Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KESELAMATAN KERJA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Terstruktur


Mata Kuliah Keperawatan Komunitas

Disusun Oleh:
1. Hestina Rahma Dayanti
2. Ida Mahmuda
3. Ikfil Lubab
4. Ilham Nur Ardian
5. Indah Rosalina
6. Intan Khoirun Nisa’
7. Istikhomah
8. Lestari
9. Linda Mutiara Dewi

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KESEHATAN ASIH HUSADA
SEMARANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan kami
semua kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan
Komunitas dapat selesai seperti waktu yang telah kami rencanakan. Tersusunnya makalah ini
tentunya tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara materil dan
moril, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Semua dosen mata kuliah Keperawatan Komuintas
2. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis sehingga
makalah ini dapat terselesaikan
3. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan masukan, saran, dan dorongan
semangat agar makalah ini dapat di selesaikan
Selain untuk menambah wawasan dan pengetahuan penyusun, makalah ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Komunitas.

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ..................................................................................................i


Kata Pengantar .................................................................................................ii
Daftar Isi ............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................iv
1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................iv
1.2. Rumusan Masalah ...........................................................................v
1.3. Tujuan Penulisan ..............................................................................v
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................6
A. Pengertian...........................................................................................6
B. Tujuan.................................................................................................7
C. Penyakit Akibat Kerja .......................................................................8
D. Kebijakan Pemerintah Tentang Hiperkes ..........................................9
E. Fungsi dan Peran Perawat Hiperkes ...................................................10
F. Faktor yang Mempengaruhi Kecelakaan Kerja ..................................11
BAB IV PENUTUP ...........................................................................................19
A. Simpulan ............................................................................................19
B. Saran ...................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh
di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan
kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah.
Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan
pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan
sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan,
pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak
lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja
karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020
mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan
dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi
oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut
serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi
Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang
penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan
yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi
pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh,
merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita

iv
pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa
pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab,
sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja
yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak
menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-
undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap
tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan
kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam
bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk
diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan
berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat
meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan
mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat
memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan dalam menangani
korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan
keselamatan kerja.

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dalam
menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan
kesehatan dan keselamatan kerja.

v
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Kesehatan kerja adalah upaya dari perusahaan untuk mempersiapkan, memelihara
dalam rangka penggunaan tenaga kerja dengan kesehatan sehingga bekerja secara maksimal.
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan atau kedokteran beserta
praktek agar tenaga kerja memperoleh kesehatan setinggi-tingginya.
Keselamtan kerja adalah berkaitan dengan cara kerja, mesin, peralatan, lingkungan,
sifat dan pekerjaaan.
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan
dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi
baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka
menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula
meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam
mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya.
Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka
disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang
selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,
moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai
agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan
perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti
peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai
sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.

6
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja
yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah,
permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian,
penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat
produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih
banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya
manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk
memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan
kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar
terjalan dengan baik.

B. Tujuan
a. Perlindungn bagi masyarakat dari bahaya yg timbul dari pekerjaan kita.
b. Memeliharan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja, melindungi dari
gangguan kerja, meningkatkan efisiensi kerja, menempatkan pekerjaaan yang
sesuai dengan kemampuan.
c. Melindungi hak keselamatan pekerja, memelihara sumber prodeksi agar berdaya
guna.
d. Meningkatkn kesehatan tenaga kerja
e. Menempakan pekerja sesuai kemampuan
f. Melindungi tenaga kerja atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk
kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan produktivitas.
g. Agar tenaga kerja memperoleh derajat kesehatn setinggi-tingginya dengan usaha
preventif kuratif terhadap ganguan kesehatan yang timbul.
h. Pemeliharaan dan peningkatan efisiensi dan daya produktifitas tenaga manusia.
i. Pemberantasan kelelahan kerja dan peningkatan kegairahan kerja.
j. Pemeliharaan dan peningkatan hygieni dan sanitasi perusahaan pada umumnya
seperti kebersihan ruangan-ruangan cara pembuangan sampah pengolaan dsb.
k. Perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar tehindar dari
pengotoran oleh bahan-bahan dari perusahaan yang bersangkutan.

7
C. Penyakit Akibat Kerja
a. Golongan fisik
1. Suara yang keras dapat menyebabkan tuli.
2. Suhu tinggi dapat menyebabkan heat stroke, heat cramps, atau hyperpyrexia.
3. Suhu rendah menyebabkan chilblains, trench foot, atau frostbite.
4. Penerangan yang kurang atau yang terlalu terang (menyilaukan) menyebabkan
kelainan penglihatan dan memudahkan terjadinya kecelakaan.
5. Penurunan tekanan udara (dekompressi) yang mendadak dapat menyebabkan
caisson disease.
6. Radiasi dan sinar Roentgent atau sinar radio aktif menyebabkan penyakit-
penyakit darah, kemandulan, kanker kulit dan sebagainya.
7. Sinar infra merah dapat menyebabkan catharfact lensa mata.
8. Sinar ultra violet dapat mnyebabkan conjunctivitis photo electrica.
b. Golongan kimiawi
1. Gas yang menyebabkan keracunan misalnya: CC, HCN, H2S, SQ2.
2. Uap dan logam dapat menyebabkan “metal fume fever”, ataupun keracunan
logam misalnya karena Hg, Pb.
3. Larutan ataupun cairan misalnya H2S04, HC1 dapat menyebabkan keracunan
ataupun dermatosis (penyakit kulit).
4. Debu-debu misalnya debu silica, kapas, asbest ataupun debu logam berat bila
terhirup ke dalam paru-paru menyebabkan pneumoconiosis.
5. Awan atau kabut dan insecticida ataupun fungicida pada penyemprotan
serangga dan hama tanaman dapat menyebabkan keracunan.
c. Golongan penyakit infeksi
Misalnya penyakit anthrax yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis pada
penyamak kulit atau pengumpul wool. Penyakit-penyakit infeksi pada karyawan
yang bekerja dalam bidang mikrobiologi ataupun dalam perawatan penderita
penyakit menular.
d. Golongan fisiologi
Penyakit yang disebabkan karena sikap badan yang kurang baik; karena
konstruksi mesin yang tidak cocok, ataupun karena tempat duduk yang tidak
sesuai.

8
e. Golongan mental-psikologi
Penyakit yang timbul karena hubungan yang kurang baik antara sesama
karyawan, antara karyawan dengan pimpinan, karena pekerjaan yang tidak cocok
dengan psikis karyawan, karena pekerjaan yang membosankan ataupun karena
upah (imbalan) yang terlalu sedikit sehingga tenaga pikirannya tidak dicurahkan
kepada pekerjaannya melainkan kepada usahausaha pribadi untuk. menambah
penghasilannya.

D. Kebijakan Pemerintah Tentang Hiperkes


1. Definisi:
cabang dari IKM, yang mempelajari cara-cara pengawasan serta pemeliharaan
kesehatan tenaga kerja dan masyarakat di sekitar perusahaan dan segala
kemungkinan gangguan kesehatan dan keselamatan akibat proses produksi di
perusahaan.
Lapangan kesehatan yg engurusi proses kesehatan secara menyeluruh (kuratif,
preventif,penyesuaian factor manusiawi, hygiene).
2. Tujuan
a. Agar masyarakat pekerja dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya, baik fisik, mental, dan sosialnya.
b. Agar masyarakat sekitar perusahaan terlindung dari bahaya-bahaya
pengotoran oleh bahan-bahan yang berasal dari perusahaan.
c. Agar hasil produksi perusahaan tidak membahayakan kesehatan
masyarakat konsumennya.
d. Agar efisiensi kerja dan daya produktivitas para karyawan meningkat dan
dengan demikian akan meningkatkan pula produksi perusahaan.
e. Sebagai tindakan korektif pada lingkungan.
Hyghiene:agar tenaga kerja terlindung dari resiko kerja (pemantauan).
Kesehatan kerja: pemeliharaan kesehatan, pemberantasan kelelahan kerja,
perlindungan masyarakat sekitar, menciptakan tenaga kerja yang
produktif.
3. Usaha
Meningkatkan moril kerja, meningkatkan dan memelihara kesehatan yang
setinggi-tingginya, mencegah timbulnya gangguan kesehatan.

9
a. pencegahan dan pemberantasan penyakit dan kecelakaan-kecelakaan
akibat kerja.
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan tenaga kerja.
c. pemeliharaan dan peningkatan efisiensi dan daya produktifitas tenaga
manusia.
d. pemberantasan kelelahan kerja dan peningkatan kegairahan kerja.
e. pemeliharaan dan peningkatan hygieni dan sanitasi perusahaan pada
umumnya seperti kebersihan ruangan-ruangan cara pembuangan sampah
pengolaan dsb.
f. perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar tehindar dari
pengotoran oleh bahan-bahan dari perusahaan yang bersangkutan.
g. perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin
ditimbulkan oleh hasil-hasil produksi perusahaan.
Prinsip dasar: pengenalan faktor yang berisiko, penilaian dan
pengendaliannya dikenalkan pada tenaga kerjanya.
4. Ruang lingkup
kesehatan masyarakat : masyarakat umum
hiperkes : tenaga kerja dan masyarakat di sekitarnya, mcegah timbulnya gangguan
kesehatan bagi pekerja, memelihara kesehatn di lingkungan kerja,mmberi
perlindungan bagi pekerja.
hiperkes: ilmu kedokteran kerja, occupational medicine : kesehatan kerja,
keracunan perusahaan, jiwa perusahaan dan keselamatan kerja.

E. Fungsi dan Peran Perawat Hiperkes


a. Definisi
American Association of Occupational Health Nurses mendefenisikan perawat
hiperkes sebagai “Orang yang memberikan pelayanan medis kepada tenaga kerja”.
Sedangkan Departement of Labor (DOL) USA mendefenisikan sebagai “ Orang yang
memberikan pelayanan medis atas petunjuk umum kesehatan kepada si sakit atau
pekerja yang mendapat kecelakaan atau orang lain yang menjadi sakit atau menderita
kecelakaan di tempat kerja.
Seorang perawat hiperkes adalah seseorang yang berijazah perawat dan memiliki
pengalaman/training keperawatan dalam hiperkes dan bekerja melayani kesehatan
tenaga kerja di perusahaan.

10
b. Fungsi perawat hiperkes
Fungsi seorang perawat hiperkes sangat tergantung kepada kebijaksanaan
perusahaan dalam hal luasnya ruang lingkup usaha kesehatan, susunan dan jumlah
tenaga kesehatan yang dipekerjakan dalam perusahaan.
Dokter perusahaan biasanya memegang tanggung-jawab dalam menyelenggarakan
kesehatan perusahaan, namun kita ketahui sekarang ini bahwa tidak semua
perusahaan mempekerjakan dokter secara full time. Dalam kondisi seperti ini, maka
perawat yang menjadi lebih banyak melayani aktivitas kesehatan di perusahaan.
Apabila perawat merupakan satu-satunya tenaga kesehatan yang full time di
perusahaan, maka fungsinya adalah :
1. Membantu dokter perusahaan dalam menyusun rencana kerja hiperkes di
perusahaan.
2. Melaksanakan program kerja yang telah digariskan, termasuk administrasi
kesehatan kerja.
3. Memelihara dan mempertinggi mutu pelayanan perawatan/pengobatan.
4. Memelihara alat-alat perawatan, obat-obatan dan fasilitas kesehatan
perusahaan.
5. Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan sesuai cara-cara yang telah
disetujui.
6. Ikut membantu menentukan kasus-kasus penderita, serta berusaha
menindaklanjuti sesuai wewenang yang diberikan kepadanya.
7. Ikut menilai keadaan kesehatan tenaga kerja dihubungkan dengan faktor
pekerjaan dan melaporkan kepada dokter perusahaan.
8. Membantu usaha perbaikan kesehatan lingkungan dan perusahaan sesuai
kemampuan yang ada.
9. Ikut mengambil peranan dalam usaha-usaha kemasyarakatan : UKS.
10. Membantu, merencanakan dan atau melaksanakan sendiri kunjungan rumah
sebagai salah satu dari segi kegiatannya.
11. Menyelenggarakan pendidikan hiperkes kepada tenaga kerja yang dilayani.
12. Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja.
13. Mengumpulkan data-data dan membuat laporan untuk statistic dan evaluasi.
14. Turut membantu dalam usaha penyelidikan kesehatan tenaga kerja.
15. Memelihara hubungan yang harmonis dalam perusahaan.
16. Memberikan penyuluhan dalam bidang kesehatan.

11
17. Bila lebih dari satu paramedis hiperkes dalam satu perusahaan, maka pimpinan
paramedis hiperkes harus mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan semua
usaha perawatan hiperkes.
Menurut Jane A. Le R.N dalam bukunya The New Nurse in Industry, beberapa
fungsi specific dari perawat hiperkes adalah :
1. Persetujuan dan kerjasama dari pimpinan perusahaan/industry dalam membuat
program dan pengolahan pelayanan hiperkes yang mana bertujuan
memberikan pemeliharaan / perawatan kesehatan yang sebaik mungkin kepada
tenaga kerja.
2. Memberikan/ menyediakan primary nursing care untuk penyakit – penyakit
atau korban kecelakaan baik akibat kerja maupun yang bukan akibat kerja
bedasarkan petunjuk- petunjuk kesehatan yang ada.
3. Mengawasi pengangkutan si sakit korban kecelakaan ke rumah sakit , klinik
atau ke kantor dokter untuk mendapatkan perawatan / pengobatan lebih lanjut.
4. Melakukan referral kesehatan dan pencanaan kelanjutan perawatan dan follow
up dengan rumah sakit atau klinik spesialis yang ada.
5. Mengembangkan dan memelihara system record dan report kesehatan dan
keselamatan yang sesuai dengan prosedur yang ada di perusahaan.
6. Mengembangkan dan memperbarui policy dan prosedur servis perawatan.
7. Membantu program physical examination (pemeriksaan fisik) dapatkan data-
data keterangan-keterangan mengenai kesehatan dan pekerjaan. Lakukan
referral yang tepat dan berikan suatu rekomendasi mengenai hasil yang positif.
8. Memberi nasehat pada tenaga kerja yang mendapat kesukaran dan jadilaj
perantara untuk membantu menyelesaikan persoalan baik emosional maupun
personal.
9. Mengajar karyawan praktek kesehatan keselamatan kerja yang baik,dan
memberikan motivasi untuk memperbaiki praktek-praktek kesehatan.
10. Mengenai kebutuhan kesehatan yang diperlukan karyawan dengan obyektif
dan menetapkan program Health Promotion, Maintenance and Restoration.
11. Kerjasama dengan tim hiperkes atau kesehatan kerja dalam mencari jalan
bagaimana untuk peningkatan pengawasan terhadap lingkungan kerja dan
pengawasan kesehatan yang terus menerus terhadap karyawan yang terpapar
dengan bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatannya.

12
12. Tetap waspada dan mengikuti standar-standar kesehatan dan keselamatan
kerja yang ada dalam menjalankan praktek-praktek perawatan dan pengobatan
dalam bidang hiperkes ini.
13. Secara periodic untuk meninjau kembali program-program perawatan dan
aktifitas perawatan lainnya demi untuk kelayakan dan memenuhi kebutuhan
serta efisiensi.
14. Ikut serta dalam organisasi perawat (professional perawat) seperti ikatan
paramedic hiperkes, dll.
15. Merupakan tanggung jawab pribadi yang tidak boleh dilupakan dan penting
adalah mengikuti kemajuan dan perkembangan professional (continues
education).

c. Tugas paramedis hiperkes


Secara sistimatis DR. Suma’mur PK, MSc, menggambarkan tugas-tugas
paramedis hiperkes sebagai berikut :
1. Tugas medis teknis yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan
a) Perawatan dan pengobatan penyakit umum
1) menurut petunjuk dokter perusahaan
2) menurut pedoman tertulis (standing orders)
3) rujukan pasien ke rumah sakit
4) mengawasi pasien sakit hingga sembuh
5) menyelenggarakan rehabilitasi
b) Perawatan dan pengobatan pada kecelakaan dan penyakit jabatan
c) Menjalankan pencegahan penyakit menular (vaksinasi, dll)
d) Pemeriksaan kesehatan
1) sebelum bekerja (pre-employment)
2) berkala
3) pemeriksaan khusus
2. Tugas administratif mengenai dinas kesehatan perusahaan
a) Memelihara administrasi ( dinas kesehatan)
b) Mendidik dan mengamati pekerjaan bawahannya
c) Memelihara catatan-catatan dan membuat laporan
1) catatan perseorangan yang memuat hasil pemeriksaan kesehatan
pekerja

13
2) laporan mengenai angka kesakitan, kecelakaan kerja
3) laporan pemakaian obat, dll.
3. Tugas sosial dan pendidikan
a) Memberi pendidikan kesehatan kepada pekerja
1) ketrampilan PPPK,
2) pola hidup sehat,
3) pencegahan penyakit yang berhubungan dengan kebiasaan yang
kurang baik
b) Menjaga kebersihan dalam perusahaan
c) Mencegah kecelakaan kerja

Menurut American Association of Occupational Health Nurses, ruang lingkup


pekerjaan perawat hiperkes adalah :
1. Health promotion / Protection
Meningkatkan derajat kesehatan, kesadaran dan pengetahuan tenaga kerja
akan paparan zat toksik di lingkungan kerja.
Merubah faktor life style dan perilaku yang berhubungan dengan resiko
bahaya kesehatan.
2. Worker Health / Hazard Assessment and Surveillance
Mengidentifikasi masalah kesehatan tenaga kerja dan menilai jenis
pekerjaannya .
3. Workplace Surveillance and Hazard Detection
Mengidentifikasi potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan
tenaga kerja. Bekerjasama dengan tenaga profesional lain dalam penilaian dan
pengawasan terhadap bahaya.
4. Primary Care
Merupakan pelayanan kesehatan langsung terhadap penyakit dan kecelakaan
pada tenaga kerja, termasuk diagnosis keperawatan, pengobatan, rujukan dan
perawatan emergensi.
5. Counseling
Membantu tenaga kerja dalam memahami permasalahan kesehatannya dan
membantu untuk mengatasi dan keluar dari situasi krisis.

14
6. Management and Administration
Acap kali sebagai manejer pelayanan kesehatan dengan tanggung-jawab pada
progran perencanaan dan pengembangan, program pembiayaan dan
manajemen.
7. Research
Mengenali pelayanan yang berhubungan dengan masalah kesehatan,
mengenali faktor – faktor yang berperanan untuk mengadakan perbaikan.
8. Legal-Ethical Monitoring
Paramedis hiperkes harus sepenuhnya memahami ruang lingkup pelayanan
kesehatan pada tenaga kerja sesuai perundang-undangan, mampu menjaga
kerahasiaan dokumen kesehatan tenaga kerja.
9. Community Organization
Mengembangkan jaringan untuk meningkatkan pelayanan kepada tenaga kerja

Perawat hiperkes yang bertanggung-jawab dalam memberikan perawatan


tenaga kerja haruslah mendapatkan petunjuk-petunjuk dari dokter perusahaan atau
dokter yang ditunjuk oleh perusahaan. Dasar-dasar pengetahuan prinsip perawatan
dan prosedur untuk merawat orang sakit dan korban kecelakaan adalah merupakan
pegangan yang utama dalam proses perawatan yang berdasarkan nursing assessment,
nursing diagnosis, nursing intervention dan nursing evaluation adalah mempertinggi
efisiensi pemeliharaan dan pemberian perawatan selanjutnya.
Perawat hiperkes mempunyai kesempatan yang besar untuk menerapkan praktek-
praktek standar perawatan secara leluasa. Seorang perawat hiperkes, melalui program
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan hendaknya selalu membantu karyawan /
tenaga kerja untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.

F. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kecelakaan Akibat Kerja


a. Faktor Biologis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya
strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan
staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan
udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya
HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil

15
dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi
virus.
Pencegahan :
1. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan,
epidemilogi dan desinfeksi.
2. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan
dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja
dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.
3. Pengelolaan limbah infeksius dengan benar.
4. Kebersihan diri dari petugas.
b. Faktor Kimia
Petugas di laboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia
dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak
digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang
paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak
negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering
adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi
(amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik
( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui
kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan
korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible
pada daerah yang terpapar.
Pencegahan :
1. Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada
untuk diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
2. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah
tertelannyabahan kimia dan terhirupnya aerosol.
3. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan,
celemek, jas laboratorium) dengan benar.
4. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan
lensa.
5. Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.

16
c. Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara,
proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan
manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman,
nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi
bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal
sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job. Sebagian besar
pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam
posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini
disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang
disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah
dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang
efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan
psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja
(low back pain).
d. Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah
kesehatan kerja meliputi :
1. Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan ketulian.
2. Pencahayaan yang kurang dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan
kecelakaan kerja.
3. Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja.
4. Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.
5. Terkena radiasi Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi
pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol
dapat membahayakan petugas yang menangani.
Pencegahan :
1. Pengendalian cahaya di ruang kerja
2. Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
3. Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi.
4. Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5. Pelindung mata untuk sinar laser
6. Filter untuk mikroskop

17
e. Faktor Psikososial Beberapa contoh faktor psikososial yang dapat menyebabkan
stress
1. Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup
mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk
memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan
keramahan-tamahan.
2. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3. Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama
teman kerja.
4. Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal
ataupun informal.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan
dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan
K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja
dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan
dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.
Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah menjadi
melalui pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang
meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus. Untuk mencegah
terjadinya kecelakaan dan sakit pada tempat kerja dapat dilakukan dengan penyuluhan
tentang kesehatan dan keselamatan kerja.

B. Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit
dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan
atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal
bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.

19
DAFTAR PUSTAKA

Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan
Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.
Suma'mur .1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta :Haji Masagung
Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta :Gunung Agung,
1985
-------------------,1990. Upaya kesehatan kerja sektor informal di Indonesia. [s.]:Direktorat
Bina Peran Masyarakat Depkes RT.

20

Anda mungkin juga menyukai