Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

OLEH :
AN NAFI NURMANITA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
2019
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disertai dengan luka
sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh
darah dan lukaorgan-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur terjadi jika tulang dikenai sters yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya.(Bruner & Suddarth, 2001)
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
(Mansjoer Arif, 2000)
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung
(Sjamsuhidayat, 2005)
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik.(Sylvia A, 1995)
B. ETIOLOGI
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut
mendapatkan ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang
mengakibatkan patah tulang)
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat
terjadi fraktur pada pergelangan tangan.
3. Trauma ringanpun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukkan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya dan penarikan.
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur secara umum :
1. Berdasarkan tempat (fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan
cruris dst)
2. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur.
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang)
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis
penampang tulang)
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
b. Fraktur segmental : fraktur dimana gars patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur multiple : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
4. Berdasarkan posisi fragmen
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen.
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
a. Fraktur tertutup, bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri
yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu :
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cidera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal ataumemar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembekakkan.
4) Tingkat 3: cidera berat dengan keruskan jaringan lunak nyata dan
ancaman sindroma kompartement
b. Fraktur terbuka, bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
1) Grade I: luka bersih, panjangnya kurang dari 1cm.
2) Grade II: luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
3) Grade III: sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif.
6. Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme
trauma :
a. Fraktur transversal: fraktur yang arahya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasinya.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang kearah permukaan lain.
e. Fraktur alvusi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya:
a. Tidak adanya dislokasi
b. Adanya dislokasi
- At axim : membentuk sudut
- At lotus : frakmen tulang berjauhan
- At longitudinal : berjauhan memanjang
- At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek
8. Berdasarkan posisi fraktur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
9. Fraktur kelelahan : fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
10. Fraktur patologis : fraktur yang diakibatkan karena proses patologis
tulang.
D. PATOFISIOLOGI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang dapat disebabkan karena trauma atau suatu keadaan yang
patologis. Klasifikasi fraktur banyak macamnya, tetapi yang terpenting
adalah ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar
(fraktur terbuka dan fraktur tertutup).
Tulang yang rusak mengakibatkan rusaknya periosteum, pembuluh darah
pada korteks dan sumsum tulang, serta jaringan lunak lainnya. Fraktur
dimanifestasikan dengan adanya deformitas, bengkak pada area patah tulang,
kemerahan dari perdarahan subkutan, spasme otot karena kontraksi otot
involunter di dekat area patah tulang sehingga menimbulkan gangguan rasa
nyaman (nyeri).
Gangguan sensasi/baal karena kerusakan saraf atau tertekannya saraf
oleh edema dapat menyebabkan kehilangan fungsi normal sehingga
menimbulkan gangguan mobilitas fisik dan defisit perawatan diri.
Fraktur terbuka dengan adanya jaringan yang rusak memunculkan
masalah kerusakan integritas jaringan, dan memungkinkan masuknya
kuman sehingga resiko terjadi infeksi.

E. MANIFESTASI KLINIK
Manisfestasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) adalah nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi,
pembengkakkan local, dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fregmen tulang
diimobilitasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang di rancang untuk memininalkan gerakan antar fragmen
tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cinderung
bergerak secara alamiah bukanya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran
fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan defermitas
ekstermitas yang bias diketahui dengan membandingkn dengan
ekstermitas normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang tepat
melengketnyaotot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenernya karena
kontraksi otot yang melekat di atas ada di bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai
2 inci)
d. Saat ekstremitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fregmen satu
dengan lainnya.
e. Pembengkakkan dan perubahan warna lokalpada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang
cidera
2. Bone scans, tomogram, atau MRI scans
3. Anteriogram : dilakukkan bila ada kerusakan vaskuler
4. CCT kalau banyak kerusakan otot
5. Pemeriksaan Darah Lengkap
Leukosit turun/meningkat, eritrosit dan albumin turun, Hb, hematrokit
sering rendah akibat pendarahan, laju endap Dapar (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca
meningkat di dalam darah, trauma otot meningkat beban kreatinin untuk
ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfuse multiple, atau cidera hati..
G. PENATALAKSANAAN
1. Reduksi adalah memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi
anatomik normal. Caranya : reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka.
2. Imobilisasi adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi
penyembuhan. Caranya : dengan alat-alat eksternal ( bebat, brace, case,
pen dalam plester, fiksator eksternal, traksi, balutan), alat-alat internal (
nail, lempeng, sekrup, kawat, batang ).
3. Rehabilitasi adalah meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal
pada bagian yang sakit.

H. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN


1. Faktor yang meningkatkan penyembuhan fraktur :
a. Imobilisasi fragmen-fragmen tulang.
b. Kontak fragmen tulang maksimum.
c. Suplai darah cukup.
d. Nutrisi tepat.
e. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
f. Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid
anabolic.
g. Potensial listrik yang melewati fraktur.
2. Faktor yang menghambat penyembuhan fraktur :
a. Trauma lokal berlebihan.
b. Kehilangan tilang.
c. Imobilisasi tidak adekuat.
d. Ruang/jaringan diantara fragmen tulang.
e. Infeksi.
f. Keganasan lokal.
g. Penyakit tulang metabolik (mis. penyakit Paget).
h. Tulang diradiasi (nekrosis radiasi).
i. Nekrosis avaskuler.
j. Fraktur intra-artikular (cairan sinovial yang mengandung fibrolisin,
yang melisiskan bekuan awal dan memperlambat pembentukan
bekuan).
k. Usia (lansia sembuh lebih lama).
l. Kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan).
I. KOMPLIKASI
Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi menurut Doenges (2000)
antara lain:
1. Syock
2. Infeksi
3. Nekrosis divaskuler
4. Cidera vaskuler dan saraf
5. Borok akibat tekanan
Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi menurut Brunner & Suddarth
(2001) antara lain :
a. Komplikasi Awal
 Syok hipofolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik
kehilangan darah eksterna maupun yang tak kelihatan).
 Sindrom emboli lemak, setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis,
fraktur multiple, atau cedera remuk, dapat terjadi emboli lemak,
khususnya pada dewasa muda (20 sampai 30 tahun) pria. Pada
saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk ke dalam darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler
atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien
akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan teradinya
globula lemak dalam aliran darah yang kemudian menyumbat
pembuluh darah kecil.
 Sindrom kompartemen, merupakan masalah yang terjadi saat
perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk
kehidupan jaringan.

b. Komplikasi Lambat
 Pernyatuan terlambat atau tidak adanya penyatuan
Penyatuan terlambat terjadi bila penyembuhan tidak
terjadi dengan kecepatan normal untuk jenis dan tempat fraktur
tertentu. Ini mungkin berhubungan dengan infeksi sistemik dan
distraksi (tarikan jauh) fragmen tulang. Pada akhirnya fraktur
menyembuh.
Tidak adanya penyatuan terjadi karena kegagalan
penyatuan ujung-ujung patahan tulang. Faktor yang ikut berperan
dalam masalah penyatuan meliputi infeksi pada tempat fraktur,
interposisi jaringan di antara ujung-ujung tulang, imobilisasi dan
manipulasi yang tidak memadai, yang menghentikan
pembentukan kalus, jarak yang terlalu jauh antara fragmen tulang.
 Stimulasi elektrik osteogenesis
Osteogenesis pada tidak adanya penyatuan dapat
distimulasi dengan impuls elektrik, efektivitasnya sama dengan
graft tulang. Stimulasi elektrik memodifikasi lingkungan jaringan,
membuatnya bersifat elektronegatif, yang akan meningatkan
deposisi mineral dan pembentukan tulang.
 Nekrosis avaskuler tulang
Terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan mati.
 Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Pasien merasa nyeri dan terjadi penurunan fungsi moblisasi.
Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi antara lain :
 Malunion
Adalah suatu keadaan di mana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk
sudut, atau miring.
 Delayed union dan nonunion
Sambungan yang terlambat dan tulang patah yang tidak
menyambung kembali. Delayed union adalah proses
penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan kecepatan
yang lebih lambat dari keadaan normal. Nonunion dari tulang
yang patah dapat menjadi komplikasi yang membahayakan
bagi penderita.

J. ASUHAN KEPERAWATAN
FOKUS PENGKAJIAN
a. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Gejala-gejala fraktur tergantung pada lokasi, berat dan jumlah kerusakan
pada struktur lain. Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat
keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1) Aktivitas/istirahat
Gejala:
Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin
segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder
pembengkakan jaringan dan nyeri.
2) Sirkulasi
Tanda:
a. Peningkatan tekanan darah mungkin terjadi akibat respon
terhadap nyeri/ansietas, sebaliknya dapat terjadi penurunan
tekanan darah bila terjadi perdarahan.
b. Takikardia
c. Penurunan/tak ada denyut nadi pada bagian distal area cedera,
pengisian kapiler lambat, pucat pada area fraktur.
d. Hematoma area fraktur.
3) Neurosensori
Gejala:
a. Hilang gerakan/sensasi
b. Kesemutan (parestesia)
Tanda:
a. Deformitas local, angulasi abnormal, pemendekan rotasi,
krepitasi, spasme otot, kelemahan/kehilangan fungsi.
b. Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau akibat
sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri.
c. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau
trauma lain.
4) Nyeri/Kenyamanan
Gejala:
a. Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi
pada area fraktur, berkurang pada imobilisasi.
b. Spasme/kram otot setelah imobilisasi.
5) Keamanan
Tanda:
a. Laserasi kulit, perdarahan
b. Pembengkakan lokal (dapat meningkat bertahap atau tiba-tiba)
6) Penyuluhan/Pembelajaran:
a. Imobilisasi
b. Bantuan aktivitas perawatan diri
c. Prosedur terapi medis dan keperawatan
b. Pengkajian Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada fraktur adalah
a. X-ray
Menentukan lokasi/luasnya fraktur
b. Scan tulang:
Memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
c. Arteriogram
- dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
1. Hitung Darah Lengkap
- hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan;
peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan.
2. Kretinin
- trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal
3. Profil koagulasi
- perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau
cedera hati.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN & FOKUS INTERVENSI


Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan fraktur antara
lain :
1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap
fraktur.Tujuan : Klien menyatakan nyeri hilang, menunjukkan
penggunaan ketrampilan
relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi.
Intervensi :
a. Kaji lokasi, intensitas, dan tipe nyeri. Gunakan skala peringkat nyeri.
b. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring sampai
fraktur berkurang.
c. Pertahankan traksi yang diprogramkan dan alat-alat penyokong.
d. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
e. Jelaskan prosedur sebelum memulai tindakan.
f. Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif.
g. Ajarkan teknik relaksasi, contoh : distraksi, stimulasi kutaneus.
h. Berikan alternatif tindakan kenyamanan, misal : ubah posisi.
i. Kolaburasi pemberian analgesik.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka


neuromuskuler.
Tujuan : Klien mendapatkan mobilitas pada tingkat optimal,
mempertahankan posisi
fungsional, menunjukkan teknik mampu melakukan aktivitas.
Intervensi :
a. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan.
b. Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik.
c. Instruksikan klien untuk/bantu klien dalam rentang gerak pasif/aktif
pada ektremitas yang sakit dan yang tidak sakit.
d. Awasi tekanan darah dan perhatikan keluhan pusing.
e. Ubah posisi secara periodic dan dorong untuk latihan napas dalam.
f. Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral.

3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak sekunder


terhadap fraktur.
Tujuan : Klien dapat melakukan perawatan diri secara sederhana dan
mandiri.
Intervensi :
c. Evaluasi kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktivitas
perawatan.
d. Tingkatkan harga diri dan penentuan diri selama aktivitas perawatan
diri.
e. Tingkatkan partisipasi optimal.
f. Beri dorongan untuk mengekspresikan perasaan tentang kurang
perawatan diri.
g. Libatkan keluarga/orang dekat dalam membantu klien melakukan
perawatan diri.

4. Aktual/resiko tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan


fraktur.
Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, mencapai
penyembuhan luka
sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi.
Intervensi :
e. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan,
perubahan warna kelabu, memutih.
f. Massage kulit dan penonjolan tulang, pertahankan tempat tidur kering
dan bebas kerutan.
g. Ubah posisi dengan sering (4 jam sekali).
h. Amati kemungkinan adanya tekanan pada bagian luka khususnya pada
pinggir atau bawah bebat.
i. Anjurkan klien untuk menggerakkan bagian anggota tubuh lain yang
tidak sakit.
5. Aktual/resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma
jaringan.
Tujuan : Klien akan menunjukkan penyembuhan luka sesuai waktu dengan
bukti luka
tidak terdapat pus.
Intervensi :
a. Observasi keadaan umum luka.
b. Pantau penyembuhan luka dengan memperhatikan hal berikut : bukti
luka tidak terdapat pus.
c. Kaji tonus otot, refleks tendon dalam dan kemampuan berbicara.
d. Selidiki nyeri tiba-tiba / keterbatasan gerakan dengan edema lokal /
eritema ekstremitas cedera.
e. Lakukan perawatan luka aseptik dan antiseptik.
f. Lakukan prosedur isolasi.
g. Tutup luka dengan kasa steril.

6. Ansietas berhubungan dengan gangguan status kesehatan/krisis situasi.


Tujuan : Klien tidak rewel, terlihat tenang dan relaks, ikut serta dalam
aktivitas.
Intervensi :
j. Pantau tingkat ansietas klien.
k. Berikan penekanan penjelasan dokter mengenai pengobatan dan
tujuannya, klarifikasi kesalahan konsep.
l. Berikan dan luangkan waktu untuk mengungkapkan perasaan.
m. Ajarkan dan bantu dalam teknik penatalaksanaan stress.
n. Kaji perilaku koping yang ada dan anjurkan penggunaan perilaku yang
telah berhasil digunakan untuk mengatasi pengalaman yang lalu.
o. Berikan dorongan untuk berinteraksi dengan orang terdekat, teman
serta saudara.
p. Jelaskan semua prosedur dan pengobatan, libatkan klien dalam
perencanaa, berikan pilihan, berikan dorongan untuk membuat
keputusan yang aman.

7. Resiko tinggi perubahan penatalaksanaan pemeliharaan rumah


berhubungan dengan defisit pengetahuan tentang tindakan perawatan diri
saat pulang, kurang sistem pendukung yang adekuat.
Tujuan : Klien mampu :
a. Mengungkapkan pengertian, prognosis, pengobatan, & program
rehabilitasi.
b. Memperagakan kemampuan untuk merawat alat bantu imobilisasi.
c. Mengekspresikan pengetahuan tentang gejala, potensial komplikasi.
Intervensi :
a. Tekankan pentingnya rencana rehabilitasi aktivitas, istirahat, dan
latihan.
b. Berikan dan tinjau ulang instruksi diet pengenai tipe dan jumlah,
perlunya menghindari penambahan berat badan bila mungkin.
c. Diskusikan tentang obat-obatan : nama, tujuan, jadwal, dosis, dan efek
samping.
d. Diskusikan tanda dan gejala untuk dilaporkan pada dokter : nyeri
hebat, perubahan suhu badan, warna, atau sensasi pada ekstremitas,
bau yang menyengat atau drainase dari luka.
e. Jelaskan tentang gips, bebat, slang sesuai indikasi.
f. Berikan dorongan untuk melakukan kunjungan tundak lanjut pada
dokter.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. “Keperawatan Medikal Bedah”. EGC: Jakarta.


Doenges, marilynn E. 2005. “Rencana Asuhan Keperawatan”. EGC: Jakarta
Mansjoer Arif. 2000. “Kapita Selekta Kedokteran”. FKUI.
Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika,
Yogyakarta, 1992.
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6,
EGC, Jakarta
Price & Wilson Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC,
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai