Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap Negara yang sudah berdaulat dan merdeka tentu mempunyai cita cita
dan tujuan yang dirancang dan harus diwujudkan. Begitu juga dengan Negara
Indonesia mempunyai cita – cita dan tujuan yang tercantum dalam pembukaan
UUD 1945 alenia ke-4. Yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
Dalam mewujudkan cita cita dan tujuan bangsa Indonesia sesuai dengan
pembukaan UUD 1945. Pemerintah sebagai pelaksana dalam mencapai cita cita
tersebut memerlukan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk membantu mewujudkan
cita cita tersebut. Menurut UU Nomor 5 Tahun 2014, seorang ASN diharuskan
memiliki kompetensi. Selain kompetensi ASN juga harus memiliki integritas,
professional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktek korupsi,
kolusi dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi
masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan
kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila Dan Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
ASN memiliki peranan yang menentukan dalam mengelola dan
mengarahkan pembangunan. Sejumlah keputusan-keputusan strategis mulai dari
memformulasi kebijakan sampai pada penetapannya dalam berbagai sektor
pembangunan ditetapkan oleh ASN. Untuk memainkan peranan tersebut,
diperlukan sosok ASN yang profesional, yaitu ASN yang mampu memenuhi
standar kompetensi jabatannya sehingga mampu melaksanakan tugas jabatannya
secara efektif dan efisien. Tugas dan peranan ASN yang begitu penting tersebut
menjadi alasan utama untuk meningkatkan kinerja ASN lebih optimal dan
berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Untuk membentuk sosok ASN
tersebut, berdasarkan UU No 12 Tahun 2018 dari awal diperlukan pelaksanaan
pembinaan melalui jalur Pendidikan dan Pelatihan (Latsar).
Salah satu bentuk penugasan dalam Pelatihan Dasar ini adalah menyusun
dokumen atau laporan aktualisasi nilai-nilai dasar profesi ASN yang terdapat pada
beberapa kegiatan yang dilaksanakan di tempat kerja masing-masing (dalam hal
ini tempat kerja penulis di Pengadilan Negeri Bangko). Pelaksanaan kegiatan ini
bertujuan untuk mengaktualisasikan nilai-nilai dasar profesi ASN, yaitu
akuntabilitas, nasionalisme, etika publik, komitmen mutu dan anti korupsi. Kelima
nilai dasar profesi ASN tersebut sebelumnya dipelajari dan dipahami oleh para
peserta Pelatihan Dasar melalui proses pembelajaran di Pusat Pendidikan dan
Pelatihan.
Pada Bulan Maret sekitar 1,3 abad yang lalu tepatnya tanggal 2 Maret 1882
merupakan hari saat Robert Koch mengumukan bahwa dia telah menemukan
bakteri penyebab tuberculosis (TBC) yang kemudian membuka jalan menuju
diagnosis dan penyembuhan penyakit ini. Meskipun jumlah kematian akibat
tuberkulosis menurun 22% antara tahun 2000 dan 2015, namun tuberkulosis
masih menepati peringkat ke-10 penyebab kematian tertinggi di dunia pada tahun
2016 berdasarkan laporan WHO (www.who.int/gho/mortality_burden_disease/
cause_death/top10/en/).
Oleh sebab itu hingga saat ini TBC masih menjadi prioritas utama di dunia
dan menjadi salah satu tujuan dalam SDGs (Sustainability Development Goals).
Angka prevalensi TBC Indonesia pada tahun 2014 sebesar 297 per 100.000
penduduk. Eliminasi TBC juga menjadi salah satu dari 3 fokus utama pemerintah
di bidang kesehatan selain penurunan stunting dan peningkatan cakupan dan
mutu imunisasi. Visi yang dibangun terkait penyakit ini yaitu dunia bebas dari
tuberkulosis, nol kematian, penyakit, dan penderitaan yang disebabkan oleh TBC.
Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC (CI 8,8
juta – 12, juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Lima
negara dengan insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina, dan
Pakistan seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.
Sebagian besar estimasi insiden TBC pada tahun 2016 terjadi di Kawasan
Asia Tenggara (45%)—dimana Indonesia merupakan salah satu di dalamnya—
dan 25% nya terjadi di kawasan Afrika.
Badan kesehatan dunia mendefinisikan negara dengan beban tinggi/high
burden countries (HBC) untuk TBC berdasarkan 3 indikator yaitu TBC, TBC/HIV,
dan MDR-TBC. Terdapat 48 negara yang masuk dalam daftar tersebut. Satu
negara dapat masuk dalam salah satu daftar tersebut, atau keduanya, bahkan
bisa masuk dalam ketiganya. Indonesia bersama 13 negara lain, masuk dalam
daftar HBC untuk ke 3 indikator tersebut. Artinya Indonesia memiliki permasalahan
besar dalam menghadapi penyakit TBC.
Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun
2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC
tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada perempuan.
Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3
kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Begitu juga yang terjadi di negara-
negara lain. Hal ini terjadi kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar pada fakto
risiko TBC misalnya merokok dan kurangnya ketidakpatuhan minum obat. Survei
ini menemukan bahwa dari seluruh partisipan laki-laki yang merokok sebanyak
68,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan yang merokok.
Untuk mengatasi masalah TB, pemerintah menerapkan strategi
penanggulangan TB sebagaimana yang terdapat dalam strategi nasional TB tahun
2010-2014, program yang akan dikembangkan memperkuat penerapan lima
komponen dalam strategi DOTS yaitu komitmen politik yang kuat baik kebijakan
maupun dukungan dana, menegakkan diagnosa dengan pemeriksaan dahak di
laboratorium secara mikroskopik sesuai standar, ketersediaan obat yang
mencukupi baik kualitas maupun kuantitas, pengawasan menelan obat secara
langsung serta pencatatan dan pelaporan yang baik (PPTI, 2010). Saat ini strategi
DOTS sudah banyak diterapkan di fasilitas kesehatan seperti puskesmas, rumah
sakit dan sebagainya. Sasaran program penanggulangan TB adalah tercapainya
penemuan pasien baru TB BTA positif paling sedikit 70% dari perkiraan dan
menyembuhkan 85% dari semua pasien tersebut serta mempertahankannya.
(STRANAS, 2010-2014).
Pengawas Minum Obat (PMO) adalah orang yang mengawasi secara
langsung terhadap penderita tuberkulosis paru pada saat menelan obat setiap
harinya dengan menggunakan panduan obat jangka pendek (Kemenkes, 2015).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 565 Tahun 2011 tentang
panduan pengendalian TB, Pengawasan Menelan Obat (PMO) merupakan
kegiatan yang dilakukan untuk menjamin kepatuhan penderita untuk menelan obat
sesuai dengan dosis dan jadwal seperti yang telah ditetapkan. Pengawas menelan
obat adalah seorang yang ditunjuk untuk mendampingi pasien TB dengan alasan
untuk menjamin pasien tetap semangat menelan obat sampai sembuh. PMO bisa
dari pihak keluarga pasien, kader-kader puskesmas dan tenaga kesehatan.
(Permenkes No. 565 tahun 2011 tentang strategi nasional pengendalian TB).
Pengawas Menelan Obat (PMO) Salah satu komponen Directly Observe
Treatment Shortcourse (DOTS) adalah pengobatan paduan Anti Obat Anti
Tuberkulosa (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk
menjamin keteraturan pengobatan diperkukan seorang PMO. Sebaiknya PMO
adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian,
Juru Immunisasi, dan lain lain.. Bila tidak ada petugas kesehatan yang
memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota
Persatuan Pemberantas Tuberkulosa Indonesia (PPTI), PKK, atau tokoh
masyarakat lainnya atau anggota keluarganya. Tugas seorang PMO: Mengawasi
pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
Memberikan dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur. Mengingatkan
pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan. Memberi
penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala
mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.
Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien
mengambil obat dari unit pelayanan. Adapun informasi penting yang perlu
dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan keluarganya: Bahwa TB
disebabkan kuman, bukan penyakit turunan atau kutukan. TB dapat disembuhkan
dengan berobat teratur. Cara penularan TB, gejala gejala yang mencurigakan dan
cara pencegahannya, dan cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan
lanjutan). Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat teratur. Kemungkinan
terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke Unit
Pelayanan Kesehatan (UPK)
Untuk meminimalisir angka kejadian TB agar tidak mengalami peningkatan
kembali, fokus utama pengawas minum obat (PMO) adalah penyembuhan pasien.
Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian menurunkan
insiden TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan
cara terbaik dalam upaya pemberantasan penyakit TB. (Rum Baderu, 2012).
Jumlah kasus TB Paru di Puskesmas Tanjung di tahun 2019 pada triwulan
pertama 6 kasus, kedua 4 kasus, dan ketiga berjumlah 6 kasus. Dan berdasarkan
data hingga saat ini ada 11 orang yang masih minum obat.
Di Puskesmas Tanjung Agung sendiri pemantauan makan belum dilakukan
secara optimal dimana pasien meminum obat sendiri tanpa didampingi pengawas
minum obat dan pengawas minum obat terbatas pada pemegang program TB. Hal
ini sangat beresiko akan terjadinya putus obat. Dan pemantauan dilakukan
dengan hanya melihat kedatangan pasien ke puskesmas untuk mengambil obat.
Melalui permasalahan yang dijelaskan diatas, penulis tertarik untuk membuat
suatu perubahan dengan upaya maksimal agar keluarga dapat berperan aktif
sebagai pengawas minum obat dan memberikan dukungan aktif agar pasien
dapat menyelesaikan pengobatannya hingga tuntas.
Karena hal inilah penulis merasa perlu mengangkat isu tersebut untuk
diatasi melalui sejumlah kegiatan yang kemudian akan dikaitkan dengan nilai-
nilai dasar ASN yang meliputi akuntailitas, nasionalisme, etika publik,
komitmen mutu dan anti korupsi. Diharapakan dengan diterapkannya nilai-
nilai ANEKA ini ASN dapat membuat sebuah inovasi yang dapat mendukung
tugas dan fungsi organisasi dalam mencapai tujuan dengan mengedepankan
profesionalisme dan integritas.

B. Tujuan dan Manfaat


1. Tujuan
a. Dengan adanya aktualisasi ini diharapkan ASN dapat terbentuk
menjadi pelayan masyarakat yang mempunyai profesionalisme,
dengan selalu mengedepankan nilai dasar akuntabilitas dalam tugas
yang diembannya, mempunyai semangat nasionalisme dalam
melaksanakan tugasnya, menjunjung tinggi etika yang baik dalam
melayani masyarakat, memiliki komitmen mutu dalam tugas dan
fungsinya, dan anti korupsi dalam melaksanakan kegiatan tugasnya.
b. Mengoptimalkan Pemantauan Makan Obat Pasien TB Paru di Wilayah
Kerja UPT Puskemas Tanjung Agung Kabupaten Bungo.
c. Sebagai bahan dasar pertimbangan tindak lanjut ke depan untuk
pemantauan makan obat bagi pasien TB Paru yang lebih baik.
2. Manfaat
a. Bagi penulis
 Bagi penulis sebagai salah satu syarat kelulusan pelatihan dasar
CPNS golongan II
 Menambah pengalaman, pengetahuan dan wawasan dalam
menyusun proses aktualisasi serta dampak dari proses aktualisasi
tersebut di satuan kerjanya.
 Dapat memahami nilai-nilai dasar ASN sebagai penunjang dalam
proses kegiatan aktualisasi dan menerapkannya di Unit satuan
kerja masing-masing agar memberikan pelayanan yang baik;
b. Bagi instansi
 Mendukung perbaikan kinerja organisasi unit kerja peserta.
 Meningkatkan kualitas pelayanan publik. Meningkatkan pelayanan
prima.
 Bagi masyarakat umum sebagai bacaan yang bermanfaat

C. Ruang Lingkup
Kegiatan tersebut dilaksanakan pada desa di wilayah kerja UPT Puskesmas
Tanjung Agung dari tanggal 9 September 2019 s/d 12 Oktober 2019. Ruang
lingkup dari kegiatan aktualisasi ini dibatasi pada kegiatan menyangkut core issue,
yaitu melakukan pemantauan makan obat pasien TB Paru dengan menggunakan
media lembar ceklist jadwal minum obat dan melibatkan keluarga sebagai orang
terdekat pasien serta kunjungan dan penyuluhan langsung pada pasien penderita
TB paru dan keluarga.

Anda mungkin juga menyukai