Anda di halaman 1dari 8

Jurnal……………. Vol.x, No.x, July xxxx, pp.

1~5
ISSN: …… (diisi oleh redaktur) 1

Treatment Planning System (TPS) Pada Kanker Nasofaring


(KNf) Menggunakan Teknik Intensity Modulated Radiation
Therapy (IMRT)

Zalizah Isnaini1, Rinarto Subroto2, I Wayan Ari Makmur3, Nurul Qomariyah4,


Rahadi Wirawan5
1,4,5
Universitas Mataram; Jl. Majapahit No.62, Gomong, Kec Selaparang, Kota Mataram,
Nusa Teggara Barat 83115, (0370) 633007
2,3
Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB; Jl. Prabu Rangkasari, Dasan Cermen,
Kec. Sandubaya, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat 84371
1,4,5
Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Mataram
2,3
Instalasi Radioterapi, Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB

e-mail: 1zalizahisnaini63@gmail.com, 2rinartosubroto@gmail.com,


3
wayanarimakmur@gmail.com, 4nurulqomariyah@gmail.com,
5
rahadiwirawan@gmail.com

Abstrak
Dalam beberapa dekade terakhir, akumulasi pengetahuan mengenai radiobiologi dan
penentuan volume target, serta modalitas radiodiagnostik yang semakin maju memungkinkan
revolusi teknik radiasi KNF. Peningkatan signifikan kesintasan dan pengurangan toksisitas
yang fatal pada terapi radiasi pasien KNF dapat dicapai setelah revolusi teknik radiasi IMRT.
Intensity Modulated Radiation Therapy (IMRT) merupakan teknik radioterapi yang
menggunakan banyak lapangan radiasi dalam penyinarannya. Teknik Intensity Modulated
Radiotherapy (IMRT) dapat mengurangi efek akut dan kronik, dengan cakupan dosis maksimal
pada tumor dan dosis minimal pada organ/jaringan sehat di sekitarnya. Dengan menganalisis
kurva Dose Volume Histogram (DVH) yang merupakan salah satu bagian dari Treatment
Planning System (TPS), Planning Target Volume (PTV), serta Organ At Risk (OAR). Dihasilkan
Untuk PTV 70 diperoleh dosis relative sebesar 95% yang mengcover 95% volume. OAR yang
dievaluasi berdasarkan kurva DVH diatas yaitu optic nerve kanan, optic nerve kiri, chiasm,
mata kanan, mata kiri, partotid kiri, brainstem, spinal cord, bibir, mandibula, dan oral cavity.

Kata kunci— Karsinoma Nasofaring (KNF), Treatment Planning System (TPS), Intensity
Modulated Radiation Therapy (IMRT), Dose Volume Histogram (DVH).

Abstract
In the last few decades, knowledge development of radiobiology and target volume
determination, as well as advanced radiodiagnostic modalities allow the evolution of radiation
techniques for Nasopharyngeal Carcinoma (NPC). Significant improvement of survival and
reduction of toxicity caused by radiation can be achieved after the evolution of radiation
techniques IMRT. Intensity Modulated Radiation Therapy (IMRT) is a modern technique in
radiotherapy that uses many radiation field. IMRT can reduce the effects of acute and chronic,
with a maximum dose coverage to the tumor and minimal dose to the organ or normal tissue
surrounding target value. By analyze dose volume histogram (DVH) and deep dose who
become one of another process in Treatment Planning System (TPS), it can be seen
received dose in Planning Target Volume (PTV), and Organ AT Risk (OAR). The
resulting PTV 70 obtained a relative dose of 95% which covered 95% of the volume.
Jurnal……………. Vol.x, No.x, July xxxx, pp. 1~5
ISSN: …… (diisi oleh redaktur)

OAR evaluated based on the DVH curve above are right optic nerve, left optic nerve,
chiasm, right eye, left eye, left partotid, brainstem, spinal cord, lips, mandible, and oral
cavity.

Keywords— Nasopharyngeal Carcinoma (NPC), Treatment Planning System (TPS), Intensity


Modulated Radiation Therapy (IMRT), Dose Volume Histogram (DVH).

1. PENDAHULUAN

Kanker adalah penyakit yang mematikan karena dapat merusak sel sehat
disekitarnya atau organ penting lainnya. Perlu dilakukan pendeteksian dan dihentikan
pertumbuhannya sebelum berdampak lebih buruk terhadap sel sehat. Kanker Nasofaring
(KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di antara tumor ganas
THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar tumor
ganas, dengan frekuensi tertinggi (bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara
tumor getah bening dan tumor kulit), sedangkan di daerah kepala dan leher menduduki
tempat pertama (kanker nasofaring mendapat persentase hampir 60% dari tumor di
daerah kepala dan leher, diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18%, laring
16%, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah).
Aplikasi radiasi pada pengobatan penyakit kanker telah berhasil meningkatkan
angka kesembuhan penyakit tersebut. Radioterapi atau terapi radiasi adalah pengobatan
kanker dengan menggunakan radiasi pengion. Radioterapi merupakan salah satu
modalitas terapi utama dalam berbagai kasus kanker kepala dan leher (khususnya
kanker nasofaring) karena bersifat radioresponsif. Metode yang umum digunakan pada
radioterapi adalah teleterapi. Salah satu pesawat teleterapi yang digunakan di Rumah
Sakit Umum Daerah Provinsi NTB yaitu pesawat terapi Linear Accelerator (Linac).
Pada prinsipnya, radioterapi digunakan untuk mengobati sel kanker secara optimal
dengan efek minimal pada jaringan sehat disekitarnya. Oleh sebab itu, disetiap unit
radioterapi, terdapat berbagai jenis aksesoris kelengkapan utama pesawat Linac antara
lain, jumlah energi photon dan elektron, Multileaf Collimator (MLC), komputer control
antara Treatment Planning System (TPS) dengan Linac dan aksesoris tambahan yang
menunjang aplikasi.
Dalam beberapa dekade terakhir, akumulasi pengetahuan mengenai radiobiologi
dan penentuan volume target, serta modalitas radiodiagnostik yang semakin maju
memungkinkan revolusi teknik radiasi KNF dari Two Dimension Radiation Therapy
(2DRT) ke Three Dimension Recontruction Tehnique (3DCRT) lalu Intensity Modulated
Radiation Therapy (IMRT), yang diharapkan meningkatkan konformitas pada cakupan
target dan melindungi struktur normal dengan lebih baik. Teknik penyinaran Linac yang
digunakan saat ini adalah teknik 3DRCT dan teknik IMRT. Teknik IMRT dilakukan
karena mampu memberikan hasil yang maksimal dalam penanganan KNF baik secara
klinis maupun dosimetri. Pada laporan ini akan dibahas lebih lanjut mengenai
Treatment Planning System (TPS) untuk Karsinoma Nasofaring (KNF).

2. METODE PENELITIAN
Jurnal……………. Vol.x, No.x, July xxxx, pp. 1~5
ISSN: …… (diisi oleh redaktur)

Cara Kerja
Materi penelitian adalah data pasien kanker nasofaring dengan menggunakan metode
inverse planning. Data diperoleh dengan beberapa langkah yaitu, persiapan pasien dengan
mengimpor DICOM (Digital Imaging Comunication in Medicine) file CT image ke dalam PC
dengan seperangkat Hardware dan Software Eclipse Treatment Planning System Varian
Medical System dengan model kalkulasi Analytical Anisotropic Algorithm (AAA):
a. Pertama-tama pasien yang telah dilengkapi alat immobilisasi diambil data citra CT
scan pada CT simulator.
b. Data citra CT scan pasien kemudian ditransfer ke virtual simulator untuk digambar
target tumor dan organ beresiko disekitarnya oleh dokter spesialis onkologi radiasi.
c. Selanjutnya dari virtual simulator data citra CT scan pasien di transfer ke TPS untuk
dibuat perencanaan. Hasil perencanaan untuk masing-masing pasien kemudian
dibandingkan satu dengan lainnya melalui kurva DVH (Dose Volume Histogram).
d. Dari hasil perbandingan tersebut kemudian ditentukan jumlah lapangan radiasi yang
paling optimal untuk masing-masing kasus kanker.

Interpretasi Data
Berdasarkan data yang dihasilkan dari proses Treatment Planning System
diperoleh grafik hubungan antara persentase dosis yang diterima terhadap persentase
volume (DVH). Ketika persentase dosis yang diterima sama dengan persentase volume
maka hasil planning sudah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Namun ketika
persentase dosis yang diterima lebih kecil atau lebih besar dari persentase volume maka
dilakukan pengaturan ulang MLC (Multi Leaf Collimator) agar dosis yang diterima oleh
target maksimum dan dosis yang diterima oleh OAR minimum.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum dilakukan terapi radiasi secara langsung terhadap pasien diperlukan


suatu tahap perencnaan yaitu Treatment Planning System (TPS) yang merupakan
seperangkat hardware (CPU, High resolution graphics monitor, hard disc, disks/CD-
ROM, keyboard dan mouse, digitizer, laser, backup storage facility, network
connections) dan software (input routines, bentuk dari anatomi, beam geometry (virtual
simulation), kalkulasi dosis, Dosis Volume Histogram (DVH), Digital Reconstruction
Radiographic (DRR)) untuk membuat planning penyinaran dalam bentuk gambaran
pola distribusi dosis yang optimal. Pada TPS ini, ditentukan besar energi radiasi dan
metode penyinaran yang akan dilakukan. Selain itu, jika dirasa perlu, ditentukan pula
beam modifier yang akan digunakan. TPS yang berada di Instalasi Radioterapi RSUD
Provinsi NTB menggunakan system Eclipse dengan algoritma yang dapat melakukan
pemodelan komputer untuk interaksi antara foton maupun elektron dengan materi
biologi. Dalam melakukan pemodelan tersebut digunakan algoritma Anisotropic
Analytical Algorithm (AAA) yang dapat menghitung distribusi dosis. AAA dapat
menghitung dosis yang cepat dan akurat untuk berkas radiasi bahkan di daerah dengan
heterogenitas jaringan yang kompleks.
Pada pasien penderita KNF terlebih dahulu dilakukan pengkonturan citra dimana
pendefinisian volume target dan Organ At Risks (OARs) oleh dokter onkologi yang
bersangkutan. OARs pada pasien KNF cukup banyak meliputi brainstem dengan Dosis
maksimum (Dmaks) tidak boleh melebihi 54 Gy, chiasm Dmaks 50 Gy, bola mata kiri
Jurnal……………. Vol.x, No.x, July xxxx, pp. 1~5
ISSN: …… (diisi oleh redaktur)

dan kanan Dmaks 50 Gy, lensa kiri dan kanan Dmaks 25 Gy, bibir, paru-paru kiri dan
kanan, mandibula Dmaks 70 Gy, optic nerve kiri dan kanan Dmaks 50 Gy, oral cavity,
parotis kiri dan kanan, serta medulla spinalis dengan Dmaks 45 Gy. Sebelum dilakukan
pengkonturan, terlebih dulu dilakukan input data citra CT kedalam unit TPS yang
tersedia di instalasi radioterapi. Pendefinisian volume target mengikuti protokol ICRU
yaitu Gross Tumor Volume (GTV), Clinical Target Volume (CTV), Planning Target
Volume (PTV). Hampir semua OARs yang melingkupi KNF mendekati PTV, jika
digunakan teknik 3DCRT (Forward Planning) maka hal ini tidak efektif dan lebih rumit
karena fisikwan medis akan banyak menentukan arah, field, sudut gantry, sudut klimator
dan lain sebagainya oleh sebab itu pada KNF digunakan teknik IMRT (Inverse
Planning) dimana hal tersebut bisa diminimalkan karena fisikawan medis hanya akan
memasukkan dose constrain untuk setiap target serta dosis OARs kemudian computer
yang akan melakukan perhitungan.
Pada teknik IMRT ini beam akan dimodulasi. Prosedur pertama yang dilakukan
adalah menentukan user origin dan memasukkan eksternal beam planning. Pada KNF
dengan metode IMRT biasanya digunakan 7 lapangan sebagai arah penyinaran dan
energy radiasi 6 MV 400 MU. Jika bentuk kanker lebih rumit bisa ditambahkan menjadi
9 lapangan arah penyinaran. Portal yang digunakan yaitu smart portal lateral. Ada dua
cara dalam menentukan beam angle atau sudut sinar pada KNF yaitu dengan cara
manual dan otomatis, yang biasa digunakan adalah cara manual.

Gambar 1 Tujuh arah lapangan penyinaran.

Perencanaan IMRT kanker nasofaring dengan 7 lapangan, organ beresiko di sekitar


volume target seperti optic nerve kanan, optic nerve kiri, chiasm, mata kanan, mata kiri,
partotid kiri, brainstem, spinal cord,bibir, mandibula, dan oral cavity dapat terhindar
dari dosis tinggi tanpa perlu melakukan perubahan perencanaan sejak fraksi awal
penyinaran sampai selesai. Jumlah lapangan yang optimal pada perencanaan IMRT
kanker nasofaring adalah 7 lapangan mengingat waktu pengerjaan di TPS dan pesawat
penyinaran akan lebih efisien.
Jurnal……………. Vol.x, No.x, July xxxx, pp. 1~5
ISSN: …… (diisi oleh redaktur)

Gambar 2 Distribusi dosis/isodosis photon 6 MV dari penampang aksial,


sagittal, dan tranversal.

Proses selanjutya yaitu perlakuan pada menu optimize. Optimisasi adalah proses
untuk menentukan intensitas radiasi dari masing-masing segmen untuk semua arah
penyinaran radiasi yang sesuai dengan yang tujuan ditentukan di awal. Proses optimisasi
dilakukan dengan melakukan beberapa kali iterasi. Jika diperlukan, dilakukan
penambahan segmen pada setiap arah lapangan radiasi dan dilakukan optimisasi ulang
sampai tujuan dosis tercapai. Hasil akhir dari proses optimisasi ini dihasilkannya
intensitas yang tidak homogen pada masing-masing arah penyinaran sesuai dengan
distribusi dosis yang ingin dicapai pada volume target dan organ kritis di sekitarnya.
Proses optimisasi merupakan proses pencapaian distribusi dosis yang diharapkan
pada terapi dengan radiasi. Optimisasi pada forward planning dilakukan dengan
penggunaan blok, MLC, wedge, tissue compensator ataupun pembebanan pada masing-
masing lapangan radiasi. Pada teknik IMRT perencanaan dilakukan secara inverse untuk
menentukan intensitas masing-masing segmen pada setiap lapangan radiasi.
Jurnal……………. Vol.x, No.x, July xxxx, pp. 1~5
ISSN: …… (diisi oleh redaktur)

Gambar 3 Kurva Dose Volume Histogram (DVH).

Evaluasi hasil perencanaan radioterapi dilakukan terhadap kurva dose volume


histogram (DVH). Berdasarkan kurva DVH diatas menjelaskan persentase dosis relative
terhadap persentase volume. Untuk PTV 70 diperoleh dosis relative 95% yang
mengcover 95% volume. Ketika target belum mencapai nilai conformity yaitu tingkat
kesesuaian dosis preskripsi melingkupi target tumor dan homogeneity yaitu
keseragaman distribusi dosis dalam volume target maka dilakukan proses optimasi
dengan mengatur dosis maksimum yang diterima pada target tumor dan dosis
maksimum pada masing-masing OAR. ICRP menetapkan syarat dosis relative yang
mencover volume pada PTV yaitu minimum 95% dan maksimum 107%.
Nilai conformity dan homogeneity index yang mendekati nilai ideal akan
membuat bentuk kurva DVH target semakin tajam dan garis vertikal pada kurva target
semakin berkurang divergensinya. Untuk mengevaluasi dosis pada organ beresiko di
sekitar target harus ditentukan organ mana yang berpotensi terkena radiasi dan memiliki
efek resiko terhadap radiasi. Pada kanker nasofaring organ at risk (OAR) yang
dievaluasi berdasarkan kurva DVH diatas adalah optic nerve kanan, optic nerve kiri,
chiasm, mata kanan, mata kiri, partotid kiri, brainstem, spinal cord, bibir, mandibula,
dan oral cavity. Untuk optic nerve kanan menerima persentase dosis maksimum sebesar
87.8% yang mengcover volume sebesar 0.4 cm3, optic nerve kiri menerima persentase
dosis maksimum sebesar 94.8% yang mengcover volume sebesar 0.4 cm3, chiasm
menerima persentase dosis maksimum sebesar 78.8% yang mengcover volume sebesar
0.4 cm3, mata kanan menerima persentase dosis maksimum sebesar 49.9% yang
mengcover volume sebesar 7.7 cm3, mata kiri menerima persentase dosis maksimum
sebesar 40.5% yang mengcover volume sebesar 8.2 cm3, parotid kiri menerima
Jurnal……………. Vol.x, No.x, July xxxx, pp. 1~5
ISSN: …… (diisi oleh redaktur)
persentase dosis maksimum sebesar 104.4% yang mengcover volume sebesar 16.8 cm3,
brainstem menerima persentase dosis maksimum sebesar 77.5% yang mengcover
volume sebesar 25.2 cm3, spinal cord menerima persentase dosis maksimum sebesar
79.1% yang mengcover volume sebesar 30.1 cm3, bibir menerima persentase dosis
maksimum sebesar 82.5% yang mengcover volume sebesar 43.8 cm 3, mandibular
menerima persentase dosis maksimum sebesar 106.8% yang mengcover volume sebesar
74.7 cm3 dan oral cavity menerima persentase dosis maksimum sebesar 103.9% yang
mengcover volume sebesar 86.6 cm3.
Jika nilai conformity dan homogeneity index didapatkan mendekati nilai
idealnya, maka kurva target pada DVH semakin bergeser ke kanan. Sedangkan semakin
minimal organ beresiko menerima dosis, maka kurvanya pada DVH akan semakin
bergeser ke kiri. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya nilai rasio terapi yang
disebabkan semakin terpisahnya kurva efek radiasi untuk target dan organ beresiko di
sekitar target.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan Telah dilakukan proses perencanaan terapi IMRT pada kanker


nasofaring dengan algoritma AAA pada perangkat lunak TPS Eclipse dengan
kesimpulan sebagai berikut:
a. Untuk PTV 70 diperoleh dosis relative sebesar 95% yang mengcover 95% volume.
b. Dosis yang diterima oleh masing-masing OAR yaitu, optic nerve kanan menerima
persentase dosis maksimum sebesar 87.8% yang mengcover volume sebesar 0.4
cm3, optic nerve kiri menerima persentase dosis maksimum sebesar 94.8% yang
mengcover volume sebesar 0.4 cm3, chiasm menerima persentase dosis maksimum
sebesar 78.8% yang mengcover volume sebesar 0.4 cm3, mata kanan menerima
persentase dosis maksimum sebesar 49.9% yang mengcover volume sebesar 7.7
cm3, mata kiri menerima persentase dosis maksimum sebesar 40.5% yang
mengcover volume sebesar 8.2 cm3, parotid kiri menerima persentase dosis
maksimum sebesar 104.4% yang mengcover volume sebesar 16.8 cm3, brainstem
menerima persentase dosis maksimum sebesar 77.5% yang mengcover volume
sebesar 25.2 cm3, spinal cord menerima persentase dosis maksimum sebesar 79.1%
yang mengcover volume sebesar 30.1 cm3, bibir menerima persentase dosis
maksimum sebesar 82.5% yang mengcover volume sebesar 43.8 cm 3, mandibular
menerima persentase dosis maksimum sebesar 106.8% yang mengcover volume
sebesar 74.7 cm3 dan oral cavity menerima persentase dosis maksimum sebesar
103.9% yang mengcover volume sebesar 86.6 cm3.

Tahapan Review
Artikel disampaikan ke Redaksi (LPPM) secara elektronik untuk direview
sebagai attachments e-mail. Naskah dikirimkan dalam format Word.doc satu kolom,
termasuk gambar dan tabel. Jumlah halaman dalam satu naskah artikel antara 10-15
halaman.

Formulir Copyright
Formulir copyright harus disertakan pada pengiriman naskah akhir. Anda bisa
meminta versi .pdf, atau .doc via email ke lppm_usahid@hotmail.co.id
Jurnal……………. Vol.x, No.x, July xxxx, pp. 1~5
ISSN: …… (diisi oleh redaktur)

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Haris Suhartono, Wahyu Setia Budi dan Eko Hidayanto 2014. Distribusi
Dosis Photon Menggunakan Teknik 3dcrt Dan Imrt Pada Radiasi Whole Pelvic
Karsinoma Serviks. Vol. 17, No. 4, Oktober 2014, hal 121 – 128.
Barret,Ann,et al. (2009). Practical Radiotherapy Planning, UK: Hodder Arnord.
Broderick Maria, Leech Michelle, Coffey Mary. Direct aperture optimization as a
means of reducing the complexity of intensity modulated radiation therapy
plans. http://www.ro-journal.com/content/4/1/8. Radiation Oncology 2009, 4:8.
Cherry, Pam and Angela M. Duxbury, (2009). Practical Radiotherapy Physics And
Equipment, 2nd ed. UK: Willey-Blackwell.
Faiz M. Khan. The Physics of Radition Therapy. 3rd Edition, Lippincott william &
wilkins, 2003.
Iskandar, Bualkar Abdullah, Syamsir Dewang, Satrial Male. Analisis Dosis Radiasi
Kanker Nasofaring Dengan Menggunakan Wedge Pada Pesawat Linear
Accelerator (LINAC). Universitas Hasanuddin.
KY Cheung, PhD. Intensity modulated radiotherapy: advantages, limitations and future
developments, Biomedical Imaging and Intervention Journal,
http://www.biij.org/2006/1/e19/default.asp, 2006.
Podgorsak, E.B., (2005). Radiation Oncology Physics: A handbook For Teachers And
Students. Vienna: IAEA.
Suwandi, Wahyu Edy Wibowo, Supriyanto Ardjo Pawiro, 2016. Simulasi Audit
Dosimetri Treatment Planning System Foton Sinar-X 6 Mv Multicenter
Radioterapi. Prodi Pendidikan Fisika dan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas
Negeri Jakarta. Volume V, Oktober 2016.
Webb. S. The physical basis of IMRT and inverse planning. British Journal of
Radiology. British Institute of Radiology doi: 10.1259/bjr/65676879 © 2003.
Marcus Lemke, Paghmon Mehran, Armand F. Djouguela O. Application of the 2D-
Array for Quality Assurance in Conformal and Intensity Modulated Radiation
Therapy.http://www.student.unioldenburg.f.djouguela.Ouentcheu/academic/bach
elorThesis-final4.doc. 2003.

Anda mungkin juga menyukai