Malaria Selebral
Malaria Selebral
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Malaria cerebral adalah suatu komplikasi berat dari infeksi
Plasmodium falciparum yang ditandai demam yang sangat tinggi,
gangguan kesadaran, kejang yang terutama terjadi pada anak, hemiplegi
dan berakhir pada kematian jika tidak secepatnya mendapatkan perawatan
yang tepat. Pada malaria falciparum, 10% kasus akan mengalami
komplikasi malaria serebral, dan jumlah ini memenuhi 80% kematian pada
malaria.
2
membentuk gamettosit dan sebagian akan infiltrasi jaringan
reticuloendotel (hati, limpa), ginjal, pembuluh darah, jantung, otak dan
dapat menimbulkan komplikasi malaria yang bisa berakibat fatal.
Pada malaria serebral eritrosit yang berparasit (shizogoni) akan
mudah melekat pada pembuluh kapiler otak. Perlekatan ini menyebabkan
penderita plasmodium falciparum mempunyai sedikit parasit dalam
sirkulasi. Kapoler-kapiler pembuluh darah otak mengalami obstruksi
dengan akibat hipoksia sampai anoksia, sehingga sel-sel neuron menjadi
iskemia, nekrosis dan bisa berakibat fatal
Pada malaria serebral ini juga terjadi kerusakan sawar darah otak
sehingga mengakibatkan odema otak yang diperkuat sumbatan-sumbatan
kapiler. Diduga koagulasiintravaskuler disseminate berperan dalam
timbulnya malaria serebral. Hipotesis imunologik hasil penelitian pada
tikus menyatakan, bahwa pada MS terdapat reaksi sistim saraf pusat
melalui mekanisme vaskulitis kompleks immune
3. Diagnosis Klinis
A. Anamnesis
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
1) Keluhan utama: Demam, menggigil, berkeringat dan dapat
disertai sakit kepala,mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-
pegal.
2) Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke
daerah endemik malaria.
3) Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
4) Riwayat sakit malaria.
5) Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
6) Riwayat mendapat transfusi darah.
3
B. Pemeriksaaan Fisik
1) Demam (T ≥ 37,5°C).
2) Konjunctiva atau telapak tangan pucat.
3) Pembesaran limpa (splenomegali).
4) Pembesaran hati (hepatomegali).
4
jumlah parasit dan identifikasi jenis parasit. Bila hasil negatif
diulang 6-12 jam.
2. SQBC(semi quantitative buffy coat)
Prinsip tes fluoresensi: yaitu adanya protein Plasmodium
yang dapat mengikat acridine orange yang akan mengidentifikasi
eritrosit yang terinfeksi Plasmodium.
3. Rapid Manual Test
Tes ini mendeteksi antigen Plasmodium falciparum dengan
menggunakan dipstick. Hasilnya segera diketahui dalam 10 menit.
Sensitifitasnya 73,3% dan spesifitasnya 82,5%.
4. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan biomolekuler
digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit Plasmodium
dalam darah. Metode ini sangat efektif untuk mendeteksi parasit
walaupun tingkat parasitemianya rendah.
5
5. Terdapat plantar fleksi atau plantar ekstensi
6. Rahang mengatup rapat dan gigi kretekan (seperti mengasah)
7. Mulut mencebil ( pouting) atau timbul refleks mencebil bila sisi mulut
dipukul.
8. Motorik abnormal seperti deserebrasi rigidity dan dekortikasi rigidity
9. Tanda-tanda neurologis fokal kadang-kadang ada
10. Manifestasi okular : pandangan divergen (dysconjugate gaze) dan
konvergensispasme sering terjadi. Perdarahan sub konjunctive dan
retina serta papil udemkadang terlihat
11. Kekakuan leher ringan kadang ada. Tetapi tanda Frank (Frank sign)
meningitis,Kernigs (+) dan photofobia jarang ada. Untuk itu adanya
meningitis harus disingkirkan dengan pemeriksaan punksi lumbal (LP)
12. Cairan serebrospinal (LCS) jernih, dengan < 10 lekosit/ml, protein
sering naik ringan
4. Penatalaksanaan
A. Penanganan Umuma.
1. Penderita harus dirawat di ruang perawatan intensif (ICU).
2. Untuk di daerah endemis, terapi diberikan sesegera mungkin,
kadang-kadang sebelum konfirmasi parasitologik.
3. Penderita harus ditimbang untuk menghitung dosis obat
antimalaria.
6
4. Pemberian cairan infus untuk pemeliharaan cairan dan kebutuhan
kalori, jikaperlu dipasang kateter CVP, khususnya untuk penderita
lanjut usia. Semua intake harus direkam secara hati-hati.
5. Pasang kateter urin untuk mengukur pengeluaran urin seperti
halnya mengukurpengeluaran yang lain.
6. Penderita harus diawasi dari muntah dan pencegahan jatuhnya
penderita daritempat tidur.
7. Penderita harus dibolak-balik untuk menghindari decubitus
8. Hindari penggunaan NGT (nasogastric tube) untuk mencegah
aspirasi.
B. Terapi Antimalariaa.
Obat-obat terpilih:
1. Kinin dihidroklorida 10 mg/kg BB i.v. dalam NaCl 0,9% (10 cc/kg
BB) diberi dalam 4 jam, diulang setiap 12 jam sampai sadar.
2. Hidrokortison 2 X 100 mg/hari i.v.b.
Obat-obat pengganti:
7
C. Penangaan pasien tidak sadar:
1. Buat grafik suhu, nadi, dan pernafasan secara akurat.
2. Pasang IVFD. Untuk mencegah terjadinya trombophlebitis dan
infeksi yangsering terjadi melalui IV-line maka IV-line sebaiknya
diganti setiap 2-3 hari.
3. Pasang kateter urethra dengan drainase / kantong tertutup.
Pemasangan kateterdengan memperhatikan kaidah antisepsis.
4. Pasang nasogastric tube (maag slang) dan sedot isi lambung untuk
mencegahaspirasi pneumonia.
5. Mata dilindungi dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus
kornea yang dapat terjadi karena tidak adanya refleks mengedip
pada pasien tidak sadar.
6. Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi kelenjar parotis
karena kebersihan rongga mulut yang rendah pada pasien tidak
sadar.
7. Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka
dekubitus danhypostatic pneumonia.4.
8
5. Prognosis
9
BAB III
KESIMPUKAN
10
DAFTAR PUSTAK
11