Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA TRAUMA

TUMPUL ABDOMEN AMBULANS 118 RSUD Dr.SOETOMO SURABAYA

Oleh :

SINTA DIANI ROCHMAH

P27820714031

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIPLOMA DIV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

SURABAYA

2017
1. DEFINISI
Trauma adalah cedera/ruda paksa atau kerugian psikologis atau
emosional (Dorland, 2002).
Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga
abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga
abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga
(lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal)
dan mengakibatkan ruptur abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat Bedah
Indonesia, 13 Juli 2000).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2001).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi
dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada
penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan
tindakan laparatomi (FKUI, 1995).
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ
abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi
gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ
(Sjamsuhidayat, 1997).
Trauma Tumpul Abdomen. Trauma abdomen didefinisikan sebagai
kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang
diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman,
2006).

2. ETIOLOGI
Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian. Menurut sjamsuhidayat, penyebab trauma abdomen adalah,
sebagai berikut :
1. Penyebab trauma non-penetrasi
a) Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b) Hancur (tertabrak mobil)
c) Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d) Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga

3. PATOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara
faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat
trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang
ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya
perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi
jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh
juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari
jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada
keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk
menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan
benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang
terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati
ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam
beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal
tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa
mekanisme :
a. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh
gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang
letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ
padat maupun organ berongga.
b. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior
dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
c. Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat
menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi
pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-
tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya
gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami
perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat
tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan,
nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah
terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami
takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya
tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil
hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa
masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Mansjoer, 2001).

4. TANDA DAN GEJALA

Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut


Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi
abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu
tubuh, nyeri spontan.
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:
1. Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen
2. Terjadi perdarahan intra abdominal.
3. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi
usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan
gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena).
4. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah
trauma.
5. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada
dinding abdomen.
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat
timbul di bagian yang luka atau tersebar.
2. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang
disebabkan oleh iritasi.
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada
saat pasien dalam posisi rekumben.
4. Mual dan muntah
5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock
hemoragi.

5. KOMPLIKASI

a. Segera : syokhemoregik, dan cedera.


b. Lambat : infeksi
c. Trombosis Vena (penggumpalan darah yang terjadi didalam pembuluh
darah vena dalam yang dapat terjadi di paha, betis, lengan hingga paru-
paru yang akhirnya dapat menimbulkan emboli paru)
d. Emboli Pulmona (suatu kondisi dimana satu atau lebih arteri di paru-paru
menjadi terhalang oleh gumpalan darah)
e. Pneumonia (infeksi yang menimbulkan peradangan pada kantung udara di
salah satu atau kedua paru )
f. Atelektasis (bocornya paru, baik parsial atau seluruhnya)

6. WOC

7. DIAGNOSE KEPERAWATAN
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru tidak
maksimal
b. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan Perdarahan
abdomen
c. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka
penetrasi abdomen.
d. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
e. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah
f. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik

8. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
PRIMARY SURVEY

A. AIRWAY
Menilai jalan nafas : Dengan kontrol tulang belakang (inline
immobillization). Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt
chin lift’ dan jaw thrust, menengadahkan kepala dan mengangkat dagu,
periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan
napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya. bersihkan
jalan nafas dari debris dan muntahan, dengarkan adakah suara nafas
tambahan. lepaskan gigi palsu bila ada.

B. BREATHING
Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak.
Berikan Oksigenasi dengan konsentrasi tinggi. Amati pergerakan dinding
dada, kemudian sesuaikan pemberian oksigenasi sesuai dengan kebutuhan
klien. Pasang pulse oksimeter untuk memantau saturasi O2 minimum
95%.

C. CIRCULATION
Menilai sirkulasi : Perhatikan adanya cedera intra abdomen/dada. Ukur dan
catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah. pasang EKG jika
diperlukan. Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban
tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan.
Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera.
Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali
kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
D. DISABILITY
Menilai kesadaran, Observasi GCS, Amati pupil pasien, amati reflex
cahaya , bandingkan antara kanan dan kiri, apakah ada kontralateral
ataukah ipsilateral.
E. EXPOSSURE
Penderita harus di buka keseluruhan pakaiannya dengan cara menggunting
untuk memeriksa dan evaluasi penderita. Paparan lengkap dan visualisasi
head to toe pasien adalah wajib pada pasien dengan trauma abdomen non
penetrasi. Setelah pakaian di buka penting penderita di selimuti agar
penderita tidak kedinginan.
Secondary Survey
1. Anamnesis
Informasi yang diperlukan adalah:
– Identitas pasien: Nama, Umur, Sex, Suku, Agama, Pekerjaan, Alamat
–Keluhan utama
–Mekanisma trauma
–Waktu dan perjalanan trauma
–Pernah pingsan atau sadar setelah trauma
–Amnesia retrograde atau antegrade
–Keluhan : Nyeri perut seberapa berat, penurunan kesadaran
–Riwayat mabuk, alkohol, narkotika, pasca operasi kepala
–Penyakit penyerta : epilepsi, jantung, asma, riwayat operasi kepala, hipertensi
dan diabetes melitus, serta gangguan faal pembekuan darah

2 . Pemeriksaan fisik Umum


Pemeriksaan abdomen harus dikerjakan secara seksama, sistematik dengan urutan
yang standar inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi,kemudian di ikuti oleh
pemeriksaan stabilitas pelvis, ureter, perineum, dan rectum, vaginal dan gluteal.
serta pemeriksaan khusus untuk menentukan kelainan patologis:
Pemeriksaan fisik yang berkaitan erat dengan trauma tumpul abdomen :
• Pada inspeksi, perlu diperhatikan :
1. Baju pasien harus seluruhnya di buka, pada abdomen anterior dan
posterior juga pada dada bawah dan perineum, dilihat apakah ada abrasi,
kontusio dari sabuk pengaman, laserasi, luka penetras, benda asing yang
tertancap, eviserasi omentum atau usus halus, dan kehamilan. Pasien
harus secara hati hati dilakukan logroll untuk mempermudah
pemeriksaan lengkap. Setelah selesai pemeriksaaan, pasien harus segera
di selimuti dengan selimut hangat untuk mencegah hipotermi.
2. Adanya perdarahan di bawah kulit, dapat memberikan petunjuk perkiraan
organ-organ apa saja yang dapat mengalami trauma di bawahnya
Ekimosis pada flank (Grey Turner Sign) atau umbilicus (Cullen Sign)
merupakan indikasi perdarahan retroperitoneal, tetapi hal ini biasanya
lambat dalam beberapa jam sampai hari.
3. Adanya distensi pada dinding perut merupakan tanda penting karena
kemungkinan adanya pneumoperitonium, dilatasi gastric, atau ileus
akibat iritasi peritoneal. Pergerakan pernafasan perut, bila terjadi
pergerakan pernafasan perut yang tertinggal maka kemungkinan adanya
peritonitis.
• Pada auskultasi, perlu diperhatikan :
1. Ditentukan apakah bising usus ada atau tidak, pada robekan
(perforasi) usus bising usus selalu menurun, bahkan kebanyakan
menghilang sama sekali, gerakan udara dan cairan di dalam saluran
cerna(boborigmi/ bunyi yang di timbulkan akibat udara di dalam
usus).
2. Adanya bunyi usus pada auskultasi toraks kemungkinan
menunjukkan adanya trauma diafragma.

• Pada palpasi, perlu diperhatikan :


1. Adanya defence muscular menunjukkan adanya kekakuan pada otot
otot dinding perut abdomen akibat peritonitis.
2. Ada tidaknya nyeri tekan, lokasi dari nyeri tekan ini dapat
menunjukkan organ-organ yang mengalami trauma atau adanya
peritonitis.
• Pada perkusi, perlu diperhatikan :
1. Perkusi menyebabkan peritoneum bergerak dan dapat merangsang
iritasi peritoneal, ketika terdapat iritasi peritoneal, tidak perlu lagi di
cari adanya nyeri lepas, karena pemeriksaan tersebut hanyalah akan
menyebabkan pasien lebih menderita karena nyeri.adanya kekakuan
otot (voluntary guarding) dapat menyebabkan pemeriksaan abdomen
tidak dapat diandalkan. Sebaliknya involuntary guarding muscle
guarding merupakan tanda yang andal untuk iritasi peritoneum.
2. Adanya “Shifting dullness” menunjukkan adanya cairan bebas dalam
rongga perut, berarti kemungkinan besar terdapat perdarahan dalam
rongga perut, dengan cara berbaring dan membuka baju, perkusi di
umbilicus ke sisi lateral, perubahan timpani menjadi redup, tandai
tempat terjadinya perubahan suara, mintak pasien miring 30 o kearah
kontralateral dari arah perkusi, tunggu 30-60 menit.
3. Pemeriksaan rektal toucher dilakukan untuk mencari adanya penetrasi
tulang akibat fraktur pelvis, dan tinja harus dievaluasi untuk gross atau
occult blood. Evaluasi tonus rektal penting untuk menentukan status
neurology pasien dan palpasi high-riding prostate mengarah pada
trauma salurah kemih.
Dilanjutkan dengan penanganan :
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan
terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan
leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan
adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum
amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas
atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan
kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas
retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran
usus.
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri.
Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran
urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma
pada ginjal.
6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga
perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik.
Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
a. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :
a) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
b) Trauma pada bagian bawah dari dada
c) Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
d) Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol,
cedera otak)
e) Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang
belakang)
f) Patah tulang pelvis
b. Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
a) Hamil
b) Pernah operasi abdominal
c) Operator tidak berpengalaman
d) Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan

7. Ultrasonografi dan CT Scan


Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan
disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
8. Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan
adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000
eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah
dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan
indikasi untuk laparotomi.
9. Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber
penyebabnya.
10. FAST(Focused asesment sonography in trauma

Salah satu dari dua pemeriksaan paling cepat untuk mengidentifikasi


perdarahan atau potensi cedera organ ber rongga.

9. KESIMPULAN

Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga


abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga
abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga
(lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal)
dan mengakibatkan ruptur abdomen. Tanda dan gejala meliputi: nyeri tekan
diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan
muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan. Komp[likasi yang
akan terjadi Segera : hemoragi, syok, dan cedera, Lambat : infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC


Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI :
Jakarta
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta :
EGC
http://www.primarytraumacare.org/ptcmam/training/ppd/ptc_indo.pdf/
10,17,2009,13.10am
Doenges. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC

Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.FKUI : Media


Aesculapius
WOC

KECELAKAAN LALU LINTAS CEDERA OLAH RAGA TRAUMA / CIDERA JATUH DARI
KETINGGIAN

Trauma tumpul abdomen

Perforasi lapisan abdomen

Kompresi organ abdomen

Kerusakan jaringan vaskuler kerusakan organ abdomen

Perdarahan internal abdomen organ intra peritonial organ retroperitoneal

Diafragma menekan paru hati limpa

Ekspansi paru tidak maksimal nyeri abdomen nyeri abdomen


Kuadran kanan atas kiri atas atau bawah

Pola nafas Laserasi hati


tidak efektif
Anemia perdarahan abdomen

HB menurun tubuh kekurangan hipovolemia


oksigen dan darah
Gangguan metabolism anairob devisit volume
perfusi cairan
jaringan menghasilkan energy
tinggat rendah
bersifat asam
TD menurun
Nadi meningkat

nyeri
Iskemia gastro

Ulserasi akibat stress lambung mudah nyeri


saat beraktifitas
Ketidak
seimbangan nutrisi
Intoleransi aktivitas

Anda mungkin juga menyukai