Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBIN

OLEH
USMAN HADI
018.02.0869

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
(STIKES) MATARAM
2018/2019
A. Pengertian
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar
bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih
dari normal. Nilai normal bilirubin indirek 0-
0,3 mg/dl, bilirubin direk 0– 0,2 mg/dl.
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru
lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di
dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit,
konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya
berwarna kuning. Pada bayi prematur kadar
billirubin lebih dari 10 mg/dl dan bayi cukup
bulan kadar billirubin 12 mg/dl merupakan
keadaan yang tidak fisiologis.

B. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
a. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas
yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah dan anak pada penggolongan
Rhesus dan ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma
kelahiran.
c. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu
seperti gangguan metabolik yang terdapat
pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d. Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat
Dehidrogenase.
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh
dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta)
, diol (steroid).
f. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase,
sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat
lahir rendah
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan
Dubin Hiperbilirubinemia
2. Gangguan transportasi akibat penurunan
kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-
obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh
beberapa mikroorganisme atau toksion yang
dapat langsung merusak sel hati dan darah
merah seperti Infeksi, Toksoplasmosis,
Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau
ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya
pada Ileus Obstruktif

C. Klasifikasi
a. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang
berlebihan akibat hemolisis sel darah merah.
Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi
terbatas terutama pada disfungsi hati
sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang
tidak terkonjugasi.
b. Ikterus hepatik
Disebabkan karena adanya kerusakan sel
parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka
terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi
masuk ke dalam hati serta gangguan akibat
konjugasi bilirubin yang tidak sempurna
dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena
terjadi retensi dan regurgitasi.
c. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran
empedu sehingga empedu dan bilirubin
terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam
usus halus. Akibatnya adalah peningkatan
bilirubin terkonjugasi dalam serum dan
bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan
urobilirubin dalam tinja dan urin.
d. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru
lahir dan akan sembuh pada hari ke-7.
penyebabnya organ hati yang belum matang
dalam memproses bilirubin.
e. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau
infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang
tinggi dan berat badan tidak bertambah.
f. Kern Ikterus
Suatu kerusakan otak akibat perlengketan
Bilirubin Indirek pada otak terutama pada
Korpus Striatum, Talamus, Nukleus
Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan
Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.

D. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat
terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga
dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi
hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin
adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi
hepar atau neonatus yang mengalami gangguan
ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan
bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin
indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi
mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan
terjadinya efek patologis pada sel otak apabila
bilirubin tadi dapat menembus darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa
kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan
timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih
dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin
melewati darah otak ternyata tidak hanya
tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin
indirek akan mudah melewati darah otak apabila
bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah,
dan hipoksia.
PATHWAYS
E. Manifestasi klinik
Tanda dan gejala yang pada penderita
hiperbilirubin adalah;
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit
dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama
disebabkan oleh penyakithemolitik pada
bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan
diabetik atau infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau
hari ke tiga, dan mencapaipuncak pada hari
ke tiga sampai hari ke empat dan menurun
pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang
biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan
bilirubin indirek pada kulit yangcenderung
tampak kuning terang atau orange, ikterus
pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit
tampak berwarna kuning kehijauan atau
keruh.
Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada
ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap
dan warna tinja pucat,seperti dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak
mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau
menghisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi
mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut
dapat disertai spasme otot,epistotonus,
kejang, stenosis yang disertai ketegangan
otot.
F. Komplikasi
1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral
palsy, retardasi mental, hiperaktif, bicara
lambat, tidak ada koordinasi otot dan
tangisan yang melengking

G. Penatalaksanaan
1. Pengawasan antenatal dengan baik dan
pemberian makanan sejak dini
(pemberian ASI).
2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus
pada masa kelahiran, misalnya sulfa
furokolin.
3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada
neonatus dan janin.
4. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin
dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil
transferase yang mana dapat meningkatkan
billirubin konjugasi dan clereance hepatik
pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak
begitu sering digunakan.
5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
6. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan
hiperbillirubin patologis dan berfungsi untuk
menurunkan billirubin dikulit melalui tinja
dan urine dengan oksidasi foto pada
billirubin dari billiverdin.
7. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak
dapat ditangani dengan foto terapi.
H. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
a. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi
prematur kadar billirubin lebih dari 10
mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin
12 mg/dl merupakan keadaan yang tidak
fisiologis.
b. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang
kantong empedu.
3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk
membantu membedakan hapatitis dan atresia
billiari.

I.Pengkajian Fokus
1. Riwayat Penyakit
Terdapat riwayat gangguan hemolisis darah
(ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan
darah A,B,O). Polisistemia, infeksi,
hematoma, gangguan metabolisme hepar
obstruksi saluran pencernaan ibu menderita
DM.
2. Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik.
Penggunaan obat-obat yang meningkatkan
ikterus. Contoh: salisilat sulkaturosic
oxitosin yang dapat mempercepat proses kon
jungasi sebelum ibu partus.
3. Riwayat Persalinan
Lahir prematur / kurang bulan, riwayat
trauma persalinan.
4. Riwayat Postnatal
Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin
meningkat, sehingga kulit bayi tampak
kuning.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak
Polycythenia, gangguan saluran cerna dan
hati (hepatitis)
6. Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan,
perubahan peran orang tua
7. Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan
pemahaman orang tua pada bayi yang ikterus
8. Pemeriksaan Fisik
Ikterus terlihat pada sklera selaput
lendir,urin pekat seperti teh, letargi,
hipotonus, refleks menghisap kurang, peka
rangsang, tremor, kejang, tangisan
melengking. Selain itu, keadaan umum lemah,
TTV tidak stabil terutama suhu tubuh. Reflek
hisap pada bayi menurun, BB turun,
pemeriksaan tonus otot ( kejang /tremor ).
Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit
tampak kuning dan mengelupas, sclera mata
kuning (kadang – kadang terjadi kerusakan
pada retina) perubahan warna urine dan
feses.

J.Diagnosa dan intervensi keperawatan


1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
tidak adekuatnya intake cairan, fototherapi,
dan diare.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3×24 jam diharapkan
kebutuhan cairan terpenuhi Kriteria hasil :
terjadi keseimbangan cairan Intervensi :

a. Catat jumlah dan kualitas feses


b. pantau turgor kulit
c. pantau intake output cairan
d. Monitor status dehidrasi
e. Monitor TTV
f. Kolaborasi pemberian IV
2. Hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3×24 jam diharapkan suhu
dalam batas normal Kriteria hasil : Nadi
dalam batas normal Suhu dalam batas normal
Intervensi :

g. Beri suhu lingkungan yang netral


h. Monitor suhu sesering mungkin
i. Monitor WBC,Hb,Hct
j. Monitor warna dan suhu kulit
k. Kolaborasi pemberian cairan intravena dan
antipiretik jika diperlukan
l. Monitor tanda-tanda vital tiap 2 jam.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan


denganhiperbilirubinemia dan diare
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3×24 jam diharapkan
kerusakan kulit terataso Kriteria hasil :
kulit menjadi lembab
Berbaikan kulit
meningkat Intervensi :

m. Kaji warna kulit tiap 4 jam


n. pantau bilirubin direk dan indirek
o. ubah posisi setiap 2 jam
p. masase daerah yang menonjol
q. jaga kebersihan kulit dan kelembabannya.
DAFTAR PUSTAKA

Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak


. Edisi I. Fajar Inter Pratama. Jakarta.

Ngastiah. 2008. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.

Hidayah, Alimun A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak


I. Jakarta. Salemba Medika

Wilkinson, Judith.M. 2007. Buku Saku Diagnosa


Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC. Alih Bahasa, Widyawati. Edisi 7. EGC.
Jakarta.

Diagnose Nanda (NIC dan NOC) 2007-2008

Anda mungkin juga menyukai