Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Maternitas
di Ruang 10 RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang
OLEH:
Reza Fitra Kusuma Negara
NIM. 0910720010
A. DEFINISI
Rawat gabung atau rooming in merupakan suatu cara perawatan di mana ibu dan
bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah
ruangan, kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam seharinya.
Ada dua jenis rawat gabung:
1. Rawat gabung continue
Bayi tetap berada di samping ibu selama 24 jam
2. Rawat gabung parsial
Ibu dan bayi bersama-sama hanya dalam beberapa jam seharinya
Istilah rawat gabung parsial yang dulu banyak dianut, misalnya hanya siang hari
saja sementara pada malam hari bayi dirawat di kamar bayi, sekarang tidak dibenarkan
dan tidak dipakai lagi.
A. Pengertian
• Menurut Saifuddin (2002), bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir selama satu
jam pertama kelahiran.
• Menurut Donna L. Wong (2003), bayi baru lahir adalah bayi dari lahir sampai usia
4 minggu. Lahirrnya biasanya dengan usia gestasi 38 – 42 minggu.
• Menurut Dep. Kes. RI (2005), bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan
umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai
4000 gram.
• Menurut M. Sholeh Kosim (2007), bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara
2500 – 4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan
kongenital (cacat bawaan) yang berat.
B. Adaptasi Fisiologis
Baru lahir terjadi perubahan fungsi organ yang meliputi:
1. Sistem pernapasan
Selama dalam uterus janin mendapat oksigen dari pertukaran melalui
plasenta. Setelah bayi lahir pertukaran gas terjadi pada paru-paru (setelah tali pusat
dipotong). Rangsangan untuk gerakan pernapasan pertama ialah akibat adanya
tekanan mekanis pada toraks sewaktu melalui jalan lahir, penurunan tekanan oksigen
dan peningkatan karbondioksida merangsang kemoreseptor pada sinus karotis.
Usaha bayi pertama kali untuk mempertahankan tekanan alveoli adanya surfaktan
adalah menarik nafas, mengeluarkan dengan menjerit sehingga oksigen tertahan di
dalam. Fungsi surfaktan untuk mempertahankan ketegangan alveoli. Masa alveoli
akan kolaps dan paru-paru kaku. Pernapasan pada neonatus biasanya pernapasan
diafragma dan abdominal. Sedangkan respirasi setelah beberapa saat kelahiran yaitu
30 – 60 x / menit.
2. Jantung dan sirkulasi darah
Di dalam rahim darah yang kaya akan oksigen dan nutrisi berasal dari
plasenta masuk ke dalam tubuh janin melalui vena umbilikalis, sebagian besar masuk
ke vena kava inferior melalui duktus dan vena sasaranti, darah dari sel-sel tubuh
yang miskin oksigen serta penuh dengan sisa-sisa pembakaran dan sebagian akan
dialirkan ke plasenta melalui umbilikalis, demikian seterusnya.
Ketika janin dilahirkan segera, bayi menghirup dan menangis kuat, dengan
demikian paru-paru akan berkembang, tekanan paru-paru mengecil dan darah
mengalir ke paru-paru, dengan demikian duktus botali tidak berfungsi lagi, foramen
ovale akan tertutup. Penutupan foramen ovale terjadi karena pemotongan tali pusat.
3. Saluran pencernaan
Pada kehamilan 4 bulan, pencernaan telah cukup terbentuk dan janin telah
dapat menelan air ketuban dalam jumlah yang cukup banyak. Absorpsi air ketuban
terjadi melalui mukosa seluruh saluran pencernaan, janin minum air ketuban dapat
dibuktikan dengan adanya mekonium (zat yang berwarna hitam kehijauan).
Mekonium merupakan tinja pertama yang biasanya dikeluarkan dalam 24 jam
pertama.
4. Hepar
Hepar janin pada kehamilan 4 bulan mempunyai peranan dalam metabolisme
hidrat arang, dan glikogen mulai disimpan di dalam hepar, setelah bayi lahir
simpanan glikogen cepat terpakai, vitamin A dan D juga sudah disimpan dalam
hepar.
Fungsi hepar janin dalam kandungan segera setelah lahir dalam keadaan
imatur (belum matang). Hal ini dibuktikan dengan ketidakseimbangan hepar untuk
meniadakan bekas penghancuran darah dari peredaran darah. Enzim hepar belum
aktif benar pada neonatus, misalnya enzim UDPGT (Uridin Disfosfat Glukoronide
Transferase) dan enzim GGFD (Glukosa 6 Fosfat Dehidrogerase) yang berfungsi
dalam sintesis bilirubin sering kurang sehingga neonatus memperlihatkan gejala
ikterus fisiologis.
5. Metabolisme
Pada jam-jam pertama energi didapat dari pembakaran karbohidrat dan pada
hari kedua energi berasal dari pembakaran lemak. Energi tambahan yang diperlukan
neonatus pada jam-jam pertama sesudah lahir diambil dari hasil metabolisme lemak
sehingga kadar gula darah dapat mencapai 120 mg/100 ml.
6. Produksi panas
Pada neonatus apabila mengalami hipotermi, bayi mengadakan penyesuaian
suhu terutama dengan NST (Non Sheviring Thermogenesis) yaitu dengan
pembakaran “Brown Fat” (lemak coklat) yang memberikan lebih banyak energi
daripada lemak biasa. Cara penghilangan tubuh dapat melalui konveksi aliran panas
mengalir dari permukaan tubuh ke udara sekeliling yang lebih dingin. Radiasi yaitu
kehilangan panas dari permukaan tubuh ke permukaan benda yang lebih dingin
tanpa kontak secara langsung. Evaporasi yaitu perubahan cairan menjadi uap seperti
yang terjadi jika air keluar dari paru-paru dan kulit sebagai uap dan konduksi yaitu
kehilangan panas dari permukaan tubuh ke permukaan benda yang lebih dingin
dengan kontak secara langsung.
7. Kelenjar endokrin
Selama dalam uterus fetus mendapatkan hormon dari ibu, pada waktu bayi
baru lahir kadang-kadang hormon tersebut masih berfungsi misalkan pengeluaran
darah dari vagina yang menyerupai haid perempuan. Kelenjar tiroid sudah terbentuk
sempurna sewaktu lahir dan mulai berfungsi sejak beberapa bulan sebelum lahir.
8. Keseimbangan cairan dan ginjal
Tubuh bayi baru lahir mengandung relatif banyak air dan kadar natrium relatif
lebih besar daripada kalium. Hal ini menandakan bahwa ruangan ekstraseluler luas.
Fungsi ginjal belum sempurna karena jumlah nefron matur belum sebanyak orang
dewasa dan ada ketidakseimbangan antara luas permukaan glomerulus dan volume
tubulus proksimal, renal blood flow (aliran darah ginjal) pada neonatus relatif kurang
bila dibandingkan dengan orang dewasa.
9. Susunan saraf
Jika janin pada kehamilan sepuluh minggu dilahirkan hidup maka dapat dilihat
bahwa janin tersebut dapat mengadakan gerakan spontan. Gerakan menelan pada
janin baru terjadi pada kehamilan empat bulan. Sedangkan gerakan menghisap baru
terjadi pada kehamilan enam bulan.
Pada triwulan terakhir hubungan antara saraf dan fungsi otot-otot menjadi
lebih sempurna. Sehingga janin yang dilahirkan diatas 32 minggu dapat hidup diluar
kandungan. Pada kehamilan 7 bulan maka janin amat sensitif terhadap cahaya.
10. Imunologi
Pada sistem imunologi Ig gamma A telah dapat dibentuk pada kehamilan 2
bulan dan baru banyak ditemukan segera sesudah bayi dilahirkan. Khususnya pada
traktus respiratoris kelenjar liur sesuai dengan bakteri dapat alat pencernaan,
imunoglobolin G dibentuk banyak dalam bulan kedua setelah bayi dilahirkan. Ig A, Ig
D dan Ig E diproduksi secara lebih bertahap dan kadar maksimum tidak dicapai
sampai pada masa kanak-kanak dini. Bayi yang menyusui mendapat kekebalan pasif
dari kolostrum dan ASI.
11. Sistem integumen
Kulit bayi baru lahir sangat sensitif dan mudah mengelupas, semua struktur
kulit ada pada saat lahir tetapi tidak matur. Epidermis dan dermis tidak terikat dengan
erat dan sangat tipis, vernik keseosa juga bersatu dengan epidermis dan bertindak
sebagai tutup pelindung dan warna kulit bayi berwarna merah muda.
12. Sistem hematopoesis
Saat bayi lahir nilai rata-rata Hb, Ht, SDM dan Leukosit lebih tinggi dari nilai
normal orang dewasa. Hb bayi baru lahir 14,5 – 22,5 gr/dl, Ht 44 – 72%, SDM 5 – 7,5
juta/mm3 dan Leukosit sekitar 18000/mm3. Darah bayi baru lahir mengandung sekitar
80% Hb janin. Presentasi Hb janin menurun sampai 55% pada minggu kelima dan
5% pada minggu ke 20.
13. Sistem skelet
Arah pertumbuhan sefalokaudal terbukti pada pertumbuhan tubuh secara
keseluruhan. Kepala bayi cukup bulan berukuran seperempat panjang tubuh. Lengan
sedikit lebih panjang daripada tungkai. Wajah relatif kecil terhadap ukuran tengkorak
yang jika dibandingkan lebih besar dan berat. Ukuran dan bentuk kranium dapat
mengalami distorsi akibat molase.
Pada bayi baru lahir lutut saling berjauhan saat kaki diluruskan dan tumit
disatukan sehingga tungkai bawah terlihat agak melengkung. Saat baru lahir tidak
terlihat lengkungan pada telapak kaki. Ekstremitas harys simetris, terdapat kuku jari
tangan dan kaki, garis-garis telapak tangan dan sudah terlihat pada bayi cukup bulan.
C. Ciri-ciri Bayi Baru Lahir
1. Berat badan 2500 – 4000 gram
2. Panjang badan 48 – 52 cm
3. Lingkar dada 30 – 38 cm
4. Lingkar kepala 33 – 35 cm
5. Frekuensi jantung 120 – 160 kali/menit
6. Pernafasan ± – 60 40 kali/menit
7. Kulit kemerah – merahan dan licin karena jaringan sub kutan cukup
8. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna
9. Kuku agak panjang dan lemas
10. Genitalia;
• Perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora
• Laki – laki testis sudah turun, skrotum sudah ada
11. Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik
12. Reflek morrow atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik
13. Reflek graps atau menggenggan sudah baik
14. Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium
berwarna hitam kecoklatan
D. APGAR Score
TANDA 0 1 2
1. Appearance/ Seluruh tubuh biru Badan merah, Seluruh tubuh
warna kulit atau putih tangan dan kaki kemerahan
biru
A. Definisi
Masa nifas (puerperium) adalah masa sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak, et al.,, 2005). Lama masa
nifas ini yaitu 6-8 minggu. Nifas dibagi dalam tiga periode, yaitu (Mochtarr, 1998):
1. Puerperium dini, yaitu kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan
2. Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genital
3. Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna,
terutama bila selama hami atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu
untuk sehat sempurna mungkin beberapa minggu, bulan, atau tahun.
b) Kontraksi Uterus
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir. Hal ini diperkirakan terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume
intrauteri. Kontraksi uterus mempunyai peran untuk keseimbangan oleh
penekanan intra mural pembuluh-pembuluh darah Selama 1 sampai 2 jam
pertama post partum, intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan tidak teratur.
Suntikan oksitosin (Pitosin) secara intravena atau intramuscular biasa diberikan
segera setelah plasenta lahir untuk mempertahankan kontraksi uterus.
c) Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya
tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara
dan dapat menimbulkan nyeri yang bertahan selama masa awal puerperium.
Menyusui dan pemberian oksitosin biasanya meningkatkan nyeri karena
keduanya merangsang kontraksi uterus (Bobak, et al., 2005).
d) Tempat Plasenta
Segera setelah placenta dan membran-membran dikeluarkan, konstriksi
vascular dan thrombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang
meninggi dengan nodul yang irregular. Pelepasan jaringan-jaringan nekrotik
diikuti dengan pertumbuhan endrometrium untuk mencegah pembentukan scar.
Proses ini memungkinkan endrometrium untuk segera memulai siklusnya seperti
biasa dan memungkinkan implantasi dan plasentasi untuk kehamilan berikutnya.
Regenerasi endometrium sempurna pada akhir minggu ketiga post partum
kecuali pada tempat pelepasan placenta. Regenerasi tempat pelepasan placenta
sering kali tidak sempurna hingga 6 minggu setelah persalinan.
e) Lochea
Lochea adalah cairan secret yang berasal dari kavum uteri dan vagina
selama masa nifas. Terdapat beberapa jenis lochea, yaitu (Lusa, 2009):
Lochea Waktu Warna Ciri
Terdiri dari sel desidua,
verniks caseosa, rambut
Rubra 1-3 hari Merah kehitaman
lanugo, sisa mekoneum dan
sisa darah
Putih bercampur
Sanguilenta 3-7 hari Sisa darah bercampur lendir
merah
Lebih sedikit darah dan lebih
Kekuningan/ banyak serum, juga terdiri
Serosa 7-14 hari
kecoklatan dari leukosit dan robekan
laserasi plasenta
Mengandung leukosit,
Alba >14 hari Putih selaput lendir serviks dan
serabut jaringan yang mati
Lochea disekresikan dalam jumlah banyak pada awal jam postpartum yang
selanjutnya akan berkurang. Umumnya jumlah lochea lebih sedikit bila wanita
postpartum berada dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat
pembuangan bersatu di vagina bagian atas ketika berbaring dan kemudian akan
mengalir keluar jika berdiri. Total jumlah rata-rata pembuangan lochea sekitar
240 ml-270 ml. gangguan pada pengeluaran lochea disebut dengan lochiastasis.
Jika lochea tetap berwana merah setelah 2 minggu, mungkin terdapat sisa
plasenta yang tertinggal atau karena involsi yang kurang sempurna. Lochea
yang berbau busuk dan seperti nanah disebut lochea purulenta.
f) Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam post partum,
serviks memendek dan konsistensinya lebih padat dan kembali ke bentuk
semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh
selama beberapa hari setelah ibu melahirkan. Ektoserviks (bagian serviks yang
menonjol ke vagina) terlihat memar dan terdapat sedikit laserasi. Muara serviks,
yang berdilatasi 10 cm pada saat melahirkan, menutup secara bertahap. Muara
serviks eksterna akan terlihat memanjang seperti suatu celah dan tidak dapat
berbentuk lingkaran seperti pada saat sebelum melahirkan.
g) Vagina dan Perineum
Segera setelah persalinan, vagina masih dalam keadaan meregang disertai
oedem dan memar pada area episiotomy (Sari, 2006). Dalam satu atau dua hari
oedem vagina akan berkurang. Dinding vagina akan kembali halus dengan
ukuran yang lebih luas dari biasanya. Ukurannya akan mengecil dengan
terbentuknya kembali ruggae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) pada 3
minggu setelah persalinan. Vagina akan berukuran sedikit lebih besar dari
ukuran vagina sebelum melahirkan pertama kali. Latihan untuk mengencangkan
otot perineum akan memulihkan tonus vagina. Selaput dara yang robek akan
sembuh dengan terbentuknya parut dan meninggalkan beberapa jaringan bekas
ujung yang dinamakan myrtiform caruncles (carun culae myrtiform). Abrasi dan
lacerasi vulva dan perineum dapat sembuh dengan mudah termasuk laserasi-
laserasi yang memerlukan jahitan (Sari, 2006).
h) Payudara
Berbeda dengan perubahan atrofik yang terjadi pada organ – organ pelvis,
payudara mencapai maturitas yang penuh selama masa nifas, kecuali jika laktasi
disupresi. Payudara akan menjadi lebih besar, lebih kencang dan mula–mula
lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan status hormonal serta
dimulainya laktasi.
2. Sistem Gastrointestinal
a) Nafsu makan
Ibu biasanya merasa lapar segera setelah melahirkan karena banyaknya
energi yang telah dikeluarkan oleh ibu selama proses persalinan. Selain itu, ibu
juga akan merasa haus dan ingin minum banyak, akibat banyaknya cairan yang
keluar selama proses persalinan, baik berupa darah, keringat, maupun kemih
dan pernafasan.
b) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot-otot pada traktus
gastrointestinal menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir.
Pemberian analgesic dan anastesi yang berlebih dapat memperlambat
pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
c) Defekasi
Defekasi dapat tertunda selama 2 atau 3 hari setelah ibu melahirkan. Hal
ini terjadi karena tonus otot usus menurun selama masa persalinan dan pada
awal masa postpartum, penurunan tekanan intra abdominal, nyeri akibat luka
perineum, serta hemoroid.
3. Sistem Kardiovaskular
a) Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, seperti banyaknya
kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan
ekstravaskuler (edema fisiologis). Pada minggu ke-3 dan ke-4 setelah bayi lahir,
volume darah biasanya menurun sampai volume sebelum hamil.
b) Tanda-tanda vital
Suhu dalam 24 jam pertama mungkin akan meningkat menjadi 380C disebabkan
oleh kelelahan dan dehidrasi. Bila suhu lebih dari 38 0C setelah 24 jam pertama
sampai dengan hari ke-10, kemungkinan terjadi infeksi.
c) Bradikardi, dengan frekuensi 50 – 70 kali/menit normal untuk 6–10 jam pertama,
hal ini mungkin disebabkan Karena penurunan aliran darah dari jantung.
d) Takhikardi jarang terjadi, hal ini akan timbul karena perdarahan persalinan lama
atau sulit.
4. Sistem Endokrin
Beberapa perubahan terjadi pada sistem endokrin selama masa puerperium,
seperti penurunan hormon estrogen dan progesterone, peningkatan prolaktin.
Hormone prolaktin mengalami peningkatan sehingga merangsang pengeluaran air
susu. Bila ibu tidak menyusui, maka akan lebih cepat mengalami menstruasi, yaitu
kurang lebih 12 minggu post partum, hormon estrogen akan meningkat dan akan
terjadi ovulasi. Bila ibu menyusui bayinya, menstruasi akan terjadi lebih lama, yaitu
kurang lebih 36 minggu post partum dan tidak terjadi ovulasi.
5. Sistem Hematologi
Pada akhir periode post partum, darah harus sudah mulai kembali pada
keadaan semula. Leukositosis normal pada kehamilan rata-rata sekitar 12.000/mm3.
Selama10 sampai 12 hari pertama setelah bayi lahir, nilai leukosit antara 20.000 dan
25.000/mm3. ( Bobak, 2001). Haemoglobin dan nilai eritrosit bervaraiasi selama
masa nifas dini, tetapi harus kembali normal dalam 2-6 minggu post partum.
6. Sistem Muskuloskeletal
Menurut Lusa (2009), perubahan sistem musculoskeletal pada masa nifas
antara lain :
a) Dinding perut dan peritoneum
Dinding perut akan longgar pasca persalinan. Keadaan ini akan pulih kembali
dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis terjadi diastasis dari otot-otot rectus
abdominis, sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri
dari peritoneum, fasia tipis dan kulit.
b) Kulit dan abdomen
Selama masa kehamilan, kulit abdomen akan melebar, melonggar dan
mengendur hingga berbulan-bulan. Otot-otot dari dinding abdomen dapat
kembali normal kembali dalam beberapa minggu pasca melahirkan dengan
latihan post natal.
c) Striae
Striae adalah suatu perubahan warna seperti jaringan parut pada dinding
abdomen. Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna
melainkan membentuk garis lurus yang samar. Tingkat diastasis muskulus rektus
abdominis pada ibu post partum dapat dikaji melalui keadaan umum, aktivitas,
paritas dan jarak kehamilan, sehingga dapat membantu menentukan lama
pengembalian tonus otot menjadi normal.
d) Perubahan ligament
Setelah janin lahir, ligamen-ligamen, diafragma pelvis dan fasia yang meregang
sewaktu kehamilan dan partus berangsur-angsur menciut kembali seperti
sediakala.
7. Sistem Neurologis
Perubahan pada sistem neurologi selama masa nifas sebagai akibat dari adaptasi
menjadi seorang ibu setelah hamil dan adanya trauma setelah proses melahirkan.
Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan akan menghilang setelah
wanita melahirkan.
8. Sistem Integumen
Kloasma akibat kehamilan biasanya akan hilang sampai masa kehamilan berlalu.
Terjadinya hiperpigmentasi pada areola dan linea nigra mungkin akan hilang setelah
melahirkan. Namun pada beberapa wanita ada yang menetap pada daerah – daerah
tersebut. Perubahan daerah vaskuler yang abnormal akan menimbulkan nyeri,
kemerahan dan epulis, yang merupakan respon dari penurunan estrogen setelah
selesai melahirkan. Namun tanda nyeri pada wanita ada yang menetap dan ada
yang hilang.
9. Sistem Imun
Ig A merupakan antibodi yang terdapat pada colostrums dan air susu yang berfungsi
imunitas mukosa.
10. Sistem Urinaria
Pelvis ginjal dan ureter yang teregang dan berdilatasi selama kehamilan akan
kembali normal pada akhir minggu keempat setelah melahirkan. Segera setelah
melahirkan kandung kemih tampak bengkak, sedikit terbendung dan hipotonik
dimana hal ini dapat mengakibatkan overdistensi, pengosongan yang tidak
sempurna dan adanya sisa urin yang berlebihan kecuali bila dilakukan kateterisasi.
Efek dari trauma selama persalinan pada kandung kemih dan ureter akan
menghilang dalam 24 jam pertama setelah melahirkan (Sari, 2006). Setelah proses
persalian akan terasa pedih saat buang air kecil, kemungkinan disebabkan iritasi
pada uretra sebagai akibat dari persalinan, sehingga ibu dapat merasa takut buang
air kecil.
Diuresis yang normal terjadi segera setelah persalinan sampai hari kelima
setelah persalinan. Jumlah urin yang keluar dapat melebihi 3000 ml per harinya. Hal
ini merupakan salah satu cara tubuh untuk menghilangkan peningkatan cairan
ekstraseluler (cairan interstisial) yang merupakan bagian normal dari kehamilan.
Selain itu, juga didapati adanya keringat yang hanya pada beberapa hari pertama
setelah persalinan (Sari, 2006).
D. Penatalaksanaan
1. Tujuan Perawatan Masa Nifas
a. Memulihkan kesehatan umum penderita
1) Menyediakan makanan sesuai kebutuhan
2) Mengatasi anemia
3) Mencegah infeksi dengan memberikan kebersihan dan sterilisasi
4) Mengembalikan kesehatan umum dengan pergerakan otot untuk
memperlancar peredaran darah
b. Mempertahankan kesehatan psikologis
c. Mencegah infeksi dan komplikasi
d. Memperlancar pembentukan air susu ibu (ASI)
e. Mengajarkan ibu untuk melaksanakan perawatan mandiri sampai masa nifas
selesai dan memelihara bayi dengan baik, sehingga bayi dapat mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang normal
3. Penatalaksanaan Medis
a. Analgetik
Digunakan jika klien merasa pusing dan nyeri yang dapat diakibatkan oleh
episitomi.
b. Antipiretik.
Digunakan jika klien mengalami peningkatan suhu tubuh sebagai awal dari
tanda-tanda infeksi.
c. Antibiotik
Digunakan bila ada inflamasi dan infeksi.
d. Pengobatan untuk meningkatkan daya tahan tubuh penderita, infus dan transfusi
darah diperlukan sesuai dengan komplikasi yang dijumpai. Pemeriksaan yang
lain dilakukan pada masa nifas atau post partum, yaitu hemoglobin dan
hemotrokit. Selain itu, dilakukan juga pemerikasaan urin pada ibu post partum
yang mengalami infeksi pada saluran kemih.
e. Obat uterotonik
Obat ini digunakan pada penanganan aktif stadium ke-3 proses kelahiran, atonia
(tidak adanya tegangan atau kekuatan otot)/perdarahan rahim, perdarahan
dalam masa nifas, subinvolusi
F. Kunjungan Nifas
Menurut Eni Ambarwati, (2008)
1. Kunjungan pertama (6-8 jam setelah persalinan)
a. Mencagah perdarahan masa nifas karena antonia uteri
b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain pada perdarahan, rujuk bila
perdarahan
c. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaiman
mencegah perdarahan masa nifas karena antonia uteri
d. Pemberian ASI awal
e. Melakukan hubungan ibu dan bayi (bounding Attachement)
f. Menjaga bayi tetap sehat dengan mencegah hipotermi
2. Kunjungan ke-2 (6 hari setelah persalinan)
a. Memastikan involusi uteri berjalan normal : uterus berkontraksi, fundus di
bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal
b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal
c. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda
penyulit
e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, perawatan tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari
3. Kunjungan ke-3 (2 minggu setelah persalinan)
a. Memastikan involusi berjalan normal : uterus berkontraksi fundus di bawah
umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal.
b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal
c. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda
penyulit
e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, perawatan tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari
4. Kunjungan ke-4 (6 minggu setelah persalinan)
a. Menanyakan kepada ibu mengenai penyulit-penyulit ibu dalam merawat bayi
b. Memberikan konseling KB secara dini.
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1: Nyeri akut
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam nyeri yang
dirasakan pasien berkurang
Kriteria hasil :
• tanda-tanda vital dalam batas normal TD: 120 / 80 mmHg, Nadi : 80 –
88x/mnt, RR 20 x/mnt, Suhu 360C.
• klien melaporkan nyeri berkurang
• klien mengatakan mampu mengontrol nyeri
• klien mampu mengenali nyeri
INTERVENSI RASIONAL
Lakukan pengkajian nyeri secara Memudahkan menentukan intervensi
komprehensif termasuk lokasi nyeri, selanjutnya
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari Mengidentifikasi adanya nyeri pada
ketidaknyamanan klien
Kontrol tekanan darah klien Perubahan tekanan darah dapat
mengindikasikan adanya reaksi dari
pemberian obat-obatan
Kontrol lingkungan yang dapat Mengurangi faktor pencetus nyeri
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, dan
kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri Apabila faktor pencetus berkurang
maka intensitas nyeri akan berkurang
Bantu klien dan keluarga untuk Dukungan dari keluarga dapat
mencari dan menemukan dukungan membantu klien mengatasi nyeri
Ajarkan tentang teknik non Teknik non farmakologi yang benar
farmakologi: napas dada, relaksasi, akan membuat klien rileks dan
distraksi, kompres hangat/dingin nyaman sehingga dapat mengurangi
nyeri
Tingkatkan istirahat Istirahat akan membuat klien merasa
nyaman, sehingga nyeri dapat
berkurang
Kolaborasi: Penggunaan agens-agens
Berikan analgetik untuk mengurangi farmakologi untuk mengurangi atau
nyeri, seperti menghilangkan nyeri
Diagnosa 4: Konstipasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan konstipasi tidak terjadi.
Kriteria hasil : Klien defekasi biasa atau optimal satu hari sekali. Keluhan saat
BAB tidak ada.
Rencana tindakan:
1) Auskultasi bising usus, perhatikan kebiasaan pengosongan normal.
2) Berikan informasi diet yang tepat tentang pentingnya makanan kasar,
peningkatan cairan dan upaya untuk membuat pola pengosongan normal.
3) Anjurkan peningkatan tingkat aktifitas dan ambulasi sesuai toleransi.
4) Kaji episiotomi, perhatikan adanya laserasi dan derajat keterlibatan jaringan
5) kolaborasi pemberian laktasif, pelunak feses, suppositoria atau enema.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksannaan strategia dan kegiatan sesuai dengan
rencana keperwatan. Dalam melaksanankan implementasi seorang perawat
harus mempunyai kemampuan kognitif. Proses implementasi mencakup
pengkajian ualang kondisi klien. Memvalidasi rencana keperawatan yang telah
disusun, menentukan kebutuhan yang tepat untuk memberikan bantuan,
melaksanankan strategi keperawatan dan mengkomunikasikan kegiatan baik
dalam bentuk lisan maupun tulisan. Di dalam melakukan asuhan keperawatan,
khususnya pada klien post partum dalam memberikan asuhan keperawatan,
perawat harus mampu berkerja sama dengan klien, keluarga serta anggota tim
kesehatan yang terkait, sehingga asuhan keperawatan yang diberikan dapat
optimal dan komprehensif.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan yang tela
dilakukan. Evaluasi pada ibu post partum meliputi : Dimulainya ikatan keluarga,
berkurangnya nyeri, terpenuhinya kebutuhan psikologi, mengekspresikan
harapan diri yang positif, komplikasi tercegah / teratasi, bebas dari infeksi, pola
eliminasi optimal, mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologi,
dipahamin kebutuhan pasca partum (Doenges, 2005).
Daftar Pustaka
Ambarwati EW, Dyah. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press
Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan nifas normal. Jakarta. EGC
Bobak Irene, Lowdermik Deitra Leonard, Jensen Margaret Duncan. 2005. Keperawatan
Maternitas.Jakarta: EGC
Carpenito, L. J. 1997. Hand Book of Nursing Diagnosis. Edisi VI. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran, EGC.
Doenges, M. E. 1999. Nursing Care Plans, Guidelines for Planning and Documentating
Patient Care. Edisi III. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Lusa. 2009. Perubahan Fisiologis Masa Nifas Pada Sistem Muskuloskeletal.
http://www.lusa.web.id/perubahan-fisiologis-masa-nifas-pada-sistem-
muskuloskeletal/
Lusa. 2009. Perubahan Fisiologis Masa Nifas Pada Sistem Reproduksi (Part 1).
http://www.lusa.web.id/perubahan-fisiologis-masa-nifas-pada-sistem-reproduksi-
part-1/
NANDA Intl. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2002-2014. Jakarta.
EGC.
Sari, Puspita Sari. 2006. Asuhan Kebidanan III (Nifas). Malang: Universitas Tribuana
Tunggadewi
Saifudin, Abdul Bahri. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal
neonatal. YBPSP.Jakarta