ANTIBIOTIK
Disusun Oleh :
dr. Jesika Wulandari
dr. Selli Novita Belinda
dr. Asima Juliyana Siregar
dr. Anisa Karamina Wardani
Pembimbing :
Dra. Lusia Hayati, M.Sc
Banyak antibiotik yang tersedia di klinik sekarang ini secara langsung bekerja
menghambat traslasi bakteri. Terlepas dari keberhasilan obat-obat tersebut di masa lalu,
efikasi obat tersebut menurun sejalan dengan penyebaran resistensi antibiotik. Melalui
penggunaan modifikasi ribosom, protein proteksi ribosom, faktor elongasi translasi dan
mistranslasi, banyak patogen yang dapat menyebabkan resistensi terhadap terapi yang
umum. Meski demikian, saat ini penemuan obat-obatan lebih berfokus pada penyelesaian
masalah melalui modifikasi atau penemuan pemilihan penatalaksanaan terbaru. Disini,
kami menyediakan tinjauan umum dari mekanisme resistensi hingga translation-targeting
drugs dan merangkum beberapa terobosan penting dalam perkembangan obat-obatan
terkini.
1. Pendahuluan
Sintesis protein adalah proses penting yang dibutuhkan oleh semua organisme
hidup. Melalui proses translasi, ribosom membaca RNA transcript messenger dan
mensintesis urutan protein yang dikodekan. Dengan perkembangan antibiotik, infeksi
yang dulunya mengancam jiwa sekarang dapat dibereskan dalam hitungan hari.
Namun kini bakteri dengan cepat mengakuisisi dan berevolusi menghasilkan
mekanisme perlawanan untuk menghindari pemberantasan. Penggunaan antibiotik
yang berlebihan dan tidak rasional telah memfasilitasi peningkatan dan penyebaran
patogen yang multidrug-resistant. Dengan penemuan terkini kelas antibiotik baru,
infeksi yang saat ini dapat diobati justru dapat menjadi mematikan. Beberapa ulasan
baru-baru ini telah menyajikan pandangan mendalam tentang mekanisme aksi target
translasi antibiotic dan mutasi spesifik yang menyebabkan resistensi.
2. Formasi Resistensi
2.1 Modifikasi ribosom
Ribosom adalah pusat produksi protein di dalam sel. Terdiri dari sepenuhnya
RNA ribosom (rRNA) dan protein, ribosom bakteri terdiri dari subunit besar 50 S
dan kecil 30 S. Karena sifat ribosom yang besar dan kompleks, aktivitasnya dapat
dihambat oleh berbagai metode dengan antibiotik yang mengikat di lokasi yang
berbeda. Contohnya, aminoglikosida umumnya menargetkan subunit 30 S,
mencegah translokasi atau mengikat tRNA A-site dan mendorong miscoding,
sementara macrolides mengikat peptida yang baru keluar dari tunel pada subunit
50 S, mencegah ikatan formasi peptida dan translokasi. Meskipun kedua kelas
antibiotik mempertahankan aktivitas yang berbeda, keduanya efisien dalam
menghentikan translasi. Modifikasi ribosom adalah salah satu bentuk langsung
dari resistensi antibiotik. Meski modifikasi ribosom efektif dalam mencegah
pengikatan antibiotik, namun mereka tetap memiliki batasan. Beberapa modifikasi
ribosom mengubah translasi dan menghasilkan kemampuan organism tersebut
untuk bereplikasi dan bertahan hidup di lingkungan tertentu. Oleh karena itu,
modifikasi ribosom hanya digunakan saat diperlukan saja.
Untuk organisme yang menyimpan banyak salinan gen rRNA, metilasi rRNA
adalah mode resistensi yang ideal, dimana setiap ribosom dapat menerima
modifikasi tanpa perlu memperoleh mutasi yang sama persis di setiap rRNA
digenom. Namun, pada organisme yang memiliki jumlah gen rRNA yang relatif
rendah, jumlah salinan tidak lagi menjadi kendala untuk pengembangan resistensi
mutasi, contohnya adalah Mycobacterium tuberculosis.
TetM dan TetO keduanya adalah RPP yang menghambat aktivitas tetrasiklin,
antibiotik yang secara langsung menargetkan subunit 30 S dan mencegah
pengikatan a-tRNA di situs A. Studi struktural telah menunjukkan bahwa
perlindungan yang diberikan oleh protein ini ada dua. Pertama, TetM (atau TetO)
akan mengikat dan menyebabkan perubahan konformasi pada ribosom. Perubahan
struktural ini mengganggu ikatan utama antara tetrasiklin dan ribosom dan
melepaskannya dari kantong ikatannya. Kedua, konformasi baru ini mencegah obat
dari rebinding, serta mempotensiasi perlindungan lanjutan. Dengan demikian,
melalui kedua aktivitas ini, TetO dan TetM efektif dalam mencegah pengikatan
obat tetrasiklin dan mengeluarkan obat yang pernah terikat (gambar 2a).
Kelas kedua dari RPP adalah protein resistensi antibiotik (ARE) ATP yang
mengikat Cassete F (ABCF). ARE ABCF adalah keluarga protein yang telah
terbukti memediasi resistensi terhadap beragam obat dengan penargetan 50 S.
Dinamakan seperti itu karena kemampuan mereka untuk mengikat dan
menghidrolisis adenosin trifosfat (ATP), bukti terbaru menunjukkan mereka juga
menghidrolisis nukleotida trifosfat lainnya (NTP). Rata-rata, bakteri
mempertahankan empat ABCF per genom, dengan yang paling banyak ditemukan
di Firmicutes dan Actinobacteria.
2.3 Faktor Translasi
Meskipun ribosom merupakan pusat utama sintesis protein, ribosom tidak
dapat berfungsi dengan baik tanpa bantuan faktor translasi tambahan. Faktor
translasi elongation factor G (EF-G) adalah GTPase esensial yang mengkatalisasi
translokasi tRNA melalui ribosom. Aktivitas EF-G dapat secara langsung atau tidak
langsung dihambat melalui penggunaan beberapa obat yang berbeda. Sebagai
contoh, asam fusidic mengikat langsung ke EF-G dan menjebaknya dengan
mengikatnya ke ribosom. Secara efisien akan menghentikan translasi, resistensi
asam fusid dapat dengan mudah diperoleh melalui mutasi di titik EF-G yang
mengubah aktivitas obat.
Selain EF-G, ribosom juga membutuhkan GTPase esensial lainnya, elongation
factor Tu (EF-Tu). EF-Tu mengikat aminoasilasi tRNA dan mengantarnya ke
ribosom situs-A. Setelah dipasangkan dengan kodon-antikodon, EF-Tu akan
menghidrolisis guanosintrifosfat (GTP), melepaskan aa-tRNA dan memisahkan
dari ribosom.
Kesimpulan :
Translasi bakteri telah berhasil digunakan dalam pengembangan antibiotik. Walaupun
dengan mekanisme kerja yang beragam, penghambat translasi telah digunakan sebagai
pengobatan dalam berbagai macam infeksi dan telah berhasil menyelamatkan banyak jiwa.
Bagaimanapun juga, seiring dengan meningkatnya penyebaran patogen resisten antibiotik,
terapi ini menjadi jarang digunakan. Ancaman ini dengan cepat menjadi krisis kesehatan
global, yang menyebabkan ribuan kematian dan terjadi peningkatan penambahan biaya
kesehatan. Para ilmuwan telah melakukan berbagai usaha untuk menangani resistensi
antibiotik melalui penghambat translasi, akan tetapi terdapat keterbatasan pada
penghambat translasi. Translasi merupakan suatu proses yang penting, dan hambatan pada
semua proses yang dibutuhkan pada viabilitas menghasilkan tekanan selektif yang luas.
Hanya patogen yang telah berubah atau telah menjadi resisten yang dapat bertahan.
Penghambat translasi juga dapat memiliki efek samping yang tidak diinginkan.
Pengembangan obat-obatan baru yang tidak memiliki tekanan selektif yang kuat dapat
menjadi sebuah tantangan. Masalah tambahan dalam pengembangan obat baru di
kemudian hari adalah persistensi, yaitu suatu fase yang menyebabkan bakteri bertahan
terhadap antibiotik dan tetap mengalami pertumbuhan selama terapi. Persitensi dan
resistensi terhadap antibiotik telah mengalami peningkatan dan penghambat translasi tidak
efeketif terhadap patogen seperti ini. Terlepas dari masalah yang dapat ditemukan dalam
pengembangan obat baru, penghambat translasi telah terbukti dapat menjadi terapi yang
efektif. Dengan strategi baru pada identifikasi dan pembentukan antibiotik, translasi dapat
menjadi suatu solusi yang baik terhadap resistensi antibiotik.