Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi nasokomial saat ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya
angka kesakitan (morbidiity) dan angka kematian (mortality) di rumah sakit
sehingga dapat menjadi masalah kesehatan baru, baik di negara berkembang
maupun di negara maju (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial merupakan infeksi
yang didapat pasien setelah 3x24 jam setelah dilakukan perawatan di rumah sakit.
Salah satu jenis infeksi nosokomial yang sering terjadi adalah Infeksi Saluran
Kemih (ISK). Infeksi nosokomial saluran kemih paling sering disebabkan oleh
pemasangan kateter yaitu sekitar 40%. Dalam beberapa studi prospek, telah
dilaporkan bahwa tingkat ISK yang berhubungan dengan pemasangan kateter
berkisar antara 9% - 23%. Menurut literatur lain didapatkan pemasangan kateter
mempunyai dampak terhadap 80% terjadinya ISK (Heather M, Hannie G, 2001).
Pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia, kejadian infeksi
nosokomial jauh lebih tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan pada 2 kota
besar di Indonesia didapatkan angka kejadian infeksi nosokomial sekitar 39%-
60%. Pada negara-negara berkembang tingkat kejadian infeksi nosokomial begitu
tinggi. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengawasan, praktek pencegahan
yang buruk, dan begitu banyaknya jumlah pasien yang dirawat (Sumaryono.
2005).
Di rumah sakit sering kali dilakukan pemasangan kateter urethra pada
kasus-kasus adanya retensi urin baik yang disebabkan trauma ataupun non trauma.
Kateter yang terpasang pada pasien bila tidak dilakukan perawatan yang baik
dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri dan menimbulkan infeksi nosokomial
berupa ISK. Hal inilah yang membuat peneliti untuk melihat pola variasi bakteri
1
2
pada pasien dengan pemasangan kateter urethra di Rumah Sakit Umum Anutapura
Palu.
B. Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan suatu permasalahan
yaitu jenis bakteri apa saja yang terdapat pada urin pasien yang menggunakan
kateter urethra di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
adalah mengetahui berbagai variasi bakteri yang terdapat pada urin pasien
yang menggunakan kateter urethra di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui frekuensi bakteri urin pada pasien yang
menggunakan kateter urethra
b. Untuk mengetahui variasi bakteri pada pasien yang menggunakan
kateter urethra berdasarkan jenis penyakit yang sedang diderita pasien
c. Untuk mengetahui variasi bakteri pada pasien yang menggunakan
kateter urethra berdasarkan jenis kelamin
d. Untuk mengetahui variasi bakteri pada pasien yang menggunakan
kateter urethra berdasarkan usia
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
a. Dapat mengaplikasikan ilmu yang didapatkan pada saat kuliah ke
dalam praktek lapangan, dengan demikian dapat menambah
pengalaman peneliti.
3
E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang karakteristik variasi mikroba pada urin pasien yang
menggunakan kateter urethra telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya.
Menurut Hardi Hasibuan (2008), dalam penelitian tentang pola kuman pada urin
penderita yang menggunakan kateter urethra di ruang perawatan intensif dan
bangsal bedah. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan cross sectional yang
dilakukan pada 40 subjek penelitian pada keleompok perawatan intensif dan 40
subjek penelitian pada bangsal bedah di rumah sakit H Adam Malik dengan kurun
waktu Maret 2007 sampai Juni 2007. Hasilnya dijumpai 11 subjek penelitian pada
kelompok bangsal bedah dan 6 subjek penelitian pada kelompok ruang perawatan
intensif yang mengalami ISK. Bila dinyatakan dalan persen maka didapatkan
27,5% subjek penelitian mengalami ISK pada kelompok bangsal bedah dan 15%
subjek penelitian pada kelompok ruang perawatan intensif. Diperlihatkan 7
spesimen kuman pada kelompok bangsal bedah dan 3 spesies kuman pada
kelompok ruang perawatan intensif. Penyebab ISK terbanyak adalah oleh
Staphylococcus epidermis (35,2%) diikuti oleh Staphylococcus aureus (23,5%)
dan Escherechia coli (17,7%).
4
A. Telaah Pustaka
1. Infeksi Saluran Kemih
a. Definisi
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan klinis akibat
berkembangnya mikroorganisme yang menyebabkan inflamasi pada
saluran kemih dan menimbulkan bakteriuria (105 colony forming
units/ml) (Mangatas SM, 2004).
b. Sistem Saluran Kemih
a. Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior di belakang
peritoneum pada kedua sisi vertebra torakalis ke-12
sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji
kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri,
karena adanya lobus hepatis dextra yang besar. Fungsi
ginjal adalah memegang peranan penting dalam
pengeluaran zat-zat toksis atau racun, mempertahankan
suasana keseimbangan cairan, mempertahankan
keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein
ureum, kreatinin dan amoniak (Snell R, 2006).
b. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing
bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya
±25-34 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian
terletakpada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak
pada rongga pelvis. Lapisan dinding ureter menimbulkan
gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin masuk
ke dalam kandung kemih. Pada laki-laki ureter memasuki
cavitas pelvis dengan menyilang bifurcatio arteria iliaca
communis di depan articulatio sacroiliaca. Selanjutnya
masing-masing ureter berjalan ke bawah pada dinding
lateral pelvis di depan arteri iliaca interna ke regio spina
ischiadica dan berbelok ke depan untuk masuk sudut
lateral vesica urinari. Dekat di bagian terminal, ureter
disilang oleh ductus deferens. Sedangkan pada wanita
ureter berjalan ke bawah dan belakang di depan arteria
iliaca interna dan di belakang ovarium sampai ureter
mencapai spina ischiadica kemudian ureter berjalan ke
7
c. Etiologi
Pada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK
disebabkan oleh kuman gram negatif. Escherichia coli merupakan
penyebab terbanyak baik pada yang simtomatik maupun yang
asimtomatik yaitu 70 - 90%. Enterobakteria seperti Proteus mirabilis
(30 % dari infeksi saluran kemih pada anak laki-laki tetapi kurang dari
5 % pada anak perempuan ), Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas
aeruginosa dapat juga sebagai penyebab. Organisme gram positif
seperti Streptococcus faecalis (enterokokus), Staphylococcus
epidermidis dan Streptococcus viridans jarang ditemukan. Pada
uropati obstruktif dan kelainan struktur saluran kemih pada anak laki-
laki sering ditemukan Proteus species. Pada ISK nosokomial atau ISK
kompleks lebih sering ditemukan kuman Proteus dan Pseudomonas
(Lumbanbatu SM, 2003).
Tabel 2.1 Etiologi ISK di Indonesia (Mangatas SM, 2004)
Bakteri Frekuensi (%)
Escherichia coli 29,4
Proteus mirabilis 17,6
Alkaligenes faecalis 14,7
Cytrobacter freundii 14,7
Pseudomonas aeruginosa 11,8
Klebsiella pneumoniae 8.8
Serratia marcescens 2.9
9
d. Patogenesis
Patogenesis bakteriuria asimtomatik dengan presentasi klinis
ISK tergantung dari patogenitas dan status pasien sendiri (host).
Mikroorganisme dapat memasuki saluran kemih melalui cara:
ascending, hematogen, limfogen dan langsung dari organ sekitar yang
mengalami infeksi (Purnomo BB, 2003).
Pada instrumensi kateter urethra, ISK yang terjadi akibat
ascending mikroorganisme dari kantong penampung urin ke dalam
kandung kemih dan kemampuan dari beberapa mikroorganisme yang
berkembang dan tumbuh pada permukaan luar dan dalam dari kateter
urethra (Wilson, W. 2001).
Kateter urethra merupakan target berkembangnya formasi
biofilm permukaan luar dan dalam dari kateter memberikan keadaan
yang menguntungkan untuk melekatkan mikroorganisme. Penggunaan
antibiotik sistemik mungkin tidak dapat mencegah terjadinya formasi
biofilm (Conway et al, 2010).
Tata cara pemasangan kateter dengan teknik aseptik dan
atraumatik merupakan syarat mutlak untuk tindakan ini agar infeksi
yang mungkin terjadi dapat dicegah. Meskipun sedemikian
sempurnanya cara pemasangan kateter, infeksi masih bisa saja terjadi
sebesar 2% pada penggunaan kateter pertama kali. 10% pada
penggunaan berulang dan 95-100% pada penggunaan menetap (Staf
pengajar FK-UGM, 2013).
e. Diagnosa
Diagnosa ISK dibuat berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang penting ialah
biakan urin sebagai baku emas diagnosa. Pemeriksaan biakan urin
diindikasikan pada penderita dengan tanda dan gejala ISK, pasien
10
2. Kateterisasi urethra
a. Definisi
Kateterisasi urin adalah penyisipan kateter ke dalam kandung
kemih pasien yang digunakan di Rumah Sakit untuk mempertahankan
proses pengeluaran urin pada pasien yang menjalani operasi, pasien
yang sakit kritis, pasien yang terbatas pada tempat tidur dan
merupakan pilihan pengobatan untuk pasien dengan beberapa jenis
inkontinensia urin termasuk retensi urin dan obstruksi kandung kemih
(Better Health Channel, 2012).
b. Jenis-jenis Kateter
Pemasangan kateter dengan dapat bersifat sementara atau
menetap. Pemasangan kateter sementara atau intermiten catheter
(Straight kateter) dilakukan jika pengosongan kandung kemih
dilakukan secara rutin sesuai dengan jadwal, sedangkan pemasangan
kateter menetap atau indwelling catheter (folley kateter) dilakukan
apabila pengosongan kateter dilakukan secara terus menerus (Hidayat
A, 2006).
1) Kateter sementara (straight catheter)
Pemasangan kateter sementara dilakukan dengan cara kateter
lurus yang sekali pakai dimasukkan sampai mencapai kandung
kemih yang bertujuan untuk mengeluarkan urin. Tindakan ini
dapat dilakukan selama 5 sampai 10 menit. Pada saat kandung
kemih kosong maka kateter kemudian ditarik keluar,
pemasangan kateter intermitten dapat dilakukan berulang jika
tindakan ini diperlukan, tetapi penggunaan yang berulang
meningkatkan resiko infeksi (Potter dan Perry, 2005).
Pemasangan kateter sementara dilakukan jika tindakan untuk
11
lapisan lilin dari glukolipid dan asam mikolat yang tersusun bagian
luar dari dinding selnya, sehingga berwarna merah pada pengecatan
Ziehl Neelsen (Gani A, 2008).
2) Morfologi bakteri
a) Kokus (coccus)
Ada coccus yang berdiri sendiri (Micrococcus), ada yang duduk
berdua berpasangan dan berbentuk biji kopi atau diplococcus (N.
Gonorrhoeae), ada yang berbentuk seperti rantai (streptococcus)
dan ada pula yang bergerombol seperti buah anggur
(Staphylococcus) (Gani A, 2008).
b. Batang (basil)
Bakteri yang berbentuk batang bermacam-macam, mulai dari
yang paling pendek/ coccobacilli (Gardnerella), sel bakteri
basil tunggal. (Eschericcia coli), bentuk batang dengan
bermacam-macam bentuk dan ukuran (Salmonella, Shigella),
batang dengan ujung yang lancip (Fusiformis) (Gani A, 2008).
c) Spirokhaeta (spiral)
Berbentuk spiral halus, elastis dan fleksibel sehingga dapat
bergerak dengan aksial filamen. Bentuk sel bergelombang,
misalnya Thiospirillopsis floridina. Bentuk sel seperti tanda
baca koma , misalnya Vibrio cholera. Bentuk sel seperti sekrup,
misalnya Treponema pallidum (Gani A, 2008).
c. Identifikasi bakteri
Dalam laboratorium, bakteri dikembangkan melalui dua metode,
solid dan liquid. Media pertumbuhan solid seperti piring agar
digunakan untuk mengisolasi kultur murni dari bakteri yang
diinginkan. Jika kita menginginkan biakan dalam jumlah yang besar,
maka kita bisa menggunakan metode liquid. Dalam media
pertumbuhan ini, sel biakan dapat dengan mudah berkembang biak
(membelah diri) dibandingkan dengan media solid, meskipun cukup
15
Cocci Pneumococcus
Neisseria gonorrhoeae
-
Neisseria meningitides
Corynebacterium diphteriae
Bacillus anthraxis
Clostridium
+
Mycobacterium
tuberculosae
Mycobacterium leprae
Pseudomonas
Basil Proteus
Salmonella
Shigella
- Escherichia
Haemophilus
Spirochaeta
Treponema pallidum
Leptopspira
17
B. Kerangka Teori
Invasi bakteri
Mekanisme pertahanan
sterilitas kandung kemih
C. Kerangka Konsep
D. Landasan Teori
Infeksi saluran kemih (ISK) paling sering berkaitan dengan pemakaiaan
kateter indweling dan sistem drainase kemih atau prosedur atau peralatan urologis
lainnya. Lebih dari 10% pasien rawat inap menggunakan kateter urethra indweling
dan hal ini terus menjadi faktor resiko tunggal terpenting yang menyebabkan
pasien rentan terhadap infeksi. Bakteri yang berpotensi patogenik sering dijumpai
di periurethra. Kateter indweling membentuk suatu mekanisme yang
memungkinkan bakteri tersebut masuk ke dalam kandung kemih. Setiap keadaan
yang meningkatkan kolonisasi periurethra akan meningkatkan resiko ISK terkait
kateter. Kateter indweling merusak mekanisme pertahanan normal, pengosongan
dan aliran urin di kandung kemih dan urethra, yang efektif menurunkan resiko
infeksi. Kateter indweling dapat merusak epitel kandung kemih dan menciptakan
suatu lokus infeksi. Bakteri dapat masuk ke kandung kemih pada pasien dengan
kateter melalui beberapa mekanisme: pada saat insersi kateter, melalui migrasi
retrograd di luar kateter di selaput periurethra, dan oleh refluks urin dan bakteri ke
dalam kandung kemih melalui slang. Secara umum, hal ini terjadi apabila sistem
steril terbuka dan terkontaminasi (Barbara J, 2005).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, jenis penelitian yang dipakai adalah jenis penelitian
kuantitatif dengan desain penelitian pendekatan observasional deskriptif.. Dalam
penelitian observasional deskriptif, penelitian diarahkan untuk mendeskripsikan
atau menguraikan suatu peristiwa, identifikasi variabel, serta mengembangkan
teori dan definisi dari variabel. Deskripsi variabel mampu menginterpretasikan
makna suatu teori yang ditemukan dan populasi yang dapat digunakan untuk
penelitian selanjutnya (Notoatmodjo, 2008).
24
25
𝑧 2
n= ( ) . p . ( 1 – p )
. 𝑒
Keterangan:
n = jumlah sampel
z = standar sekor pada tingkat konfiden tertentu
e = proporsi sampling error(derajat kemaknaan)
p = dengan proporsi (presentase kasusnya) atau insidensi kasus dalam
populasi
Dimana :
z = Derajat konfidensi 90% (1,64).
e = Proporsi sampling error 10% (0,10)
p = Proporsi kasus 9,09%
𝑧 2
n= ( ) . p . ( 1 – p )
𝑒
1,64 2
n= ( ) . 0,0909 . ( 1 – 0,0909)
0,10
26
1,64 2
n= ( ) . 0,0909 . 0,9091
0,10
n= 268,96 . 0,0909 . 0,9091
n= 22,226 ≈ 22
Jadi, jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 22 sampel.
1. Alat
a. Disposible 3 cc
b. Wadah penampung urin
c. Pipet
d. Lampu Bunsen
e. Inkubator
f. Tabung reaksi
g. Glass slide
h. Rak tabung
i. Mikroskop
j. Cawan petri
2. Bahan Penelitian
a. Agar Mc Conkey
b. Agar darah
c. Brian Heart Infusion Broth (BHIB)
d. Larutan pewarnaan gram
e. Alkohol 70%
f. Mudium (Sulfur, Indol, Motility) SIM
g. Kligler Iron Agar (KIA)
h. Bahan uji biokimia
i. Brian Heart Infusion Agar
G. Prosedur Penelitian
Menurut Gani A, 2008, langkah dalam melakukan kultur bakteri adalah sebagai
berikut:
29
1. Pengambilan sampel
I. Analisis Data
Dalam penelitian ini data akan di analisis menggunakan analisis deskriptif
dan akan di tampilkan dalam bentuk gambar ataupun tabel.
30
J. Penyajian Data
Data-data yang akan diperoleh dari hasil penelitian ini akan disajikan dalam
bentuk tabel dan grafik.
K. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti memandang perlu adanya
rekomendasi dari pihak institusi dengan mengajukan permohonan izin kepada
instansi tempat penelitian dilaksanakan. Setelah mendapat persetujuan tersebut,
barulah dilakukannya penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian
sebagai berikut (Yurisa, 2008)
1. Informed Consent (lembar persetujuan)
Lembar persetujuan yang diberikan kepada responden oleh peneliti
dengan menyertakan judul penelitian agar subjek mengerti maksud dan
tujuan penelitian. Bila subjek menolak, maka peneliti tidak akan memaksa
dan tetap menghargai atau menghormati hak-hak yang dimiliki responden
(subjek).
2. Anonymity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama
responden tetapi lembar tersebut diberikan kode.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan sebagai hasil penelitian.
31
L. Alur Penelitian
Pengusulan Judul Proposal Penelitian, Verifikasi Judul Proposal
Penelitian, dan Melengkapi Syarat Administrasi Proposal Penelitian
Ujian Skripsi