Anda di halaman 1dari 17

TUGAS KELOMPOK

SEMINAR AKUNTANSI KEUANGAN

ASET TETAP DAN DAMPAK PERPAJAKAN, SESUAI DENGAN


PSAK 16 DAN PERMASALAHAN-PERMASALAHAN
PENERAPANNYA

OLEH :

KELOMPOK 7

NOVALITA DWI YULIANI ( 1710536003 )


INTAN PUSPITA SARI ( 1710536017 )

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya suatu perusahaan selalu berusaha agar dapat mencapai tujuan perusahaan.
Agar perusahaan dapat mencapai tujuan tersebut, aset dapat dipergunakan dalam memperlancar
kegiatan yang dilaksanakan perusahaan. Bagi perusahaan, aset tetap merupakan komponen
yang sangat penting untuk kegiatan operasionalnya yang merupakan bagian di dalam neraca,
sehingga ketelitian dalam pengolahan aset tetap sangat berpengaruh terhadap kewajaran
penilaiannya dalam laporan keuangan.
Kewajaran penilaian aset tetap suatu perusahaan dapat disesuaikan dengan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16. Dalam PSAK ini dinyatakan bahwa aset tetap
adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang
atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau tujuan administratif dan diharapkan untuk
digunakan selama lebih dari satu periode. Tujuan adanya PSAK 16 adalah untuk mengatur
perlakuan akuntansi aset tetap, sehingga pengguna laporan keuangan dapat memahami
informasi mengenai investasi entitas dalam aset tetap dan perubahan investasi dalam aset tetap.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Aset Tetap


Menurut PSAK 16, aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam
produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk
tujuan administratif dan diharapkan dapat digunakan selama lebih dari satu periode. Ada
beberapa istilah yang digunakan dalam aset tetap, diantaranya :
1. Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar dari
imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau
konstruksi.
2. Jumlah tercatat (carrying amount) adalah nilai buku, dimana biaya perolehan suatu asset
diakui setelah dikurangi akumulasi penyusutan.
3. Jumlah terpulihkan (recovable amount) adalah jumlah yang diharapkan dapat diperoleh
kembali dari penggunaan suatu asset dimasa yang akan datang, termasuk nilai sisanya
atas pelepasan asset.
4. Jumlah tersusutkan adalah biaya perolehan aset, atau jumlah lain yang merupakan
pengganti biaya perolehan, dikurangi nilai residunya.
5. Nilai residu aset adalah jumlah neto yang dapat diperoleh entitas pada akhir masa
manfaat setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan asset.
6. Nilai wajar adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-
pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi
dengan wajar.
7. Penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset
selama umur manfaatnya.
8. Rugi penurunan nilai adalah suatu jumlah yang merupakan selisih lebih jumlah tercatat
suatu aset atas jumlah terpulihkannya.
9. Umur manfaat adalah:
a. Periode suatu aset yang diharapkan dapat digunakan oleh entitas, atau
b. Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan akan diperoleh dari suatu aset oleh
entitas.
2.2 Karakteristik Aset Tetap
Aset tetap memiliki karakteristik sebagai berikut ini:
1. Aset dimiliki untuk digunakan dalam operasional dan bukan untuk dijual.
Hanya aset yang digunakan dalam operasi normal bisnis diklasifikasikan
sebagai aset tetap. Sebagai contoh bangunan yang menganggur (tidak terpakai)
diklasifikasi terpisah sebagai investasi: property, plant, dan equipment yang dimiliki
untuk price appreciation diklasifikasikan sebagai investasi. Sebagai tambahan
property, plant, dan equipment (aset tetap) yang dimiliki untuk dijual atau dilepas
diklasifikasikan secara terpisah dan dilaporkan dalam laporan posisi keuangan.
Tanah untuk perusahaan properti (pengembang) diklasifikasikan sebagai persedian.
2. Aset memiliki masa umur manfaat yang panjang dan biasanya disusutkan.
Aset tetap memiliki umur manfaat lebih dari satu periode. Perusahaan
mengalokasikan biaya investasi dari aset ini untuk periode yang akan datang melalui
pembebanan depresiasi secara periodik. Pengecualian diterapkan untuk tanah, yang
hanya disusutkan apabila terjadi penurunan nilai yang meterial pada tanah, seperti
disebakan oleh hilangnya kesuburan tanah dikarenakan oleh rotasi tanaman yang
buruk, kekeringan, atau erosi tanah.
3. Aset memiliki substansi fisik.

Aset tetap merupakan aset berwujud yang ditandai dengan keberadaan atau
substansi fisik. Hal inilah yang membedakan aset tetap dengan aset tidak
berwujud seperti paten atau goodwill. Tidak seperti bahan baku, aset tetap tidak
secara fisik menjadi bagian untuk produk yang akan dijual kembali.

2.3 Pengakuan, Pengukuran, Penyusutan, Penghentian Pengakuan, dan Pengungkapan


Aset Tetap
A. Pengakuan Biaya Perolehan Aset Tetap
Biaya perolehan aset tetap harus diakui sebagai aset jika dan hanya jika:
a) Kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomi masa depan dari
asset tersebut,
b) Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal.
Aset tetap merupakan bagian utama dalam asset perusahaan dan oleh karena itu
signifikan dalam penyajian laporan keuangan. Dalam menentukan apakah suatu pos
memenuhi kriteria pertama untuk pengakuan, suatu perusahaan harus menilai tingkat
kepastian aliran manfaat ekonomi di masa depan berdasarkan bukti yang tersedia pada
saat pengakuan awal.
Kriteria kedua untuk pengakuan yang biasanya dapat dipenuhi langsung karena
transaksi pertukaran mempunyai bukti pembelian asset yang mengidentifikasikan
biayanya. Dalam mengidentifikasi suatu pos terpisah dari asset tetap, pertimbangan
dibutuhkan dalam mengaplikasikan kriteria dalam definisi untuk keadaan khusus atau
jenis perusahaan khusus.
Aset tetap diperoleh dengan alasan keamaan atau lingkungan. Perolehan asset
tetap seperti itu, dimana tidak secara langsung meningkatkan manfaat ekonomi di masa
depan dari suatu asset tetap tertentu yang diperlukan bagi perusahaan untuk
memperoleh manfaat ekonominya di masa depan dari asset lain.
B. Pengukuran saat Pengakuan
Aset tetap yang memenuhi kualifikasi pengakuan sebagai asset, diukur pada biaya
perolehan.
1) Komponen Biaya Perolehan
Komponen Biaya Perolehan terdiri dari :
a. Harga perolehannya, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak boleh
dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan-potongan lain,
b. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke
lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan intensi
manajemen,
c. Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi
aset. Kewajiban atas biaya tersebut timbul ketika aset tersebut diperoleh atau karena
entitas menggunakan aset tersebut selama periode tertentu untuk tujuan selain untuk
menghasilkan persediaan.
Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah:
a. Biaya imbalan kerja (seperti didefinisikan dalam PSAK 24 : Imbalan Kerja) yang
timbul secara langsung dari pembangunan atau akuisisi aset tetap;
b. Biaya penyiapan lahan untuk pabrik;
c. Biaya handling dan penyerahan awal;
d. Biaya perakitan dan instalasi;
e. Biaya pengujian aset apakah aset berfungsi dengan baik, setelah dikurangi hasil
bersih penjualan produk yang dihasilkan sehubungan dengan pengujian tersebut
(misalnya, contoh produk dihasilkan dari peralatan yang sedang diuji); dan
f. Fee profesional.
Sedangkan contoh biaya di bawah ini bukan merupakan biaya perolehan:
a. Biaya pembukaan fasilitas baru (grand opening atau soft opening)
b. Biaya pengenalan produk atau jasa baru
c. Biaya penyelenggaraan bisnis di lokasi baru atau pelanggan baru
d. Biaya administrate dan overhead umum
e. Biaya yang terjadi ketika aset telah mampu beroperasi sesuai dengan maksud
manajemen namun belum digunakan atau masih beroperasi di bawah kapasitas
penuh
f. Kerugian awal saat operasi seperti kerugian permintaan terhadap keluaran masih
rendah
g. Biaya relokasi dan reorganisasi sebagian atau seluruh operasi entitas.
2) Sedangkan menurut UU PPh, harga perolehan suatu aset diatur sebagai berikut:
a. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4)
adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila
terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau
diterima.
b. Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah
jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.
c. Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha
adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar,
kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
d. Apabila terjadi pengalihan harta:
1) Yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf
a dan huruf b, maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama
dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak;
2) Yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf a, maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan
nilai pasar dari harta tersebut.
e. Apabila terjadi pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf c, maka dasar penilaian harta bagi badan yang menerima pengalihan sama
dengan nilai pasar dari harta tersebut.
f. Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai
berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata‐rata atau dengan cara
mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama.

C. Pengukuran Setelah Pengakuan


Sebuah entitas dapat melakukan pengukuran terhadap aktiva tetap dengan 2 model yaitu:
1. Model Biaya
Setelah diakui sebagai aset, aset tetap dicatat sebesar Biaya perolehan dikurangi
Akumulasi penyusutan dan Akumulasi rugi penurunan nilai asset. Pada cost model, aset tetap
dicatat sebesar nilai perolehannya, kemudian disusutkan menurut nilai bukunya.

2. Model Revaluasi
Setelah diakui sebagai aset, aset tetap dicatat sebesar: Jumlah revaluasian = nilai wajar
(pada tanggal revaluasi) - Akumulasi penyusutan dan Akumulasi rugi penurunan nilai asset
(yang terjadi setelah tanggal revaluasi).
Revaluasi adalah penyesuaian yang dibuat agar nilai Aset Tetap sesuai dengan nilai wajar
atau nilai pasar yang berlaku di waktu sekarang. Ketika pertama kali membeli suatu Aset
Tetap, pencatatan nilai Aset Tetap tersebut selalu sesuai dengan harga perolehannya. Namun,
nilai Aset Tetap tersebut jika ditinjau dari nilai pasar akan selalu berubah dari waktu ke waktu.
Dengan revaluasi, nilai dari Aset Tetap Anda akan ter-update sesuai dengan nilai pasar Aset
Tetap terkait di waktu sekarang.
Ketika hasil revaluasi menunjukkan angka positif, di mana nilai buku Aset Tetap
terapresiasi akibat penyesuaian terhadap nilai pasar, kenaikan nilai tersebut tidak boleh dicatat
dalam laporan laba rugi (Income Statement). Kenaikan tersebut harus dikreditkan di akun
khusus dalam laporan ekuitas. Nama akun tersebut adalah Revaluation Surplus. Di dalam akun
ini terkandung segala kenaikan tiap nilai Aset Tetap akibat revaluasi sampai Aset Tetap
tersebut dijual, disumbangkan, atau dibuang.
Namun sebaliknya, jika terjadi penurunan nilai (impairment), penurunan tersebut harus
didebit di akun Revaluation Surplus. Jika penurunan atau kerugiannya melebihi nilai surplus,
maka harus dicatat pada akun impairment loss. Nilai Aset Tetap yang sudah direvaluasi
kemudian menjadi nilai dasar baru untuk didepresiasi. Depresiasi masih terus dilakukan pada
Aset Tetap dengan nilai buku yang baru, di umur ekonomis yang masih tersisa.

Contoh:
Perusahaan Maju Jaya membeli sebuah mesin pada tanggal 1 Januari 2018 dengan harga
perolehan Rp200.000.000. Perusahaan Maju Jaya menggunakan metode depresiasi garis lurus
dan tidak ada nilai sisa. Umur ekonomis mesin tersebut terhitung 20 tahun. Maka terhitung
depresiasi per tahunnya Rp10.000.000 (R 200.000.000/20). Pada tanggal 1 Januari 2020, mesin
tersebut direncanakan akan direvaluasi. Sebagai informasi, nilai buku mesin tersebut di tanggal
1 Januari 2020 adalah Rp180.000.000 (Rp200.000.000 (harga perolehan) – Rp20.000.000
(depresiasi akumulasian)). Setelah direvaluasi, ternyata nilai mesin tersebut di tanggal 1
Januari 2020 adalah Rp190.000.000. Ada perbedaan Rp10.000.000 antara nilai buku dengan
nilai hasil revaluasi. Maka pencatatan jurnal kenaikan nilai mesin akibat revaluasi tersebut
adalah:
Mesin Rp. 10.000.000
Revaluation Surplus Rp. 10.000.000

3. Penyusutan Aset Tetap


Penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan (depreciableamount)
dari suatu aset selama umur manfaatnya (useful life). Setiap bagian dari aset tetap yang
memiliki biaya perolehan cukup signifikan terhadap total biaya perolehan seluruh aset harus
disusutkan secara terpisah. Contohnya rangka dan mesin pesawat.
Beban penyusutan untuk setiap periode biasanya diakui dalam laba rugi. Namun, manfaat
ekonomik di masa depan dari suatu aset adalah untuk menghasilkan aset lainnya. Dalam hal
ini, beban penyusutan merupakan bagian dari biaya perolehan aset lain dan dimasukkan dalam
jumlah tercatatnya. Misalnya, penyusutan pabrik dan peralatan dimasukkan dalam biaya
konversi dari persediaan.
I. Jumlah Tersusutkan dan Periode Penyusutan
Jumlah tersusutkan adalah jumlah tersusutkan dari suatu aset dialokasikan secara
sistematis sepanjang umur manfaatnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
jumlah tersusutkan yaitu :
 Penyusutan diakui walaupun nilai wajar aset melebihi jumlah tercatatnya, sepanjang
nilai residu aset tidak melebihi jumlah tercatatnya.
 Jumlah tersusutkan suatu aset ditentukan setelah mengurangi nilai residualnya.
 Nilai residu aset dapat meningkat ke suatu jumlah yang setara atau lebih besar dari
jumlah tercatatnya. Jika hal tersebut terjadi, maka beban penyusutan aset tersebut
adalah nol, hingga nilai residu selanjutnya berkurang menjadi lebih rendah dari
jumlah tercatatnya.
 Penyusutan aset dimulai pada saat aset tersebut siap untuk digunakan, misalnya pada
saat aset tersebut berada pada lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap
digunakan sesuai dengan intensi manajemen
 Manfaat ekonomi masa depan melekat pada aset yang dikonsumsi oleh entitas
terutama melalui penggunaan aset itu sendiri.
 Umur manfaat aset ditentukan berdasarkan kegunaan yang diharapkan oleh entitas.
 Tanah dan bangunan merupakan aset yang dapat dipisahkan dan harus dicatat terpisah
meskipun keduanya diperoleh sekaligus.
 Jika biaya perolehan tanah yang di dalamnya termasuk biaya untuk membongkar,
memindahkan dan memugar, dan manfaat yang diperoleh dari pembongkaran,
pemindahan dan pemugaran tersebut terbatas, maka biaya tersebut harus disusutkan
selama periode manfaat yang diperolehnya.

Penyusutan Menurut PPh


Menurut UU PPh, penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali
untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan
selesainya pengerjaan harta tersebut. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak
diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan
mulai menghasilkan.
Terdapat perbedaan definisi menurut PSAK 16 dan menurut UU PPh mengenai kapan
penyusutan harus dilakukan. Menurut PSAK penyusutan dilakukan ketika aset siap digunakan,
sedangkan menurut UU PPh penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali
untuk bulan yang dalam proses pengerjaan, penyusutan dilakukan pada bulan selesainya
pengerjaan harta tersebut. Entitas diperkenankan melakukan penyusutan pada bulan harta
tersebut siap digunakan, namun harus dengan seizin Dirjen Pajak. Sehingga akan timbul
kondisi dimana menurut PSAK belum boleh disusutkan (karena aset belum siap digunakan)
namun sudah boleh disusutkan menurut UU PPh.

Contoh:
PT X membeli sebuah mesin pada bulan Januari 2017 dari China, dikirim ke Indonesia dengan
menggunakan kapal dan memakan waktu kurang lebih15 hari untuk sampai ke Indonesia di
pelabuhan Tanjung Perak. Dari pelabuhan, mesin harus terlebih dahulu melewati proses
administrasi cukai, kemudian ada pengecekan mesin (testing), pemasangan dan pengkondisian
mesin hingga siap digunakan. Mesin tersebut baru siap digunakan pada bulan Maret 2017.
Menurut PSAK 16, mesin tersebut disusutkan mulai bulan Maret 2017, namun menurut
ketentuan perpajakan, mesin harus disusutkan sejak bulan Januari, karena sudah dilakukan
pengeluaran terkait mesin tersebut.

II. Metode Penyusutan


Metode penyusutan yang digunakan mencerminkan ekspektasi pola konsumsi manfaat
ekonomik masa depan dari aset oleh entitas. Metode penyusutan yang didasarkan pada
pendapatan dihasilkan oleh aktivitas yang meliputi penggunaan suatu aset adalah tidak tepat.
Metode penyusutan terdiri dari 3 metode yaitu :
a. Garis lurus: menghasilkan pembebanan yang tetap sepanjang umur manfaat selagi
nilai residu tidak beubah.
b. Saldo menurun: menghasilkan pembebanan yang menurun sepanjang umur manfaat.
c. Jumlah unit: menghasilkan pembebanan berdasarkan penggunaan.
Metode penyusutan aset dipilih berdasarkan ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomi
masa depan dari aset dan diterapkan secara konsisten dari periode ke periode kecuali ada
perubahan dalam ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomik masa depan dari aset tersebut.
Beberapa hal yang harus diperhatikan perusahaan dalam menentukan umur manfaat suatu asset
tetap:
1) Perkiraan daya pakai aset. Daya pakai dinilai dengan melihat pada ekspektasi
kapasitas atau keluaran fisik;
2) Perkiraan tingkat keausan fisik, yang bergantung pada faktor pengoperasian seperti
jumlah penggunaan, pemeliharaan dan perawatan saat digunakan, serta perawatan dan
pemeliharaan aset pada saat aset tidak digunakan (menganggur);
3) Keusangan teknis dan komersial yang diakibatkan oleh perubahan atau peningkatan
produksi, atau perubahan permintaan pasar atas produk atau jasa yang dihasilkan oleh
aset tersebut; dan
4) Pembatasan hukum atau sejenisnya atas penggunaan aset, seperti berakhirnya waktu
sehubungan dengan sewa.
Berdasarkan kriteria diatas, metode penyusutan yang digunakan harus mencerminkan
ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomi dimasa depan atas asset oleh perusahaan. Metode
penyusutan berdasarkan pendapatan pada dasarnya tidak tepat. Berdasarkan penjelasan
tersebut, PSAK menyerahkan kepada perusahaan untuk menghitung sendiri umur manfaat
dengan memperhatikan 4 hal diatas.
Sedangkan menurut UU PPh, masa manfaat suatu aset tetap berwujud hanya dibagi
menjadi :

D. Penghentian Pengakuan Aset Tetap


Jumlah tercatat aset tetap dihentikan pengakuannya pada saat:
a. Dilepas; atau
b. Ketika tidak terdapat lagi manfaat ekonomi masa depan yang diharapkan dari
penggunaan atau pelepasannya.
Pelepasan aset tetap dapat dilakukan dengan berbagai cara (misalnya: dijual, disewakan
berdasarkan sewa pembiayaan, atau disumbangkan). Dalam menentukan tanggal pelepasan
aset, entitas menerapkan kriteria dalam PSAK 23 (revisi 2009): Pendapatan untuk mengakui
pendapatan dari penjualan barang. PSAK 30 (revisi 2011): Sewa diterapkan untuk pelepasan
melalui jual dan sewa-balik.
Keuntungan atau kerugian yang timbul dari penghentian pengakuan aset tetap
dimasukkan dalam laba rugi pada saat aset tersebut dihentikan pengakuannya (kecuali PSAK
30: Sewa mengharuskan perlakuan yang berbeda dalam hal transaksi jual dan sewa-balik).
Keuntungan tidak boleh diklasifikasikan sebagai pendapatan.

E. Pengungkapan Aset Tetap


Laporan keuangan mengungkapkan, untuk setiap kelompok aset tetap:
a. Dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan jumlah tercatat bruto;
b. Metode penyusutan yang digunakan;
c. Umur manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan;
d. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (dijumlahkan dengan akumulasi
rugi penurunan nilai) pada awal dan akhir periode; dan
e. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode.

DAMPAK PERPAJAKAN DAN PENERAPAN PSAK 16


Revaluasi Aset adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan adanya
kenaikan nilai aset tetap tersebut di pasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam
laporan keuangan perusahaan, sehingga nilai aset tetap dalam laporan keuangan tidak lagi
mencerminkan nilai wajarnya. Entitas melakukan penilaian kembali asetnya sesuai dengan
kebutuhan perusahaan. Biasanya revaluasi aset dilakukan pada saat akan go publik, menambah
modal dengan menerbitkan tambahan saham, restrukturisasi, akuisisi atau dalam rangka kuasi
reorganisasi. Salah satu tujuan revaluasi adalah agar nilai aset perusahaan menunjukkan
kondisi yang sebenarnya, sehingga entitas dapat menjual sahamnya dengan harga yang lebih
tinggi, atau memiliki nilai yang tinggi pada saat diakuisisi pihak lain.

Dampak Terhadap Perpajakan


Pada Tanggal 15 Oktober 2015 Menteri Keuangan menerbitkan PMK 191/2015 tentang
Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk tujuan perpajakan bagi pemohon yang diajukan pada
tahun 2015 & 2016, sebagaimana telah diubah dengan PMK 233/2015.
PSAK 16 tentang Aset Tetap memberikan pilihan metode pengukuran setelah
pengakuan awal aset yaitu model biaya atau model revaluasi. Pajak atas revaluasi menurut
PSAK 16 dipertanggungjawabkan mengikuti ketentuan dalam PSAK 46 tentang pajak
penghasilan, atas selisih revaluasi tidak diakui dalam laba rugi tahun berjalan tetapi diakui
dalam laba komprehensif, maka konsekuensi pajaknya akan dimasukkan dalam komponen laba
komprehensif. Jika pajak atas revaluasi ini tidak dikenakan menurut peraturan perpajakan
maka konsekuensi pajaknya akan diakui sebagai aset atau liabilitas pajak tangguhan. Sebagai
contoh atas keuntungan revaluasi tanah akan diakui debit beban pajak tangguhan atas surplus
revaluasi dan kredit liabilitas pajak tangguhan.
Sebelum terbitnya PSAK 16 (Revisi 2007), sudah terdapat perbedaan antara PSAK
dengan peraturan perpajakan, seperti tentang metode penyusutan, umur manfaat aset tetap dan
kapan aset mulai disusutkan. Dengan munculnya PSAK 16 (Revisi 2007) terdapat tambahan
perbedaan lagi yaitu adanya model revaluasi dalam Standar Akuntansi Keuangan yang
kemudian melahirkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 79 tahun 2008 tanggal 23 Mei
2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan.
PMK No. 79 tahun 2008 ini mengatur revaluasi aktiva tetap menurut pajak. Perusahaan
dapat menggunakan model revaluasi untuk tujuan perpajakan dengan syarat:
1. Mengajukan permohonan penilaian kembali aktiva tetap kepada Dirjen Pajak (PMK
No. 79 tahun 2008 pasal 2).
2. Revaluasi aktiva tetap perusahaan dilakukan terhadap seluruh aktiva tetap perusahan
dan tidak dapat dilakukan kembali dalam jangka waktu 5 tahun terhitung sejak
revaluasi aktiva tetap terakhir (PMK No. 79 tahun 2008 pasal 3).
3. Revaluasi aktiva tetap dilakukan berdasarkan nilai pasar wajar yang ditentukan oleh
jasa penilai atau ahli penilai, namun jika hasil dari jasa penilai belum dapat
mencerminkan keadaan sebenarnya, maka nilai wajar akan ditentukan oleh Dirjen Pajak
(PMK No. 79 tahun 2008 pasal 4).
4. Selisih lebih penilaian kembali dikenanakan PPh final 10% (PMK No. 79 tahun 2008
pasal 5).
5. Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku komersil,
harus disajikan dengan nama “selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan
tanggal ……..” (PMK No.79 tahun 2008 pasal 9 ayat 1).
6. Sejak bulan dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, berlaku ketentuan
sebagai berikut :
a. Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap yang telah memperoleh persetujuan penilaian
kembali adalah nilai pada saat penilaian kembali,
b. Biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
tersebut tidak dapat diperhitungkan dalam pengurang penghasilan bruto.
c. Pajak yang dipotong atas penghasilan yang dikenakan pajak final juga tidak dapat
dikreditkan dalam perhitungan akhir tahun.

Selain aspek pengenaan pajak seperti diuraikan di atas, hal lain yang juga diatur dalam
ketentuan PMK No. 79 tahun 2008 adalah perlakuan revaluasi aset tetap menurut fiskal harus
diterapkan pada seluruh aset tetap. Ketentuan ini berbeda dengan menurut akuntansi/komersil
yang menetapkan revaluasi dapat dilakukan hanya pada kelompok aset yang ingin diterapkan
model revaluasi tersebut. Selain itu, jangka waktu revaluasi menurut fiskal dapat dilakuan
kembali setelah 5 tahun terhitung dari jangka waktu terakhir aset direvaluasi, sedangkan
menurut akuntansi dalam PSAK 16 jangka waktu revaluasi aset tetap tergantung perbedaan
nilai wajar asset tetap yang direvaluasi dengan jumlah tercatatnya. Jika perubahan nilai wajar
signifikan, maka revaluasi aset tetap perlu dilakukan setiap tahun, namun jika tidak signifikan
revaluasi bisa dilakukan setiap 3 atau 5 tahun sekali.
Hubungan Revaluasi Aset Tetap untuk Tujuan Pajak dan Akuntansi
 Revaluasi aset tetap untuk tujuan pajak sesuai dengan PMK 191/2015 sebagaimana telah
diubah dengan PMK 233/2015, yang mengatur sebagai berikut:
1) Revaluasi aset tetap tidak dapat dilakukan kembali sebelum 5 tahun.
2) Dapat dilakukan untuk sebagian aset atau seluruh aset.
3) Masa manfaat aset tetap setelah revaluasi disesuaikan kembali menjadi manfaat penuh
untuk kelompok aset tersebut.
4) Dasar penyusutan aset tetap adalah nilai pada saat revaluasi aset tetap.
 Revaluasi aset tetap untuk tujuan akuntansi mengikuti ketentuan PSAK 16 "Aset Tetap"
sebagai berikut:
1) Revaluasi aset tetap dilakukan untuk memastikan jumlah tercatat tidak berbeda secara
signifikan dengan nilai wajar.
2) Jika suatu aset direvaluasi maka seluruh kelompok aset tetap dalam kelas yang sama
direvaluasi.
Tarif Revaluasi Aset khusus tahun 2015 dan 2016 itu sebagai berikut:
• 3% (tiga persen), bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh penetapan penilaian kembali
aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, dan melunasi Pajak
Penghasilan sampai dengan tanggal 31 Desember 2015;
• 4% (empat persen), bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh penetapan penilaian
kembali aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, dan melunasi Pajak
Penghasilan dimaksud dalam jangka waktu sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan
tanggal 30 Juni 2016;
• 6% (enam persen), bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh penetapan penilaian
kembali aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, dan melunasi Pajak
Penghasilan dimaksud dalam jangka waktu sejak tanggal 1 Juli 2016 sampai dengan
tanggal 31 Desember 2016

Keuntungan bagi Wajib Pajak yang melakukan revaluasi berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan nomor 191/PMK.010/2015 ini adalah :
1. Diskon tarif PPh menjadi lebih kecil yaitu, 3%, 4% atau 6% saja;
2. Sisi aktiva Neraca perusahaan akan naik sebesar nilai lebih dan dicatat dalam akun
“Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Wajib Pajak Tanggal …. “. Akun ini
disusutkan sesuai masa manfaat aktiva Tetap. Artinya, tahun-tahun setelah revaluasi
penghasilan neto fiskal akan tergerus oleh penyusutan selisih lebih revaluasi.
3. Sisi ekuitas Neraca akan muncul “saham baru” baik berupa saham bonus atau saham
baru tanpa penyetoran. Saham baru ini bukan objek PPh sesuai Pasal 2 huruf b Peraturan
Pemerintah nomor 94 tahun 2010. Secara umum, penambahan saham tanpa setoran,
apapun namanya, dianggap dividen. Bisa dicek bagian penjelasan Pasal 4 (1) huruf g UU
PPh.

Keuntungan Revaluasi Aset untuk kepentingan komersial, yaitu:


1. Mencerminkan nilai yang sesungguhnya (nilai wajarnya), sehingga dapat lebih baik
dalam pengambilan keputusan bagi perusahaan maupun investor dalam melakukan
investasi.
2. Bagi perusahaan yang ingin atau yang sudah go publik, revaluasi berguna untuk
menyusun nilai asetnya ke harga yang realistis
3. Meningkatkan kepercayaan kreditur, sebagai dampak membaiknya beberapa rasio
keuangan perusahaan, khususnya yang ditunjukkan oleh debt to assets ratio dan debt to
equity ratio.
4. Penilaian kembali aktiva tetap ini juga dapat dilakukan oleh perusahaan yang ingin
merger. Sebab dengan melakukan penilaian kembali aktiva tetap pada masing – masing
perusahaan yang ingin melakukan merger, maka akan dapat diketahui nilai aktiva
sesungguhnya (nilai wajarnya) untuk perusahaan bentukan baru (setelah merger).

Kerugian Revaluasi Aset Tetap bagi Perusahaan :


Dalam hal revaluasi aset tetap, sebenarnya perusahaan tidak mendapatkan aliran kas
masuk, perusahaan hanya melakukan window dressing untuk pelaporan keuangannya.
Sedangkan bila terdapat selisih lebih atas revaluasi, perusahaan akan dikenai PPh final sebesar
10% dan harus dibayar pada tahun tersebut (tidak boleh dicicil dalam 5 tahun misalnya) dan
tidak menghasilkan hutang pajak tangguhan yang bisa dibalik di tahun berikutnya bila nilai
aset turun. Apabila perusahaan memutuskan memakai model revaluasi dan setiap tahun harga
asetnya meningkat, maka setiap tahun perusahaan harus membayar pajak final. Padahal
kenaikan harga aset tersebut tidak membawa aliran kas masuk ke dalam perusahaan apalagi
untuk menilai nilai wajar aset yang tidak memiliki nilai pasar, perusahaan membutuhkan jasa
penilai (assessor) sehingga akan makin menambah biaya yang keluar untuk menilai asset-asset
tersebut. Maka hal ini hanya akan menjadi pemborosan saja bagi perusahaan.

PERMASALAHAN – PERMASALAHAN DALAM PENERAPAN ASET TETAP


Konsekuensi Pajak Kini dan Tangguhan atas Revaluasi Aset Tetap
Jika entitas melakukan revaluasi aset tetap untuk tujuan pajak, maka konsekuensi pajak
yang timbul dari revaluasi tersebut diakui dalam laba rugi. Maka:
a. Jumlah pajak yang telah dibayar diakui sebagai beban pajak dalam laba rugi;
b. Timbul perbedaan temporer yang dapat dikurangkan, karena dasar pengenaan pajak atas
aset tetap menjadi lebih tinggi dari jumlah tercatat secara akuntansi. Perbedaan temporer
tersebut menimbulkan aset pajak tanguhan karena manfaat ekonomik akan mengalir ke
entitas dalam bentuk pengurangan laba kena pajak di masa depan ketika jumlah tercatat
aset tersebut dipulihkan. Kenaikan dasar pengenaan pajak setelah revaluasi
mengakibatkan jumlah penyusutan secara pajak menjadi lebih besar dibandingkan
dengan penyusutan secara akuntansi dimasa depan. Pajak tangguhan yang berasal dari
perbedaan temporer ini diakui dalam laba rugi.

Jika entitas melakukan revaluasi aset tetap untuk tujuan akuntansi dan pajak, maka pajak
kini dan tangguhan di penghasilan komprehensif lain atau laba rugi, tergantung pada peristiwa
yang menyebabkan timbulnya konsekuensi pajak kini dan tangguhan tersebut. secara
akuntansi, kenaikan nilai tercatat aset akibat revaluasi diakui di penghasilan komprehensif lain.
Saat entitas memperoleh persetujuan dari otoritas perpajakan, maka:
a. Jumlah pajak yang telah dibayar diakui di penghasilan komprehensif lain dan
terakumulasi dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi.
b. Jumlah tercatat suatu aset tetap yang direvaluasi secara pajak dan akuntansi akan menjadi
sama dengan dasar pengenaan pajaknya, sehingga tidak terdapat perbedaan temporer atas
aset yang direvaluasi tersebut. Jika sebelum tanggal persetujuan otoritas perpajakan
entitas memiliki aset atau liabilitas pajak tangguhan, maka peristiwa ini mengakibatkan
pembalikan perbedaan temporer yang sebelumnya timbul. Pembalikan perbedaan
temporer tersebut diakui dalam laba rugi.
c. Pada setiap akhir periode pelaporan, entitas menentukan perbedaan temporer yang
mungkin timbul atas nilai tercatat aset dalam laporan keuangan dan dasar pengenaan
pajaknya. Entitas mengakui konsekuensi pajak kini dan tangguhan yang timbul atas aset
tetap yang direvaluasi, termasuk pembalikan perbedaan temporer yang mungkin timbul
pada masa depan, bergantung pada peristiwa yang menyebabkan timbulnya konsekuensi
pajak tersebut sesuai dengan PSAK 46 paragraf 58.

Anda mungkin juga menyukai