Anda di halaman 1dari 16

KORELASI ANTARA AJARAN AGAMA KRISTEN

DENGAN AKTIVITAS EKONOMI BISNIS

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah agama

Dosen pembimbing :
Pdt. Nimali Fidelis Buke

Disusun oleh :
Darda Meitania 432019016
Kusnendri Ardiani 412019022
Risa Lusiana 412019024
Maria Anggie C.D 412019026
Amazia Ananta 202019032
Andina Ela 202019052
Hans Dohar 392018008
M. Harits Jagadhita 392018083
Aplis Tixwari 522017050

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA


2019
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Agama adalah seperangkat nilai dan norma yang tersusun dalam sebuah sistem
kepercayaan yang mengatur bagaimana cara manusia berhubungan dengan Tuhan dan
berhubungan dengan sesamanya. Setiap sistem kepercayaan mempunyai cara-cara tertentu
yang mengatur manusia berhubungan dengan Tuhan-nya yang dimanifestasikan dalam
berbagai ritual peribatan. Nilai normatif agama mengatur bagaimana cara seseorang
individu menafsirkan dan menanggapi segala sesuatu fenomena yang dihadapinya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa agama mengatur individu dan masyarakat pada
setiap sendi kehidupan.

Salah satu sendi dari kehidupan sosial manusia yang turut serta diatur oleh agama
adalah kehidupan ekonomi masyarakat. Ekonomi sendiri merupakan serangkaian aktivitas
yang dilakukan oleh manusia untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginannya yang
menyangkut usaha pembuatan keputusan, pelaksanaan dan pengalokasian sumber daya
yang ada. Proses ekonomi pada dasarnya meliputi tiga jenis aktivitas, yaitu : produksi,
distribusi dan konsumsi. Berdasarkan paparan tersebut, penulis ingin mendalami lebih
lanjut materi mengenai “Korelasi Ajaran Agama Kristen dengan Aktivitas Ekonomi
Bisnis”.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa masalah antara lain :

1. Bagaimana etika dalam berekonomi menurut ajaran agama Kristen?


2. Permasalahan apa yang timbul di Indonesia terkait dengan agama dan ekonomi?
3. Apa hubungan bisnis ekonomi dengan agama menurut perjanjian lama, persepuluhan,
penatalayanan dalam ajaran Yesus dan penatalayan dalam ajaran Paulus?
4. Bagaimana sikap perekonomian menurut agama terhadap diri sendiri maupun sesama,
dunia, dan kemiskinan?

C. TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dari rumusan masalah di atas adalah :
1. Mengetahui etika dalam berekonomi menurut ajaran agama Kristen
2. Mengetahui permasalah apa saja yang menyangkut agama dan ekonomi di Indonesia
3. Mengetahui hubungan agama dan bisnis ekonomi dalam menurut perjanjian lama,
persepuluhan, penalayanan dalam ajaran Yesus, dan penatalayanan dalam ajaran
Paulus
4. Mengetahui sikap dalam berekonomi menurut terhadap pandangan diri sendiri
maupun sesama, dunia, dan kemiskinan

II. PEMBAHASAN

Agama merupakan pengatur atau pembatas tindakan ekonomi agar sesuai dengan ajaran
agama, sedangkan ekonomi merupakan usaha dalam pelaksanaannya pengalokasian sumber
daya rumah tangga yang terbatas. Agama mengatur sendi kehiidupan masyarakat termasuk
kehidupan perekonomian. Ada pandangan dari beberapa para tokoh mengenai agama dan
ekonomi, yaitu :

1. Karl Max
Agama sebagai alat eksploitasi kapitalis yang dilakukan oleh para kapitalis pada kaum
protelar.
2. Max Weber
Doktrin yang terkandung dalam agama menentukan aktivitas dan kekuatan ekonomi para
penganutnya.
3. Karl Polanyi
Agama sebagai institusi sosial yang memiliki keteladanan dengan ekonomi.

A. ETIKA DAN EKONOMI

Etika Ekonomi menurut Iman Kristen adalah keinginan untuk mengatur tatanan
ekonomi masyarakat supaya bisa terbangun dalam kultus yang alkitabiah dan memiliki
nilai keilahian.

Teori Hubungan Ekonomi dan Agama menurut tokoh :

1. Eka Darmaputera

Ekonomi bukanlah satu-satunya dan segalanya bagi manusia karena ekonomi


merupakan salah satu dari komponen manusia yang utuh.

2. Arya Wicaksana Darmaputera

Ekonomi dan agama semuanya didasari oleh kepercayaan, karena kepercayaan itulah
yang akan menjadi kekuatan untuk bisa membangun sistem ekonomi yang tinggi.

3. Yusuf B.Subsada

Yusuf adalah “man of self-content” yang selalu merasa cukup dengan apa yang Tuhan
berikan kepadanya. ia bukan budak nafsu kedagingannya, ia juga bukan budak hak
asasinya sendiri. Ia mampu mengampuni bahkan memakai persfektif Ilahi untuk
menafsirkan kejahatan keluarga-keluarganya ( Kej. 42 :15, 43 :30). Hidupnya untuk
mengabdi kepada sesama manusia.

B. KOMPLEKSITAS MASALAH EKONOMI


Peristiwa yang belum lama ini menimpa Indonesia dan kawasan Asia Timur
dalam bidang ekonomi dan politik, tepat bila dinilai sebagai pengukuhan kebenaran
firman yang diucapkan Tuhan Yesus dalam perumpamaan-Nya "dua macam dasar" .
Perumpamaan Tuhan Yesus yang diambil dari fakta hidup sehari-hari itu jelas
mengandung seluruh aspek kehidupan termasuk pembangunan kehidupan sosial ekonomi-
politik.

Contoh saat gempa moneter di Thailand, bergerak ke Indonesia, mulailah rentetan


keruntuhan ekonomi Indonesia, yaitu :

1. Nilai rupiah terhadap dolar terbanting berulang kali, menjadi tidak sampai
seperempatnya dari nilai rupiah pada kwartal ketiga tahun 1997
2. Harga-harga membubung tinggi,
3. Bank-bank bertumbangan, perusahaan-perusahaan hancur
4. PHK melonjak
5. Jumlah pengangguran meningkat
6. Harga saham anjlok,
7. Hutang luar negeri menjadi membengkak
8. BBM dinaikkan, harga- harga melangit

Gereja gagal memberikan pengajaran yang jelas dan benar tentang implikasi-
implikasi kebenaran Alkitab ke dalam dunia ekonomi, tentang prinsip- prinsip etika
ekonomi dan moral bisnis, baik kepada warganya maupun menyuarakannya sebagai
wawasan dan sikap Kristen tentang ekonomi kepada dunia luas.

Sebaliknya Gereja sendiri malah cenderung membuat kesalahan fatal memahami


berita keselamatan dari Allah dalam simbol- simbol moneter. Sebaliknya dari
menyuarakan pesan kenabian dan mengemban gaya hidup prihatin yang konsisten dengan
firman Tuhan, gereja sekadar membeo mengikuti berbagai suara dan aspirasi yang dunia
ini canangkan.

C. EKONOMI DAN BISNIS


1. Perjanjian Lama
Dalam Kitab Kejadian 1:26 disampaikan bahwa bumi ini diciptakan Tuhan
untuk dimanfaatkan oleh manusia. Berbisnis merupakan salah satu cara melaksanakan
kehendak Allah untuk menguasai, memenuhi dan menaklukkan bumi dengan penuh
tanggung jawab. Terdapat 2 hal wewenang yang Allah berikan kepada manusia di
bumi : pertama, wewenang dilaksanakan dengan menaklukan diri kepada Allah
;kedua, wewenang tidak pernah mutlak.

Allah telah mendelegasikan wewenang kepada Adam supaya dapat


menjalankan tugas dan fungsinya. Terjadi transaksi sederhana antara Tuhan dan
manusia. Hal ini berarti bahwa bisnis itu muncul sejak manusia ada di muka bumi
yaitu :

 Zaman Nuh, manusia mulai berusaha membuat bahtera (Kej. 6:14)


 Peristiwa di Babel (Kejadian 11:8-9)
 Kegiatan bisnis orang Yahudi
 Bisnis daerah Palestina (Yehezkiel 27:12-25)
 Bangsa Israel, bangsa yang dipilih Allah (Ul 7 : 7-8)

Ikatan perjanjian dengan Allah berarti hidup dalam iman, kesetiaan, dan
ketaatan kepada Allah dalam segala hal (Kel 19: 3-9). Termasuk mengenaI ‘milik’
dengan berpegang pada prinsip :

 Manusia bukanlah pemilik yang mutlak


 Manusia bertanggung jawab kepada Allah atas kesejahteraan sesamanya
 Milik dan kekayaan tidak boleh diperoleh atau dipakai untuk merugikan
mereka yang miskin (Am 4:1-3 ; 5:11)

2. Persepuluhan

Persepuluhan merupakan persembahan kepada Tuhan melalui ibadah sebnyak


10 % dari penghasilan seseorang. Namun harga 10% yang dimaksud tidaklah secara
harfiah nyata 10%, tetapi memiliki arti tersendiri, yaitu persepuluhan merupakan
jumlah tertentu, maksudnya adalah memberikan persembahan sesuai dengan
kemampuan kita member, dan yang kedua, persepuluhan bukan jumlah yang terlalu
besar. Selama manusia masih hidup dalam dunia, manusia memerlukan kebutuhan
kesejahteraan harian, perlu diperhitungkan pula antara member persembahan dan
kebutuhan hidup. Karena yang dituntut Tuhan dalam persepuluhan adalah keadilan
dan belas kasihan, hal tersebut terdapat pada Matius 23 : 23, Celakalah kamu, hai
ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab
persepuluhan dari selasih, adas manis, dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting
dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu : keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan.
Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.

Persembahan bukan hanya sebuah metode, tetapi merupakan perwujudan dari


ketaatan iman kepada Tuhan dan solidaritas kepada sesame yang membutuhkan. Ada
jiwa dan semangat persepuluhan yang harus ada dalam diri manusia, yaitu :

 Mengerti bahwa Allah adalah pemilik yang sah


 Jumlah 10 % bukan harga mutlak, melainkan memiliki arti
 Persepuluhan merupakan symbol dari tanggung jawab kepada Tuhan dan
sesame

Persepuluhan yang dilakukan memiliki makna bagi kegiatan perekonomian, yaitu


melakukan kegiatan perekonomian dengan menerapkan nilai etis member
persembahan, menerapkan jiwa dan semangar perpuluhan, dan melakukan kegiatan
perekonomian dalam ketaatan kepada Tuhan dan kasih kepada sesama.

3. Penatalayanan dalam Ajaran Yesus

Penatalayanan merupakan pekerjaan menatalayani, mengelola, mengurus,


mengatur, menyelenggarakan, atau dalam bahasa Inggris adalah Stewardship. Dalam
penatalayanan terdapat prinsip-prinsip yang perlu diterapkan, yaitu :

1. Semuanya milik Allah, terdapat pada Mazmur 24 : 1, Hagai 2 : 8, dan Keluaran


19 : 5
2. Penatalayanan adalah mengelola milik, terdapat pda Kejadian 39 : 1-6
3. Setiap orang Kristen harus melakukan pelayanan, terdapat pada Matius 25 : 14-15
4. Seorang pelayan harus memiliki kesetiaan, terdapat pada 1 Korintus 4 : 1-2

Setiap orang diberi kelebihan masing-masing, dan dalam kehidupan terdaat


berbagai macam penatalayanan, yaitu penatalayanan Injil, penatalayanan talenta,
penatalayanan kesaksian, penatalayanan waktu, dan penatalayanan uang. Semuanya
itu perlu dilakukan dengan prinsip penatalayanan.

4. Penatalayanan dalam Ajaran Paulus

Dalam I Timotius 6:3, Rasul Paulus sendiri menulis, bahwa ia menentang orang
yang “mengajarkan ajaran lain dan tidak menurut perkataan sehat yakni perkataan
Tuhan kita Yesus Kristus”Jadi paling sedikit menurut keyakinan Paulus, apa yang ia
kemukakan itu, pasti tidak lain daripada atau bertentangan dengan “perkataan sehat,
yaitu perkataan Tuhan kita Yesus Kristus”. Jika ada perbedaan, itu adalah perbedaan
yang saling melengkapi.

Persamaan yang fundamental antara keduanya, ialah pemahaman mereka tentang


makna kehidupan manusiawi yang fana dan sementara ini. Di dalam ajaran Yesus,
sebagaimana telah di bahas, hidup yang fana dan sementara ini adalah suatu masa
persiapan dan masa percobaan yang terkait erat dengan kehidupan yang abadi nanti.
Ini juga amat kuat dalam pandangan Paulus.

Oleh karena itu, di dalam I Timotius 6, uang mempunyai makna rohani.


Memandang uang hanya sebagai benda yang duniawi semata-mata, bagi Paulus,
adalah suatu sikap rohani yang salah dan berbahaya. Ditekankanya sikap rohani yang
benar terhadap benda-benda duniawi.

Dalam hubungan itulah, Paulus mengecam para pengajar”yang mengira ibadah itu
adalah sumber keuntungan” (ayat 5). Bahaya yang dilihat oleh Paulus disini adalah,
sebaliknya dari memberi makna rohani kepada benda-benda duniawi, orang telah
sebaliknya menduniawikan yang rohani yang ditentang oleh Paulus di sini adalah
sikap yang melihat “keuntungan” sebagai tujuan yang paling akhir. Lebih fatal lagi,
apabila kemirisan serta ibadah juga hanya dilihat sebagai sarana untuk memperoleh
“keuntungan”.

“Memang”, kata Paulus, “ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi
keuntungan besar” (ayat 6). Yesus pun menjanjikan kepada murid-murid-Nya,
anugerah dan karunia yang jauh lebih besar dan jauh lebih beharga daripada
persembahan atau pengorbanan apapun yang dapat dan pernah mereka berikan (bnd.
Mrk 10:28-31)

Tetapi disini, manusia tidak sedang berdagang dengan Allah. Orang percaya tidak
dapat berprinsip “ merugi sedikit, untuk mendapat untung berlipat ganda”, di dalam
perkara-perkara rohani. Sebab yang mesti lebih dahulu diberikan oleh orang percaya
adalah semuanya dan seluruhnya: menaklukkan diri sepenuhnya. Artinya, ia bahkan
harus bersedia untuk kehilangan segala sesuatu, dan(seperti Paulus) menganggap
segala sesuatu itu ”sampah”, untuk memperoleh yang satu itu, yaitu Kristus.

Pelajaran yang amat berguna bagi kita disini, ialah: kita harus memberi makna
rohani bagi kegiatan-kegiatan ekonomi dan bisnis kita ; tetapi jangan sekali-sekali
memberi makna ekonomi dan bisnis bagi kegiatan-kegiatan rohani kita. Yang bisnis
kita rohanikan, tetapi yang rohani jangan kita bisniskan. Peringatan yang amat relevan
bagi situasi kita sekarang, di mana Injil telah sering diperlakukan sebagai komoditi
bisnis, dan mengabarkan Injil sering telah menjadi “menjual Injil”, bukan ?

Ini memang tidak berarti, bahwa mereka yang harus bekerja penuh-waktu bagi
pelayanan Injil, lalu tidak boleh memperoleh apa-apa secara duniawi. Dalam I
Korintus 9:14,dengan tegas Paulus mengatakan , “ Demikian pula Tuhan telah
menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan
Injil itu.”

Penolakan Paulus untuk menerima imbalan bagi pelayanan Injilnya, sama sekali
bukan oleh karena ia tidak berhak untuk menerimanya. Sikap itu diambilnya, oleh
karena ia tidak ingin ada salah tafsir, seolah-olah ia mengabarkan Injil untuk itu.

Salah tafsir semacam itu memang mudah sekali terjadi, baik bagi yang melayani
Injil maupun yang dilayani. Perbedaan antara “melayani Injil untuk memperoleh
sesuatu” dan “ memperoleh sesuatu karena melayani Injil” adalah begitu tipisnya,
sehingga mudah dan sering diputar-balikkan.

Melayani Injil sebagai kegiatan bisnis, hanya dapat dicegah oleh orang-orang yang
memberi makna injil bagi kegiatan bisnis mereka. Yaitu, keuntungan dari kegiatan
bisnis, juga dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka yang secara
penuh waktu melayani Injil.

Sebab apa yang dikatakan oleh Paulus dalam I Timotius 5:8 “ Tetapi jika ada
seorang tidak memelihara sanak saudara, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad
danlebih buruk dari orang yang tak beriman”, tidak hanya dapat diterapkan pada
keluarga dalam arti sempit, tetapi juga pada kehidupan jemaat sebagai persekutuan
keluarga umat Allah.

Padahal Paulus tidak menghendaki kemurahan hati kristiani itu disalah gunakan
oleh orang-orang yang malas. Persekutuan kristiani (dan ini pun berlaku bagi
masyarakat luas) tidak boleh secara sadar atau tidak sadar, memeras yang kaya untuk
memanjakan yang miskin. Yang diinginkan oleh Paulus adalah “Orang yang
mengumplkan banyak, tidak kelebihan, dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak
kekurangan” (2 Kor 8:15), “supaya ada keseimbangan”(ayat 14).

Bagaimana dengan orang yang tidak mengumpulkan apa-apa ? Bila ini


disebabkan oleh karena ketidakmampuan mereka, maka mereka harus dibantu, tetapi
apabila ini disebabkan oleh karena kemalasan dan sikap menggantungkan diri
merekan, Paulus berkata, “ Yang tidak bekerja, janganlah ia makan”. Persekutuan
kristiani (dan inipun berlaku bagi masyarakat luas), tidak boleh sekedar menjadi
persekutuan yang saling member dan berbagai dalam kasih, tetapi juga persekutuan
kerja, persekutuan dari orang-orang yang giat bekerja (bnd. 1 Tes 4:9-12).

Di dalam ajaran Paulus mengenal penatalayanan, jelaslah bahwa ia tidak hanya


mengecam orang yang mengumpulkan uang secara tidak bertanggung jawab(rakus,
tamak, hanya mencari keuntungan), tetapi juga pemakaian uang secara tidak
bertanggung jawab (untuk bermewah-mewah dan sikap parasitis). Bnd. 1 Tim 5:6, 9-
10
Ia menyadari bahwa sikap hidup yang bertanggung jawab (khususnya apabila kita
bergerak di bidang ekonomi dan bisnis) adalah suatu perjuangan yang amat berat
setiap saat. Oleh karena itu ia berpesan, “kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah
menderita, lakukanlah pekerjaan pemberitaan Injil dan tunaikanlah tugas
pelayananmu!” (2 Tim 4:5).

Satu hal memang harus kita camkan: memang sulit bagi kita untuk setia kepada
prinsip, jika tidak bersedia untuk menderita. Sebab, bukankah sudah ada prinsip dasar
bagi ekonomi dan bisnis, bahwa untuk segala sesuatu selalu ada harga yang mesti kita
bayar?

D. SIKAP DALAM PEREKONOMIAN


1. Sikap Terhadap Sesama dan Diri Sendiri

Dalam alkitab menurut cerita yang amat kita kenal yaitu Ananias dan Safira (Kis
5:1-11) Ananias dan Safira adalah anggota-anggota yang sah dan penuh dari koinonia
atau persekutuhan gereja Tuhan pada waktu itu.maka seperti halnya dengan Barnabas
dengan yang lain-lainnya,mereka “menjual sebidang tanah”agar hasil penjualan itu
mereka jual kemudian dapat mereka bagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan
keperluannya (ayat 35).

Disini tindakan Ananias dan Safira tindakan yang terpuji, menjual milik, bukanlah
suatu peraturan, bila kita mengartikan penatalayanan sebagai membagi apa yang
dimiliki nya dengan sesama yang bernasib kurang baik.dan dapat dikatakan mereka
telah melaksanakan penatalayanan itu dengan baik.

Suatu yang menjadi masalah ialah oleh karena merteka menahan sebagian hasil
dari penjualan itu mereka lakukan tidak terus terang.ketika ketahuan,maka Petrus
menuduh mereka sebagai mendustai Roh kudus, mendustai Allah dan rebalah mereka
dan putuslah nyawa-nyawa mereka.apakah sebabnya hukuman yang teragis dan
dramatis itu? Apakah hukuman mereka yang paling fatal dan fundamental ?
Kelemahan yang paling mencolok dari tindakan mereka menurut hamat saya ialah
oleh karena mereka melakukannya sekedar untuk memenuhi apa apa yang
formal,namun tidak dialaaskan dengan suatu kesadaran sikap yang eksisten.
Sesunggunyalah, tidak ada suatu keharusan untuk mereka menjual tanah mereka.
Tidak ada pula suatu keharusan untuk menyerakan seluruh hasil penjualan tanah itu
kepada para rasul. Benar sekali apa yang dikatakan oleh Petrus, selama tanah itu tidak
dijual bukankah itu tetap kepunnyaanmu, setelah dijual, bukankah hasilnya tetap
dalam kuasamu (ayat 4).

Jadi mengapa mereka menjualnya juga? Oleh karena orang-orang lain juga
melakukannya.mereka ingin memperoleh “citra”yang baik dalam pandangan orang
lain.dengan begitu maka sebenarnya alasan yang paling dalam,bukanlah untuk berbagi
dengan orang lain,melainkan melayani diri sendiri.melakukan tindakan formal berbagi
tetapi berdasarkan egosentrisme dan egoism di dalam hati itulah yang digolongkan
oleh petrus tidak kurang dari penipuan.

Mereka ingin berbagi namun yang mereka bagikan ialah sebagian dari kelebihan
mereka .mereka ingin mempersembahkan sesuatu ,namun mereka tidak bersedia
mengalami “sakitnya”mempersembahkan itu,mereka tidak mau rugi yang mereka
harapkan malah adala keuntungan.paling sedikit keuntungan moral inipun adalah
penipuan.secara formal apa yang mereka lakukan seolah-olah adalah melayani sesame
namun secara eksistinsial kebutuhan sesama mereka menipulir serta manfaatkan untuk
memperoleh nama baik diri mereka sendiri.menutupi keserakaan serta
kecurangan,dengan tindakan kedarmawanan ini adalah penipuan

Penatalayanan yang besar tidak cukup dilaksanakan melalui tindakan-tindakan


formal.sikap yang baru didalam diri sendiri dan sesama yaitu bahwa “kelebihan” kita
adalah hutang kepada “kekurangan” sesame kita jadi bukan soal
kedarmawananmelainkan soal kewajiban !kewajiban untuk melunasi hutang kita
kepada sesama yang berkekurangan,sebab barang siapa yang di beri banyak dia
dituntut banyak,diberi banyak,tetapi diberi sedikit,adalah penipuan.

Oleh karena itu janganlah anda bertanya “Apakah yang harus saya lakukan
sebagai seorang bisnisman?” apa yang anda harus lakukan adalah kewajiban anda
sendiri untuk memutuskannya.apa yang harus anda berikan dan hak anda juga untuk
menetapkannya.bukanlah soal apa yang teknis harus dilakukan atau apa yang secara
kuantitatif harus diberikan,persoalan kita adalah persoalan bagaimana anda
memandang apa yang anda “miliki” dan persoalan bagaimana anda memandang
sesama anda.

2. Sikap Terhadap Dunia

Secara keseluruhan, dalam 1 Korintus 7 memuat petunjuk petunjuk yang bersifat


teknis dan pragmatis dalam kehidupan sehari hari. Sikap Paulus dalam pasal ini yang
seolah olah acuh tak acuh terhadap barang-barang duniawi. Latar belakang dari sikap
seperti ini amat jelas. yaitu kita meyakini bahwa kita hidup di ambang pintu akhir
zaman yang amat dekat, oleh karena itu kita dituntut untuk mendahulukan apa yang
harus di dahulukan "sebab dunia seperti yang kita kenal sekarang akan berlalu" (1
korintus 7 ayat 31). Sikap acuh tak acuh terhadap duniawi bukanlah perintah yang
berdiri sendiri, melainkan karena pandangan tertentu mengenai akhir zaman yang
dipercayai sudah dekat. jika tanpa eskatologis tersebut, maka sikap terhadap dunia
yang seperti itu juga tidak akan ada.

Secara umum dapat dikatakan bahwa etika alkitablah selalu memandang harta
benda dengan sangat serius. Ia memberi penilaian yang positif dan negatif terhadap
harta benda. Baik buruknya tidak terletak pada benda itu sendiri melainkan pada
penggunanya. yang hendak dihindari disini bukanlah harta bendanya, melainkan sikap
tamak dan eksploitatif terhadapnya untuk kenikmatan sendiri.

Jadi dapat disimpulkan bahwa apa yang dikatakan paulus di dalam 1 Korintus 7 ,
apa yang ingin ia katakan jelaslah bukan penolakan terhadap segala sesuatu yang
duniawi, melainkan bagaimana memanfaatkannya secara benar dan mendahulukan
apa yang harus didahulukan.

3. Sikap Terhadap Kemiskinan


Alkitab tidak mengidealisasikan baik kemiskinan maupun kekayaan, melainkan
kecukupan dan kesederhanaan. Kesederhanaan bukan berarti kemiskinan, melainkan
hidup yang dicukupkan, seperti yang diajarkan di dalam doa Bapa Kami. Sedangkan
kecukupan yang dimaksudkan adalah agar terhindar dari ketamakan.

III. PENUTUP

A. KESIMPULAN

Prinsip ekonomi dunia harus dikembalikan kepada jalur kebenaran Alkitab, karena
tanpa itu, tidak ada kemungkinan ekonomi dunia akan membereskan seluruh kehidupan
manusia dan membawa manusia kepada kesejahteraan yang sejati.

Prinsip ekonomi harus ditundukkan di bawah kebenaran firman Tuhan, karena


seluruh basis ekonomi sebenarnya bergerak di dalam dunia milik Tuhan yang harus
dipertanggungjawabkan kepa-da Tuhan. Oleh karena itu, pengelolaannya harus sesuai
dengan kehendak Tuhan.

Prinsip ekonomi harus berada di bawah etika firman. Tidak ada dualisme antara
bidang ekonomi dan pengenalan firman, antara etika Kristen dan etika ekonomi. Seorang
Kristen yang Tuhan letakkan di dunia ekonomi harus berjuang keras untuk menjalankan
panggilannya menyatakan kebenaran di dunia ekonomi. Kita perlu jelas akan panggilan
Tuhan ini. Kita bukan anak-anak setan di dunia ekonomi yang tunduk kepada aturan dan
kehendak setan dan sifat kedagingan yang penuh nafsu. Oleh karena itu, kebenaran Allah
harus dinyatakan secara serius.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Darmaptera, Eka. 2001. Etika Sederhana untuk semua : Bisnis, Ekonomi, dan Penatalayanan.

Jakarta : Gunung Mulia

V. LAMPIRAN

Lampiran makalah ini berisi pertanyaan pertanyaan yang diajukan dalam presentasi mengenai
makalah ini, terdiri dari :

1. Bagaimana asal mula persepuluhan ?


2. Apa yang dimaksud kaum protelar ?
3. Apa yang dimaksud dengan tatanan ekonomi masyarkat sesuai dengan kultur alkitabiah ?
4. Bagaimana cara menganggap uang sebagai benda yang rohani dan bukan sebagai harta
duniawi ?
5. Beri contoh konkret penatalayan uang dan kesaksian!
6. Mengapa Indonesia kaya akan sumber daya alamnya, namun tidak kunjung menjadi
negara maju?
Jawab :
1. Asal mula persepuluhan yaitu sejak zaman dahulu telah diterapkan sistem perpuluhan
dengan memberikan hasil ladangnya, namun dimanfaatkan untuk pribadi, setelah itu
munculah aturan bahwa memberikan hasil ladang untuk pemerintahan setempat sebanyak
sepersepuluh bagian, namun karena berjalannya waktu, sulit membawa persepuluh hasil
ladang, maka dirubahlah dengan menggunakan uang.
2. Kaum protelar yaitu pengklasifikasian masyarakat kelas bawah dan tidak memiliki
kekayaan . Identiknya protelar merupakan golongan kelas pekerja, kelas buruh atau pada
masa kuno, khususnya pada peradaban dunia, mereka adalah para budak dan pekerja
untuk tuannya.
3. Tatanan ekonomi masyarakat dengan kultur alkitabiah yang dimaksud adalah bahwa
segala bentuk aktivitas ekonomi sejalan dan sesuai dengan ajaran Yesus yang tertera
dalam alkitab.
4. Memandang uang bukan sebagai harta dunia dengan bersedekah atau melakukan
persembahan dengan menyisihkan sedikit uang bukan menyisakan. Selain itu memberi
kepada orang yang lebih membutuhkan.
5. Contoh penatalayanan uang adalah memberi atau bersedekah kepada orang lain,
menggunakan uang dengan bijak (tidak korupsi Penatalayanan kesaksan contohnya
menggunakan talenta sebaga seorang pemimpin yang mampu mengajarkan ajaran Kristen
dengan baik dan benar. Kedua hal tersebut berkaitan erat dengan agama, karena agama
adalah pedoman dalam berekonomi, tanpa agama bisnis atau ekonomi dapat tidak sesuai
denga ajaran ajaran baik Yesus
6. Indonesia kaya akan sumber daya alamnya yang melimpah, namun Indonesia tidak bisa
mengelola sumber daya alam yang dimiliki sendiri, hal itu membuat Indonesia tidak
kunjung bisa maju dan terus menerus kekayaan Indonesia di klaim oleh orang luar.
Seperti contoh kasus tambang emas yang berada di Papua bahwa tambang emas tersebut
adalah tambang emas terbesar di dunia, namun kekayaan Indonesia tersebut akhirnya
dikelola oleh orang Amerika karena kurangnya SDM di Indonesia yang dapat mengelola
hal itu. Bahwa sudah sejak dahulu bahwa tambang emas di Indonesia ingin dijajah oleh
bangsa luar.

Anda mungkin juga menyukai