farida Z, Emmy SD, Sjaiful FD. 2011. Sensitivitas dan Spesifitas
Rapid Test Hexagon Syphilis® Menggunakan Spesimen Serum dan
Fingerprick Whole Blood Terhadap Treponema Pallidum
Hemagglutination Assay (TPHA). Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS dr. Cipto
Mangunkusumo.
Partogi, Donna. 2008. Evaluasi Beberapa Tes Treponemal Terhadap Sifilis. Medan
: FK.USU/RSUP H.Adam Malik/RS.Dr.Piringadi.
Prince, SA & Wilson, LM. (2006). Sifilis dalam Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, 6th, Penerbit Buku Kedokteran EGC:Jakarta.
Ratnam S., 2005. The laboratory diagnosis of syphilis. Can J Infect Dis Med
Microbiol, Canadian STI Best Practice Laboratory Guidelines.
Ryan KJ. Spirochetes, in Sherris Medical Microbiology, 4th ed, editor Ryan KJ,
Ray CG, Mcgraw-Hill Medical Publishing Division, New York; 2014.hlm.
421-9.
Suryani, DPA. & Sibero, HT. (2014). SYPHILIS. J Majority. 3(7), 7-16.