BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Sejarah Tuberkulosis
Robert Koch, sedangkan vaksin BCG ditemukan pada tahun 1921. Kemudian
pada tahun 1944 ditemukan streptomisin sebagai obat pertama anti TBC ,
kemudian disusul INH pada tahun 1949. Penyakit TBC muncul kembali ke
pada tahun 1990. Selain itu, peningkatan kasus TBC sebagai reemerging disease
disluruh dunia terdapat 8 juta kasus terinfeksi dan 3 juta kasus meninggal. TBC
2. Definisi Tuberkulosis
TB paru adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang seara
Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang
infeksi yang
2
(Brunner & Suddart, 2013 :525).Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang
biasanya masuk kedalam tubuh manusia melaui udara yang dihirup kedalam
paru, kemudian kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lain
3. Etiologi Tuberkulosis
kuman ini berbentuk batang, dengan ukuran panjang 1-4µm dan tebal 0,3-
0,6µm. Sebagian besar kuman berupa lemak/lipid, sehingga kuman tahan terhadap
asam dan lebih tahan terhadap kimia atau fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah
aerob yang menyukai daerah dengan banyak oksigen, dan daerah yang
memiliki kandungan oksigen tinggi yaitu apikal/apeks paru. Daerah ini menjadi
1. Usia
tubuh bayi. Pada masa puber dan remaja terjadi masa pertumbuhan cepat
2. Jenis kelamin
Angka kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan
3. Herediter
4. Keadaan stres
Selain itu, klien dapat mersa letih, lemah, berkeringat pada malam hari
dan mengalami penurunan berat badan yang berarti. Secara rinci tanda dan gejala
TB paru ini dapat dibagi atas 2 (dua) golongan yaitu gejala sistemik dan gejala
respiratorik.
1. Gejala sistemik
a. Demam
timbul pada sore dan malam hari disertai dengan keringat mirip demam
4
influeza yang segera mereda. Tergantung dari daya tahan tubuh dan virulensi
kuman, serangan demam yang berikut dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9
bulan. Demam sepeti influenza ini hilang timbul dan semakin lama makin
b. Malaise
rasa tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin
kurus, sakit kepala, mudah lelah dan pada wanita kadang-kadang dapat
2. Gejala respiratorik
a. Batuk
b. Batuk darah
pembuluh darah yang pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat
pecahnya aneurisma pada dinding kavitas, juga dapat terjadi katena ulserasi
pada mukosa bronkhus. Batuk darah inilah yang paling sering membawa
c. Sesak nafas
paru yang cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah
ditemukan.
d. Nyeri dada
5. Patofisiologi Tuberkulosis
pada daerah tersebut bakteri bertumpuk dan berkembang biak. Penyebaran basil
ini bisa juga melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal,
terpapar.
Masa jaringan baru disebut granuloma, yang berisi gumpalan basil yang
hidup
dan yang sudah mati, dikelilingi oleh magrofag yang membentuk dinding.
Granuloma berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari
massa tersebut disebutGhon Tubercle.Materi yang terdiri atas magrofag dan bakteri
6
respons sistem imun yang tidak adekuat. Penyakit aktif dapat juga timbul akibat
infeksi ulang atau aktifnya kembali bakteri yang tidak aktif. Pada kasus ini,
terjadi ulserasi pada ghon tubercle, dan akhirnya meanjadi perkijuan. Tuberkel
dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau
6. Patogenesis Tuberkulosis
1. Tuberkulosis primer
mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB terhirup dari
magrofag yang berada di alveoli. Jika pada proses ini, bakteri ditangkap oleh
7
proses ini, dihasilkan bahan kemotaksik yang menarik monosit (magrofag) dari
terjadi sekitar 2-4 minggu dan akan terlihat pada tes tubetkulin.
magrofag.
di hilus (kolpleks primer ranks) dan disebut juga TB primer. Fokus primer paru
biasanya bersifat unilateral dengan subpleura terletak diatas atau dibawah fisura
interlobaris, atau dibagian basal dari lobus inferior. Bakteri menyebar lebih lanjut
melalui saluran limfe atau aliran darah dan akan tersangkut pada bagian organ.
2. Tuberkulosis sekunder
organ lainnya jarang terkena, lesi lebih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi
bahan kaseosa. Secara umum, dapat dikatakan bahwa terbentuknya kavitas dan
menifestasi lainnya dari TB sekunder adalah akibat dari reaksi nekrotik yang
eksogen, terutama pada usia tua dengan riwayat semasa muda pernah terinfeksi
bakteri TB. Biasanya, hal ini terjadi pada daerah apikal atau segmen posterior
lobus superior (fokus simon), 10-20 mm dari pleura, dan segmen apikal lobus
inferior. Hal ini mungkin disebabkan oleh kadar oksigen yang tinggi didaerah
Kavitas yang terjadi diliputi oleh jaringan fibrotik yang tebal dan berisi
pembuluh darah pulmonal. Kavitas yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotik
9
yang tebal. Masalah lainnya pada kavitas yang kronis adalah kolonisasi jamur
7. Penularan Tuberkulosis
penderita TB.
langsung dengan mikroskop pada sediaan dahaknya (BTA positif) dan sangat
dengan mikroskop pada sediaan dahaknya (BTA negatif) dan sangat kurang
droplet yang sangat kecil dan pada waktu bersin atau batuk. Droplet yang sangat
kecil ini mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman
Droplet yang mengandung kuman ini dapat terhisap orang lain. Jika
kuman tersebut sudah menetap dalam paru orang yang menghirupnya, kuman ini
membelah diri (berkembang biak) dan terjadi infeksi. Orang yang serumah
klasifikasi dan tipe penderita. Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita
yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan dimulai. Ada empat hal yang
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Pasien dengan TB paru dan TB
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan
c. Kasus kambuh(relaps)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
pengobatannya.
g. Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti yang
3. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi pasien dengan
HIV negatif.
13
9. Diagnosis
1. Diagnosis TB paru
c. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat
indikasinya.
2. Prinsip pengobatan
pengobatan TB. Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya paling efisien
untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan yang adekuat
c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO sampai selesai
pengobatan.
d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap
3. Tahapan Pengobatan Tb
lanjutan. Pada tahap intensif (awal) menderita mendapat obat setiap hari dan
dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting
a. Sembuh
apusan dahak ulang (Follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu
b. Pengobatan lengkap
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak ada
hasil pemeriksaan apusan dahak ulang pada AP dan pada satu pemeriksaan
c. Meninggal
Pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan (register) lain dan hasil
e. Putus berobat(Defaulted)
Pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
f. Gagal
Pasien yang pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif
atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan
Jumlah yang sembuh dan pengobatan lengkap. Digunakan pada pasien dengan
Obat ini bekerja berdifusi kedalam semua jaringan dan cairan tubuh, dan
efek yang amat merugikan sangat rendah. Obat ini diberikan melalui oral atau
intramuskular. Dosis obat harian biasa 10mg/kg, dengan kadar puncak obat dalam
Isoniazid memiliki dua pengaruh toksik utama yaitu neuritis perifer dan hepatotoksik.
Tanda klinis fisik pada neuritis perifer yang paling sering adalah mati rasa dan rasa
gatal pada tangan dan kaki. Tanda klinis pada hepatotoksik jarang terjadi, namun
lebih mungkin terjadi pada anak dengan tuberkulosis berat dan anak
remaja(Astuti,2010: 132).
2. Rifampisin (R)
modern. Rifampisin diserap dengan baik disaluran pencernaan selama puasa. Obat ini
bekerja dengan berdifusi luas kedalam jaringan dan cairan tubuh termasuk cairan
rifampisin diberikan melalui oral dan intravena. Rifampisin tersedia dalam takaran
150mg dan 300mg sesuai berat badan anak. Suspensi dapat digunakan sebagai pelarut
tetapi tidak boleh diminum bersamaan dengan makanan karena malabsorpsi. Kadar
puncak serum dicapai dalam waktu 2 jam. Efek samping rifampisin adalah terjadinya
perubahan warna oranye pada urin dan air mata, gangguan saluran pencernaan, dan
3. Etambutol (E)
obat lain. Kemungkinan toksisitas utama obat ini adalah neuritis optik. Etambutol
17
tidak dianjurkan untuk penggunaan umum pada anak yang muda karena pemeriksaan
penglihatannya tidak mendapatkan hasil yang tepat tetapi harus dipikirkan pada anak
dengan tuberkulosis terjadi resistensi obat, bila obat lain tidak dapat digunakan
4. Pirazinamid (Z)
rasa mual hebat yang disertai nyeri ulu hati dan muntah (Danusantoso, 2012: 139).
5. Streptomisin
untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Efek
samping yang harus di waspadai dari penggunaan streptomisin antara lain: rasa
kesemutan disekitar mulut dan muka beberapa saat setelah obat disuntikan. Juga
dapat timbul urtikaria dan skin-rash, tetapi yang akan memaksa penghentian
139).
Tahap intensif terdiri dari HRZE . Obat-obat tersebut diberikan setiap hari
selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri
dari HR diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan
400mg/275mg) RH (150mg/150mg)
Keterangan : H = Isoniasid
R = Rifampisin
Z = Pirasinamid
E = Etambutol
S = Streptomisin
2. Kategori 2: 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang). Obat ini berikan untuk: (Kemenkes RI, 2014: 25)
1000mg Etambutol
streptomisin inj
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif
kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari)(Kemenkes RI, 2011: 25).
(150/75/400/275)
71 kg 5 tablet 4 KDT
menggunakan obat (Manurunget al, 2008:122). Salah satu dari komponen DOTS
juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang
3. Peran PMO
pengobatan.
telahditentukan.
Pelayanan Kesehatan.
21
pencegahannya
C. Perilaku Kepatuhan
1. Definisi Kepatuhan
berfikir individu yang tercermin dalam sikapnya. Kepatuhan sangat dipengaruhi oleh
pengetahuan, sikap, pengalaman masa lalu dan masa kini individu, sehingga individu
itu juga, tingkat kepatuhan dapat dipengaruhi sosial budaya nilai-nilai dan keyakinan
yang dianut kepercayaan dan dukungan orang lain. Kepatuhan dapat diperoleh
melalui suatu proses pengajaran atau pendidikan yang dilakukan secara terus menerus
1. Pengetahuan(Knowledge)
melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
23
behavior)(Notoatmodjo, 2011:147).
a. Tahu (Know)
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
b. Memahami (Comprehension)
secara benar.Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
c. Aplikasi (Opplication)
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya, dapat menggunakan
d. Analisis (Analysis)
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan
sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
f. Evaluasi (Evaluation)
kriteria yang telah ada.Misalnya, dapat membandingkan anak dengan gizi baik
2. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek.Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian
menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak,
25
dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan “predisposisi” tindakan atau perilaku.
Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka (tingkah
laku yang terbuka). Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi
objek(Notoatmodjo, 2011:150).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude).Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan, dan
sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa si ibu untuk berfikir dan berusaha
supaya anaknya tidak terkena Tb. Dalam berfikir ini komponen emosi dan keyakinan
ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat akan memeriksakan anaknya untuk
mencegah supaya anaknya tidak terkena TB. Sehingga si ibu ini mempunyai sikap
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbaga tingkatan,
1. Menerima (receiving)
yang diberikan (objek).Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan
2. Merespon (responding)
yang diberkan adalah suatu indikasi dari sikap.Karena dengan suatu usaha untuk
menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain
terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu
yang mengajak ibu lain (tetangganya, saudaranya, dan sebagainya) untuk pergi
bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
Bertanggung jawab atas sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko
merupakan sikap yang paling tinggi.Misalnya seorang ibu mau menjadi konseptor
KB, meskipun mendapat tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.
apabila rumah ibu luas, apakah boleh dipakai untuk kegiatan Posyandu? (sangat
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.
Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain,
27
misalnya suami atau istri, orang tua atau mertua sangat penting untuk mendukung
1. Persepsi (perception)
Menganal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil merupakan praktis tingkat pertama. Misalnya, seorang ibu dapat memilih
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan
contoh adalah indikator praktis tingkat dua. Misalnya seorang ibu dapat memasak
sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotong, lamanya memasak,
3. Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau
sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktis tingkat tiga.
Misalnya, seorang ibu yang sudah biasa mengimunisasikan bayi pada umur tertentu,
tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain (Notoatmodjo, 2011 : 154).
4. Adaptasi (adaptation)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan
tindakan tersebut. Misalnya, ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi
154).
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau
bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni
intervensi atau upaya yang ditunjukan kepada faktor perilaku ini sangat strategis.
Intervensi terhadap faktor perilaku secara garis besar dapat dilakukan melalui dua
1. Paksaan (Coertion)
dengan cara-cara tekanan, paksaan atau koersi (coertion). Upaya ini baik secara tidak
dampak yang lebih cepat terhadap perubahan perilaku baru ini tidak langgeng
(sustaineble), karena perubahan perilakuyang dihasilkan dengan cara ini tidak didasari
oleh pengertian dan kesadaran yang tinggi terhadap bertujuan perilaku tersebut
dilaksanakan.
2. Pendidikan (Education)
kesadaran, dan sebagainya, melalui kegiatan yang disebut pendidikan atau promosi
kesehatan. Memang dampak yang timbul dari cara ini terhadap perubahan perilaku
masyarakat, akan memakan waktu lama dibandingkan dengan cara koersi. Namun
demikian, bila perilaku tersebut berhasil diadopsi masyarakat, maka akan langgeng,
kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku,
agar perilaku tersebut lebih kondusif untuk kesehatan. Dengan perkataan lain,
Agar intervensi atau upaya tersebut efektif, maka sebelum dilakukan intervensi perlu
dilakuakn diagnosis atau analisis terhadap masalah perilaku tersebut. Konsep umum
yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah konsep dari Lawrence Green
(1980). Menurut green perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu:
kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial
pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat periksa kehamilan baik bagi
tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu
untuk periksa kehamilan. Misalnya, orang hamil tidak boleh disuntik (periksa
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan
polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktik swasta dan sebagainya. Untuk
perilaku pemeriksaan kemahilan. Ibu hamil yang mau periksa kehamilan tidak hanya
mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksa kehamilan, misalnya
puskesmas, polindes, bidan praktik, ataupun rumah sakit. Fasilitas ini pada hakikatnya
ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin. Kemampuan ekonomi pun
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma),
tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan.
dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku tokoh (acuan) dari para tokoh
masyarakat, tokoh agama, dan para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan.
perilaku ini disebut model “Precede” atau predisposing, reinforcing and enabling cause in
Keturunan
Perilaku
Promosi Kesehatan
intervensi terhadap faktor perilaku (konsep Green), maka kedua konsep tersebut
33
dapat diilustrasikan seperti pada bagan Hubungan Status Kesehatan Perilaku, dan
BAB III
PEMBAHASAN
Hasil penelitian Mintu, dkk (2010) menyatakan bahwa factor yang mempermudah
penularan TB Paru adalah perilaku membuang ludah di sembarang tempat, kebiasaan tidak
menutup mulut saat batuk, kebiasaan tidak menutup mulut saat orang lain batuk, dan
kebiasaan menggunakan kayu bakar di dalam rumah. Hasil penelitian Masdalena (2012) di
Kota Medan tentang hygiene dan sanitasi lingkungan di rumah tahanan Medan terhadap
membuang ludah, batuk dan merokok), variabel sanitasi lingkungan (kapasitas hunian,
ketersediaan air bersih, lingkungan rutan dan kebersihan alat makan/ minum) berpengaruh
signifikan terhadap kejadian penyakit tuberculosis paru. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Runggu (2003) di Kota Samarinda menunjukkan bahwa pendidikan, kontak serumah,
lama kontak, kepadatan penghuni dan ventilasi rumah merupakan faktor risiko terhadap
kejadian TB Paru.